Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot Pestisida Jenis Malathion di Kota Medan
H
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN AKTIVITAS CHOLINESTERASE DARAH
PETUGAS PENYEMPROT PESTISIDA JENIS MALATHION
DI KOTA MEDAN
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155
ABSTRACT
One of tackling DHF prevention is fogging. It consist of organophosphat pesticides
with malathion as substance active. This pesticide reduces the blood cholinesterase
activities with headache sympton for official. The lowering of cholinesterase
activities can be prevented if the official obeys the fogging regulation and use
personal protection equipment rightly. The objective research is to know
cholinesterase activities of official before and after fogging, and related factors.
They are fourteen fogging official from Dinas Kesehatan Medan city and public
health centre as sample. The result showed 50% official occur cholinesterase
activities decrease. The official knowledge and attitude about fogging regulation
and using personal protection equipment was good, but 50% official behavior was
not good. Their priod working, applicated fogging regulation, and using personal
protection equipment related to decrease cholinesterase activities. In suggestion,
they need cholinesterase activities monitoring before and after fogging.
Keywords: Fogging official, Cholinesterase activities
PENDAHULUAN
Kasus DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Kota Medan tersebar di 21
kecamatan/ 151 kelurahan, di mana setiap
tahunnya terjadi peningkatan kasus DBD.
Data terakhir pada tahun 2004 Angka Insiden
(AI) sebesar 2,7/10.000 penduduk dengan
Case Fatality Rate (CFR) 1,68%, angka
insiden ini berada di atas angka nasional
tetapi CFR berada di bawah standar angka
nasional (Dinkes Kota Medan, 2004).
Untuk menekan angka insiden dan
kejadian luar biasa terhadap DBD telah
dilakukan upaya terus menerus oleh
pemerintah dengan bantuan masyarakat
setempat melalui program yang mencakup
keterpaduan
usaha
penemuan
dan
pengobatan penderita, kegiatan pengamatan
dan monitoring, pemberantasan vektor,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta
kegiatan penyuluhan kepada masyarakat.
Salah satu usaha penanggulangan
terhadap DBD adalah dengan kegiatan
pemberantasan
nyamuk
melalui
penyemprotan rumah (pengasapan/fogging).
Tujuan
kegiatan
ini
adalah
untuk
memutuskan rantai penularan sehingga
peningkatan jumlah penderita dapat dibatasi
dan penyebarluasan penyakit dapat dicegah
(Depkes RI, 2000).
Dalam
kegiatan
penyemprotan
rumah (fogging) biasanya digunakan jenis
pestisida golongan organofosfat seperti
malathion. Pestisida ini apabila terpapar oleh
tubuh
manusia
dapat
menimbulkan
penurunan aktivitas cholinesterase di dalam
tubuh terutama pada petugas penyemprot dan
akan menimbulkan gejala-gejala seperti sakit
kepala dan pusing.
Perbedaan Faktor Infeksi dengan Pemeriksaan PCR Serviks HPV (1–78)
24
Chatarina U.W.
Universitas Sumatera Utara
Pestisida dari golongan organofosfat
seperi malathion akan memfosforilisasi hampir
semua jumlah enzym asetyl cholinesterase dari
jaringan-jaringan dan tidak dapat bereaksi
kembali, dengan demikian terjadilah akumulasi
asetylkolin pada sambungan cholinergic neuro
effector (efek muscarinic). Pada sambungan
akeletal muscle myoneral dan dalam antonomic
ganglion (efek nictonic) (Depkes, 2000).
Pestisida ini dapat diserap melalui pernafasan,
makanan dan penetrasi kulit. Beberapa
diantaranya dirubah menjadi intermediate yang
lebih toksik sebelum dimetabolisir, semuanya
mengalami degradasi hydrolysis didalam hati
dan jaringan-jaringan lainnya yang biasanya
dalam waktu berjam-jam diabsorbsi dan
gejalanya biasanya timbul kira-kira 30 menit
setelah pemaparan.
Pada petugas penyemprot perlu
diketahui aktivitas normal cholinesterase
pada waktu sebelum penyemprotan untuk
dapat dipakai sebagai pedoman bila
kemudian timbul keracunan. Pada umumnya
gejala keracunan baru tampak jika aktivitas
cholinesterase darah menurun 30% sampai
50%. Hal ini diambil sebagai batas
menghentikan mereka untuk sementara dari
pekerjaannya sebagai tindakan pengamanan.
Di kota Medan, dalam upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah
dilakukan penyemprotan pada rumah-rumah
penduduk dengan menggunakan pestisida
jenis organo fosfat yaitu malathion.
Penyemprotan dilakukan oleh petugas
puskesmas dan petugas dinas kesehatan
yang telah dilatih berjumlah 14 orang. Dalam
pelaksanaan tugasnya petugas penyemprot
biasanya dilengkapi dengan alat pelindung
diri. Namun kenyataannya dengan alasan
kurang nyaman alat pelindung diri sering
tidak digunakan oleh petugas sewaktu
menyemprot pestisida. Hal ini dapat
menyebabkan petugas terpapar oleh pestisida
yang akibatnya dapat menurunkan aktivitas
cholinesterase darah. Dari 14 orang petugas
yang melaksanakan penyemprotan ternyata
belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar
cholinesterase darah sebelum dan sesudah
penyemprotan.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida jenis
malathion di kota Medan.
Sedangkan tujuan khusus penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida
sebelum dan sesudah penyemprotan
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan,
sikap dan tindakan petugas penyemprot
pestisida tentang tata cara penyemprotan
3. Untuk mengetahui pemakaian alat
pelindung diri petugas penyemprot
pestisida
4. Untuk mengetahui lama bekerja petugas
penyemprot pestisida
5. Untuk mengetahu status gizi petugas
penyemprot pestisida
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
aktivitas
cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas
Kesehatan
kota
Medan
tentang
pemaparan pestisida pada petugas
penyemprot dan diharapkan dapat
sebagai bahan pertimbangan untuk lebih
meningkatkan
pengawasan
dan
pembinaan
terhadap
petugas
penyemprot.
2. Sebagai informasi kepada petugas
penyemprot tentang pemaparan pestisida
pada tubuhnya, dengan harapan petugas
dapat
lebih
berhati-hati
dalam
melaksanakan tugasnya dan mengikuti
aturan-aturan penyemprotan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian survey yang bersifat deskriptif.
