Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

(1)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register

No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

SKRIPSI

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

OLEH

NAMA : RINI MIRZA NIM : 040200084

DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register

No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

SKRIPSI

DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

H.ABUL KHAIR SH,MH NIP : 131842854

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Prof.Alvi Syahrin SH,MHum DR.Mahmud Mulyadi SH,MHum NIP : 131 694 639 NIP : 132 299 900


(3)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullah Wabbarakatu

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-NYA maka sripsi penulis yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang Dilindungi: Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan ” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Skripsi bagi mahasiswa merupakan suatu karya ilmiah yang disusun sebagai suatu tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana yang bertujuan untuk melatih mahasiswa tersebut berpikir secara kritis dan mampu menuangkan berbagai ide dan pemikirannya secara terstruktur dan terperinci. Oleh sebab itu penulisan skripsi mutlak diperlukan sebagai salah satu pembelajaran bagi mahasiswa.

Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Drs. H.Mukhtaruddin Zam-Zam M.Kes dan HJ.Farida Hanum Tandjung atas segala dukungan dan doanya serta bantuannya baik moril maupun materil;

2. Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis Sp.Ak. DTMH selaku Rektor Universitas Sumatera Utara tempat penulis menimba ilmu selama kuliah;

3. Bapak Prof DR. Runtung Sitepu SH, MHum selaku Dekan Fakultas Hukum USU;

4. Bapak H.Abul Khair SH,MHum selaku ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Prof.Dr.Alvi Syahrin SH,MS selaku dosen pembimbing I penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis;


(4)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

6. Bapak Dr.Mahmud Mulyadi SH,MHum selaku dosen pembimbing II Penulis yang juga telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi kepada penulis;

7. Ibu Idha Aprilyana SH,MHum selaku dosen wali penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan konseling kepada penulis dalam kegiatan akademik penulis selama ini;

8. Rekan-rekan penulis di fakultas hukum USU yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan sumbangsih informasi maupun materi terhadap penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan disana ini, oleh karena itu segala saran dan kritik serta koreksi yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini untuk kedepannya, Penulis akan terima dengan tangan terbuka.

Atas perhatiannya penulis ucapkan Terima Kasih Assalamualaikum Wr.Wb

Medan 6 Maret 2008

Penulis


(5)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang……….1

B. Permasalahan……….…..……7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..…….8

D. Keaslian Penulisan………..……9

E. Tinjauan Kepustakaan 1.Pengertian Pidana dan Pemidanaan………..…..10

2.Pengertian Tindak Pidana………...……14

3.Penegakan Hukum Pidana………...……...16

4.Pengertian Perlindungan Satwa Liar……….…..21

F. Metode Penelitian………....………..26

G. Sistematika Penulisan………28

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI. A.Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi Menurut Undang- Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya……….……….30

B. Pertanggung jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Menurut UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya……….35

C. Pengaturan dan Jenis-jenis Sanksi dalam Hukum Pidana dan Sanksi Menurut UU NO. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosisemnya dalam Rangka Perlindungan Terhadap Satwa Liar………39


(6)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI (Study Putusan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan).

A.Posisi Kasus

1.Kronologis Perkara……….45 2.Dakwaan dan Tuntutan……….………..48 3.Putusan Hakim………55 B.Analisa Kasus

1.Pembuktian Kasus……….………..59 2.Penerapan Fakta Dalam Kasus………63 3.Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kasus…..…………..………….…65

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan………..………..70 B.Saran………...71

DAFTAR PUSTAKA………73


(7)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya alam terutama sumber daya alam hayatinya, baik berupa jenis tumbuh-tumbuhan maupun satwa-satwa yang ada didalamnya. Kekayaan alam tersebut merupakan asset yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu perlu adanya suatu pengaturan dan perlindungan terhadap berbagai jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan tersebut. Pengaturan tersebut dituangkan melalui suatu sistem hukum nasional dengan diundangkannya UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi fakta pentingnya melindungi kelestarian lingkungan khususnya satwa liar dalam rangka penegakan hukum khususnya hukum pidana. Skripsi ini menggunakan suatu kajian kepustakaan dan metode penulisan skripsi yang yuridis normatif dalam arti mengkaji suatu literatur dan perundang-undangan yang ada. Skripsi ini secara sistematika terdiri dari 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis untuk menguraikan fakta-fakta maupun analisis secara hukum dalam rangka penegakan hukum pidana terhadap perdagangan satwa liar yang dilindungi tersebut. Skripsi ini juga menganalisis putusan Pengadilan Negeri Medan tentang perdagangan ilegal bagian tubuh/gading gajah dari satwa liar yang dilindungi dengan register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan

Kajian dalam skripsi ini pertama sekali dituangkan dengan membahas aspek-aspek hukum pidana secara umum dan kaitan serta penerapannya dalam penegakan hukum. Pokok-pokok bahasan dan kajian tersebut kemudian diimplementasikan kembali dengan penegakan hukum yang nyata dilapangan melalui analisis putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut. Permasalahan yang menjadi bahasan utama skripsi ini adalah apakah penegakan hukum pidana dapat melindungi satwa-satwa liar tersebut bila dikaitkan dengan vonis yang telah dijatuhkan oleh majelis Hakim kepada para terdakwa

Hasil pembahasan skripsi ini berfokus kepada tidak sesuainya putusan Hakim yang dirasakan belum mencerminkan rasa keadilan dalam kasus perdagangan ilegal gading gajah yang terjadi di Pengadilan Negeri Medan tersebut. Majelis Hakim hanya memvonis para terdakwa dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Putusan ini dirasakan sangat tidak sesuai menurut teori-teori hukum pidana. Skripsi ini akan menguraikan fakta-fakta dalam kasus tersebut secara menyeluruh dengan mengkaji proses persidangan yang dimulai dari dakwaannya secara lengkap dan terstruktur.


(8)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya alam hayati yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, sehingga patut disyukuri dengan memanfaatkannya melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya1. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia karena hal tersebut merupakan tanggung jawab bersama2

Habitat dan kepunahan beberapa jenis satwa liar yang dilindungi selama ini banyak yang telah rusak ataupun sengaja dirusak oleh berbagai ulah sekelompok manusia yang tidak bertanggung jawab

.

3

1

Departemen kehutanan (2007). Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Kalimantan Jakarta: Hal.2.

2

UUD 1945 Pasal 27 ayat (1)

3

Departemen Kehutanan, Op. Cit., hal 3

. Upaya ataupun langkah-langkah yang nyata untuk melindungi satwa liar tersebut perlu segera dilakukan, sebab tidak tertutup kemungkinan spesies-spesies yang telah punah atau hampir punah tersebut memiliki peran yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem. Faktor terancam punahnya satwa liar tersebut salah satunya adalah untuk


(9)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

diperdagangkan secara ilegal. Perdagangan satwa liar secara ilegal menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar di Indonesia. Satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal berdasarkan berbagai fakta yang ditemukan dilapangan4 kebanyakan adalah hasil tangkapan dari alam, bukan dari penangkaran. Jenis-jenis satwa liar yang dilindungi dan terancam punah juga masih diperdagangkan secara bebas di pasar-pasar hewan seluruh Indonesia5. Perdagangan berbagai jenis satwa liar terutama burung-burung hiasan untuk dipelihara diperkirakan berlangsung setiap bulan dengan omzetnya tidak kurang mencapai ratusan trilyun rupiah seperti misalnya didaerah Papua. Burung-burung yang sering diperdagangkan tersebut misalnya meliputi kakaktua jambul kuning (cacatua galerita ) burung bayan ( electus roratus ) nuri kepala hitam ( lorius lorry) dan cendrawasih6

Manusia melakukan perburuan satwa liar pada dasarnya antara lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman ataupun kebudayaan, maka perburuan satwa liar kini juga dilakukan sebagai hobi maupun kesenangan yang bersifat ekslusif (memelihara satwa liar yang dilindungi, sebagai simbol status) dan untuk diperdagangkan dalam bentuk produk dari satwa liar yang dilindungi misalnya gading gajah.

7

4

Jhon Maturbongs (2004). Surga Para Korupt or. Jakarta: Kompas, Hal. 3.

5

Ibid

6

Ibid hal 4

7

Tony Suhartono dkk (2003). Pelaksanaan konvensi CITES Jakarta: Hal 5.

Masyarakat lokal umumnya tidak mengenal jual beli satwa liar, bagi mereka berburu adalah untuk dikonsumsi dan untuk menyambung hidup sehari-hari. Orang-orang luar yang datang kemudian merubah semua


(10)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kebiasaan dan perilaku tersebut, satwa diburu bukan hanya sekedar untuk dikonsumsi namun juga diperdagangkan dalam keadaan hidup sebagai satwa peliharaan, dalam bentuk awetan, bahan dasar obat dan untuk olahan berbagai bentuk souvenir.8

Perdagangan secara ilegal satwa-satwa liar yang dilindungi di Indonesia salah satu pemicu sehingga semakin marak adalah lemahnya penegakan hukum dan perlindungan satwa liar tersebut. Perdagangan satwa liar yang dilindungi undang-undang terjadi dengan terbuka di sejumlah tempat. Satwa-satwa langka yang dilindungi sangat mudah ditemukan terjual di berbagai di pasar-pasar burung. Seperti kakak tua jambul kuning, padahal UU No.5 Tahun 1990 tentang Sindikat perdagangan satwa liar tersebut kemudian memperdaya penduduk lokal dengan berbagai janji dan keuntungan apabila mau membantu perdagangan satwa-satwa tersebut.

Perdagangan satwa secara ilegal tersebut apabila tidak segera ditangani tentunya akan mengakibatkan permasalahan yang cukup serius di kemudian hari, antara lain kepunahan populasi yang ada di alam, bahkan mengganggu keseimbangan ekosistem dan siklus rantai makanan yang ada dan pada akhirnya membawa dampak buruk yang sangat vital bagi keberlangsungan hidup seluruh makhluk yang ada di bumi. Apabila terus dibiarkan, maka dikhawatirkan suatu saat akan terjadi suatu kepunahan yang menyebabkan generasi mendatang hanya akan bisa mengenal hewan-hewan tersebut melalui foto dokumentasi saja. Pengendalian perdagangan satwa liar yang dilidungi ini agar tidak menjadi punah harus memerlukan penanganan yang serius dari pemerintah.

8


(11)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah jelas melarang kegiatan tersebut. Perdagangan dan kepemilikan satwa yang dilindungi adalah dilarang (pasal 21). Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan denda maksimum Rp.100 juta (Pasal 40)9

Hukum itu sendiri merupakan salah satu sarana untuk memberikan perlindungan kepada semua pihak, tidak terkecuali satwa dan lingkungan hidup karena fungsi hukum itu sendiri sejatinya untuk melindungi masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Perlindungan hukum yang nyata terhadap kelestarian lingkungan khususnya lingkungan hidup termasuk satwa-satwa liar didalamnya diharapkan dapat berguna untuk menjaga kelestarian lingkungan dan satwa agar tidak punah dan tetap dapat bermanfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang

. Perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan demikian adalah merupakan suatu tindak pidana.

10

Hukum juga merasa perlu melindungi satwa liar yang hampir punah berikut ekosistemnya tentu bukan tanpa alasan. Satwa-satwa liar tersebut seperti halnya manusia merupakan bagian dari alam dan juga bagian dari lingkungan ataupun ekosistem. Kepunahan berbagai hewan-hewan yang dianggap langka tersebut apabila terjadi, bukan mustahil akan mengakibatkan terganggunya ekosistem dan keseimbangan alam seperti misalnya rantai makanan maupun habitat dan keberadaan hewan langka tersebut. Harimau bali yang kini

.

9

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

10


(12)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

keberadaannya sudah tidak ada lagi karena telah punah sejak tahun 197011 adalah salah satu contohnya, Perdagangan satwa-satwa liar jika tidak juga segera dihentikan, bukan mustahil pada masa yang akan datang, kita tidak akan bisa lagi melihat secara langsung harimau sumatera, orang utan maupun burung kakaktua dan sebagainya lagi.12

11

Rosek Nursahid ( Tanpa tahun ). Perdagangan Satwa Liar Itu Kejam dan Kriminal. Jakarta: Profauna Indonesia, Hal 13

12

Ibid

Penegakan hukum terhadap perlindungan satwa liar dan langka itu sendiri pada hakikatnya merupakan upaya penyadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan khususnya satwa liar secara berkelanjutan. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut antara lain berupa pemberian informasi, penyuluhan, kampanye, pendirian berbagai suaka margasatwa dan hutan lindung, operasi penertiban sampai penindakan secara hukum termasuk pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya ataupun akibat yang terjadi jika satwa-satwa tersebut terus diperdagangkan secara bebas harus lebih ditingkatkan.

Penegakan hukum dalam berbagai bentuk bertujuan agar peraturan perundangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat dan kepada pelanggarnya diberikan sanksi yang tegas agar memberikan efek jera sehingga dapat meminimalkan bahkan sampai meniadakan lagi kejadian pelanggaran hukum dan pada akhirnya dapat mendukung upaya Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sesuai dengan UU No.5 Tahun 1990.


(13)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Perdagangan satwa liar yang dilindungi baik masih hidup maupun sudah mati (bagian-bagian tubuhnya) tidak hanya terjadi di wilayah Sumatera Utara tetapi di seluruh Indonesia13

Penegakan hukum pidana terhadap perlindungan satwa liar tersebut dalam praktiknya. Kasus penyimpanan dan perdagangan ilegal gading gajah yang merupakan salah satu hewan yang diilindungi di Indonesia merupakan sebuah tindak pidana. Kasus tersebut akan dikaji dengan menganalisis beberapa studi putusan tentang perdagangan satwa liar yang dilindungi yang pernah terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Medan dengan register perkara No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan,register perkara No. 2641/Pid.B/2006/PN.Medan dan register perkara No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan. Fakta-fakta yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini adalah bahwa secara hukum perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi dari ancaman perdagangan ilegal masih belum yang kemudian melatarbelakangi penulisan skripsi ini. Skripsi ini berusaha untuk membahas dan menguraikan segi-segi penegakan hukum pidana terhadap perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi, dan dikaji secara teoritis berdasarkan peraturan perundang-undangan terutama UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya termasuk juga penerapannya dalam praktik di pengadilan terhadap kasus perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan tujuan untuk menemukan persamaan dasar dan konsep penanganan tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi.

