UJI KIMIA KERIPIK KULIT IKAN PATIN PANGA
DENGAN PERBEDAAN PERLAKUAN SUHU PERENDAMAN
A.T. Dyah Ernawati, M.S. * dan Aniek Wulandari*
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia keripik kulit ikan patin dengan perbedaan suhu saat perendaman bumbu. Melalui perbedaan metode perendaman akan diketahui suhu perendaman yang paling tepat untuk menghasilkan keripik kulit ikan patin yang mempunyai kandungan gizi yang baik.
Suhu perendaman yang digunakan adalah suhu kamar (Sk) , suhu dingin (Sd) dan suhu beku (Sb). Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi / ANAVA , apabila terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji beda nyata dengan menggunakan metoda DMRT.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh hasil pengujian kimia terhadap keripik kulit ikan patin sebagai berikut : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak yang tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu dalam perendaman bumbu. Secara rerata kuantitatif kadar protein lebih tinggi diperoleh pada perendaman suhu beku.
Kata Kunci : Suku, Perendaman, Analisis Variansi
PENDAHULUAN
Ikan patin yang tergolong ikan air tawar memberikan prospek yang sangat bagus. Walaupun jenis ikan patin ini belum begitu diminati, khususnya di daerah Klaten. Hal ini dimungkinkan karena ikan patin lebih banyak dijumpai di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan sebagai hasil tangkapan lokal. Namun sejak diperkenalkan jenis Siam dari Thailand, maka ikan patin mulai dibudidayakan. Saat ini ikan patin menjadi salah satu komoditas unggulan dibidang perikanan. Ikan air tawar yang memiliki warna putih keabu-abuan ini, memiliki cita rasa yang khas dan mengandung protein cukup tinggi. Disamping itu kadar kolesterol yang ada dalam ikan patin sangatlah rendah, sehingga ikan ini banyak dipilih masyarakat untuk dikonsumsi karena aman bagi kesehatan.
Keberadaannya di Klaten masih langka, dan umumnya masyarakat masih lebih menyukai ikan gurame, lele, nila atau ikan air tawar yang lain, yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat. Selain itu masyarakat belum memahami kandungan nilai gizi ikan patin dan manfaat mengkonsumsi ikan patin. Kemungkinan lain masih sangat sedikit petani ikan di Klaten yang mengetahui cara pembudidayaannya, bahkan juga masih sangat sedikit petani ikan yang mengetahui keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan patin dengan berbagai pengolahan.
Banyak produk olahan ikan patin untuk santapan langsung ataupun produk olahan yang dapat memperpanjang daya simpan dan distribusinya, misalnya ikan patin bakar, sop ikan patin atau pindang ikan patin, ikan patin asap, bakso ikan patin, nugget
(2)
ikan patin juga sosis ikan patin. Produk olahan ikan patin yang hanya menggunakan dagingnya, tentu saja akan memberikan hasil limbah ikan patin, salah satu diantaranya kulit ikan patin. Pada umumnya kulit tidak banyak digunakan, tetapi setelah diketahui memberikan rasa yang spesifik dan enak orang mulai memanfaatkannya dengan membuat keripik ikan patin.
Kulit ikan patin mempunyai karakteristik yang khas, agak tebal dan ulet atau tidak mudah sobek, sehingga apabila dibuat keripik, bisa memberikan bentuk dan tekstur yang menarik. Karakter fisik kulit ikan patin tersebut memungkinkan peresapan bumbu membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu keripik ikan patin bisa diolah dengan cara yang sederhana , akan tetapi seringkali masih memberikan tekstur yang kurang bagus, warna kurang cemerlang dan kadang masih menimbulkan bau amis apabila cara pengolahan kurang tepat.
Kandungan kimia dari keripik kulit ikan patin juga belum banyak diketahui, hal ini merupakan data pendukung yang cukup baik untuk mempopulerkan keripik kulit ikan patin. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan uji kimia keripik kulit ikan patin dengan perbedaan perlakuan / metode pembuatan keripik kulit ikan patin.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif
Ikan patin biasanya dipanen setelah umur 6 bulan. Pada saat tebar awal berat rata – rata 8 – 12 gram / ekor, setelah umur 6 bulan dapat mencapai 600 – 700 gram / ekor , (Kemal Prihatman , 2000). Produksi ikan patin semula hanya ikan patin lokal tangkapan yang berasal dari perairan umum di beberapa propinsi di Sumatera dan Kalimantan. Namun, saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah hasil budidaya, terutama sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Menurut data statistik produksi ikan patin di Jawa Tengah tahun 2010 sebanyak 688 ton (Anonim, 2012) . Produksi ikan patin nasional pada tahun 2012 ditargetkan 651.000 ton, namun realisasi sampai akhir tahun 2012 diperkirakan hanya mencapai 250.000 ton atau 38,4 persen. Rendahnya produksi patin juga dipicu oleh lemahnya penyerapan pasar dan harga yang tak menentu. Oleh karena itu upaya mempopulerkan ikan patin untuk meningkatkan penyerapan pasar, terlebih untuk Jawa Tengah perlu dipacu.