Populasi adalah seluruh petugas penyemprot
pestisida jenis malathion yang merupakan
petugas untuk fogging/pengasapan pada
dinas kesehatan kota Medan.yang berjumlah
14 orang. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini adalah semua populasi. Waktu
penelitian dilakukan selama lebih kurang 4
bulan. Penelitian ini menggunakan data
primer dan sekunder. Data diperoleh dari
hasil jawaban kuesioner responden dan hasil
pemeriksaan spesimen darah petugas
penyemprot
sebelum
dan
sesudah
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
25
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
penyemprotan
dengan
menggunakan
Tintometer Kit. Selain itu data juga diperoleh
dari Kantor Dinas Kesehatan dan instansi
resmi lainnya. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Petugas fogging di Dinas Kesehatan Kota
Medan berjumlah 14 orang, di mana mereka
adalah petugas yang berasal dari Dinas
Kesehatan Kota dan petugas Puskesmas yang
tersebar di kota Medan. Data petugas fogging
Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskemas
dapat dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik
Petugas
Penyemprot
Pestisida
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
sebahagian besar petugas penyemprot Dinas
Kesehatan Kota Medan pada kelompok umur
51-60 tahun (35,71%).
Berdasarkan Tabel 3, sebahagian besar
petugas penyemprot berpendidikan SLTA
(64,29%), namun masih ditemukan petugas
yang berpendidikan rendah (tamat SD dan
SLTP). Selain itu juga ditemukan petugas
penyemprot yang berpendidikan D3 dan
sarjana sebanyak 21,43%.
Tabel 1. Data petugas fogging Dinas Kesehatan Kota dan puskesmas di Dinas Kesehatan Kota
Medan tahun 2005
No.
Petugas Fogging
Jumlah (orang)
1
Dinas Kesehatan Kota
4
2
Puskesmas Petisah
1
3
Puskesmas Padang Bulan
1
4
Puskesmas Simalingkar
1
5
Puskesmas Glugur Darat
1
6
Puskesmas Belawan
1
7
Puskesmas Sunggal
1
8
Puskesmas Amplas
1
9
Puskesmas Binjai
1
10
Puskesmas PB Selayang
1
11
Puskesmas Mandala
1
Jumlah
14
Sumber: Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2005
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur
No.
Umur Responden (tahun)
Jumlah (orang)
1
21 – 30
2
2
31 – 40
3
3
41 – 50
4
4
51 - 60
5
Jumlah
14
Proporsi (%)
14,29
21,43
28,57
35,71
100
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
1
SD
1
2
SLTP
1
3
SLTA
9
4
D3/Sarjana
3
Jumlah
14
Proporsi (%)
7,14
7,14
64,29
21,43
100
26
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4, sebahagian
besar responden (71,43%) menyatakan
pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
tentang tata cara penyemprotan pestisida dan
cara melindungi diri terhadap pemaparan
pestisida
sewaktu
melaksanakan
penyemprotan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa 11
orang
(78,57%)
mengalami
keluhan
kesehatan seperti pusing, lemas, mata berair,
sesak nafas, setelah penyemprotan.
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Penyemprot Pestisida Sebelum dan
Sesudah Penyemprotan
Berdasarkan Tabel 6 dan 7 terlihat
bahwa
terjadi
penurunan
aktivitas
cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan,
di mana ditemukan 7 orang (50%) petugas
yang masuk kategori normal menjadi ringan,
kategori ringan menjadi sedang.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan penyuluhan kesehatan yang diterima
No.
Penyuluhan Kesehatan
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
Pernah
10
71,43
2
Tidak Pernah
4
28,57
Jumlah
14
100
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan
No.
Keluhan Kesehatan
Jumlah (orang)
1
Ada
11
2
Tidak Ada
3
Jumlah
14
Proporsi (%)
78,57
21,43
100
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan penurunan aktivitas cholinesterase darah petugas
penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Responden
Penurunan
Sebelum Penyemprotan
Sesudah Penyemprotan
1
87,5% (Normal)
87,5% (Normal)
Tetap
2
50% (Keracunan sedang)
50% (Keracunan sedang)
Tetap
3
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
4
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
5
50% (Keracunan sedang)
37,5% (Keracunan sedang)
Tetap
6
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
7
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
8
75% (Normal)
62,5% (Keracunan ringan)
Menurun
9
62,5% (Keracunan ringan)
62,5% (Keracunan ringan)
Tetap
10
50% (Keracunan sedang)
37,5% (Keracunan sedang)
Tetap
11
75% (Normal)
75% (Normal)
Tetap
12
62,5% (Keracunan ringan)
37,5% (Keracunan sedang)
Menurun
13
75% (Normal)
75% (Normal)
Tetap
14
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot
Sebelum Penyemprotan
Sesudah Penyemprotan
Kategori
Jumlah
(%)
Kategori
Jumlah
(%)
Normal
4
28,57
Normal
3
21,43
Keracunan Ringan
7
50,00
Keracunan Ringan
2
14,28
Keracunan Sedang
3
21,43
Keracunan Sedang
9
64,29
Jumlah
14
100
Jumlah
14
100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
27
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Perilaku Petugas Penyemprot Pestisida
tentang Tata Cara Penyemprotan
Tingkat
pengetahuan
petugas
penyemprot tentang dampak pestisida
terhadap kesehatan manusia, cara masuknya
pestisida ke dalam tubuh, manfaat dari alat
pelindung diri, gejala keracunan oleh
pestisida jenis malathion dan tata cara
penyemprotan pestisida dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tingkat
pengetahuan
petugas
penyemprot pestisida pada umumnya baik 13
orang (92,86%), hanya 1 orang (7,14%)
tingkat pengetahuannya kurang.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa
sikap
petugas
penyemprot
tentang,
pemakaian alat pelindung diri, tata cara
penyemprotan, penyediaan pestisida dan
kegiatan setelah selesai menyemprot, 11
orang mempunyai sikap yang baik (78,57%)
dan hanya 2 orang yang mempunyai sikap
yang kurang baik (14,29%).
Tindakan petugas penyemprot dalam
pemakaian alat pelindung diri, tata cara
penyemprotan, kegiatan setelah melakukan
penyemprotan dan cara penyediaan pestisida
ternyata 7 orang (50%) melakukan tindakan
yang baik dan 7 orang (50%) melakukan
tindakan yang sedang.