13


(14)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

maksimal. Fakta tersebut dibuktikan dengan ringannya ancaman hukuman dan vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa.. Hal yang cukup memperihatinkan dari kasus tersebut adalah bahwa ternyata tindak pidana tersebut dilakukan salah satunya oleh oknum kepolisian dan Pegawai Negeri Sipil di Medan. Majelis Hakim dalam amar putusannya terhadap seluruh terdakwa hanya memvonis hukuman selama 8 (delapan) bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Dakwaan yang ditujukan dalam perkara tersebut juga terlihat menyamaratakan peranan dari masing-masing pelaku yang tidak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang unsur penyertaan/deelneming dalam suatu tindak pidana. Pertimbangan yang dilakukan oleh majelis Hakim dengan memperhatikan faktor ekonomi sebagai alasan untuk meringankan hukuman sama sekali tidak menunjukkan keseriusan dan dukungan ditengah gencarnya upaya penegakan hukum terhadap satwa liar yang dilindungi. Pentingnya perlindungan terhadap satwa liar telah menarik perhatian dunia Internasional yang kemudian diatur dalam berbagai konvensi Internasional dan Indonesia harus ikut berperan aktif mendukung konservasi tersebut. Berdasarkan alasan-alasan diatas, maka sangat penting untuk mengkaji dalam skripsi ini mengenai upaya penegakan hukum khususnya hukum pidana terhadap tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi tersebut.


(15)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini :

1)Bagaimana pengaturan tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi?

2)Bagaimana penegakan hukum pidana terhadap perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi tersebut dalam kasus dengan register perkara No. 2.640/Pid B/2006/Pn.Medan, register perkara No. 2.641/Pid B/2006/Pn.Medan, register perkara No. 2.642/Pid B/2006/Pn.Medan

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1)Mengetahui peraturan yang terkait dengan tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang di lindungi menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.

2)Mengetahui penegakan hukum pidana terhadap perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi tersebut dalam kasus dengan register perkara No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, kasus dengan register perkara No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan kasus dengan register perkara No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan.

Manfaat yang diharapkan dan akan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:


(16)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1) Manfaat teoritis

Skripsi ini nantinya diharapkan secara teoritis dapat bermanfaat untuk memberikan masukan untuk perkembangan kemajuan hukum pidana pada khususnya serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai tindak pidana perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi.

2) Manfaat praktis

a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi.

b. Dapat memberikan masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap satwa liar yang di lindungi dengan menggunakan sarana hukum pidana.

c. Menumbuhkan sikap kecintaan dan kepedulian terhadap kelestarian satwa dan satwa liar yang dilindungi tersebut sehingga satwa liar yang dilindungi tersebut tetap akan ada dan tidak mengalami kepunahan.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran yang telah dilakukan di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang tindak pidana


(17)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

perdagangan illegal satwa liar yang dilindungi menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya belum pernah dilakukan sebelumnya.

Penelusuran hal ini sejalan dengan pemeriksaan di perpustakaan Departeman Hukum Pidana dan tidak ada judul yang sama. Berdasarkan permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini dengan demikian, maka dapat penulis katakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya penulis yang asli. Apabila dikemudian hari ditemukan skripsi dengan isi dan materi yang sama maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Pidana, dan Pemidanaan. 1.1 Pengertian Pidana

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman yang berasal dari kata straf, istilah ini merupakan istilah umum dan konvensional, yang dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas, meskipun dalam berbagai literatur kedua istilah tersebut dibedakan14. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Pidana itu sendiri merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.15

14

Andi Hamzah (1993). Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita, Hal 1.

15


(18)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Kepustakaan hukum pidana menjelaskan bahwa menurut alam pemikiran yang normatif murni, maka pembicaraan tentang pidana akan terbentur pada suatu titik pertentangan yang paradoxal, yaitu bahwa pidana di satu pihak diadakan untuk melindungi kepentingan seseorang, akan tetapi di lain pihak ternyata memperkosa dan mengabaikan kepentingan serta hak seseorang yang lain dengan memberikan hukuman berupa penderitaan kepada seseorang yang dipidana.16

Berdasarkan beberapa defenisi pidana tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri antara lain sebagai berikut 17

a. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

:

b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang)

c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang atau badan hukum (korporasi) yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

Pengertian pidana tidak terbatas hanya pada pemberian nestapa, tetapi pidana juga digunakan untuk menyerukan tata tertib, pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama yakni mempengaruhi tingkah laku dan untuk menyelesaikan konflik.18

16

Dwidja Priyatno (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, Hal. 6.

17

Ibid Hal. 7.

18

Niniek Suparni (1993). Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan Jakarta: Sinar Grafika, Hal. 12

Pidana di satu sisi tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelanggar atau membuat jera, tapi di sisi lain


(19)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

juga ditujuka n agar membuat para pelanggar dapat kembali hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya.

Pidana yang dikenakan pada seseorang harus dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan yang tertulis sebagai suatu legalitas dari pidana yang diancamkan, hal ini ditemukan dalam KUHP sebagai induk dari hukum pidana Indonesia. KUHP memiliki suatu bagian yang paling penting dan itu adalah stelsel pidananya, karena KUHP tanpa stelsel pidana tidak akan ada artinya.19

Hukum pidana selain stelsel pidana juga memiliki bagian terpenting lainnya yaitu pemidanaan. Pemidanaan adalah suatu rangkaian cara untuk memberikan kepada seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana, wujud dari penderitaan yang dapat dijatuhkan oleh negara, cara menjatuhkannya, dimana dan bagaimana cara menjalankan pidana itu, oleh karena itu pemidanaan merupakan suatu proses.

1.2. Pengertian Pemidanaan

20

Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut. Pemidanaan terhadap seseorang seyogyanya harus dipahami dengan melihat dari tujuan dijatuhkannya pidana terhadap seseorang tersebut. Tujuan pemidanaan pada umumnya tidak dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, oleh karena itu para sarjana

19

Ibid hal. 20.

20


(20)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

menyebutnya dengan teori yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat21. Manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya tindak pidana termasuk juga pencegahan atas pengulangan oleh pembuat (prevensi khusus) maupun pencegahan mereka yang sangat mungkin (potential offender) melakukan tindak pidana tersebut (prevensi umum).22

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

Tujuan pengenaan pidana didalam KUHP peninggalan kolonial Belanda yang berlaku selama ini memang tidak dirumuskan secara eksplisit, namun demikian Rancangan KUHP tahun 2006 telah merumuskan secara eksplisit tujuan pemidanaan yang terdapat dalam Pasal 51 yaitu :

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna.

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Pasal 51 ayat (2) Konsep Rancangan KUHP sendiri menyebutkan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan bertujuan semata-mata untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Tujuan pidana yang

21

Adami Chazawi (2002). Pelajaran Hukum Pidana I Jakarta: Rajawali Press, Hal 156 didalam literatur hukum pidana terdapat beberapa teori pemidanaan yang dapat dikelompokkan antara lain teori absolute/teori pembalasan, teori relative atau teori tujuan dan teori gabungan.

22


(21)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

diharapkan ialah untul mencegah terjadinya suatu kejahatan berikutnya, untuk perbaikan terhadap diri si penjahat, menjamin ketertiban umum dan berusaha menakut-nakuti calon penjahata agar tidak melakukan kejahatan.23

Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna serupa. Terjemahan atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana

2. Pengertian Tindak Pidana

24

. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya.25

Tindak pidana atau delik menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan dalam masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana. Beberapa pendapat lainnya yang

23

SR Sianturi (2002). Azas-Azas Hukum Pidana Jakarta: Storia Grafika, Hal. 60.

24

Ibid hal 204

25

Ruslan Saleh (1983). Perbuatan dan Pertanggungjawaban pidana. Jakarta: Aksara Baru, Hal 20.


(22)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dikemukakan oleh para sarjana mengenai istilah straafbaar feit antara lain26 Moeljatno yang memakai istilah “perbuatan pidana” untuk menggambarkan isi pengertian straafbaar feit dan beliau mendefenisikannya sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Berdasarkan definisi diatas, Moeljatno27

a. Perbuatan

menjabarkan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)

Menurut R.Tresna straafbaarfeit atau perbuatan pidana atau juga peristiwa pidana tersebut adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Beliau kemudian memberikan defenisi bahwa untuk memenuhi syarat telah terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa pidana tersebut adalah28

a. Harus ada suatu perbuatan manusia

:

b. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum

c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat yaitu bahwa orang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan

26

Satochid Kartanegara (Tanpa Tahun). Hukum Pidana (Kumpulan Kuliah) Bagian I Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Hal 74

27

Loc cit

28


(23)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

d. Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hukum

e. Terhadap perbuatan tersebut harus tersedia adanya ancaman hukumannya didalam undang-undang.

3. Pengertian Penegakan Hukum Pidana

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinea ke IV mengamanatkan bahwa tujuan yang dikehendaki oleh Negara dalam hal ini Pemerintah Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa:

“ …untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial….”

Pembukaan UUD 1945 diatas menekankan pentingnya menciptakan suatu kesejahteraan umum dalam Negara (welfare state)29

29

Siswanto Sunarso (2005). Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Bandung: Citra Aditya, Hal 3

Usaha-usaha untuk memajukan dan mewujudkan suatu kesejahteraan umum tersebut mutlak membutuhkan adanya suatu ketertiban sosial yang hanya dapat terwujud dengan terselenggaranya penegakan hukum yang berfungsi sebagai kontrol sosial melalui sanksi-sanksinya. Korelasi antara penerapan hukum sebagai suatu kebijakan kriminal (criminal policy) dengan kebijakan sosial dan penerapan sanksi-sanksi hukum yang adil melalui suatu proses penegakan hukum tentunya diperlukan


(24)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

untuk mewujudkan ketertiban sosial yang diinginkan dan hukum yang dimaksud disini adalah hukum Pidana.30 Sudarto31

a. Dalam arti sempit yaitu keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

mengemukakan bahwa kebijakan kriminal memiliki tiga pengertian yang berkaitan dengan asas dan metode, fungsi dan kebijakan/politik kriminal itu sendiri yaitu :

b. Dalam arti luas ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi;

c. Dalam arti yang paling luas yaitu keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Hukum pidana sebagai bagian dari politik hukum pemerintahan suatu negara bertujuan untuk menegakkan dan menciptakan suatu keteraturan sosial (social order) dan ketertiban hukum (law order)32. Moeljatno mengemukakan, pada dasarnya hukum pidana tersebut mengatur tentang33

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang, yang tidak boleh dilakukan, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya

:

30

Ibid

31

Barda Nawawi (1996). Bunga rampai kebijakan hukum pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 1

32

Ibid hal 5

33


(25)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

b. Menentukan kapan saja dan dalam hal apa saja keadaan mereka yang telah melakukan larangan-larangan tersebut dapat dijatuhi pidana sebagaimana yang telah disebutkan diatas

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangkakan telah melanggar larangan-larangan tersebut.

Hukum pidana itu sendiri memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu melindungi dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Metode atau cara bagaimana menjalankan hukum pidana itu sendiri yang diwujudkan dalam suatu perundang-undangan, oleh karena itu dengan kata lain diperlukan adanya suatu politik hukum dalam arti politik hukum pidana. Sudarto34

Tujuan Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 hanya akan dapat dicapai melalui serangkaian kebijakan untuk menciptakan adanya suatu keamanan dan ketertiban. Usaha-usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik

juga mengemukakan bahwa politik hukum pidana ialah suatu cara bagaimana mengusahakan atau membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik, dengan kata lain merupakan suatu bentuk cara melakukan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan yang baik, yang memenuhi syarat keadilan dan daya guna.

35

34

Ibid Hal 6

35

Ibid

oleh karena itu mutlak harus dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi berbagai kejahatan.


(26)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat salah satunya ialah berusaha untuk melindungi lingkungan hidup dan ekosistemnya, termasuk satwa-satwa liar yang ada didalamnya, hal ini dikarenakan lingkungan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari alam lingkungan sekitarnya menjadi salah satu sebab pentingnya perlindungan terhadap keseimbangan ekosistem tersebut. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu kebijakan kriminal dengan menggunakan politik hukum pidana yang baik yang diantaranya ialah berusaha untuk menciptakan serangkaian peraturan perundang-undangan ataupun produk hukum lainnya untuk mencegah berbagai perbuatan/tindak pidana yang mengancam keutuhan suaka alam dan satwa-satwa liar tersebut, misalnya saja dengan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya maupun serangkaian peraturan lainnya.

Penggunaan sanksi pidana dalam mengatur masyarakat lewat suatu perundang-undangan pada hakikatnya merupakan bagian dari salah satu kebijakan terutama kebijakan dengan upaya Penal walaupun terkadang hasil kebijakan tetap belum mampu untuk mencegah dan menghapus kejahatan. Menurut Habib-Ur-Rahman Khan36

36

Barda Nawawi Arif (1998). Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya, Hal 49

konsep kebijakan pemidanaan yang selama ini berorientasi kepada orang, lebih mengutamakan filsafat pemidanaan ataupun perawatan si pelaku kejahatan. Kejahatan tersebut apabila dipandang sebagai suatu produk masyarakat, maka masyarakatlah yang membutuhkan pembinaan dan bukan hanya kepada si pelaku semata. Pendekatan integral atau dengan kata lain sistemik


(27)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kejahatan seperti yang pernah dikemukakan dalam kongres PBB37

a. Pencegahan kejahatan dan peradilan pidana jangan dilihat sebagai problem yang terisolir dan ditangani dengan metode yang fragmentair tetapi harus dilihat sebagai masalah yang lebih kompleks dan ditangani dengan kebijakan yang luas dan menyeluruh.

yaitu:

b. Pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya kejahatan, upaya penanggulangan dan kondisi-kondisi yang demikian harus merupakan suatu strategi mendasar dalam upaya pencegahan kejahatan.

c. Penyebab utama kejahatan diberbagai Negara adalah ketimpangan sosial, diskriminasi ras, diskriminasi nasional, standar hidup yang rendah, tingkat pendidikan dan jumlah penduduk buta huruf dan jumlah pengangguran yang besar.

d. Pencegahan pidana seyogyanya dipertimbangkan dalam hubungan dengan pembangunan ekonomi, sistem politik, nilai-nilai sosio kultural dan perubahan masyarakat serta hubungannya dengan tata ekonomi dunia internasional yang baru.

Kebijakan kriminal ataupun kebijakan penanggulangan kejahatan seyogyanya ditempuh dengan pendekatan ataupun kebijakan yang integral, baik dengan menggunakan sarana penal maupun non penal38

37

Ibid hal 51.

38

Ibid hal 53


(28)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

(pidana) yang dilakukan tidak semata-mata hanya membuat serangkaian peraturan perundang-undangan yang memiliki sanksi kemudian menghukum para pelanggarnya. Penegakan hukum pidana tidak harus selalu bersifat represif, tetapi juga harus bersifat preventif sebagai salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan.39

Kebijakan penanggulangan kejahatan seyogyanya tidak semata bertumpu pada upaya secara penal dengan penjatuhan hukuman semata, tetapi juga harus melihat kesatuannya secara integral. Menurut Barda Nawawi Arif

Penegakan hukum pidana dalam hal perlindungan satwa liar misalnya, tidak hanya ditujukan semata-mata untuk membuat berbagai perundang-undangan terpadu dengan berbagai sanksi pidana yang diancamkan, tetapi juga meliputi pembangunan kualitas kinerja dan profesionalisme aparat penegak hukum disamping juga serangkaian kebijakan pemerintah yang lainnya seperti misalnya menata kawasan suaka alam maupun pelestarian hutan yang merupakan habitat alami dari hewan-hewan tersebut. Tindakan ini perlu dilakukan dalam hal mencegah meluasnya dan terulang kembalinya tindak pidana tersebut.