Potensi ekonomi ikan patin salah satunya dapat dilihat dengan adanya luas perairan umum di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan buatan seluas hampir mendekati 13 juta ha , merupakan potensi alam yang sangat baik bagi pengembangan usaha perikanan di Indonesia. Disamping itu banyak potensi pendukung lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta dalam hal permodalan, program penelitian dalam hal pembenihan, penanganan penyakit dan hama dan penanganan pasca panen, penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal perizinan import.
Walaupun permintaan di tingkat pasaran lokal akan ikan patin dan ikan air tawar lainnya selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil penjualan secara rata-rata selalu mengalami
(3)
kenaikan dari tahun ke tahun. Apabila pasaran lokal ikan patin mengalami kelesuan, maka akan sangat berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun di tingkat grosir di pasar ikan. Selain itu penjualan benih ikan patin boleh dikatakan hampir tidak ada masalah, prospeknya cukup baik. Selain adanya potensi pendukung dan faktor permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah (Kemal Prihatman, 2000)
Komposisi kimia dari berbagai bahan sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan dan hasil olahannya. Selain itu juga akan berpengaruh terhadap kesegaran maupun daya tahan ikan tersebut. Kadar air ikan patin 82,22 % , kadar air inilah yang sangat berpengaruh terhadap daya tahan dan kesegaran ikan patin. Kadar abu ikan patin sebesar 0,74 % ,menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak menguap. Kadar Protein ikan patin 14,53 % merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial. Sedangkan kadar lemak ikan patin adalah sebesar 1,09 % menunjukkan bahwa ikan patin merupakan ikan air tawar yang memiliki kadar lemak tinggi (Subagja, 2009).
Ikan juga mengandung asam lemak tak jenuh omega-3 jenis asam lemak dokosa heksaenoat (DHA) dan eikosa pentaenooat (EPA) sehingga dapat mencegah segenap penyakit yang berhubungan dengan kolesterol. Omega 3 telah terbukti mencegah arteriosklerosis yang dapat mencegah penyakit jantung, juga meningkatkan kecerdasan otak dan memperbaiki penglihatan.
Kandungan gizi lain yang penting dari ikan dan produk laut adalah vitamin, terutama vitamin A, serta mineral penting seperti zat besi, kalsium, dan iodium. Iodium sangat mendukung proses tumbuh kembang
anak, mempengaruhi perkembangan otak dan juga mencegah penyakit gondok serta mencegah depresi. Seorang peneliti pemerintah yang telah lama meneliti tentang kebiasaan memakan ikan dari orang-orang seluruh dunia menyimpulkan bahwa makin banyak ikan yang konsumsi maka makin kecil pula mereka terkena resiko terkena Depresi. Hasil-hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bukti bahwa penderita depresi cenderung memiliki kadar lemak omega-3 yang rendah di dalam darahnya (Anonim a, 2010) . Walaupun para peneliti ini belum sepenuhnya yakin akan hal tersebut, akan tetapi mereka merujuk kepada hasil penyusun lapisan lemak di dalam otak yang terdiri dari omega – 3. Ikan patin termasuk ikan – ikan yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik
Selain rasanya yang enak, nilai protein daging patin juga tergolong tinggi, mencapai 68,6%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 5,8%, abu ,5%, dan air 59,3%. Berat ikan setelah disiangi sebesar 79,7% dari berat awalnya, sedangkan fillet yang diperoleh dari bobot ikan seberat 1-2 kg mencapai 61,7%. Jumat, 13 November 2009 (Khairul Amri dan Khairuman, 2009)
Daging ikan patin tebal dan tidak banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40 - 50%. Selain itu ikan patin juga dapat hidup dan berkembang biak pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen yang rendah serta pertumbuhannya tergolong cepat Akan tetapi pemanfaatan ikan patin sebagai bahan pangan masih terbatas. Berdasarkan hal ini, perlu dilakukan diversifikasi pengolahan terhadap komoditi ikan patin agar nilai ekonomi ikan ini meningkat. Tentunya harga jual ikan dalam bentuk olahan daging akan lebih tinggi dibandingkan dengan berupa daging mentah.
(4)
Penganekaragaman produk dengan bahan baku ikan air patin ini juga akan meningkatkan selera konsumen dan akan membantu mensejahterakan masyarakat (Aziz Hazaini, 2011).
