universitas terbaik indonesia

PEREMPUAN DALAM ISLAM

Oleh:
Baban Banita
NIP: 132305951

PRODI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG

PEREMPUAN DALAM ISLAM
Oleh Baban Banita
Ada banyak hal yang menarik apabila kita perhatikan hubungan antara laki-laki dengan
perempuan dewasa ini. Konon, dulu kelahiran bayi perempuan merupakan suatu kehinaan bagi
seorang ayah, tidak jarang bayi perempuan tersebut dikubur hidup-hidup. Hal ini misalnya
pernah dilakukan pula oleh seorang sahabat terbaik Nabi Muhammad sebelum dirinya masuk
agama Islam. Dalam kasus selanjutnya di zaman Nabi turun ayat yang menegur umat manusia
yang berlaku tidak adil terhadap kelahiran bayi perempuan. Bahkan sampai sekarang konstruk
sosial yang memarjinalkan perempuan masih berlaku dan dipelihara dengan baik.
Tentang Islam sebagai landasan kehidupan yang mengatur perempuan dan laki-laki dan
konstruk sosial yang mengatur juga kehidupan dengan cerdas dikritisi oleh N.

Rochaini(1981:63).
Hukum agama dipakai sebagai landasan perbedaan tingkatan pria dan wanita dalam Islam.
Tapi dunia sudah berubah yang juga membawa perubahan pada tatacara kehidupan. Pemerataan
nilai-nilai harus diimbangi dengan persamaan kewajiban dan disesuaikan dengan masing-masing
fitrahnya. Jika segala kritik dan perubahan senantiasa dipandang dengan mata prasangka, baik
oleh pria yang khawatir superioritasnya terancam maupun wanita sendiri yang merasa betah
dalam “pembonekaan”, usaha pemuliaan hakekat pemurnian nilai-nilai ayat Alquran dan Hadis
Nabi, secara tidak sadar sudah dikaburkan.
Ajaran Islam sebenarnya memberi kedudukan yang mulia terhadap perempuan. M AlGhazali mengajak meninjau ke masa 1000 tahun yang lalu yaitu ketika perempuan menemukan
posisinya di bidang materi dan sosial1. Tentu saja asal jangan membandingkan dengan kebebasan
cara berpakaian. Agama dengan demikian adalah pegangan bagi penganutnya, dirinya bisa
berlindung dalam undang-undang agama, dari hal-hal yang batil dan aniaya. Dan tujuan agama
adalah membuat manusia berjalan pada nilai-nilai kebenaran yang hakiki.
Kedudukan perempuan dalam Islam merupakan subjek kontroversi tak ada henti-hentinya
di kalangan kaum Muslim terpelajar sejak mereka mendapat pengaruh peradaban barat. Posisi
Islam dalam hal ini berada diantara subjek-subjek yang tersaji bagi pembaca Barat dengan
objektivitas terendah2.
Ayat Alquran di atas mengajarkan doktrin persamaan manusia, termasuk persamaan jenis
kelamin dan menafikan semua perbedaan yang diakibatkan oleh jenis kelamin, ras, warna kulit,
bangsa, kasta atau suku; karena manusia merupakan dari ciptaan yang tunggal.

Alquran pun menyerukan hal yang sama bagi kewajiban, hak, kebajikan dan kesalehan
mereka, seperti berikut:
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar….(QS. XXXIII: 35)
Tentang kewajiban Alquran tidak membedakan atau mengistimewakan antara laki-laki dan
perempuan. Selanjutnya kita baca ayat berikut:
Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.(QS. XVI:97)

1
2

Lihat lebih lengkap dalam Membumikan Alquran karangan Q. sihab.
Lebih jelasnya lihat Perempuan Dalam Hukum Islam karya Raga el Nimr

Ada pula hadis nabi yang berbicara tentang cara pandang terhadap perempuan: Saling
pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari
tulang rusuk yang bengkok.

Pemahaman terhadap hadis itu banyak yang keliru, terutama bahwa perempuan diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok. Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami sebagai
metafor/kiasan, dalam arti agar laki-laki harus bijaksana dalam menghadapi perempuan karena
ada sifat dirinya yang cenderung tidak sama dengan lelaki. Dan lelaki tidak akan sanggup
meluruskan sifat itu, kalau memaksakan akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang
rusuk yang bengkok.
Mengingat bahwa perempuan dan laki-laki tidak berbeda dalam kewajiban sekular dan
religius, maka menurut Islam semua kewajiban yang berkaitan dengan politik, sosial ekonomi,
dll. Tidak ada bedanya dengan kewajiban solat, puasa, zakat, dll. Dengan begitu untuk menuntut
ilmu pun pria dan perempuan ini punya porsi yang sama. Seperti sabda Nabi, “Mencari ilmu
adalah wajib bagi setiap muslin.”
Dalam hal di atas Nabi memberi teladan denagn memberi pelajaran yang sama terhadap
pria dan perempuan. Perempuan tampil tanpa rasa sungkan di depan forum belajar untuk
membahas masalah politik, sosial, budaya, dll. Bahkan istri Nabi, Aisyah, disebut sebagai
intelektual terkemuka setelah Nabi dan tidak sedikit murid-muridnya yang berjenis laki-laki.
Selanjutnya kita bisa melihat daftar intelektual perempuan yang diakui sebagai yang hebat sejajar
dan bahkan melebihi laki-laki.
Islam menekankan persamaan hakiki dan mendasar antara pria dan perempuan dan hak-hak
mereka yang vital; tetapi Alquran tidak percaya pada konsep persamaan gender yang
mengabaikan perbedaan alami dan daya-daya serta kekuatan-kekuatan spesifik pria dan