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh data bahwa 6 orang (42,86%)
petugas penyemprot selalu memakai alat
pelindung diri yang lengkap selama
melakukan
penyemprotan,
sedangkan
penyemprot lainnya 8 orang (57,14%) tidak
memakai alat pelindung diri yang lengkap
bahkan kadang-kadang tidak menggunakannya.
Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan petugas penyemprot
No.
Tingkat Pengetahuan Petugas
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
2
Baik
Kurang
Jumlah
13
1
14
Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan sikap petugas penyemprot
No.
Sikap Petugas Penyemprot
Jumlah (orang)
1
2
3
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah
11
1
2
14
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan tindakan petugas penyemprot
No.
Tindakan Petugas Penyemprot
Jumlah (orang)
1
2
Baik
Sedang
Jumlah
7
7
14
Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan pemakaian alat pelindung diri
No.
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Jumlah (orang)
1
2
28
Lengkap
Tidak Lengkap
Jumlah
6
8
14
92,86
7,14
100
Proporsi (%)
78,57
7,14
14,29
100
Proporsi (%)
50
50
100
Proporsi (%)
42,86
57,14
100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Lama Kerja Menjadi Petugas Penyemprot
Pestisida
Petugas penyemprot pestisida Dinas
Kesehatan Kota Medan pada umumnya telah
bekerja selama lebih dari 2 tahun yaitu 13
orang (92,86%) dan hanya 1 orang yang
bekerja selama 1-2 tahun (7,14%).
Status Gizi Petugas Penyemprot Pestisida
Petugas penyemprot pestisida Dinas
Kesehatan Kota Medan mempunyai status gizi
yang lebih, baik dan buruk. Enam orang
(42,86%) petugas mempunyai gizi lebih, 7
orang (50%) mempunyai gizi baik dan hanya 1
orang (7,14%) mempunyai status gizi buruk.
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Penyemprot
Pestisida
Sesudah
Penyemprotan
Berdasarkan
Tingkat
Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Berdasarkan tabulasi silang di atas
terlihat bahwa tidak ada kaitan antara tingkat
pengetahuan dengan aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida. Di mana
pada tingkat pengetahuan yang baik
ditemukan 7 orang yang mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Sedangkan
petugas
yang
tingkat
pengetahuannya kurang tidak mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Demikian juga dengan sikap,
ternyata tidak ada kaitan dengan aktivitas
cholinesterase
darah.
Pada
petugas
penyemprot yang bersikap baik ditemukan 6
orang yang mengalami penurunan aktivitas
cholinesterase darah, sedangkan yang
bersikap kurang tidak ada yang mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Berdasarkan tabulasi silang terlihat
bahwa ada kaitan antara tindakan petugas
penyemprot dengan aktivitas cholinesterase
darah. Di mana pada petugas yang tindakan
baik dan sedang terdapat 4 dan 3 orang yang
mengalami penurunan aktivitas cholinesterase
darah.
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja sebagai petugas penyemprot pestisida
No.
Lama Bekerja
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
1-2 tahun
1
7,14
2
> 2 tahun
13
92,86
Jumlah
14
100
Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan status gizi petugas penyemprot pestisida
No.
Status Gizi
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
Lebih
6
42,86
2
Baik
7
50.00
3
Buruk
1
7,14
Jumlah
14
100
Tabel 14. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan tingkat pengetahuan
Aktivitas cholinesterase
Tingkat
No.
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Pengetahuan
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
6
46,15
7
53,85
13
92,86
2
Kurang
1
100
0
0
1
7,14
Tabel 15. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan sikap
Aktivitas cholinesterase
No.
Sikap
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
5
45,45
6
54,55
11
78,57
2
Sedang
0
0
1
100
1
7,14
3
Kurang
2
100
0
0
2
14,29
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
29
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan tindakan
Aktivitas cholinesterase
No
Tindakan
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
3
42,86
4
57,14
7
50
2
Sedang
4
57,14
3
42,86
7
50
Pembahasan
Berdasarkan
hasil
penelitian
ditemukan responden umumnya pada
kelompok umur di atas 50 tahun yang sangat
rentan terhadap berbagai penyakit karena
daya tahan tubuh sudah mulai berkurang.
Mengingat hal tersebut, seharusnya petugas
penyemprot yang berumur di atas 50 tahun
tidak diperbolehkan lagi bertugas.
Tingkat
pendidikan
petugas
penyemprot pestisida Dinas Kesehatan Kota
Medan secara umum adalah tamat SLTA dan
hanya 2 orang yang tamat SD dan SLTP.
Tingkat pendidikan petugas sangat berkaitan
dengan tingkat pengetahuan yang mereka
miliki. Seseorang dengan tingkat pendidikan
lebih tinggi cenderung memiliki tingkat
pengetahuan yang baik juga, sehingga
dengan tingkat pengetahuan yang tinggi
kecenderungan terpapar dengan pestisida
sangat
rendah
karena
dengan
pengetahuannya dia dapat menerima
masukan maupun penyuluhan tentang tata
cara pemakaian pestisida yang aman. Namun
dalam penelitian ini ternyata pengetahuan
tidak diikuti dengan sikap dan tindakan yang
baik sehingga ditemukan petugas yang
mengalami penurunan kadar aktivitas
cholinesterase dalam darahnya.
Tingkat pengetahuan responden
cukup baik secara umum karena mereka telah
mendapatkan penyuluhan kesehatan dari
Dinas Kesehatan Kota Medan. Namun
responden secara umum (71,4%) juga
merasakan keluhan kesehatan. Hal ini
mungkin disebabkan karena mereka sering
terpapar pestisida sehingga ada penurunan
kesehatannya.
Sembilan puluh dua koma delapan
puluh enam persen (13 orang) responden
telah bekerja lebih dari 2 tahun dan hanya 1
orang yang bekerja kurang dari 1 tahun.
Semakin banyak pengalaman kerja yang
dimiliki seseorang maka ia akan bekerja
lebih berhati-hati terhadap kemungkinan
dampak negatif dari pekerjaannya. Menurut
30
Achmadi (1999) pengalaman kerja bagi
penyemprot akan berpengaruh terhadap
pemaparan pestisida.
Dalam menentukan status gizi
petugas
fogging
digunakan
dengan
Antropometri berdasarkan berat badan dan
tinggi badan. Pada umumnya petugas fogging
sudah mempunyai status gizi yang baik dan
hanya 1 orang yang mempunyai gizi buruk.
