Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN
UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK
BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD
(Computational Fluid Dynamics)

Oleh:
Agus Ghautsun Niam
F 151090131

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
1

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Simulasi Distribusi
Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak
Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics)” adalah
karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
dari tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Agus Ghautsun Niam
NRP F 151090131

ABSTRACT
AGUS GHAUTSUN NIAM Simulation of Temperature Distribution and Airflow
Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical
Ventilation Using CFD (Computational Fluid Dynamics). Supervised by KUDANG
BORO SEMINAR and HERRY SUHARDIYANTO.
The application of Computational Fluid Dynamics (CFD) in the agricultural
engineering is commonly employed to solve environmental problems of greenhouses
and agricultural production facilities. In this research, CFD was used to simulate
temperature distribution and airflow pattern on a modified standard peak
greenhouse. Climate data and the greenhouse properties (wind speed, solar
radiation, relative humidity, environmental temperature, insect screen porosity,

radiative surface of roof, etc.) were defined as inputs for the simulation. The effect of
insect screens and exhaust fan application to airflow pattern and temperature
distribution inside the greenhouse were also investigated and quantified. Results of
this research showed that insect screens significantly reduced airflow and increased
thermal gradients inside the greenhouse, but exhaust fan performance had less
effects on airflow pattern and temperature distribution. Maximum air velocity inside
the greenhouse observed near the openings sidewall ventilation and in the middle of
greenhouse wind directions were different or the wind spinned (butterfly-like
pattern) within the greenhouse. Natural ventilations performed more effectively than
mechanical ventilations by using exhaust fans. The CFD model succeded to simulate
temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The realibility test
on temperature distribution showed that maximum error of 9.87 % which is smaller
than 10 %, and the uniformity coefficient of 98.2 %.
Keywords: computational fluid dynamics, temperature, airflow, modified standard
peak greenhouse, insect screen, exhaust fan, ventilation.

2

RINGKASAN
AGUS GHAUTSUN NIAM Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara

pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD
(Computational Fluid Dynamics). Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan
HERRY SUHARDIYANTO.
Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah
seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan
tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca
(greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari
matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan
luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga
tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan
kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian
lingkungan fisik bagi tanaman.
Penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya
kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka
nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem
tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena
itu, analisis penerapan sistem pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan
digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang
diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya.
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa distribusi

suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi
tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. Selain
itu, dapat menganalisa pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara
bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi dan efektifitas fungsi ventilasi alamiah
serta penerapan exhaust fan dapat dikaji secara komprehensif dengan adanya
deskripsi kontur atau pun model aliran udara.
Simulasi dilakukan menggunakan simulasi aliran (flow simulation) yang
terdapat pada software SolidWorks Office 2011 dengan dua kondisi parameter input
hasil pengukuran, yaitu pada tanggal 16 Juli dan tanggal 23 Agustus 2010. Masingmasing kondisi merupakan kondisi dimana tingkat radiasi matahari tertinggi, yaitu
pada kondisi 1(I = 1056 Wm-2) dan pada kondisi 2 (I = 914 Wm-2). Arah dan nilai
kecepatan udara juga berbeda, yaitu pada kondisi 1 arah angin dari utara menuju
selatan dengan input kecepatan angin pada dua layer elevasi berbeda; 2 m = 0.9 ms-1,
dan 10 m = 1.3 ms-1, sedangkan pada kondisi 2 angin bertiup dari arah selatan
menuju utara dengan kecepatan angin; 2 m = 0.64 ms-1 dan pada 10 m = 1.2 ms-1.
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan CFD, sebaran suhu di dalam
rumah tanaman cenderung seragam namun dipastikan lebih tinggi dibandingkan
dengan suhu di luar bangunan rumah tanaman. Kisaran sebaran suhu pada model
tanpa aktifitas tanaman secara umum antara 31.3 °C sampai 32.0 °C, dan hasil uji
reabilitas didapatkan error maksimum 8.06 % dengan nilai koefisien keseragaman
sebesar 98.2 %. Sedangkan sebaran suhu pada model rumah tanaman dengan

aktifitas tanaman diperoleh 31.9 °C sampai 32.4 °C, error maksimum sebesar 9.87 %
dan nilai keseragaman yang diperoleh sebesar 99 %. Oleh karena itu, hasil simulasi
kedua model CFD dengan kondisi tersebut dapat dikatakan baik.