Produk – produk pengolahan ikan patin diantaranya adalah ikan patin asap yang banyak dihasilkan oleh propinsi Sumatera Selatan. Secara tradisional ikan patin telah diolah menjadi produk asap. Data dari Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Selatan tahun 1998 menyebutkan bahwa dari total produksi 3.054.3 ton ikan patin, telah dihasilkan sebanyak 506.9 ton ikan asap. Dengan perkiraan rendemen sebesar 40%, maka dari jumlah total produksi ikan patin, sebagian besar (45.9%) terserap untuk produksi ikan asap. Pada akhir proses pengasapan ini ikan patin asap terlihat berwarna coklat keemasan, berbau asap tajam dan cukup kering dengan tekstur yang padat. Ikan asap dengan spesifikasi di atas siap untuk disajikan (Anonim , 2009)
Hampir semua bagian ikan patin bisa dimanfaatkan. Melalui diversifikasi pengolahan ikan patin, akan dihasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Diversifikasi dalam komoditi ikan patin sedang gencar diusahakan, karena komoditi yang memiliki harga daging berkisar Rp 14.000 – Rp 18.000 per kg ini akan lebih menguntungkan jika dijual dalam bentuk olahan daging, apalagi untuk ke arah ekspor. Peluang Indonesia untk mengekspor ke luar negeri terutama AS semakin tinggi. Hal ini karena AS tidak lagi mengimpor ikan patin dari Vietnam sebagai pemasok sebelumnya yang menjual ikan patin lebih murah. Hal ini karena AS menemukan 40% kandungan air yang mempunyai zat pengikat di ikan patin Vietnam. Dalam jangka panjang, kandungan zat ini bisa membahayakan kesehatan manusia. Oleh
karena itu ini menjadi kesempatan emas bagi Indonesia menggantikan posisi Vietnam (Aziz Hazaini,2011)
Bagi kebanyakan orang, kulit ikan adalah limbah. Di industri fillet ikan patin, kulit ikan patin merupakan limbah yang biasanya dimusnahkan. Tapi kini dengan menggunakan teknologi yang sederhana kulit tersebut dapat dimanfaatkan menjadi makanan ringan berprotein tinggi, yang rasanya sesuai selera masyarakat. Kulit ikan ternyata dapat dijadikan camilan baru berupa krupuk. Krupuk hasil kulit ikan ini tenyata banyak digemari oleh orang, karena cita rasanya yang seperti dengan daging ikan. Akan tetapi pemanfaatan kulit hanya untuk kulit yang memiliki ukuran yang tidak tebal. Untuk menghadapi kendala tersebut, ternyata telah ditemukan solusi baru dari pemanfaatan kulit ikan yang tebal. Kulit ikan yang tebal ini dimanfaatkan untuk menjadi bahan alas kaki, seperti sandal dan sepatu. Selain itu kulit ikan ini juga akan dijadikan sebagai aksesoris yang menarik. Penggunaan teknologi dalam proses ini tentunya tidak rumit, hanya seperti pembuatan krupuk pada umumnya, (Anonim b, 2010)
Keripik merupakan produk olahan pangan dari nabati atau hewani berupa irisan atau lembaran tipis yang diberi bumbu dan memiliki tekstur renyah setelah digoreng. Jenis keripik yang dikenal dalam masyarakat adalah keripik paru, keripik singkong, keripik pisang, keripik sukun, keripik salak, keripik nangka dan lain-lain. Ciri utama keripik adalah memiliki tekstur renyah, artinya jika digigit produknya mudah patah. Syarat mutu keripik harus memiliki bau dan warna normal, rasa khas, tekstur renyah, kadar air maksimal 6% b/b, asam lemak bebas (dihitung sebagai asam urat) maksimal 0,5% b/b , abu tanpa garam maksimal 1% b/b (BSN, 1996)
(5)
Kunci utama pembuatan keripik ada pada tahapan perlakuan bahan dan proses penggorengan. Penggorengan umumnya menggunakan minyak kelapa atau minyak sawit pada suhu 180 – 190 ° C. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambahan rasa gurih dan penambah kalori makanan. Mutu minyak pangan juga ditentukan oleh komposisi kimia dan faktor fisik (Winarno, 1994).
Minyak goreng ada beberapa jenis. Ada yang terbuat dari bahan tumbuhan, seperti minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak sawit, minyak jagung, minyak biji kapas, minyak zaitun, dan sebagainya. Tiap jenis minyak memiliki titik asap tertentu, yaitu suhu pada saat lemak dalam minyak terurai secara kimiawi. Akibatnya, timbul asap dan rasa tengik serta aroma kurang sedap. Minyak jagung, minyak kacang tanah dan minyak dari sayuran memiliki titik asap tinggi. Sebaliknya, minyak zaitun, mentega dan margarine memiliki titik asap rendah. Artinya, pada suhu tidak terlalu tinggi jenis-jenis minyak ini lemaknya sudah terurai (Rachmawati Iswandari, 2011)
Faktor suhu dalam pengolahan pangan baik di dalam perendaman, pengolahan maupun penyimpanan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir produk. Hasil penelitian Abubakar Tawali (2004) menunjukkan bahwa penyimpanan buah pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan dengan suhu konstan dapat memperpanjang mutu fisik buah – buahan dan nilai gizi vitamin C buah impor. Sedangkan penyimpanan pada suhu dingin dengan sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik – organoleptik dan nilai gizi lebih cepat dibandingkan suhu stabil. Penyimpanan pada suhu ruang/suhu kamar atau dibiarkan sesuai dengan suhu di
lingkungan menyebabkan penurunan mutu fisik – organolpetik dan nilai gizi sangat cepat dan diikuti proses pembusukan buah impor tersebut.