40

a. Adanya keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dengan politik sosial. diperlukan adanya pendekatan integral dalam kebijakan penanggulangan kejahatan tersebut yang meliputi:

b. Adanya keterpaduan antara upaya penanggulanagan kejahatan secara penal dan non penal.

39

Ibid hal 5

40


(29)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Upaya secara penal lebih menekankan pada tindakan represif dari pemerintah melalui jalur hukum pidana untuk menindak para pelaku tindak kejahatan.Tindakan lainnya yang harus dilakukan pemerintah dengan cara yang disebut non penal tersebut tentunya ialah memperhatikan kondisi sosial lingkungan yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kejahatan tersebut41

Pengertian satwa itu sendiri menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya seperti yang tercantum

. Misalnya saja dengan lebih memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal sehingga tidak tergiur untuk ikut membantu perdagangan satwa-satwa liar tersebut secara illegal maupun pendidikan hukum bahwa tindakan menangkap dan memperjualbelikan satwa liar yang dilindungi adalah dilarang.

4. Pengertian Perlindungan Terhadap Satwa Liar 4.1. Pengertian Satwa dan Satwa Liar

Pengertian perlindungan satwa liar tersebut sebelum diuraikan lebih lanjut, maka pertama sekali yang perlu diketahui ialah pengertian dari satwa liar karena tidak semua hewan dapat dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi. Pemakaian bahasa sehari-hari menunjukkan bahwa satwa dapat diistilahkan dengan berbagai kata yaitu hewan, binatang maupun fauna ataupun mahluk hidup lainnya selain manusia yang dapat bergerak dan berkembang biak serta memiliki peranan dan manfaat dalam kehidupan.

41


(30)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

dalam Pasal 1 butir 5 yaitu: “Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani, baik yang hidup didarat maupun diair 42

Penjabaran mengenai berbagai pengertian tentang satwa liar yang dilindungi seperti yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan kriteria satwa dan perlindungan seperti apa yang akan diberikan, dari berbagai uraian tersebut maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perlindungan satwa liar yang dilindungi ialah suatu bentuk perlindungan yang tidak hanya mencakup terhadap satwa yang masih hidup saja tetapi juga mencakup kepada keseluruhan bagian-bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari satwa liar tersebut seperti gading dengan gajahnya, cula dengan badaknya, harimau dengan kulitnya dan sebagainya. Perdagangan satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun yang sudah mati ataupun bagian-bagian tubuhnya adalah merupakan suatu tindak pidana. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Pengertian satwa liar lainnya antara lain dirangkum dalam Pasal 1 butir 7 undang-undang tersebut yaitu ”Satwa liar adalah semua binatang yang hidup didarat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia”

Pembatasan dalam penggolongan atau pengkategorian lainnya terhadap satwa liar tersebut juga termuat dalam penjelasan Pasal 1 butir 7 yaitu sebagai berikut: “Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar tetapi termasuk dalam pengertian satwa”

42

UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.


(31)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya juga menjabarkan hal tersebut yaitu:

Pasal 21

(2) Setiap orang dilarang untuk :

d.Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat ke Indonesia ke tempat lain baik didalam maupun diluar Indonesia

Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu43 a. Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit

sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis.

:

b. Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang berlebihan dan kerusakan habitatnya.

c. Jarang, populasinya berkurang.

4.2 Bentuk-Bentuk Perdagangan Satwa Liar 4.2.1. Perdagangan satwa liar yang masih hidup

Bentuk-bentuk perdagangan satwa seperti ini pada umumnya ialah terhadap satwa-satwa liar yang biasanya diperjualbelikan untuk dipelihara oleh manusia dengan harga tinggi. Satwa-satwa seperti ini kebanyakan ialah satwa langka dan untuk jenisnya kebanyakan ialah dari bangsa jenis burung-burungan (aves) seperti kakatua raja, kakaktua jambul kuning, gelatik, burung bayan dan sebagainya maupun dari jenis mamalia atau primata seperti monyet hitam atau

43

Leden Marpaung (1995). Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa. Jakarta: Erlangga, Hal. 49


(32)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jenis lainnya yang kebanyakan dipelihara manusia sebagai unsur kesenangan terhadap hewan-hewan tersebut.

Satwa-satwa tersebut diburu dari alam kemudian diselundupkan untuk kemudian diperdagangkan diberbagai kota besar bahkan hingga ke mancanegara44. Satwa-satwa yang masih hidup ini pada umumnya diperdagangkan oleh para pelaku dengan menggunakan jalur pelabuhan laut. Satwa-satwa tersebut dibius terlebih dahulu untuk kemudian diangkut dengan kapal yang pada akhirnya tidak jarang mengakibatkan satwa-satwa tersebut mati dalam perjalanan45

Komoditas bagian tubuh seluruh satwa liar yang sudah mati umumnya banyak berbentuk berupa pajangan atau hiasan berupa satwa liar yang telah diawetkan atau dikeraskan ( dengan kata lain telah diopset )

.

4.2.2 Perdagangan Satwa Liar Yang Sudah Mati/ Bagian-Bagian Tubuhnya Bentuk perdagangan satwa liar seperti ini pada umumnya ialah memanfaatkan bagian-bagian tubuh satwa liar tersebut baik sebagian atau seluruhnya yang kemudian diolah untuk dijadikan berbagai macam bahan ataupun komoditas yang bernilai tinggi bagi sebagian orang.

46

44

Jhon Maturbongs (2004). Surga Para Koruptor. Jakarta: Kompas, Hal 3.

45

Tony Suhartono. (2003). Pelaksanaan Konvensi CITES. Jakarta: Hal. 8

46

Ibid hal 6

umumnya bentuk seperti ini banyak disukai oleh kolektor hewan langka. Pemanfaatan bentuk sebagian tubuh hewan maksudnya adalah memanfaatkan atau mengambil bagian tubuh hewan tertentu yang dianggap memiliki nilai jual, bentuk seperti ini


(33)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

misalnya saja adalah kulit harimau dan kulit ular untuk dijadikan mantel ataupun tas, dompet serta aksesoris lainnya. Bagian-bagian tubuh satwa lainnya seperti cula badak, gading gajah maupun tempurung kura-kura dan telur penyu. Satwa-satwa tersebut umumnya dimanfaatkan untuk hiasan, peliharaan, sumber makanan dan protein maupun dijadikan komoditas bisnis berupa bentuk barang. Data menunjukkan47

Perdagangan satwa-satwa liar ini dikirim dengan cara diselundupka n ataupun diperdagangkan secara diam-diam maupun terang-terangan. Satwa liar banyak juga yang diperdagangkan secara terbuka diberbagai pasar-pasar hewan, misalnya saja pasar burung pramuka Jakarta

bahwa omzet perdagangan satwa di Indonesia saja khususnya Papua memiliki nilai tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya. Perdagangan satwa liar bahkan disinyalir memiliki keuntungan yang sama besarnya dengan praktik ilegal logging dan narkotika.

48

. Pedagang-pedagang umumnya tidak merasa bersalah memperdagangkan hewan-hewan yang dilindungi tersebut. Tindakan nyata dan permanent untuk melindungi satwa liar tersebut dari pemerintah sementara ini belum menunjukkan hasil yang maksimal49. Usaha yang dilakukan pemerintah terkadang hanya merazia sekali-sekali pasar burung dan hewan-hewan tersebut tanpa ada usaha kelanjutannya50

47

Jhon Maturbongs. Op Cit Hal. 4

48

Tony Suhartono. Op Cit Hal 4

49

Ibid

50

Ibid hal 5

yang menunjukkan kesan pemerintah tidak serius dalam menertibkan para pedagang tersebut sehingga bila apabila razia dihentikan, perdagangan hewan-hewan tersebut kembali marak terjadi.


(34)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normative), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi atau disebut juga penelitian hukum doktrinal51

Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menginventarisir dan mengelompokkan hukum positif yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi. Penelitian ini juga dilakukan dengan menganalisis putusan pengadilan negeri khususnya pengadilan negeri Medan untuk mengetahui bagaimana implementasi hukum pidana terhadap tindak pidana dibidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi dengan bertujuan untuk menemukan norma hukum tetentu in concreto.52

51

Bambang Sunggono (1998). Metode Penelitian Hukum Jakarta: Rajawali Press, Hal. 142

52

Ibid Hal. 143

Norma hukum tersebut kemudian dianalisis dengan tujuan untuk menemukan teori-teori tentang law in procces dan law in action yang pada hakikatnya berfungsi dalan rangka menegakkan hukum pidana untuk melindungi satwa liar tersebut. Pendekatan yang digunakan pertama-tama ialah mengumpulkan referensi ataupun literatur dan sumber-sumber hukum tentang perlindungan satwa liar kemudian mencoba menganalisis penerapannya terhadap penindakan nyata kasus perdagangan ilegal satwa liar yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan skripsi ini.


(35)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

2. Sumber Dan Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksudkan penulis adalah sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yaitu berupa KUHP dan Undang-Undang.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang tindak pidana di bidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi seperti seminar hukum, majalah-majalah, karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi berkaitan dengan persoalan di atas.

3. Metode Pengumpulan Data

Keseluruhan data skripsi ini dikumpulkan melalui studi kepustakaan (libraly research) yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti : peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, pendapat sarjana dan bahan lainnya yang berkaitan dengan skripsi. Kumpulan daripada referensi dan sumber-sumber hukum tersebut kemudian dipilah dan diinventarisir yang nantinya akan dipakai untu menganalisis secara yuridis penerapannya dalam praktek.


(36)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan dan diurutkan kemudian diorganisasikan dalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data dalam skripsi ini adalah analisis dengan cara kualitatif yaitu menganalisis melalui data53

Bab III Penegakan Hukum Pidana terhada perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi ( Studi Putusan di Pengadilan Negeri Medan register No. sehingga diperoleh data yang dapat mejawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan.

Gambaran secara keseluruhan mengenai skripsi ini akan dijabarkan penulis dengan cara menguraikan sistematika penulisannya yang terdiri atas 4 (empat) bab yaitu :

Bab I Pendahuluan merupakan bab yang memberikan ilustrasi guna memberikan informasi yang bersifat umum dan menyeluruh serta sistematis terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Pengaturan Tindak Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang dilindungi. Bab ini terdiri dari pembahasan mengenai perbuatan pidana, sistem pertanggunjawaban pidana dan sanksi pidana secara umum kemudian mengkaitkannya dengan pengaturan terhadap tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi.

53

Lexi Moleong. (1999). Metode Penelitian Kualitatif Bandung: Remaja Rosdakarya Cetakan ke 10 hal 103.


(37)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

2.640/Pid B/2006/Pn Medan, register No 2.641/Pid B/2006/Pn Medan dan register No. 2.642/Pid B/2006/Pn Medan ). Memberikan penjelasan mengenai penegakan hukum pidana terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Di Lindungi, dengan melakukan suatu analisis terhadap kasus perdagangan ilegal satwa yang telah memperoleh putusan di Pengadilan Negeri Medan serta bentuk pertanggungjawaban serta analisis kasusnya berdasarkan teori-teori hukum pidana.

Bab IV Kesimpulan Dan Saran, merupakan bagian akhir yang berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan.

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA TERHADAP PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

A. TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA


(38)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Perbuatan Pidana

Pengertian daripada perbuatan pidana itu seyogyanya haruslah diketahui terlebih dahulu sebelum membahas mengenai bentuk-bentuk perbuatan pidananya. Uraian sebelumnya telah dirumuskan mengenai pengertian straafbaarfeit yang tidak lain adalah merupakan terjemahan daripada tindak pidana ataupun perbuatan pidana itu sendiri54

Tindak pidana atau straafbaarfeit pada dasarnya adalah suatu pelanggaran kaidah dan terganggunya ketertiban umum, terhadap para pelakunya mempunyai kesalahan dimana pemidanaan yang diberikan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum

.

55

Utrecht memberikan defenisi yang menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana untuk menterjemahkan istilah straafbaarfeit tersebut

.

56

Perumusan makna berbagai bentuk perbuatan pidana tersebut, secara mutlak harus termakub dalam unsur formil, yaitu mencocoki rumusan perundang-undangan dan unsur materil yaitu bertentangan dengan cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan bermasyarakat.

, menurut Beliau pemakaian istilah peristiwa sudah tepat karena meliputi suatu perbuatan (handelen) ataupun suatu kelalaian (zerzuim).

57

54

Ruslan Saleh (1983). Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta: Aksara Baru, Hal 20

55

SR. Sianturi (2002). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Storia Grafika, Hal 203

56

Ibid

57


(39)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan defenisi tindak pidana atau perbuatan pidana tersebut diatas dapatlah secara ringkas dikatakan bahwa perbuatan pidana tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut58

a. Subjek atau Petindak ( Pelaku tindak pidana ) dalam unsur barangsiapa atau setiap orang dalam rumusan suatu perundang-undangan

:

b. Kesalahan yaitu kondisi kejiwaan yang berhubungan dengan sikap batin si pelaku. Apakah perbuatan tersebut dilakukannya sebagai bentuk kesengajaan ataukah kealpaan/kelalaian

c. Bersifat melawan Hukum ( dari tindakan tersebut )

d. Suatu tindakan baik aktif maupun pasif yang dilarang oleh undang-undang dan para pelanggarnya diancam oleh pidana, dalam arti disini harus ada legalitas dari undang-undang.

e. Waktu, tempat dan keadaan.

Tindak pidana/ perbuatan pidana itu sendiri dapat diklasifikasikan atas dasar-dasar tertentu yaitu sebagai berikut59

a. Menurut sistem KUHP, tindak pidana / perbuatan pidana dibedakan antara kejahatan ( misdrijven ) dimuat dalam buku II dan tindak pidana pelanggaran (overtredingen ) dimuat dalam buku III

:

b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil ( formil delicten ) dan tindak pidana materil ( materiele delicten )

58

Ibid Hal 204.

59


(40)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Berdasarkan bentuk kesalahannya dibedakan antara tindak/perbuatan pidana kesengajaan ( dolus ) dan tindak pidana kelalaian ( culpa )

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif atau tindak pidana komisi ( delicta commissionis ) dan tindak pidana pasif/negatif disebut juga tindak pidana omisi ( delicta ommissionis ) e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara

tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung terus.

f. Berdasarkan sumbernya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus

g. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, maka dapat dibedakan atas tindak pidana communia ( delik yang dapat dilakukan siapa saja ) dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas tertentu )

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dapat dibedakan atas tindak pidana biasa ( gewone delicten ) dan tindak pidana pengaduan ( klacht delicten )

i. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan maka dapat dibedakan antara tindak pidana dalam bentuk pokok, tindak pidana yang diperberat dan tindak pidana yang diperingan.

j. Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka dapat dibedakan atas tindak/ perbuatan pidana terhadap nyawa, harta benda, tindak pidana kesusilaan dan sebagainya


(41)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

k. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan dibedakan atas tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai.

2. Bentuk-Bentuk Perbuatan/Tindak Pidana Dalam Tindak Pidana Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Rumusan daripada perbuatan pidana yang dilarang dalam tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi pada dasarnya tentunya juga harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai usaha-usaha untuk melestarikan dan melindungi satwa-satwa tersebut yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya yaitu dalam ketentuan:

Pasal 19

(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam

Pasal 21

(2) Setiap orang dilarang untuk :

a. Mengambil, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa liar yang dilindungi dalam keadaan hidup

b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ketempat lain baik didalam maupun diluar Indonesia. d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau

bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang terbuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain didalam maupun diluar Indonesia

e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan, atau memiliki telur dan/ atau sarang satwa yang dilindung


(42)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

“Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yng terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan” Pasal 33

1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional

2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Menurut undang-undang ini didalam Pasal 40 mengenai ketentuan pidananya maka kepada si pelaku dapat dikenai hukuman dengan rumusan kualifikasi yaitu:

a. Dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh tahun ) dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah ) bagi siapa saja yang melanggar dengan sengaja ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1)

b. Dengan Pidana Penjara paling lama 5 (lima tahun) dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) bagi barang siapa dengan sengaja sengaja melanggar ketentuan pada Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3)

c. Dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ) bagi barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1)


(43)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

d. Dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) bagi barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3)

Kualifikasi perbuatan pidana yang dirumuskan dalam undang - undang ini adalah memuat rumusan perbuatan pidana/tindak pidana aktif60

B. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ILEGAL SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT UU No.5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

yaitu setiap orang yang melakukan tindak/perbuatan pidana berupa melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan pada kawasan suaka alam, maupun perbuatan-perbuatan lainnya seperti menangkap, memburu maupun melukai satwa-satwa liar yang dilindungi tersebut.

Pertanggungjawaban pidana atau dalam istilah asingnya disebut “Toerekenbaarheid”, atau juga “criminal liability61

60

Ibid Hal 122

61

SR.Sianturi op cit hal.249.

” dalam hukum pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Pertanggungjawaban pidana dengan kata lain adalah untuk menentukan apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan.


(44)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana Indonesia adalah pertanggungjawaban berdasarkan azas kesalahan atau suatu azas dimana tiada pidana tanpa kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sit rea62

Ciri-ciri suatu kesalahan dalam arti luas sehingga dapat dipertanggungjawabkan tersebut adalah

) dan didalam KUHP tercantum setiap rumusan unsur kesalahan dalam suatu tindak pidana.

63

a. Dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat. :

b. Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang dapat menghapus pertanggungjawaban atas suatu perbuatan kepada si pembuat

c. Adanya kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, yaitu dengan sengaja (dolus) dan kesalahan dalam arti sempit (culpa)

Pengertian sengaja berdasarkan MvT adalah kehendak yang disadari dan ditujukan untuk melakukan suatu kejahatan tertentu atau dengan kata lain apabila tindakan/perbuatan jahat tersebut dikehendakinya. Kelalaian atau culpa berdasarkan pengertian MvT adalah suatu keadaan yang terletak diantara kesengajaan dan kebetulan, menurut Pompe kelalaian tersebut terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut64

a. Pembuat dapat menduga terjadinya akibat perbuatan tersebut. :

b. Pembuat sebelumnya melihat kemungkinan terjadinya akibat perbuatan tersebut.

62

Andi Hamzah (1994). Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 130.

63

Ibid

64


(45)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Pertanggungjawaban pidana dapat dimintakan kepada si pembuat apabila si pembuat mampu bertanggung jawab. Kemampuan bertanggung jawab harus meliputi unsur-unsur:

a. Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, sesuai hukum dan yang melawan hukum.

b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya yang juga mengatur perlindungan satwa liar tersebut bila dilihat dari sudut kesalahannya membagi perbuatan pidana terhadap satwa liar atas dua jenis berdasarkan unsur kesalahannya yaitu Sengaja dan Kelalaian.

a. Bentuk Kesengajaan

1)Sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam meliputi : mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam serta menambah jenis satwa lain yang tidak asli ( Pasal 40 ayat 1 Jo 19 ayat 1 dan 3 UU No.5 tahun 1990)

2)Sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti Taman Nasional, meliputi : mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis satwa lain yang tidak asli ( Pasal 40 ayat 1 Jo 33 ayat 1 dan 2 UU No.5 Tahun 1990 )

3)Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup


(46)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

4)Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang di lindungi dalam keadaan mati

5)Sengaja mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia

6)Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia ( Pasal 40 ayat 2 Jo 21 ayat 2 a,b,c dan d UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya)

7)Sengaja melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam (Pasal 40 ayat 2 Jo 33 ayat 3 UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).

b. Bentuk Kelalaian

1) Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut pada angka 2.1 dan 2.2 di atas : (Pasal 40 ayat 3 Jo 19 ayat 1 UU No.5 tahun 1990 dan Pasal 40 ayat 3 Jo 33 ayat 1 dan 2 UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya)

2) Karena kelalaiannya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut pada angka 2.3 a s/d d dan 2.4 di atas : ( Pasal 40 ayat 3 Jo 33 ayat 1 dan 2 UU No.5 tahun 1990 dan Pasal 40 ayat 4 Jo 33 ayat 3 UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).


(47)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

C. PENGATURAN DAN JENIS-JENIS SANKSI DALAM HUKUM PIDANA DAN SANKSI MENURUT UU NO. 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP SATWA LIAR

1. Pengertian Sanksi Dalam Hukum Pidana

Pengertian sanksi dalam berbagai literatur pada umumnya adalah suatu alat pemaksa agar seseorang menaati aturan ataupun norma-norma yang berlaku65

2. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana

. Sanksi terhadap norma agama misalnya, bahwa para pelanggar kelak akan mendapatkan siksaan di neraka. Sanksi terhadap pelanggaran kesusilaan misalnya, berupa pengucilan dari anggota masyarakat. Sanksi terhadap norma kesopanan adalah akan mendapatkan perlakuan yang tidak terhormat dan lain sebagainya. Pengaturan sanksi dalam hukum / norma hukum juga tidak berbeda dari saksi-sanksi lainnya. Pengaitan saksi-sanksi pada norma hukum lebih mengikat dan dirasakan sebagai alat pemaksa yang diserahkan serta dilaksanakan oleh penguasa, dalam hal ini berarti negara melalui alat-alat kelengkapannya. Sanksi terhadap norma hukum berbeda dengan sanksi-sanksi lainnya ialah bahwa sanksi terhadap norma hukum lebih berupa hukuman yang dengan segera dapat dilaksanakan oleh yang melanggarnya, sedangkan sanksi terhadap norma lain belum tentu dirasakan segera oleh yang melanggarnya.

65


(48)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Hukum terbagi atas hukum publik dan hukum privat (perdata) dalam arti yang luas. Norma-norma hukum tersebut baik hukum publik maupun privat juga dikaitkan dengan sanksi tertentu. Pelanggaran terhadap norma hukum administrasi misalnya akan dikenakan sanksi administrasi seperti penundaan kenaikan pangkat, pemindahan maupun pemecatan. Pelanggaran terhadap norma hukum perdata akan dikenakan sanksi dalam perdata seperti ganti rugi, batalnya suatu perjanjian dan sebagainya begitu juga dalam hal pelanggaran norma hukum pidana akan dikenakan sanksi pidana seperti hukuman mati, penjara, denda dan pidana tambahan tertentu lainnya Pengertian yang dapat diambil dalam hal ini ialah bahwa sanksi tidak hanya bersifat preventif namun dapat juga bersifat represif66

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tugas sanksi

.

67

a. Merupakan alat pemaksa atau pendorong ataupun jaminan agar norma hukum ditaati oleh setiap orang

adalah :

b. Merupakan akibat hukum bagi seseorang yang telah melangar norma hukum Sanksi dalam norma hukum pidana diterapkan atas pelanggaran norma-norma yang dirasakan bersifat merusak kepentingan umum sehingga perlu dirasakan sanksi yang lebih berat yaitu sanksi pidana itu sendiri. Penentuan sanksi pidana didasarkan bahwa benar-benar dibutuhkan adanya alat pemaksa yang tertinggi (ultimum remedium) untuk menjamin suatu norma. Norma hukum pidana dan sanksi pidana dapat dikatakan sebagai benteng dari hukum (het strafrecht is het citadel van het recht )

66

Ibid Hal. 30

67


(1)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi di Indonesia telah dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, maupun Keputusan Presiden. Perlindungan terhadap satwa liar tersebut bahkan juga telah dirumuskan dalam berbagai bentuk konvensi-konvensi Internasional. Penjelasan yang dikemukakan oleh peraturan perundang-undangan tersebut juga telah menjangkau segala jenis dan bentuk-bentuk tindak pidana yang diancamkan disertai dengan


(2)

sanksi-Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

sanksi pidananya. Fakta-fakta dilapangan namun justru menunjukkan bahwa penegakan hukum yang diharapkan dengan adanya berbagai peraturan perundang-undangan tersebut belum maksimal. Perdagangan terhadap satwa-satwa liar baik yang sudah mati maupun yang masih hidup di berbagai daerah masih terus terjadi bahkan semakin menunjukkan kenaikan tindak pidana penyelundupan dan perdagangan satwa liar tersebut yang semakin hari justru semakin marak.

2. Upaya penanggulangan tindak pidana dan penegakan hukum pidana terhadap perlindungan satwa liar khususnya yang terjadi diwilayah Pengadilan Negeri Medan untuk register perkara No 2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, register perkara No 2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan juga register perkara No. 2.642/Pid.B/2006/PN.Medan masih menunjukkan upaya yang belum optimal. Hal ini terlihat dari ringannya hukuman yang dijatuhkan yaitu 8 (delapan) bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 ( satu ) serta tidak adanya proses yang berkelanjutan untuk menyelidiki secara menyeluruh jaringan perdagangan gading gajah yang merupakan bagian tubuh dari salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia.

B. Saran

1. Penegakan hukum pidana harus dilakukan lebih optimal, terpadu dan terarah yang tidak hanya berupa penegakan dalam landasan teori yaitu pembuatan sejumlah peraturan perundang-undangan, melainkan penegakan yang diwujudkan dalam praktek sebagai salah satu upaya nyata keseriusan


(3)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

pemerintah dalam hal mencegah dan memberantas tindak pidana perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi.

2. Peranan para aparat pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih ditingkatkan terutama bagi mereka yang bertugas langsung dilapangan terutama pengawas kehutanan, Polisi Hutan maupun aparat Departemen Kehutanan, dan Aparat bea cukai dalam hal memberantas, menindak dan mencegah penyelundupan maupun perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi tersebut.

3. Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap dampak dan merupakan suatu kejahatan atau tindak pidana harus lebih ditingkatkan terutama kepada masyarakat setempat yang tinggal didekat lokasi suaka alam maupun hutan tempat habitat satwa-satwa liar tersebut dengan cara memberikan penyuluhan dan melakukan pengawasan agar tidak mudah terbujuk oleh pengaruh dari sindikat perdagangan ilegal satwa liar tersebut.

4. Kebijakan yang dilakukan dalam rangka usaha untuk melindungi satwa-satwa liar tersebut seyogyanya tidak semata-mata ditujukan kepada upaya penal dan dengan cara represif. Kebijakan tersebut harus diimbangi dengan upaya non penal lainnya yang berupa kebijakan sosial untuk mengurangi atau menghapus sebab-sebab timbulnya kejahatan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kebijakan yang dimaksudkan ialah memperbaiki kesejahteraan sosial khususnya kalangan penduduk lokal/pedesaan sehingga mengurangi tindakan-tindakan perdagangan satwa liar tersebut.


(4)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya.

2. Arif, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya

3. Chazawi, Adami. Drs. 2005. Pelajaran Hukum Pidana I Jakarta Rajawali Press.

4. Departemen kehutanan. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Kalimantan. Jakarta.

5. Hamzah, Andi. 1994. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta Rineka Cipta 6. Kanter, EY dan SR Sianturi, 2002 Asas-asas Hukum Pidana Di

Indonesia. Jakarta, Storia Grafika.

7. Kartanegara, Satochid (Tanpa Tahun). Hukum Pidana (Kumpulan Kuliah) Bagian I. Jakarta. Balai Lektur Mahasiswa.


(5)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.

USU Repository © 2009

8. Marpaung, Leden. 1995. Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan dan Satwa. Jakarta. Erlangga

9. Moleong, Lexi. 1999. Metode Penelitian Kualitatif Bandung. Remaja Rosdakarya.

10.Nursahid, Rosek ( Tanpa tahun ). Perdagangan Satwa Liar Itu Kejam dan Kriminal. Jakarta. Profauna Indonesia

11.Priyatno, Dwida. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung. Refika Aditama.

12.Saleh, Ruslan. 1983. Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta. Aksara Baru

13.Samidjo (Tanpa tahun). Hukum Pidana. Bandung Armico

14.Soesilo, R 2000 KUHP Berikut Komentar-Komentarnya. Bandung, Politeia

15.Sholehudin, M. 2003. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Jakarta. Rajawali Press

16.Sunggono, Bambang 2003 Metode Penelitian Hukum. Jakarta, Rajawali Press.

17.Suparni, Niniek 1993. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan Jakarta. Sinar Grafika

18.Suhartono, Tony dkk. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES Jakarta. 19.Sunarso, Siswanto.2005. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia.

Bandung. Citra Aditya


(6)

Rini Mirza : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan), 2008.


Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Yang Memperniagakan Satwa Yang Dilindungi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemny ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 1513/Pid.B/2014/Pn.Md

3 88 109

Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Konflik Alas Hak dari Hak Tanggungan (Study Kasus PN Medan Register No.113/Pdt.G/2006/PN/Medan Tanggal 01-03-2007)

1 60 148

Register Dialek Medan Dalam Naskah Teater Karya: Yusrianto Nasution

0 31 52

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Analisa Hukum Pidana Terhadap Putusan Banding Pengadilan Tinggi Medan Tentang Membantu Melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Analisa Putusan Pengadilan Tinggi Medan No :743/pid/2008/PT-Mdn)

0 71 97

Pertanggungjawaban Pidana Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya (Studi Putusan Mahkamah Agung Register No. 1099K/PID/2010)

8 79 154

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Tanah Masyarakat Adat Di Atas Tanah Register 40 Pasca Putusan Pidana No.2642 K/PID/2006 AN.Terpidana D.L Sitorus

2 52 119

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP SESEORANG YANG MELAKUKAN PENYERTAAN DAN PEMBARENGAN TINDAK PIDANA MENGGUNAKAN SURAT PALSU (Studi Putusan Pengadilan Nomor Register Perkara: 47/Pid./2012/PT.TK)

0 40 66