Hasil pemeriksaan cholinesterase
darah petugas sebelum penyemprotan
menunjukkan sebagian petugas telah
mengalami keracunan pestisida golongan
organofosfat mengandung bahan aktif
malathion dalam darah. Sebelum melakukan
pemeriksaan
darah
peneliti
telah
menginformasikan kepada Dinas Kesehatan
Kota Medan untuk mengistirahatkan petugas
fogging untuk sementara waktu (2 minggu).
Namun ternyata masih ditemukan responden
yang sudah keracunan pestisida. Menurut
Depkes (1993), depresi dari aktivitas
cholinesterase plasma atau sel darah merah
merupakan petunjuk adanya penyerapan
yang berlebihan dari pestisida golongan
organofosfat, yang bertahan sampai 12
minggu. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan
darah setelah penyemprotan terdapat 7 orang
(50%) yang mengalami penurunan aktivitas
cholinesterasenya. Hal ini disebabkan sikap
dan tindakan yang kurang baik dalam
pelaksanaan
penyemrotan
seperti
penyemprotan yang tidak searah dengan arah
angin atau sesuka hati, pada waktu
beristirahat petugas langsung makan, minum
dan merokok tanpa membersihkan badan
terlebih dahulu. Dengan melakukan kegiatan
makan, minum dan merokok pada saat
istirahat kemungkinan bisa terjadi pestisida
masuk kedalam tubuh melalui mulut
(tertelan) dan pernafasan. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan pengetahuan mereka,
responden paham tentang tata cara
penyemprotan
tetapi
tidak
dalam
pelaksanaannya.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Pada saat penyemprotan responden
yang memakai alat pelindung diri yang
lengkap (APD) 42,86%, selebihnya 57,14%
responden memakai APD yang tidak
lengkap. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan pemaparan pestisida pada
petugas. Pestisida golongan organofosfat
yang mengandung bahan aktif malathion
dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui semua
jalan masuk seperti mulut/pencernaan, kulit
dan pernafasan. Menurut Sudarmo, (1991)
dalam
Depkes
(1999),
gunakan
perlengkapan khusus, pakaian lengan
panjang dan celana panjang, sarung tangan,
sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan
rambut serta atribut lain yang diperlukan.
Artinya pemakaian APD yang lengkap dapat
terhindar dari keracunan pestisida, karena
APD dapat mencegah masuknya pestisida ke
dalam tubuh.
Dari hasil penelitian ini ternyata
membuktikan bahwa pendidikan, penyuluhan
kesehatan dan tingkat pengetahan yang baik
belum tentu menghasilkan sikap dan
tindakan yang baik pula. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas
cholinesterase dalam darah petugas fogging,
di mana tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan belum bisa mendukung petugas
untuk bertindak baik dalam pelaksanaan
penyemprotan sehinga terjadi pemaparan
pestisida pada tubuh petugas penyemprot.
Tindakan responden ini dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap, akan tetapi suatu
pengetahuan dan sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan. Menurut
Notoatmodjo (2003), terwujudnya suatu
pengetahuan dan sikap menjadi tindakan
perlu faktor pendukung antara lain fasilitas
dan dukungan keluarga. Sedangkan umur dan
lama bekerja mempengaruhi aktivitas
cholinesterase dalam darah. Pada responden
yang berusia > 50 tahun dan bekerja >2 tahun
cenderung terjadi penurunan aktivitas
cholinesterase darah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil
pemeriksaan
aktivitas
cholinesterase darah petugas sebelum
penyemprotan menunjukkan 28,57%
responden masuk kategori normal, 50%
responden kategori keracunan ringan,
21,43% responden masuk kategori
2.
3.
4.
5.
keracunan sedang. Setelah penyemprotan
terjadi penurunan aktivitas cholinesterase
pada 7 orang responden (50%).
Pengetahuan petugas fogging tentang tata
cara penyemprotan, pemakaian alat
pelindung diri umumnya cukup baik
(92,86%), demikian juga dengan sikap
baik 78,57% tetapi tidak diikuti dengan
tindakan petugas yang hanya 50% baik.
Lama bekerja sebagai petugas fogging
umumnya lebih dari 2 tahun (92,86%).
Status gizi petugas fogging, 42,86% gizi
lebih, 50% gizi baik dan 7,14% gizi
buruk.
Lama bekerja sebagai petugas fogging,
tindakan dalam tata cara penyemprotan,
pemakaian alat pelindung diri dan umur
responden
sangat
mempengaruhi
penurunan aktivitas cholinesterase dalam
darah petugas dalam penelitian ini.
Saran
1. Petugas fogging sebaiknya tetap diberi
pembinaan berkelanjutan agar dapat
mengikuti seluruh peraturan dalam tata
cara penyemprotan yang baik dan
pemakaian alat pelindung diri yang
lengkap.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui aktivitas cholinesterase
petugas fogging secara berkala baik
sebelum maupun sesudah penyemprotan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1999. Strategi
Pengamanan Penggunaan Pestisida
Sektor
Pertanian
di
Indonesia.
UI.Jakarta.
Adiwisastra, 1995. Sumber, Bahaya serta
Penanggulangannya. Jakarta.
Departemen
Kesehatan
RI.
1992.
Pemeriksaan Cholinesterase Darah
Dengan Tintometer Kit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Pengenalan
dan
Penatalaksanaan
Keracunan
Pestisida. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pengenalan
Pestisida. Jakarta.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI. 2001. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen
PPM dan PLP.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
31
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Departemen Kesehatan RI. 2003. Profil
Kesehatan Kota Medan.
Sukidjo, Notoadmodjo. 2001. Metode
Penelitian Kesehatan. UI Press.
Jakarta.
32
Sukidjo, Notoadmodjo. 2003. Pendidikan
dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Sunu,
Pramudya.
2001.
Melindungi
lingkungan dengan menerapkan ISO
14001, Gramedia Widya Sarana
Indonesia. Jakarta.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
HA
ASSIILL PPEEN
NEELLIITTIIA
AN
N
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN AKTIVITAS CHOLINESTERASE DARAH
PETUGAS PENYEMPROT PESTISIDA JENIS MALATHION
DI KOTA MEDAN
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155
ABSTRACT
One of tackling DHF prevention is fogging. It consist of organophosphat pesticides
with malathion as substance active. This pesticide reduces the blood cholinesterase
activities with headache sympton for official. The lowering of cholinesterase
activities can be prevented if the official obeys the fogging regulation and use
personal protection equipment rightly. The objective research is to know
cholinesterase activities of official before and after fogging, and related factors.
They are fourteen fogging official from Dinas Kesehatan Medan city and public
health centre as sample. The result showed 50% official occur cholinesterase
activities decrease. The official knowledge and attitude about fogging regulation
and using personal protection equipment was good, but 50% official behavior was
not good. Their priod working, applicated fogging regulation, and using personal
protection equipment related to decrease cholinesterase activities. In suggestion,
they need cholinesterase activities monitoring before and after fogging.
Keywords: Fogging official, Cholinesterase activities
PENDAHULUAN
Kasus DBD (Demam Berdarah
Dengue) di Kota Medan tersebar di 21
kecamatan/ 151 kelurahan, di mana setiap
tahunnya terjadi peningkatan kasus DBD.
Data terakhir pada tahun 2004 Angka Insiden
(AI) sebesar 2,7/10.000 penduduk dengan
Case Fatality Rate (CFR) 1,68%, angka
insiden ini berada di atas angka nasional
tetapi CFR berada di bawah standar angka
nasional (Dinkes Kota Medan, 2004).
Untuk menekan angka insiden dan
kejadian luar biasa terhadap DBD telah
dilakukan upaya terus menerus oleh
pemerintah dengan bantuan masyarakat
setempat melalui program yang mencakup
keterpaduan
usaha
penemuan
dan
pengobatan penderita, kegiatan pengamatan
dan monitoring, pemberantasan vektor,
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) serta
kegiatan penyuluhan kepada masyarakat.
Salah satu usaha penanggulangan
terhadap DBD adalah dengan kegiatan
pemberantasan
nyamuk
melalui
penyemprotan rumah (pengasapan/fogging).
Tujuan
kegiatan
ini
adalah
untuk
memutuskan rantai penularan sehingga
peningkatan jumlah penderita dapat dibatasi
dan penyebarluasan penyakit dapat dicegah
(Depkes RI, 2000).
Dalam
kegiatan
penyemprotan
rumah (fogging) biasanya digunakan jenis
pestisida golongan organofosfat seperti
malathion. Pestisida ini apabila terpapar oleh
tubuh
manusia
dapat
menimbulkan
penurunan aktivitas cholinesterase di dalam
tubuh terutama pada petugas penyemprot dan
akan menimbulkan gejala-gejala seperti sakit
kepala dan pusing.
Perbedaan Faktor Infeksi dengan Pemeriksaan PCR Serviks HPV (1–78)
24
Chatarina U.W.
Universitas Sumatera Utara
Pestisida dari golongan organofosfat
seperi malathion akan memfosforilisasi hampir
semua jumlah enzym asetyl cholinesterase dari
jaringan-jaringan dan tidak dapat bereaksi
kembali, dengan demikian terjadilah akumulasi
asetylkolin pada sambungan cholinergic neuro
effector (efek muscarinic). Pada sambungan
akeletal muscle myoneral dan dalam antonomic
ganglion (efek nictonic) (Depkes, 2000).
Pestisida ini dapat diserap melalui pernafasan,
makanan dan penetrasi kulit. Beberapa
diantaranya dirubah menjadi intermediate yang
lebih toksik sebelum dimetabolisir, semuanya
mengalami degradasi hydrolysis didalam hati
dan jaringan-jaringan lainnya yang biasanya
dalam waktu berjam-jam diabsorbsi dan
gejalanya biasanya timbul kira-kira 30 menit
setelah pemaparan.
Pada petugas penyemprot perlu
diketahui aktivitas normal cholinesterase
pada waktu sebelum penyemprotan untuk
dapat dipakai sebagai pedoman bila
kemudian timbul keracunan. Pada umumnya
gejala keracunan baru tampak jika aktivitas
cholinesterase darah menurun 30% sampai
50%. Hal ini diambil sebagai batas
menghentikan mereka untuk sementara dari
pekerjaannya sebagai tindakan pengamanan.
Di kota Medan, dalam upaya
pemberantasan penyakit demam berdarah
dilakukan penyemprotan pada rumah-rumah
penduduk dengan menggunakan pestisida
jenis organo fosfat yaitu malathion.
Penyemprotan dilakukan oleh petugas
puskesmas dan petugas dinas kesehatan
yang telah dilatih berjumlah 14 orang. Dalam
pelaksanaan tugasnya petugas penyemprot
biasanya dilengkapi dengan alat pelindung
diri. Namun kenyataannya dengan alasan
kurang nyaman alat pelindung diri sering
tidak digunakan oleh petugas sewaktu
menyemprot pestisida. Hal ini dapat
menyebabkan petugas terpapar oleh pestisida
yang akibatnya dapat menurunkan aktivitas
cholinesterase darah. Dari 14 orang petugas
yang melaksanakan penyemprotan ternyata
belum pernah dilakukan pemeriksaan kadar
cholinesterase darah sebelum dan sesudah
penyemprotan.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida jenis
malathion di kota Medan.
Sedangkan tujuan khusus penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida
sebelum dan sesudah penyemprotan
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan,
sikap dan tindakan petugas penyemprot
pestisida tentang tata cara penyemprotan
3. Untuk mengetahui pemakaian alat
pelindung diri petugas penyemprot
pestisida
4. Untuk mengetahui lama bekerja petugas
penyemprot pestisida
5. Untuk mengetahu status gizi petugas
penyemprot pestisida
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
aktivitas
cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas
Kesehatan
kota
Medan
tentang
pemaparan pestisida pada petugas
penyemprot dan diharapkan dapat
sebagai bahan pertimbangan untuk lebih
meningkatkan
pengawasan
dan
pembinaan
terhadap
petugas
penyemprot.
2. Sebagai informasi kepada petugas
penyemprot tentang pemaparan pestisida
pada tubuhnya, dengan harapan petugas
dapat
lebih
berhati-hati
dalam
melaksanakan tugasnya dan mengikuti
aturan-aturan penyemprotan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian survey yang bersifat deskriptif.
Populasi adalah seluruh petugas penyemprot
pestisida jenis malathion yang merupakan
petugas untuk fogging/pengasapan pada
dinas kesehatan kota Medan.yang berjumlah
14 orang. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini adalah semua populasi. Waktu
penelitian dilakukan selama lebih kurang 4
bulan. Penelitian ini menggunakan data
primer dan sekunder. Data diperoleh dari
hasil jawaban kuesioner responden dan hasil
pemeriksaan spesimen darah petugas
penyemprot
sebelum
dan
sesudah
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
25
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
penyemprotan
dengan
menggunakan
Tintometer Kit. Selain itu data juga diperoleh
dari Kantor Dinas Kesehatan dan instansi
resmi lainnya. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Petugas fogging di Dinas Kesehatan Kota
Medan berjumlah 14 orang, di mana mereka
adalah petugas yang berasal dari Dinas
Kesehatan Kota dan petugas Puskesmas yang
tersebar di kota Medan. Data petugas fogging
Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskemas
dapat dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik
Petugas
Penyemprot
Pestisida
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
sebahagian besar petugas penyemprot Dinas
Kesehatan Kota Medan pada kelompok umur
51-60 tahun (35,71%).
Berdasarkan Tabel 3, sebahagian besar
petugas penyemprot berpendidikan SLTA
(64,29%), namun masih ditemukan petugas
yang berpendidikan rendah (tamat SD dan
SLTP). Selain itu juga ditemukan petugas
penyemprot yang berpendidikan D3 dan
sarjana sebanyak 21,43%.
Tabel 1. Data petugas fogging Dinas Kesehatan Kota dan puskesmas di Dinas Kesehatan Kota
Medan tahun 2005
No.
Petugas Fogging
Jumlah (orang)
1
Dinas Kesehatan Kota
4
2
Puskesmas Petisah
1
3
Puskesmas Padang Bulan
1
4
Puskesmas Simalingkar
1
5
Puskesmas Glugur Darat
1
6
Puskesmas Belawan
1
7
Puskesmas Sunggal
1
8
Puskesmas Amplas
1
9
Puskesmas Binjai
1
10
Puskesmas PB Selayang
1
11
Puskesmas Mandala
1
Jumlah
14
Sumber: Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2005
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur
No.
Umur Responden (tahun)
Jumlah (orang)
1
21 – 30
2
2
31 – 40
3
3
41 – 50
4
4
51 - 60
5
Jumlah
14
Proporsi (%)
14,29
21,43
28,57
35,71
100
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
1
SD
1
2
SLTP
1
3
SLTA
9
4
D3/Sarjana
3
Jumlah
14
Proporsi (%)
7,14
7,14
64,29
21,43
100
26
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4, sebahagian
besar responden (71,43%) menyatakan
pernah mendapatkan penyuluhan kesehatan
tentang tata cara penyemprotan pestisida dan
cara melindungi diri terhadap pemaparan
pestisida
sewaktu
melaksanakan
penyemprotan.
Tabel 5 menunjukkan bahwa 11
orang
(78,57%)
mengalami
keluhan
kesehatan seperti pusing, lemas, mata berair,
sesak nafas, setelah penyemprotan.
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Penyemprot Pestisida Sebelum dan
Sesudah Penyemprotan
Berdasarkan Tabel 6 dan 7 terlihat
bahwa
terjadi
penurunan
aktivitas
cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan,
di mana ditemukan 7 orang (50%) petugas
yang masuk kategori normal menjadi ringan,
kategori ringan menjadi sedang.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan penyuluhan kesehatan yang diterima
No.
Penyuluhan Kesehatan
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
Pernah
10
71,43
2
Tidak Pernah
4
28,57
Jumlah
14
100
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan keluhan kesehatan
No.
Keluhan Kesehatan
Jumlah (orang)
1
Ada
11
2
Tidak Ada
3
Jumlah
14
Proporsi (%)
78,57
21,43
100
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan penurunan aktivitas cholinesterase darah petugas
penyemprot pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Responden
Penurunan
Sebelum Penyemprotan
Sesudah Penyemprotan
1
87,5% (Normal)
87,5% (Normal)
Tetap
2
50% (Keracunan sedang)
50% (Keracunan sedang)
Tetap
3
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
4
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
5
50% (Keracunan sedang)
37,5% (Keracunan sedang)
Tetap
6
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
7
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
8
75% (Normal)
62,5% (Keracunan ringan)
Menurun
9
62,5% (Keracunan ringan)
62,5% (Keracunan ringan)
Tetap
10
50% (Keracunan sedang)
37,5% (Keracunan sedang)
Tetap
11
75% (Normal)
75% (Normal)
Tetap
12
62,5% (Keracunan ringan)
37,5% (Keracunan sedang)
Menurun
13
75% (Normal)
75% (Normal)
Tetap
14
62,5% (Keracunan ringan)
50% (Keracunan sedang)
Menurun
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot
pestisida sebelum dan sesudah penyemprotan
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas Penyemprot
Sebelum Penyemprotan
Sesudah Penyemprotan
Kategori
Jumlah
(%)
Kategori
Jumlah
(%)
Normal
4
28,57
Normal
3
21,43
Keracunan Ringan
7
50,00
Keracunan Ringan
2
14,28
Keracunan Sedang
3
21,43
Keracunan Sedang
9
64,29
Jumlah
14
100
Jumlah
14
100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
27
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Perilaku Petugas Penyemprot Pestisida
tentang Tata Cara Penyemprotan
Tingkat
pengetahuan
petugas
penyemprot tentang dampak pestisida
terhadap kesehatan manusia, cara masuknya
pestisida ke dalam tubuh, manfaat dari alat
pelindung diri, gejala keracunan oleh
pestisida jenis malathion dan tata cara
penyemprotan pestisida dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tingkat
pengetahuan
petugas
penyemprot pestisida pada umumnya baik 13
orang (92,86%), hanya 1 orang (7,14%)
tingkat pengetahuannya kurang.
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa
sikap
petugas
penyemprot
tentang,
pemakaian alat pelindung diri, tata cara
penyemprotan, penyediaan pestisida dan
kegiatan setelah selesai menyemprot, 11
orang mempunyai sikap yang baik (78,57%)
dan hanya 2 orang yang mempunyai sikap
yang kurang baik (14,29%).
Tindakan petugas penyemprot dalam
pemakaian alat pelindung diri, tata cara
penyemprotan, kegiatan setelah melakukan
penyemprotan dan cara penyediaan pestisida
ternyata 7 orang (50%) melakukan tindakan
yang baik dan 7 orang (50%) melakukan
tindakan yang sedang.
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperoleh data bahwa 6 orang (42,86%)
petugas penyemprot selalu memakai alat
pelindung diri yang lengkap selama
melakukan
penyemprotan,
sedangkan
penyemprot lainnya 8 orang (57,14%) tidak
memakai alat pelindung diri yang lengkap
bahkan kadang-kadang tidak menggunakannya.
Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan petugas penyemprot
No.
Tingkat Pengetahuan Petugas
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
2
Baik
Kurang
Jumlah
13
1
14
Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan sikap petugas penyemprot
No.
Sikap Petugas Penyemprot
Jumlah (orang)
1
2
3
Baik
Sedang
Kurang
Jumlah
11
1
2
14
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan tindakan petugas penyemprot
No.
Tindakan Petugas Penyemprot
Jumlah (orang)
1
2
Baik
Sedang
Jumlah
7
7
14
Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan pemakaian alat pelindung diri
No.
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Jumlah (orang)
1
2
28
Lengkap
Tidak Lengkap
Jumlah
6
8
14
92,86
7,14
100
Proporsi (%)
78,57
7,14
14,29
100
Proporsi (%)
50
50
100
Proporsi (%)
42,86
57,14
100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Lama Kerja Menjadi Petugas Penyemprot
Pestisida
Petugas penyemprot pestisida Dinas
Kesehatan Kota Medan pada umumnya telah
bekerja selama lebih dari 2 tahun yaitu 13
orang (92,86%) dan hanya 1 orang yang
bekerja selama 1-2 tahun (7,14%).
Status Gizi Petugas Penyemprot Pestisida
Petugas penyemprot pestisida Dinas
Kesehatan Kota Medan mempunyai status gizi
yang lebih, baik dan buruk. Enam orang
(42,86%) petugas mempunyai gizi lebih, 7
orang (50%) mempunyai gizi baik dan hanya 1
orang (7,14%) mempunyai status gizi buruk.
Aktivitas Cholinesterase Darah Petugas
Penyemprot
Pestisida
Sesudah
Penyemprotan
Berdasarkan
Tingkat
Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Berdasarkan tabulasi silang di atas
terlihat bahwa tidak ada kaitan antara tingkat
pengetahuan dengan aktivitas cholinesterase
darah petugas penyemprot pestisida. Di mana
pada tingkat pengetahuan yang baik
ditemukan 7 orang yang mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Sedangkan
petugas
yang
tingkat
pengetahuannya kurang tidak mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Demikian juga dengan sikap,
ternyata tidak ada kaitan dengan aktivitas
cholinesterase
darah.
Pada
petugas
penyemprot yang bersikap baik ditemukan 6
orang yang mengalami penurunan aktivitas
cholinesterase darah, sedangkan yang
bersikap kurang tidak ada yang mengalami
penurunan aktivitas cholinesterase darah.
Berdasarkan tabulasi silang terlihat
bahwa ada kaitan antara tindakan petugas
penyemprot dengan aktivitas cholinesterase
darah. Di mana pada petugas yang tindakan
baik dan sedang terdapat 4 dan 3 orang yang
mengalami penurunan aktivitas cholinesterase
darah.
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan lama bekerja sebagai petugas penyemprot pestisida
No.
Lama Bekerja
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
1-2 tahun
1
7,14
2
> 2 tahun
13
92,86
Jumlah
14
100
Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan status gizi petugas penyemprot pestisida
No.
Status Gizi
Jumlah (orang)
Proporsi (%)
1
Lebih
6
42,86
2
Baik
7
50.00
3
Buruk
1
7,14
Jumlah
14
100
Tabel 14. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan tingkat pengetahuan
Aktivitas cholinesterase
Tingkat
No.
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Pengetahuan
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
6
46,15
7
53,85
13
92,86
2
Kurang
1
100
0
0
1
7,14
Tabel 15. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan sikap
Aktivitas cholinesterase
No.
Sikap
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
5
45,45
6
54,55
11
78,57
2
Sedang
0
0
1
100
1
7,14
3
Kurang
2
100
0
0
2
14,29
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
29
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Tabel 16. Aktivitas cholinesterase darah petugas penyemprot pestisida sesudah penyemprotan
berdasarkan tindakan
Aktivitas cholinesterase
No
Tindakan
Jumlah
%
Tetap
Menurun
Jumlah
%
Jumlah
%
1
Baik
3
42,86
4
57,14
7
50
2
Sedang
4
57,14
3
42,86
7
50
Pembahasan
Berdasarkan
hasil
penelitian
ditemukan responden umumnya pada
kelompok umur di atas 50 tahun yang sangat
rentan terhadap berbagai penyakit karena
daya tahan tubuh sudah mulai berkurang.
Mengingat hal tersebut, seharusnya petugas
penyemprot yang berumur di atas 50 tahun
tidak diperbolehkan lagi bertugas.
Tingkat
pendidikan
petugas
penyemprot pestisida Dinas Kesehatan Kota
Medan secara umum adalah tamat SLTA dan
hanya 2 orang yang tamat SD dan SLTP.
Tingkat pendidikan petugas sangat berkaitan
dengan tingkat pengetahuan yang mereka
miliki. Seseorang dengan tingkat pendidikan
lebih tinggi cenderung memiliki tingkat
pengetahuan yang baik juga, sehingga
dengan tingkat pengetahuan yang tinggi
kecenderungan terpapar dengan pestisida
sangat
rendah
karena
dengan
pengetahuannya dia dapat menerima
masukan maupun penyuluhan tentang tata
cara pemakaian pestisida yang aman. Namun
dalam penelitian ini ternyata pengetahuan
tidak diikuti dengan sikap dan tindakan yang
baik sehingga ditemukan petugas yang
mengalami penurunan kadar aktivitas
cholinesterase dalam darahnya.
Tingkat pengetahuan responden
cukup baik secara umum karena mereka telah
mendapatkan penyuluhan kesehatan dari
Dinas Kesehatan Kota Medan. Namun
responden secara umum (71,4%) juga
merasakan keluhan kesehatan. Hal ini
mungkin disebabkan karena mereka sering
terpapar pestisida sehingga ada penurunan
kesehatannya.
Sembilan puluh dua koma delapan
puluh enam persen (13 orang) responden
telah bekerja lebih dari 2 tahun dan hanya 1
orang yang bekerja kurang dari 1 tahun.
Semakin banyak pengalaman kerja yang
dimiliki seseorang maka ia akan bekerja
lebih berhati-hati terhadap kemungkinan
dampak negatif dari pekerjaannya. Menurut
30
Achmadi (1999) pengalaman kerja bagi
penyemprot akan berpengaruh terhadap
pemaparan pestisida.
Dalam menentukan status gizi
petugas
fogging
digunakan
dengan
Antropometri berdasarkan berat badan dan
tinggi badan. Pada umumnya petugas fogging
sudah mempunyai status gizi yang baik dan
hanya 1 orang yang mempunyai gizi buruk.
Hasil pemeriksaan cholinesterase
darah petugas sebelum penyemprotan
menunjukkan sebagian petugas telah
mengalami keracunan pestisida golongan
organofosfat mengandung bahan aktif
malathion dalam darah. Sebelum melakukan
pemeriksaan
darah
peneliti
telah
menginformasikan kepada Dinas Kesehatan
Kota Medan untuk mengistirahatkan petugas
fogging untuk sementara waktu (2 minggu).
Namun ternyata masih ditemukan responden
yang sudah keracunan pestisida. Menurut
Depkes (1993), depresi dari aktivitas
cholinesterase plasma atau sel darah merah
merupakan petunjuk adanya penyerapan
yang berlebihan dari pestisida golongan
organofosfat, yang bertahan sampai 12
minggu. Selanjutnya dari hasil pemeriksaan
darah setelah penyemprotan terdapat 7 orang
(50%) yang mengalami penurunan aktivitas
cholinesterasenya. Hal ini disebabkan sikap
dan tindakan yang kurang baik dalam
pelaksanaan
penyemrotan
seperti
penyemprotan yang tidak searah dengan arah
angin atau sesuka hati, pada waktu
beristirahat petugas langsung makan, minum
dan merokok tanpa membersihkan badan
terlebih dahulu. Dengan melakukan kegiatan
makan, minum dan merokok pada saat
istirahat kemungkinan bisa terjadi pestisida
masuk kedalam tubuh melalui mulut
(tertelan) dan pernafasan. Hal ini tentu saja
bertentangan dengan pengetahuan mereka,
responden paham tentang tata cara
penyemprotan
tetapi
tidak
dalam
pelaksanaannya.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Pada saat penyemprotan responden
yang memakai alat pelindung diri yang
lengkap (APD) 42,86%, selebihnya 57,14%
responden memakai APD yang tidak
lengkap. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan pemaparan pestisida pada
petugas. Pestisida golongan organofosfat
yang mengandung bahan aktif malathion
dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui semua
jalan masuk seperti mulut/pencernaan, kulit
dan pernafasan. Menurut Sudarmo, (1991)
dalam
Depkes
(1999),
gunakan
perlengkapan khusus, pakaian lengan
panjang dan celana panjang, sarung tangan,
sepatu kebun, kacamata, penutup hidung dan
rambut serta atribut lain yang diperlukan.
Artinya pemakaian APD yang lengkap dapat
terhindar dari keracunan pestisida, karena
APD dapat mencegah masuknya pestisida ke
dalam tubuh.
Dari hasil penelitian ini ternyata
membuktikan bahwa pendidikan, penyuluhan
kesehatan dan tingkat pengetahan yang baik
belum tentu menghasilkan sikap dan
tindakan yang baik pula. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas
cholinesterase dalam darah petugas fogging,
di mana tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan belum bisa mendukung petugas
untuk bertindak baik dalam pelaksanaan
penyemprotan sehinga terjadi pemaparan
pestisida pada tubuh petugas penyemprot.
Tindakan responden ini dipengaruhi oleh
pengetahuan dan sikap, akan tetapi suatu
pengetahuan dan sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan. Menurut
Notoatmodjo (2003), terwujudnya suatu
pengetahuan dan sikap menjadi tindakan
perlu faktor pendukung antara lain fasilitas
dan dukungan keluarga. Sedangkan umur dan
lama bekerja mempengaruhi aktivitas
cholinesterase dalam darah. Pada responden
yang berusia > 50 tahun dan bekerja >2 tahun
cenderung terjadi penurunan aktivitas
cholinesterase darah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil
pemeriksaan
aktivitas
cholinesterase darah petugas sebelum
penyemprotan menunjukkan 28,57%
responden masuk kategori normal, 50%
responden kategori keracunan ringan,
21,43% responden masuk kategori
2.
3.
4.
5.
keracunan sedang. Setelah penyemprotan
terjadi penurunan aktivitas cholinesterase
pada 7 orang responden (50%).
Pengetahuan petugas fogging tentang tata
cara penyemprotan, pemakaian alat
pelindung diri umumnya cukup baik
(92,86%), demikian juga dengan sikap
baik 78,57% tetapi tidak diikuti dengan
tindakan petugas yang hanya 50% baik.
Lama bekerja sebagai petugas fogging
umumnya lebih dari 2 tahun (92,86%).
Status gizi petugas fogging, 42,86% gizi
lebih, 50% gizi baik dan 7,14% gizi
buruk.
Lama bekerja sebagai petugas fogging,
tindakan dalam tata cara penyemprotan,
pemakaian alat pelindung diri dan umur
responden
sangat
mempengaruhi
penurunan aktivitas cholinesterase dalam
darah petugas dalam penelitian ini.
Saran
1. Petugas fogging sebaiknya tetap diberi
pembinaan berkelanjutan agar dapat
mengikuti seluruh peraturan dalam tata
cara penyemprotan yang baik dan
pemakaian alat pelindung diri yang
lengkap.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk
mengetahui aktivitas cholinesterase
petugas fogging secara berkala baik
sebelum maupun sesudah penyemprotan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1999. Strategi
Pengamanan Penggunaan Pestisida
Sektor
Pertanian
di
Indonesia.
UI.Jakarta.
Adiwisastra, 1995. Sumber, Bahaya serta
Penanggulangannya. Jakarta.
Departemen
Kesehatan
RI.
1992.
Pemeriksaan Cholinesterase Darah
Dengan Tintometer Kit. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Pengenalan
dan
Penatalaksanaan
Keracunan
Pestisida. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Pengenalan
Pestisida. Jakarta.
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI. 2001. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Ditjen
PPM dan PLP.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
31
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara
Departemen Kesehatan RI. 2003. Profil
Kesehatan Kota Medan.
Sukidjo, Notoadmodjo. 2001. Metode
Penelitian Kesehatan. UI Press.
Jakarta.
32
Sukidjo, Notoadmodjo. 2003. Pendidikan
dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Sunu,
Pramudya.
2001.
Melindungi
lingkungan dengan menerapkan ISO
14001, Gramedia Widya Sarana
Indonesia. Jakarta.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Cholinesterase Darah (24– 32)
Indra Chahaya S. dan Evi Naria
Universitas Sumatera Utara