perempuan3. Dalam hal ini setiap pekerjaan mempunyai kecocokan tertentu sesuai dengan
derajat kemampuan spesifik fisiknya. Alquran memandang pria dan perempuan saling
melengkapi satu dengan yang lainnya, “Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang baik. (QS. II:228)
Dalam hal pekerjaan Islam memberikan pandangan bahwa pekerjaan sebagai ibu dan istri
adalah hal yang paling mulia. Tetapi bukan berarti bahwa Islam menutup kemungkinan
perempuan untuk bekerja di luar. Mereka sama saja selama kemampuan dan masyarakat
membutuhkannya. Nabi pernah bersabda,” suatu bangsa akan hancur apabila dipimpin oleh
seorang perempuan.” Hadis ini sering disalahtafsirkan bahwa perempuan sebagai haram dan
tidak tepat untuk memimpin sebuah negara atau kelompok tertentu. Hadis ini telah ditafsirkan
dengan baik oleh Imam Al Ghazali dengan melihat konteks pada saat Nabi berkata yakni pada
saat keadaan Persia akan runtuh sebab diperintah ratu yang dispotik lagi korup dan rakyat
kehilangan penuntun. Nabi mengomentarinya karena situasi yang seperti itu. Tetapi Nabi sendiri
tentang Ratu Sheba4 yang sukses memimpin rakyatnya dengan sukses dan makmur karena
kebijaksanaanya. Artinya perempuan yang baik dan bijaksanan tidak menjadi persoalan ketika
harus menjadi pemimpin negara.
Tentang perkawinan, Alquran telah menetapkan aturan sebagai hal yang amat mulia,
bahkan Nabi bersabda bahwa nikah adalah sunnah (jalan)ku, barang siapa yang menyimpang
daripadanya tidak termasuk golonganku. Alquran menyebutkan:


3

Hal ini diungkapkan dengan sangat logis oleh Raga El Nimr. Selain itu dalam tulisannya dia banyak memuat
keberhasilan-keberhasilan perempuan terutama yang berkaitan dengan intelektual.
4
Lebih lanjut baca Alquran tentang ratu Sheba

Laki-laki dan perempuan satu sama lain adalah sumber kesenangan dan ketentraman. Dan
ini hanya terjadi jika pria dan perempuannya disatukan dalam suatu ikatan kepentingan yang
dirancang dan didasarkan atas sejumlah gagasan tentang masa depan. Ini juga mensyaratkan
merka bekerjasama bukan saling bersaing, dan memadukan mereka dalam suatu kesatuan yang
bertatanan. Ini hanya dapat dicapai dalam suatu pola kehidupan yakni perkawinan. (QS.
XXX:21)
Ayat di atas menunjukan adanya hal yang mendasar dari ikatan perkawinan yakni adanya
kesepakatan antara keduanya untuk merencanakan masa depan. Perempuan dalam hal ini
mempunyai kedudukan yang sama, dia bisa menolak apabila laki-laki itu tidak dikehendakinya5.
Dalam hal laki-lakiadlah pemimpin bagi kaum perempuan sebagaimana dalam QS IV:34.
ayat ini bukan berarti bahwa laki-laki adalah yang kuat dan bisa menentukan seenaknya. Kasus
ini lebih berhubungan bahwa perlindungan ini karena menyangkut kekuatan fisik laki-laki yang
bisa diandalkan untuk memberi rasa nyaman kepada keluarga.

Dalam hal poligami, Islam seringkali mendapat tekanan dari luar bahkan dari penganutnya
sendiri. Dalam hal ini, seperti yang terlihat dalam Alquran yang diturunkan setelah perang Uhud
yang banyak meminta korban kematian laki-laki sehingga banyak meninggalkan janda dan anak
yatim. Ayat itu berbunyi:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim,
maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Dan
kemudian, jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja…(QS IV:3)
Ada sebuah persyaratan untuk mengikuti ayat di atas yakni masalah keadilan. Islam tidak
menghendaki ayat di atas sebagai suatu ketentuan, Islam juga tidak menghapuskannya. Kita juga
harus melihat surat lain dalam konteksnya dengan ayat ini terutama tentang berlaku adil. “Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istrimu, walaupun kamu sangat
ingin berbuat.”(QS IV:129). Artinya bahwa berlaku poligami itu sesungguhnya hanya berlaku
terutama dalam konteksnya yang jelas dan masalah keadilan yang tidak mungkin dipunyai
manusia untuk poligami. Karena itu sebenarnya atau sebaliknya manusia bersiap untuk
membatasi diri sebagai monogami saja.
Banyak faktor yang membuat kedudukan perempuan menjadi merosot. Diantaranya karena
dangkalnya pengetahuan keagamaan, sehingga tidak jarang agama dijadikan alasan untuk tujuan
yang tidak dibenarkan itu. Karena itu lelaki yang tidak berlaku adil akan terus memanfaatkan
kekurangan perempuan ini untuk kesenangan hidupnya. Solusi yang paling baik adalah
membiasakan belajar baik bagi laki-laki maupun perempuan. Seperti Nabi yang pernah berkata

Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri Cina. Walahualam.

5

Baca lebih lanjut Feminisme dan Islam yang dieditori oleh Mai Yamani. Di situ diterangkan dengan lebih detil
bagaimana tentang mahar, cerai, poligami, dll.

DAFTAR PUSTAKA
El Nimr, Raga. 2000. “Perempuan dalam Hukum Islam”. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia.
Fakih, Mansoer. 1998. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Shihab,M. Quraish. 2006. Membumikan Alquran. Bandung: Mizan.
Yamani, Mai. 2000. Feminisme dalam Islam. Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia.