Latar Belakang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Pada Kredit Cinta Rakyat Di Bank BUMD Ditinjau Dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governa

A. Latar Belakang

Sektor perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan faktor yang sangat menentukan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan kesinambungan berbagai unsur pembangunan termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. Saat ini bank-bank semakin gencar menyalurkan kreditnya ke sektor ritel dengan mengeluarkan produk kredit konsumsi yaitu Kredit Tanpa Agunan KTA. 2 Selama ini nasabah tidak dapat mengakses kredit bank karena mereka tidak mampu menyediakan agunan. Lazimnya bank menjadikan agunan sebagai factor yang menentukan besar nilai pinjaman yang akan disetujui, dan berapa besar bunga yang mereka kutip dari debitur alias nasabah kreditnya. Kredit Tanpa Agunan merupakan kredit program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan kredit bank diperuntukkan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tidak memiliki agunan tetapi memiliki usaha yang layak dibiayai bank. 3 Dalam pelaksanaan program Kredit Tanpa Agunan atau KTA perbankan yang telah menandatangani kesepakatan menjalani program Kredit Tanpa Agunan tetap tidak diperbolehkan meminta jaminan atau agunan kepada pelaku usaha. Perbankan sendiri diragukan untuk menyalurkan Kredit Tanpa Agunan dikarenakan minimnya peraturan perbankan dalam penyaluran Kredit Tanpa Agunan KTA sehingga menyurutkan kemauan perbankan untuk turut serta. 4 Hal ini dikarenakan jika kredit yang disalurkan itu macet dan karena tidak adanya agunan maka akan menyulitkan bank untuk pengembalian dana yang disalurkannya. Program Kredit Tanpa Agunan dikeluarkan oleh Bank BUMD dengan nama Kredit Cinta Rakyat atau disingkat KCR atau disebut juga Kredit Usaha Mikro Layak Tanpa Agunan. Kredit tersebut adalah fasilitas kredit atau pembiayaan untuk investasi atau modal kerja yang diberikan dengan mata uang rupiah kepada usaha mikro dengan plafon kredit maksimum Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah per debitur untuk membiayai usaha yang produktif. 2 Novrida Manurung, Kredit Tanpa Agunan Semakin Terbuka Lebar, Kontan, 18 Februari 2009. 3 Rahmat, Kredit Usaha Rakyat Diluncurkan, Tempo Interaktif, 3 Juni 2014. 4 Mujiono, Perbankan Diragukan Salurkan Kredit Tanpa Agunan, Berita Ekonomi, 20 Juli 2010 Bank memiliki resiko tinggi dikarenakan dana yang disalurkan untuk pemberian kredit berasal dari simpanan nasabah, dimana Bank harus membayar sebesar suku bunga simpanan. Oleh karena itu dalam setiap pemberian kredit kepada nasabah, Bank harus mencadangkan dana dengan besaran nilai tertentu tergantung dari pada kolektibilitas kredit. Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan menegaskan bahwa untuk memperoleh keyakinan terjadinya hubungan antara bank dengan nasabah, maka sebelum melakukan suatu perikatan terutama dalam hal terjadinya kredit, bank harus melakukan penilaian-penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah. Dalam praktik perbankan hal tersebut dikenal dengan istilah “The Five C’s of Analysis”. Hal tersebut biasa disebut dengan prinsip kehati- hatian. Setiap bank wajib melaksanakan prinsip ini dalam melakukan hubungan kredit dengan nasabah, hal ini tentunya untuk menghindari terjadinya kerugian di pihak bank dalam hal terjadinya kredit macet oleh nasabah. Dalam Pasal 54 Peraturan Bank Indonesia Nomor 84PBI2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum disebutkan dalam rangka menghindari kegagalan usaha bank terhadap potensi intervensi dari pihak terkait, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyediaan dana antara lain dengan menerapkan penyebarandiversifikasi portofolio penyediaan dana yang diberikan. Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain tentang penilaian kualitas aktiva bank umum, batas maksimum pemberian kredit bank umum, prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat dan prinsip- prinsip penerapan manajemen resiko. 5 Penulis mengambil 1 satu debitur macet an. Yuningsih di salah satu Cabang bank BUMD yaitu Kredit Modal Kerja Kredit Cinta Rakyat dengan Plafond Kredit Rp. 5.000.000,- lima juta rupiah Pada saat ini posisi kredit atas nama Yuningsih tersebut sudah dalam posisi macet atau collect 5. Dari berbagai keadaan seperti yang dikemukakan diatas maka diperlukan kehati- hatian dari bank sebagai kreditur dalam memberikan kredit tanpa agunan kepada nasabah sebagai debitur. Terkait dengan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul : 5 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 74PBI2005 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritiasasi Aset Bagi Bank Umum. B . Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan hukum yang akan dibahas penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan prinsip kehati-hatian di dalam peraturan internal dari bank BUMD dalam pengaturan Kredit Cinta Rakyat ditinjau dari Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan? 2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance pemberian kredit cinta rakyat pada bank BUMD dikaitkan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 814PBI2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 84Pbi2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum?

C. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Good Corporate Governance ( GCG ) pada Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

2 58 103

Penerapan Prinsip Kehati-hatian Sebagai Salah Satu Kewajiban Bank (Studi Pada Bank Aceh Cabang Lhokseumawe)

4 54 159

Implementasi Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penerapan Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara

35 350 429

PELAKSANAAN PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM (Studi Pada PT Bank Lampung)

1 4 44

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA.

1 4 16

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRUDETIAL BANKING) DALAM PEMBERIAN KREDIT SEBAGAI WUJUD PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (STUDI PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA BARAT).

0 0 7

PELAKSANAAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR (SID) SEBAGAI PERWUJUDAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK (PRUDENTIAL BANKING) DALAM PEMBERIAN KREDIT (STUDI PADA BANK NAGARI CABANG PAINAN).

0 1 6

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK TERKAIT PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH DI BANK X SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIKAITKAN DENGAN PBI NOMOR 11.

0 0 1

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN UNDIAN BERHADIAH OLEH BANK UMUM DIKAITKAN DENGAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/25/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM.

0 0 1

KAJIAN YURIDIS GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI FAKTOR PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DITINJAU DARI PERATURAN BANK INDONESIA NO.8/4/ PBI/2006 TENTANG PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVER NANCE BAGI BANK UMUM SEBAGAIMANA TELAH DI UBAH DENGAN PERATURAN

0 0 11