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.

SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN
UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK
BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD
(Computational Fluid Dynamics)


AGUS GHAUTSUN NIAM

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Dosen Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc

HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NRP
Program Studi
Judul Penelitian


:
:
:
:

Agus Ghautsun Niam
F 151090131
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada
Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi
Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid
Dynamics).
Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar, M.Sc
Ketua

Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc
Anggota


Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr. SC

Tanggal Ujian: 13 Oktober 2011

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta
Kasih Sayang-Nya tesis ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga tesis
yang berjudul Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah

Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD
(Computational Fluid Dynamics) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah
keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya.
Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku
Guru tercinta dan ketua
komisi pembimbing
yang tak henti-hentinya
membimbing dan mengarahkan penulis. Kedalaman rasa syukur juga penulis
sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai
anggota komisi pembimbing atas motivasi, dukungan, saran serta nasihat yang
diberikan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi
beserta segenap karyawan CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan
mengenalkan penulis tentang CFD juga silaturahim yang hangat.
Cinta dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan
teruntuk Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan
dukungannya yang tiada henti kepada penulis. Juga kecintaan yang dalam
disajikan untuk para guru penulis (KH. Musyaffa, Abah Abdul Kadir, Abah
Ajum, Pak Bowo dan Pak Tri) atas motivasi dan nasihat yang diberikan
kepada penulis dengan sajian kehangatan bersilaturahim serta berguru. Tak

lupa juga kepada cyberman crew Priyo, Tanto, Tahir Sapsal, terima kasih atas
s e g a l a bantuannya. Kepada teman-teman seperjuangan TMP 2009, terima
kasih atas bantuannya serta tempat berbagi dan saling mengingatkan.
Penulis sadar betul kesempurnaan tesis ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan
saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang perbaikan
tesis ini.
Bogor, Oktober 2011

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Agus Ghautsun Niam dilahirkan di Kuningan pada tanggal 11 Juni
1985, sebagai putra ke delapan dari sembilan bersaudara pasangan dari Bapak
Hasbullah (alm) dan Ibu Juhro. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisarua
Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2004. Selama menjalani pendidikan di
SMA, penulis dibiayai, dibina dan diasramakan di Asrama Bina Siswa
SMA Plus Propinsi Jawa Barat bersama putra-putra daerah se-Jawa Barat
sebagai siswa delegasi dari Kabupaten Kuningan.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1)
pada program studi Teknik Pertanian IPB melalui jalur USMI. Dari tahun

ketiga selama menempuh pendidikan Sarjana, penulis aktif sebagai asisten
dosen mata kuliah Matematika Teknik di Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem IPB. Bulan Februari 2009 penulis lulus dari program sarjana (S1)
Teknik Pertanian IPB, kemudian pada bulan Agustus di tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada program studi Teknik
Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan sponsor sendiri.

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
I PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1

Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2

Perumusan Masalah ....................................................................................... 3

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

1.4

Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4

II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5
2.1

Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah ...................................................... 5

2.2

Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak ......................................... 5

2.3

Faktor Lingkungan Fisik Tanaman ................................................................ 6

2.4

Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman ................................................ 7

2.5

Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman ........................................................ 8
2.5.1 Ventilasi Alamiah ................................................................................. 9
2.5.2 Ventilasi Mekanis ............................................................................... 10

2.6

Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) ........................... 11

2.7

Karakteristik Fan ......................................................................................... 13

2.8

Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) ................................ 14
2.8.1 Fan-pad System .................................................................................. 15
2.8.2 Sistem Pengabutan .............................................................................. 15
2.8.3 Roof Evaporative Cooling .................................................................. 16

2.9

Pemodelan pada Rumah Tanaman ............................................................... 16

2.10 Metode Komputasi Dinamika Fluida ........................................................... 18
2.11 Prinsip Diskritisasi ....................................................................................... 19
2.11.1 Finite Element Method (FEM) .......................................................... 19
2.11.2 Finite Volume Method (FVM) .......................................................... 20
2.12 Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM....................................... 21
III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 23
3.1

Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat ................................................................. 23

3.2

Rona Lingkungan Rumah Tanaman............................................................. 24

xi

3.3

Prosedur Kerja ............................................................................................. 25

3.4

Skema Pengukuran ...................................................................................... 30

3.5

Data Input .................................................................................................... 31

3.6

Model Geometri Rumah Tanaman .............................................................. 32

3.7

Pendekatan Numerik .................................................................................... 33
3.7.1 Model Aliran pada Kasa dan Tanaman .............................................. 34
3.7.2 Pendekatan Poros Media pada Tanaman ............................................ 35

3.8

Validasi Model............................................................................................. 37

3.9

Batasan dan Asumsi ..................................................................................... 38

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 39
4.1

Iklim pada Rumah Tanaman ........................................................................ 39

4.2

Simulasi Rumah Tanaman dengan CFD...................................................... 45
4.2.1 Grid Hasil Diskritisasi ........................................................................ 45
4.2.2 Uji Kehilangan Tekanan pada Material Poros ................................... 48

4.3

Distribusi Suhu ............................................................................................ 51
4.3.1 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman ................... 51
4.3.2 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman dengan Tanaman .................. 55

4.4

Pola Aliran Udara ........................................................................................ 61
4.4.1 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman ............... 61
4.4.2 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman dengan Tanaman. ............. 66

4.5

Validasi Model Sebaran Suhu pada Rumah Tanaman. ............................... 71

V

SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 75

5.1

Simpulan ...................................................................................................... 75

5.2

Saran ............................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77

xi

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman ........................... 7
Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas ........................................... 31
Tabel 3 Karakteristik udara lingkungan ............................................................ 32
Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman. ........ 47
Tabel 5 Batasan domain (region) untuk model simulasi material kasa ............ 48
Tabel 4 Nilai error dari model hasil simulasi. .................................................. 72

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. .......................... 6
Gambar 2.

Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard
peak (Suhardiyanto et al., 2007). ................................................... 7

Gambar 3.

Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem
pada kipas (Anonimous, 1989). ................................................... 14

Gambar 4.

Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman
(diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002). ... 17

Gambar 5.

Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen
hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). .... 20

Gambar 6.

Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas. ............ 24

Gambar 7.

Proses kerja utama simulasi CFD. ............................................... 26

Gambar 8.

Diagram alir simulasi CFD. ......................................................... 28

Gambar 9.

Tahapan kerja penelitian. ............................................................. 29

Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan
tampak samping di dalam rumah tanaman. ................................. 30
Gambar 11. Geometri rumah tanaman............................................................. 32
Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman. ................................................. 35
Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu
lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus.............. 40
Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. .... 42
Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara
pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus. ................................................. 44
Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman;
(a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping. ..... 46
Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind
tunnel digital tampak trimetric. ................................................... 48
Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel
CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara
setelah melewati bahan kasa. ....................................................... 49
Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara. ............. 50
Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara. ............. 50
Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m,
(b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. ....................... 52
Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan;
(a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman. ... 54
Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping;
pada bidang tengah; tanpa tanaman. ............................................ 55

xv

Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5
m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman. .............. 57
Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan;
(a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan;
dengan tanaman. .......................................................................... 59
Gambar 26. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping;
(a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah;
dengan pertumbuhan tanaman. .................................................... 60
Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman
tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari
bidang tengah; tanpa tanaman...................................................... 63
Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman
tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa
tanaman. ....................................................................................... 64
Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan;
(a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari
pintu depan; tanpa tanaman. ........................................................ 66
Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman
tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari
bidang tengah; dengan tanaman. .................................................. 67
Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman
tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai;
dengan tanaman. .......................................................................... 69
Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan;
(a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari
pintu depan; dengan tanaman. ..................................................... 71

1

I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya

tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman
memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman
yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia
semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap
produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia.
Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah
tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik
digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan
udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media
tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu,
kelembaban, cahaya, dan CO2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh
meliputi keasaman (pH), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar
air, nutrisi, dan evaporasi.
Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh
lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman.
Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk
direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik.
Perkembangan rumah tanaman daerah tropika melahirkan beberapa tipe
rumah tanaman yang digunakan. Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang
digunakan untuk daerah tropika. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006)
mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi
silindris atau quonset. Sementara itu, Richardson (2007) dalam Romdhonah
(2011) menyatakan bahwa tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika
adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya
pembangunannya mahal. Hal lain dilakukan oleh Suhardiyanto (2009),
mengembangkan tipe standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap
segitiga (gable). Desain tipe ini telah mempertimbangkan optimalisasi fungsi dari

2

ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan
kecepatan angin.
Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis
basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat
mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan
efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang
yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih
tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah
cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh
karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting
dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman.
Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan
menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan
mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara
lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke
dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi
lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang
direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain
itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya
kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka
nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem
tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena
itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara
rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya
sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta
efektif dalam hal biaya.
Sarana untuk menganalisa sebaran suhu serta pola aliran udara yang cukup
akurat adalah dengan pendekatan model komputasi dinamika fluida atau CFD
(Computational Fluid Dynamics). Menurut Sun (2007), penggunaan CFD dapat
memudahkan pemahaman fenomena fisik sistem aliran secara detil dan dapat
digunakan untuk memprediksi perubahan dan sebaran konsentrasi, suhu dan
aliran. Maksum (2009) telah melakukan simulasi sebaran suhu di dalam rumah

3

tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur
dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara
secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan
mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe
standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika
basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja
dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro
di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak
dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan
yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran
udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini
berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis
serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan
pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan
struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam.
1.2

Perumusan Masalah
Pengendalian faktor fisik lingkungan seperti suhu udara, pola aliran udara,

dan kelembaban pada zona pertumbuhan tanaman (top zone) di dalam rumah
tanaman sangat penting dilakukan, mengingat konsumsi radiasi matahari bagi
rumah tanaman di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia sangat
mendominasi, sehingga greenhouse effect yang dirasakan oleh tanaman sangat
besar. Hal ini dapat menyebabkan tanaman yang dibudidayakan menjadi tertekan
(stress). Oleh karena itu, penerapan teknologi evaporative cooling pada rumah
tanaman merupakan kebutuhan bagi tanaman yang potensi untuk diterapkan.
Salah satu penerapannya adalah dengan menggunakan exhaust fan sebagai
pemerata distribusi suhu dan kelembaban udara di dalam rumah tanaman yang
berbasis pada iklim makro. Namun, di sisi lain ada dampak biaya yang harus
dikeluarkan ketika penerapan tersebut akan dilakukan. Efisiensi penerapan
teknologi tersebut dapat dianalisa dengan pendekatan model sebaran parameter
suhu dan pola aliran udara yang terjadi. Sarana yang dapat digunakan untuk
melakukan pemodelan atau simulasi tersebut adalah dengan pendekatan model
simulasi CFD.

4

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model

perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak
sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca
pada rumah tanaman di daerah tropis.
2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai
udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi.
3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan
dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan
dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah.
Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro
rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro.
1.4

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi rumah tanaman di

daerah iklim tropis basah dengan asumsi tidak ada pengaruh radiasi permukaan
atau pun pola aliran udara akibat adanya pohon dan bangunan lain di sekitar
rumah tanaman. Sehingga geometri yang disimulasikan berasumsi geometri
tunggal tanpa adanya geometri lain yang dapat mempengaruhi parameter fisik
lingkungan rumah tanaman.

5

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah
Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988)

untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman
pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan,
angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan,
mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan
tanaman (Suhardiyanto 2009).
Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat
memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada
bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah
tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan
rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk
ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup
kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya
pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan
kemungkinan perluasan area rumah tanaman.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah
kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini
merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah
tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan
ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa
20-40 mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya.
2.2

Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak
Rumah tanaman bentuk modified standard peak merupakan modifikasi dari

span roof, dimana bentuk gable tidak lagi segitiga, melainkan dimodifikasi
menjadi atap bersusun dua bagian dengan bukaan ventilasi diantara dua bubungan
atap tersebut dan tertutupi screen (Suhardiyanto 2009). Bentuk atap dengan
bukaan ventilasi seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah walaupun
tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi
dibagian bubungan terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan udara. Agar

6

perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih
tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti
bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat,
paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan.
2.3

Faktor Lingkungan Fisik Tanaman
Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara,

kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO2 dalam udara, kecepatan angin, polutan
dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan
cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang 390 – 700 nm. Aspek
penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu
udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas
konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu
lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses
fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse
disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 – 10 °C.
Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah
kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju
evaporasi, serta ketersediaan CO2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society
of Agricultural Engineering) kecepatan udara melewati tanaman sebaiknya tidak

7

lebih dari 1,0 ms-1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya
terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman
Kecepatan Udara
[ms-1 ]
0.1 – 0.25
0.5
1.0
Lebih dari 4.5

Pengaruh
Memudahkan pengambilan CO2
Pengambilan CO2 oleh tanaman menurun
Menghalangi pengambilan CO2 atau pertumbuhan tanaman
Kerusakan fisik tanaman

Sumber: (Yuwono et al., 2008)
2.4

Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman
Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi

cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan
pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis
perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas
untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas
pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).

Gambar 2

Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard
peak (Suhardiyanto et al., 2007).

Sumber panas pada rumah tanaman di daerah tropis didominasi oleh
konsumsi radiasi. Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan
pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Interaksi material struktur
rumah tanaman dengan sifat radiatifnya merubah radiasi gelombang pendek

8

tersebut

menjadi

gelombang

panjang,

sehingga

kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman

berpengaruh

terhadap

yang berakibat pada

meningkatnya suhu udara.
Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif
akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke
tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta
memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan
Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas
konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua
cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi
karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu,
sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari
pompa atau kipas.
Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse)
yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan
serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insectscreen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran
udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman
menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat.
Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium
sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu
rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses
perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu
medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara
langsung dan memiliki gradien suhu.
2.5

Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman
Sistem ventilasi dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak udara

yang bekerja, yaitu dibedakan menjadi ventilasi alami dan sistem ventilasi
mekanis (Norton et al., 2007). Sistem ventilasi berfungsi sebagai sarana
pengendali atau kontrol parameter fisik tanaman yang ada di dalam rumah
tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat dikondisikan dan
direkayasa pada lingkungan yang optimum. Ventilasi mekanis bekerja dengan

9

tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara
melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja
berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah
dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami,
terutama di daerah tropis seperti Indonesia.
2.5.1 Ventilasi Alamiah
Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan
dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik
lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau
kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut
Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor
pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan
oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek
cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada
fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks
radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah
tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya
sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat
menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas
atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan
perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah
tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga
memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah
bukaan ventilasi.
Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah,
sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan
udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Selanjutnya Kamaruddin (1999)
menyatakan bahwa batas kecepatan angin dimana faktor termal masih dapat
berperan dominan adalah sebesar 1 ms-1, sedangkan menurut Papadakis et
al. (1996) sebesar 1.67 ms-1. Disamping itu, Papadakis et al. (1996)
menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin lebih dari 1.8 ms-1 efek termal

10

terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah
tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah
tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat
diabaikan.
Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al.,
(2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari
luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat
mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh
Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari
luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang
cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam
rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah
mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia
dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi
dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan
konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di
Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi
luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman
untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi
melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat
memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun.
2.5.2 Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada rumah tanaman di daerah iklim tropis basah
umumnya menggunakan fan atau blower. Hal ini mengingat bahwa kedua
alat tersebut hanya memicu pergerakan udara untuk melewati bangunan
rumah tanaman yang bersifat terselubung (envelope), dimana udara dapat
terperangkap didalamnya. Terperangkapnya udara di dalam rumah tanaman
dapat menimbulkan panas yang berlebih di dalam bangunan rumah tanaman
dibandingkan dengan udara di luar. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi
matahari dan gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah
tanaman yang lebih dikenal dengan greenhouse effect. Dengan demikian,

11

kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim
bagi tanaman.
Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah
menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar
sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di
luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari
tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan
ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil
penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan
menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi
dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak
tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga
pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi
pengontrolan iklim mikro.
2.6

Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse)
Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu

menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan
tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara
dalam rumah tanaman. Aliran udara yang melewati screen ditentukan oleh jumlah
dan bentuk strukturnya yang direpresentasikan dengan satuan mesh atau porositas.
Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen.
Sedangkan porositas menunjukkan rasio jumlah luas permukaan lubang screen
yang dapat dilalui oleh udara terhadap permukaan screen per satuan luas.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran mesh
screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam
rumah tanaman. Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim
mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah
tanaman modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup
screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52
dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan
meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 – 3 °C. Akan tetapi

12

screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net
52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara
dan menurunnya laju ventilasi secara nyata.
Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen antiBemisia (52 mesh) dan anti-Thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan
ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa
suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang
screen meningkat sebesar 2.7 °C dan 0.7 g/kg untuk screen anti-Bemisia (52
mesh) dan meningkat sebesar 4.7 °C dan 1.3 g/kg untuk screen anti-Thrips (132
mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada
bukaan ventilasinya.
Pola aliran udara yang melewati screen didekati dengan poros medium dan
menghitung nilai kehilangan tekanan yang terjadi (Teitel, 2010). Perhitungan
kehilangan tekanan pada kondisi incompressible dan aliran udara tunak (steady
state) dapat diprediksi dengan persamaan Forcheimer:
| |

(1)

dimana P merupakan tekanan udara yang hilang (Pa), x adalah ketebalan
poros media (m), u merupakan kecepatan udara (ms-1), ρ adalah massa jenis udara
(kg m-3), dan µ adalah viskositas dinamik (kg m-1s-1). Sedangkan K merupakan
permeabilitas screen (m2) dan Y adalah faktor inersia (non-dimensional). Nilai
permeabilitas screen atau poros media dan nilai faktor inersia biasanya digunakan
sebagai parameter acuan dalam menganalisa karakteristik bahan poros terhadap
aliran udaranya. Miguel (1998) dalam Teitel (2010), telah menguji beberapa jenis
bahan poros dengan wind tunnel, hasilnya menunjukkan bahwa korelasi terbaik
antara permeabilitas screen K dan faktor inersia Y terhadap porositas bahan α
dapat direpresentasikan dengan pers 2.
dan

(2)

dimana α adalah nilai porositas bahan yang ditentukan dari nilai panjang l
dan lebar w dari mesh bahan poros serta d merupakan diameter bahan/benang
struktur screen. Rumus untuk menghitung nilai porositas disajikan pada Pers 3
(Miguel, 1998 dalam Majdoubi et al., 2009).

13

(3)
dimana l merupakan panjang lubang void (poros) dalam m dan w adalah
lebar lubang void dalam m, sedangkan d adalah diameter bahan material kasa yang
berbentuk benang, dalam m.
2.7

Karakteristik Fan
Berdasarkan karakteristik alur dan pola aliran udara melewati fan, secara

garis besar fan dapat dibedakan menjadi dua tipe; yaitu sentrifugal dan aksial
(Anonimous, 1989). Kipas sentrifugal menggunakan perputaran impeller untuk
meningkatkan kecepatan aliran udara. Pergerakkan udara dari pusat impeller ke
ujung baling-baling menghasilkan energi kinetik. Energi kinetik ini akan
menaikkan tekanan statik berupa aliran udara yang pelan sebelum dilepaskan.
Kipas sentrifugal dapat menghasilkan tekanan relatif tinggi yang biasa
digunakan pada aliran “kotor” (mengalirkan bahan-bahan khusus yang
memerlukan penanganan dan kelembaban tinggi) dan pada sistem yang
membutuhkan suhu tinggi (Anonimous, 1989). Oleh karenanya, kipas jenis ini
paling umum digunakan oleh industri. Selain dapat menghasilkan tekanan tinggi,
efisiensinya juga tinggi dan dapat dioperasikan lebih jauh untuk berbagai kondisi
dengan tujuan tertentu.
Sedangkan kipas axial, sesuai namanya, menggerakkan aliran udara melalui
sumbu kipas. Udara akan tertekan karena adanya gaya angkat aerodinamik yang
dihasilkan dari baling-baling kipas seperti pada propeller dan sayap pesawat
terbang. Walaupun dapat juga diganti dengan kipas sentrifugal, tetapi pada “udara
bersih”, tekanan rendah, aplikasi untuk volume tinggi, lebih umum digunakan
kipas axial. Keuntungan dari kipas axial adalah aliran yang dihasilkan lebih
seragam, biaya rendah, dan ringan (Anonimous, 1989).
Pengaruh sistem yaitu perubahan pada performa kipas yang dihasilkan dari
interaksi komponen-komponen pada kipas, seperti saluran, penyaring, belokan,
pemanggang, jumlah sudu (blade) pada kipas, dan sudut kemiringan sudu.
Performa kipas atau fan dapat dilihat dari hubungan antara laju aliran udara yang
terlewatkan terhadap tekanan statis yang ditimbulkannya. Hal ini dideskripsikan

14

oleh Gambar 3 yang menunjukan performa kipas yang dipengaruhi oleh interaksi
komponen sistem pada kipas.

Gambar 3.

2.8

Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem
pada kipas (Anonimous, 1989).

Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling)
Pendinginan evaporasi merupakan metode yang dianggap paling efektif

dalam menurunkan suhu dan mengontrol kelembaban udara di dalam rumah
tanaman (Kumar et al. 2009). Namun bagi daerah beriklim tropis basah,
pengendalian kelembaban udara di dalam rumah tanaman telah menjadi suatu hal
yang tidak mudah dilakukan. Terdapat tiga jenis evaporative cooling yang sering
digunakan dalam industri pertanian adalah: 1) sistem baling-baling kipas (fan-pad
system) seperti exhaust fan atau blower, 2) sistem pengabutan air (fog/mist
system), dan 3) roof evaporative cooling yaitu pendinginan atap dengan cara
mengalirkan atau menaburkan partikel air yang lembut terhadap atap rumah
tanaman sebagai sumber masuknya panas dari sinar radiasi matahari yang
dominan.

15

2.8.1 Fan-pad System
Candra et al., (1989) telah melakukan penelitian tentang efektifitas
penggunaan sistem pendingin fan pada rumah tanaman berbahan atap
plastik seluas 24 m2. Dengan menggunakan fan, suhu udara di dalam rumah
tanaman dapat diturunkan sekitar 4-5 °C dari kondisi suhu lingkungan luar.
Hal serupa telah dilaporkan oleh Jain and Tiwari (2002) bahwa penerapan
cooling pad pada rumah tanaman seluas 24 m2 sangat sensitif terhadap
parameter panjang dan ketinggian dimensi rumah tanaman. Hal ini
memungkinkan untuk dilakukannya analisa optimalisasi penerapan cooling
pad pada rumah tanaman terhadap dimensi rumah tanamannya, sehingga
dapat membantu rekomendasi dalam perancangan dan pengembangan
rumah tanaman. Di sisi lain, Jamal (1994), menyatakan bahwa laju
pertukaran volume udara sebesar 20 m3/jam merupakan kondisi terbaik bagi
rumah tanaman yang berada di daerah tropis. Penelitian tersebut dilakukan
pada saat musim kering dengan memanfaatkan cooling pad.
2.8.2 Sistem Pengabutan
Sistem pengabutan (fog system) merupakan sistem dimana air
disemprotkan dengan tekanan tinggi pada nozzle sehingga bentuk air
menjadi sangat kecil seperti kabut yang biasa disebut droplet, dengan
diameter droplet sekitar 2-60µm (Kumar et al.2009). Kecilnya ukuran
diameter droplet sangat memungkinkan air terbawa oleh udara, sehingga
suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun dengan signi