Pembekuan atau perlakuan dengan menggunakan suhu beku, menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel. Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan terjadi perubahan yang sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi aktifitas mikroorganisme dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan mungkin menyediakan Aw yang memungkinkan terjadinya beberapa aktifitas tersebut. Saat pembekuan, fraksi air yang tidak terbekukan dikurangi, sehingga dapat mencegah aktifitas mikrobia tersebut (Anonim,_____)
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Dharma Klaten pada bulan Juli sampai dengan Desember 2011. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit ikan patin hasil limbah fillet yang diambil dari Rumah Makan Boga Karenan, yang menjual sate ikan patin dan tidak menggunakan kulitnya. Kulit ikan patin diambil segera setelah ikan patin dipisahkan kepalanya dan difillet dalam bentuk kulit ikan basah . Kulit ikan yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan keripik kulit ikan patin harus dalam kondisi yang memenuhi syarat baik dari segi kesegarannya, ketebalannya maupun keuletannya.
Untuk menghasilkan keripik kulit ikan yang tidak lembek, kulit ikan mentah tersebut dibuat kaku (keras) terlebih dahulu, dengan cara perendaman
(6)
dalam air kapur sirih. Adapun air kapur sirih tersebut dibuat dengan cara melarutkan batu gamping secukupnya.
Supaya diperoleh keripik kulit ikan patin yang memliki cita rasa yang lezat, maka pada proses pembuatannya ditambahkan beberapa macam bumbu sebagai berikut: garam , bawang putih , ketumbar , air jeruk nipis , kunyit, air
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap , dengan 3 perlakuan yang dimaksud adalah suhu perendaman bumbu yang berbeda yaitu :
Sk : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam
suhu kamar selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
Sd : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam
suhu dingin / referigator selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
v Sb : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam
suhu beku / freezer selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 9 satuan percobaan
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah, Kadar Air dengan metoda Thermogravimetri, Kadar abu dengan pengabuan, Kadar Protein dengan metode Kjeldhal, Kadar Lemak dengan metode Soxhlet.
Secara garis besar, proses pengolahan kulit ikan mentah menjadi keripik kulit ikan patin, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengolahan. Setelah itu dilanjutkan dengan analisa kimia keripik kulit ikan patin yang terdiri dari Kadar
KULIT IKAN BASAH Pencucian I Penirisan
Pengerasan dalam larutan kapur sirih selama 2 jam
Pencucian II
Penirisan
Penyiapan larutan bumbu (garam, bawang outih, ketumbar air jeruk nispis,
kunyit
Kulit ikan patin siap dibumbui
TAHAP PERSIAPAN
Gambar 1. Diagram Alir Tahap Persiapan
Pembuatan Keripik Klaten
Pemotongan 10 – 15 cm dengan gunting Perendaman bumbu dengan suhu perlakuan
Suhu Dingin / D selama 2 jam
Larutan Bumbu Suhu Kamar / K
selama 2 jam Suhu Beku / BSelama 2 jam Pengeringan/Pengovenan
KULIT IKAN PATIN BERSIH
Analisa Kimia :
Kadar Air , Kadar Abu, Kadar Lemak dan Kadar Protein
(7)
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi / ANAVA. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata menggunakan metoda DMRT.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Kadar Air
Kadar air sangat menentukan tektur atau kerenyahan pada produk keripik, termasuk keripik kulit ikan patin. Selain itu kadar air juga sangat berpengaruh terhadap daya simpan produk. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh secara nyata.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air keripik kulit ikan patin yang direndam dalam bumbu dengan suhu beku, relatif lebih tinggi (18,13%) dibandingkan perlakuan suhu dingin.
Sedangkan dengan perlakuan suhu kamar, kadar air keripik kulit ikan patin paling rendah (16,76%). Walaupun tidak berpengaruh secara nyata, namun secara kuantitatif rerata kadar air pada suhu beku yang tertinggi tersebut kemungkinan disebabkan karena proses thawing
0 % 10 % 20%
Kadar Air
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku
16,76% 17,27%
18,13%
Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Air Keripik Kulit Ikan Patin
/ pencairan kembalinya belum optimal, sehingga pada proses pengovenan dengan waktu yang sama dengan perlakuan lainnya, kandungan air yang diuapkan masih belum maksimal.
2. Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin
Kadar abu diperoleh dari proses pemanasan dengan suhu tinggi sampai bahan organik seluruhnya hilang dan yang tersisa adalah abu, yang menunjukkan kandungan mineral atau zat – zat anorganik, yang juga dibutuhkan oleh tubuh.
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar abu keripik kulit ikan patin. Rerata kadar abu keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 4. Grafik yang menggambarkan rerata kadar abu keripik kulit ikan patin tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suhu kamar, secara kuantitattif rerata kadar abu adalah paling tinggi (14,44%) dan semakin rendah suhunya kadar abu relatif menurun. Proses pengabuan dilakukan sampai kandungan air dalam bahan sudah habis. Sehingga perlakuan dengan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh nyata. Kadar abu lebih banyak dipengaruhi oleh suhu pada saat pengeringan/pengovenan atau dengan suhu panas. Kadar abu yang tinggi tersebut kemungkinan juga karena penetrasi zal calcium dari larutan kapur. Pada perendaman dengan suhu kamar, suhu relatif lebih tinggi dibanding dengan suhu dingin maupun suhu beku, yang memungkinkan pori – pori kulit ikan lebih terbuka, sehingga penetrasi kalsium lebih banyak
(8)
3. Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin
Kadar protein pada daging ikan patin sangat tinggi menurut Khairul Amri dan Khairuman (2009) yaitu sekitar 68,6% . Protein yang sangat tinggi inilah menjadikan ikan patin merupakan sumber protein yang dapat diandalkan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein keripik kulit ikan patin. Rerata kadar protein keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa walaupun secara statitstik tidak berpengaruh nyata, tetapi kadar protein dengan perendaman bumbu pada suhu beku secara kuantitatif mempunyai kadar protein yang paling tinggi yaitu 67,95%. Pembekuan atau perlakuan dengan menggunakan suhu beku, menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel.
Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan terjadi perubahan yang sangat besar (Anonim,_____) pada kondisi tersebut dimungkinkan terjadi denaturasi sehingga protein mengalami penguraian bentuk lebih sederhana dan lebih tersedia. Demikian juga pada perendaman pada suhu kamar, mempunyai suhu yang relatif tinggi dibanding dengan suhu dingin. Suhu sangat berpengaruh pada proses denaturasi maupun degradasi protein. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat terjadinya proses denaturasi protein yang dilanjutkan dengan terjadinya degradasi protein apabila tidak terkontrol.
4. Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin
Kadar lemak di dalam bahan, dapat mempengaruhi rasa bahan tersebut dan juga akan berpengaruh terhadap kandungan vitamin yang larut dalam lemak dan sangat dbutuhkan oleh tubuh. Ikan patin termasuk ikan – ikan yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik.
0 % 5 % 10 %
Kadar Abu
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku
14,44 %
13,94 % 13,70% 15 %
Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin
0 % 15 % 30 %
Kadar Protein
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 65,46 %
61,80 %
67,95 %
45 %
Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin
60 % 75 %
(9)
Hasil analisa statistik kadar lemak keripik kulit ikan patin menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak keripik ikan patin. Gambar 6. menunjukkan kadar lemak keripik kulit ikan patin.
Penelitian ini hanya melakukan pengovenan tanpa penggorengan, dengan demikian kadar lemak yang dihasilkan adalah murni dari kadar lemak kulit ikan patin.
Muhamad Hafiz (2009) melaporkan bahwa rendemen daging merah bernilai 29, 20 % sedangkan rendemen daging putih bernilai 1.73 %. Daging merah terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh. Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah.
Rerata kadar lemak pada Gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa kadar lemak dengan perlakuan perendaman bumbu pada suhu kamar, mempunyai kadar lemak yang relatif lebih tinggi yaitu 40,09 % dibanding dengan perlakuan suhu yang lain. Lemak dan air merupakan zat yang sulit untuk menyatu, sehingga mudah sekali untuk dipisahkan. Kadar lemak yang relatif lebih tinggi pada perlakuan suhu kamar dimungkinkan karena kadar air pada suhu kamar (Gambar 3) paling rendah, sehingga secara proporsional kadar lemaknya juga lebih tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian kimia terhadap keripik kulit ikan patin dengan perbedaan suhu perendaman bumbu menunjukkan bahwa : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak berdasarkan hasil pengujian secara statistik tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu perendaman bumbu, walaupun secara kuantitatif rerata yang dihasilkan ada perbedaan. Secara rerata kuantitatif menunjukkan bahwa kadar protein yang lebih tinggi adalah pada perendaman bumbu dengan suhu beku.
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan warna larutan bumbu dengan perbedaan suhu dalam perendaman, walaupun jumlah bumbu dan air perendam sama. Perbedaan warna larutan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan konsentrasi dalam larutan, yang akan berkaitan dengan penetrasi bumbu kedalam kulit ikan. Sehingga penelitian ini disarankan untuk dilanjutkan untuk melakukan pengujian sensoris dan tingkat penerimaan konsumen.
0 % 10 % 20 %
Kadar Lemak
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku
40,09 %
31,37 %
36,98 % 30 %
Gambar 6. Grafik Rerata Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin
40 % 50 %
(10)
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Tawali, 2004. Pengaruh Suhu
Penyimpanan terhadap Mutu Buah Impor Yang dipasarkan di Sulawesi Selatan. Laporan penelitian kerja sama Indonesian Cold Chain Project dengan Jurusan Teknologi Pertanian Fapertahut. UNHAS. Web : www.scribd.com
Anonim,_____. Pembekuan Bahan Pangan.
E-Learning Mata Kuliah Teknik Pendinginan bab 12 -13). Web : ipb.ac.id
Anonim , 2009. Ikan Patin Asap. Web : http:// arie,uptd.blogspot.com
Anonim a , 2010. Otak Ikan Mencegah Depresi. Web : http://www.portalokal.com. Diakses Agustus 2010.
_______ b, 2010. Budidaya Pembesaran Ikan Patin. PPUK, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia . Web : www.bi.go.id.
Anonim , 2012. Potensi Budidaya Kolam di Jawa Tengah. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya, Jakarta. Web : http://regionalinvestment.bkpm.go.id. Di posting 5 Maret 2012.
Aziz Hazaini , 2011. Peluang Ekspor Ikan Patin ke AS Terbuka Lebar. Web : agromet.com/arsip. Diakses tanggal 12 Desember 2011
BSN, 1996 . SNI No 1 – 4308, 1996 . Cara Uji Mutu Kerupuk Kulit. Badan Standar Nasional, Jakarta. Kemal Prihatman, 2000. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu dan Teknologi, Jakarta. Web : www.warintek.ristek.go.id
Rachmawati Iswandari, 2011. Tip Goreng
Menggoreng Yang Tepat,Web : http:// id.shvoong.com . Diakses tanggal 7 Mei 2011
(1)
Kunci utama pembuatan keripik ada pada tahapan perlakuan bahan dan proses penggorengan. Penggorengan umumnya menggunakan minyak kelapa atau minyak sawit pada suhu 180 – 190 ° C. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambahan rasa gurih dan penambah kalori makanan. Mutu minyak pangan juga ditentukan oleh komposisi kimia dan faktor fisik (Winarno, 1994).
Minyak goreng ada beberapa jenis. Ada yang terbuat dari bahan tumbuhan, seperti minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak sawit, minyak jagung, minyak biji kapas, minyak zaitun, dan sebagainya. Tiap jenis minyak memiliki titik asap tertentu, yaitu suhu pada saat lemak dalam minyak terurai secara kimiawi. Akibatnya, timbul asap dan rasa tengik serta aroma kurang sedap. Minyak jagung, minyak kacang tanah dan minyak dari sayuran memiliki titik asap tinggi. Sebaliknya, minyak zaitun, mentega dan margarine memiliki titik asap rendah. Artinya, pada suhu tidak terlalu tinggi jenis-jenis minyak ini lemaknya sudah terurai (Rachmawati Iswandari, 2011)
Faktor suhu dalam pengolahan pangan baik di dalam perendaman, pengolahan maupun penyimpanan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir produk. Hasil penelitian Abubakar Tawali (2004) menunjukkan bahwa penyimpanan buah pada suhu rendah (dingin) yang dipertahankan dengan suhu konstan dapat memperpanjang mutu fisik buah – buahan dan nilai gizi vitamin C buah impor. Sedangkan penyimpanan pada suhu dingin dengan sesekali difluktuasikan atau diekspose pada suhu ruang menyebabkan penurunan mutu fisik – organoleptik dan nilai gizi lebih cepat dibandingkan suhu stabil. Penyimpanan pada suhu ruang/suhu kamar atau dibiarkan sesuai dengan suhu di
lingkungan menyebabkan penurunan mutu fisik – organolpetik dan nilai gizi sangat cepat dan diikuti proses pembusukan buah impor tersebut.
Pembekuan atau perlakuan dengan menggunakan suhu beku, menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel. Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan terjadi perubahan yang sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi aktifitas mikroorganisme dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan mungkin menyediakan Aw yang memungkinkan terjadinya beberapa aktifitas tersebut. Saat pembekuan, fraksi air yang tidak terbekukan dikurangi, sehingga dapat mencegah aktifitas mikrobia tersebut (Anonim,_____)
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Dharma Klaten pada bulan Juli sampai dengan Desember 2011. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kulit ikan patin hasil limbah fillet yang diambil dari Rumah Makan Boga Karenan, yang menjual sate ikan patin dan tidak menggunakan kulitnya. Kulit ikan patin diambil segera setelah ikan patin dipisahkan kepalanya dan difillet dalam bentuk kulit ikan basah . Kulit ikan yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan keripik kulit ikan patin harus dalam kondisi yang memenuhi syarat baik dari segi kesegarannya, ketebalannya maupun keuletannya.
Untuk menghasilkan keripik kulit ikan yang tidak lembek, kulit ikan mentah tersebut dibuat kaku (keras) terlebih dahulu, dengan cara perendaman
(2)
dalam air kapur sirih. Adapun air kapur sirih tersebut dibuat dengan cara melarutkan batu gamping secukupnya.
Supaya diperoleh keripik kulit ikan patin yang memliki cita rasa yang lezat, maka pada proses pembuatannya ditambahkan beberapa macam bumbu sebagai berikut: garam , bawang putih , ketumbar , air jeruk nipis , kunyit, air
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap , dengan 3 perlakuan yang dimaksud adalah suhu perendaman bumbu yang berbeda yaitu : Sk : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah
dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam suhu kamar selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
Sd : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam suhu dingin / referigator selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
v Sb : perlakuan dimana kulit ikan patin setelah dibumbui / direndam bumbu, disimpan dalam suhu beku / freezer selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan
Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 9 satuan percobaan
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah, Kadar Air dengan metoda Thermogravimetri, Kadar abu dengan pengabuan, Kadar Protein dengan metode Kjeldhal, Kadar Lemak dengan metode Soxhlet.
Secara garis besar, proses pengolahan kulit ikan mentah menjadi keripik kulit ikan patin, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengolahan. Setelah itu dilanjutkan dengan analisa kimia keripik kulit ikan patin yang terdiri dari Kadar
KULIT IKAN BASAH
Pencucian I Penirisan
Pengerasan dalam larutan kapur sirih selama 2 jam
Pencucian II
Penirisan
Penyiapan larutan bumbu (garam, bawang outih, ketumbar air jeruk nispis,
kunyit
Kulit ikan patin siap dibumbui
TAHAP PERSIAPAN
Gambar 1. Diagram Alir Tahap Persiapan
Pembuatan Keripik Klaten
Pemotongan 10 – 15 cm dengan gunting
Perendaman bumbu dengan suhu perlakuan
Suhu Dingin / D selama 2 jam
Larutan Bumbu Suhu Kamar / K
selama 2 jam Suhu Beku / BSelama 2 jam
Pengeringan/Pengovenan KULIT IKAN PATIN BERSIH
Analisa Kimia :
Kadar Air , Kadar Abu, Kadar Lemak dan Kadar Protein
Gambar 2. Diagram Alir Tahap Pengolahan
(3)
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi / ANAVA. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata menggunakan metoda DMRT.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Kadar Air
Kadar air sangat menentukan tektur atau kerenyahan pada produk keripik, termasuk keripik kulit ikan patin. Selain itu kadar air juga sangat berpengaruh terhadap daya simpan produk. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh secara nyata.
Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air keripik kulit ikan patin yang direndam dalam bumbu dengan suhu beku, relatif lebih tinggi (18,13%) dibandingkan perlakuan suhu dingin.
Sedangkan dengan perlakuan suhu kamar, kadar air keripik kulit ikan patin paling rendah (16,76%). Walaupun tidak berpengaruh secara nyata, namun secara kuantitatif rerata kadar air pada suhu beku yang tertinggi tersebut kemungkinan disebabkan karena proses thawing
0 % 10 % 20% Kadar Air
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku
16,76% 17,27%
18,13%
Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Air Keripik Kulit Ikan Patin
/ pencairan kembalinya belum optimal, sehingga pada proses pengovenan dengan waktu yang sama dengan perlakuan lainnya, kandungan air yang diuapkan masih belum maksimal.
2. Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin
Kadar abu diperoleh dari proses pemanasan dengan suhu tinggi sampai bahan organik seluruhnya hilang dan yang tersisa adalah abu, yang menunjukkan kandungan mineral atau zat – zat anorganik, yang juga dibutuhkan oleh tubuh.
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar abu keripik kulit ikan patin. Rerata kadar abu keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 4. Grafik yang menggambarkan rerata kadar abu keripik kulit ikan patin tersebut menunjukkan bahwa perlakuan suhu kamar, secara kuantitattif rerata kadar abu adalah paling tinggi (14,44%) dan semakin rendah suhunya kadar abu relatif menurun. Proses pengabuan dilakukan sampai kandungan air dalam bahan sudah habis. Sehingga perlakuan dengan suhu pada saat perendaman tidak berpengaruh nyata. Kadar abu lebih banyak dipengaruhi oleh suhu pada saat pengeringan/pengovenan atau dengan suhu panas. Kadar abu yang tinggi tersebut kemungkinan juga karena penetrasi zal calcium dari larutan kapur. Pada perendaman dengan suhu kamar, suhu relatif lebih tinggi dibanding dengan suhu dingin maupun suhu beku, yang memungkinkan pori – pori kulit ikan lebih terbuka, sehingga penetrasi kalsium lebih banyak
(4)
3. Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin Kadar protein pada daging ikan patin sangat tinggi menurut Khairul Amri dan Khairuman (2009) yaitu sekitar 68,6% . Protein yang sangat tinggi inilah menjadikan ikan patin merupakan sumber protein yang dapat diandalkan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein keripik kulit ikan patin. Rerata kadar protein keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 5
Gambar 5 tersebut menunjukkan bahwa walaupun secara statitstik tidak berpengaruh nyata, tetapi kadar protein dengan perendaman bumbu pada suhu beku secara kuantitatif mempunyai kadar protein yang paling tinggi yaitu 67,95%. Pembekuan atau perlakuan dengan menggunakan suhu beku, menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel.
Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan terjadi perubahan yang sangat besar (Anonim,_____) pada kondisi tersebut dimungkinkan terjadi denaturasi sehingga protein mengalami penguraian bentuk lebih sederhana dan lebih tersedia. Demikian juga pada perendaman pada suhu kamar, mempunyai suhu yang relatif tinggi dibanding dengan suhu dingin. Suhu sangat berpengaruh pada proses denaturasi maupun degradasi protein. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat terjadinya proses denaturasi protein yang dilanjutkan dengan terjadinya degradasi protein apabila tidak terkontrol. 4. Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin
Kadar lemak di dalam bahan, dapat mempengaruhi rasa bahan tersebut dan juga akan berpengaruh terhadap kandungan vitamin yang larut dalam lemak dan sangat dbutuhkan oleh tubuh. Ikan patin termasuk ikan – ikan yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik.
0 % 5 % 10 % Kadar Abu
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku
14,44 %
13,94 % 13,70%
15 %
Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin
0 % 15 % 30 %
Kadar Protein
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 65,46 %
61,80 %
67,95 %
45 %
Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin
60 % 75 %
(5)
Hasil analisa statistik kadar lemak keripik kulit ikan patin menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak keripik ikan patin. Gambar 6. menunjukkan kadar lemak keripik kulit ikan patin.
Penelitian ini hanya melakukan pengovenan tanpa penggorengan, dengan demikian kadar lemak yang dihasilkan adalah murni dari kadar lemak kulit ikan patin.
Muhamad Hafiz (2009) melaporkan bahwa rendemen daging merah bernilai 29, 20 % sedangkan rendemen daging putih bernilai 1.73 %. Daging merah terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh. Daging putih mempunyai kadar protein lebih tinggi dan kadar lemak lebih rendah dibandingkan dengan daging merah.
Rerata kadar lemak pada Gambar 6 tersebut dapat dilihat bahwa kadar lemak dengan perlakuan perendaman bumbu pada suhu kamar, mempunyai kadar lemak yang relatif lebih tinggi yaitu 40,09 % dibanding dengan perlakuan suhu yang lain. Lemak dan air merupakan zat yang sulit untuk menyatu, sehingga mudah sekali untuk dipisahkan. Kadar lemak yang relatif lebih tinggi pada perlakuan suhu kamar dimungkinkan karena kadar air pada suhu kamar (Gambar 3) paling rendah, sehingga secara proporsional kadar lemaknya juga lebih tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian kimia terhadap keripik kulit ikan patin dengan perbedaan suhu perendaman bumbu menunjukkan bahwa : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak berdasarkan hasil pengujian secara statistik tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu perendaman bumbu, walaupun secara kuantitatif rerata yang dihasilkan ada perbedaan. Secara rerata kuantitatif menunjukkan bahwa kadar protein yang lebih tinggi adalah pada perendaman bumbu dengan suhu beku.
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan warna larutan bumbu dengan perbedaan suhu dalam perendaman, walaupun jumlah bumbu dan air perendam sama. Perbedaan warna larutan tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan konsentrasi dalam larutan, yang akan berkaitan dengan penetrasi bumbu kedalam kulit ikan. Sehingga penelitian ini disarankan untuk dilanjutkan untuk melakukan pengujian sensoris dan tingkat penerimaan konsumen.
0 % 10 % 20 % Kadar Lemak
Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 40,09 %
31,37 %
36,98 %
30 %
Gambar 6. Grafik Rerata Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin 40 %
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Tawali, 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah Impor Yang dipasarkan di Sulawesi Selatan. Laporan penelitian kerja sama Indonesian Cold Chain Project dengan Jurusan Teknologi Pertanian Fapertahut. UNHAS. Web : www.scribd.com Anonim,_____. Pembekuan Bahan Pangan.
E-Learning Mata Kuliah Teknik Pendinginan bab 12 -13). Web : ipb.ac.id
Anonim , 2009. Ikan Patin Asap. Web : http:// arie,uptd.blogspot.com
Anonim a , 2010. Otak Ikan Mencegah Depresi. Web : http://www.portalokal.com. Diakses Agustus 2010.
_______ b, 2010. Budidaya Pembesaran Ikan Patin. PPUK, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia . Web : www.bi.go.id.
Anonim , 2012. Potensi Budidaya Kolam di Jawa Tengah. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010, Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya, Jakarta. Web : http://regionalinvestment.bkpm.go.id. Di posting 5 Maret 2012.
Aziz Hazaini , 2011. Peluang Ekspor Ikan Patin ke AS Terbuka Lebar. Web : agromet.com/arsip. Diakses tanggal 12 Desember 2011
BSN, 1996 . SNI No 1 – 4308, 1996 . Cara Uji Mutu Kerupuk Kulit. Badan Standar Nasional, Jakarta. Kemal Prihatman, 2000. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu dan Teknologi, Jakarta. Web : www.warintek.ristek.go.id
Rachmawati Iswandari, 2011. Tip Goreng Menggoreng Yang Tepat,Web : http:// id.shvoong.com . Diakses tanggal 7 Mei 2011