UJI KIMIA KERIPIK KULIT IKAN PATIN PANGA

(1)

DENGAN PERBEDAAN PERLAKUAN SUHU PERENDAMAN

A.T. Dyah Ernawati, M.S. * dan Aniek Wulandari*

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia keripik kulit ikan patin dengan perbedaan suhu saat perendaman bumbu. Melalui perbedaan metode perendaman akan diketahui suhu perendaman yang paling tepat untuk menghasilkan keripik kulit ikan patin yang mempunyai kandungan gizi yang baik.

Suhu perendaman yang digunakan adalah suhu kamar (Sk) , suhu dingin (Sd) dan suhu beku (Sb). Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi / ANAVA , apabila terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji beda nyata dengan menggunakan metoda DMRT.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh hasil pengujian kimia terhadap keripik kulit ikan patin sebagai berikut : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak yang tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu dalam perendaman bumbu. Secara rerata kuantitatif kadar protein lebih tinggi diperoleh pada perendaman suhu beku.

Kata Kunci : Suku, Perendaman, Analisis Variansi

PENDAHULUAN

Ikan  patin  yang  tergolong  ikan  air  tawar memberikan prospek yang  sangat bagus. Walaupun jenis ikan patin ini belum begitu diminati, khususnya di daerah Klaten. Hal ini dimungkinkan karena ikan patin  lebih  banyak  dijumpai  di  daerah  Sumatera Selatan dan Kalimantan sebagai hasil tangkapan lokal. Namun sejak diperkenalkan jenis Siam dari Thailand, maka ikan patin mulai dibudidayakan. Saat ini ikan patin menjadi salah satu komoditas unggulan dibidang perikanan. Ikan air tawar yang memiliki warna putih keabu-abuan  ini,  memiliki  cita  rasa  yang  khas  dan mengandung  protein  cukup  tinggi.  Disamping  itu kadar kolesterol yang ada dalam ikan patin sangatlah rendah, sehingga ikan ini banyak dipilih masyarakat untuk dikonsumsi karena aman bagi kesehatan.

Keberadaannya  di  Klaten  masih  langka,  dan umumnya  masyarakat  masih  lebih  menyukai  ikan gurame, lele, nila atau ikan air tawar yang lain, yang sudah  lebih  dulu  dikenal  masyarakat.  Selain  itu masyarakat  belum  memahami  kandungan  nilai  gizi ikan  patin  dan  manfaat  mengkonsumsi  ikan  patin. Kemungkinan  lain  masih  sangat  sedikit  petani  ikan di Klaten yang mengetahui cara pembudidayaannya, bahkan  juga  masih  sangat  sedikit  petani  ikan  yang mengetahui  keuntungan  yang  diperoleh  dari  usaha budidaya ikan patin dengan berbagai pengolahan.

Banyak  produk  olahan  ikan  patin  untuk santapan langsung ataupun produk olahan yang dapat memperpanjang  daya  simpan  dan  distribusinya, misalnya ikan patin bakar, sop ikan patin atau pindang ikan patin, ikan patin asap, bakso ikan patin, nugget


(2)

ikan patin juga sosis ikan patin. Produk olahan ikan patin yang hanya menggunakan dagingnya, tentu saja akan memberikan hasil limbah ikan patin, salah satu diantaranya kulit ikan patin. Pada umumnya kulit tidak banyak  digunakan,  tetapi  setelah  diketahui memberikan rasa yang spesifik dan enak orang mulai memanfaatkannya  dengan  membuat  keripik  ikan patin.

Kulit ikan patin mempunyai karakteristik yang khas,  agak  tebal  dan  ulet  atau  tidak  mudah  sobek, sehingga  apabila  dibuat  keripik,  bisa  memberikan bentuk dan tekstur yang menarik. Karakter fisik kulit ikan patin tersebut memungkinkan peresapan bumbu membutuhkan  waktu  yang  cukup  lama.    Selain  itu keripik  ikan  patin  bisa  diolah  dengan  cara  yang sederhana , akan tetapi seringkali masih memberikan tekstur yang kurang bagus, warna kurang cemerlang dan kadang masih menimbulkan bau amis apabila cara pengolahan kurang tepat.

Kandungan kimia dari keripik kulit ikan patin juga belum banyak diketahui, hal ini merupakan data pendukung  yang  cukup  baik  untuk  mempopulerkan keripik  kulit  ikan  patin.    Oleh  karena  itu  dalam penelitian ini akan dilakukan uji kimia keripik kulit ikan  patin  dengan    perbedaan  perlakuan  /  metode pembuatan keripik kulit ikan patin.

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai  komoditi  yang  berprospek  cerah,  karena memiliki  harga  jual  yang  tinggi.  Hal  inilah  yang menyebabkan  ikan  patin  mendapat  perhatian  dan diminati  oleh  para  pengusaha  untuk membudidayakannya.  Ikan  ini  cukup  responsif

Ikan  patin  biasanya  dipanen  setelah  umur  6 bulan. Pada saat tebar awal berat rata – rata 8 – 12 gram  /  ekor,  setelah  umur  6  bulan  dapat  mencapai 600 – 700 gram / ekor , (Kemal Prihatman , 2000). Produksi  ikan  patin  semula  hanya  ikan  patin  lokal tangkapan  yang  berasal  dari  perairan  umum  di beberapa  propinsi  di  Sumatera  dan  Kalimantan. Namun, saat ini produksi ikan patin sebagian besar adalah  hasil  budidaya,  terutama  sejak diperkenalkannya ikan patin jenis siam dari Thailand. Menurut data statistik produksi  ikan patin di Jawa Tengah tahun 2010 sebanyak 688 ton (Anonim, 2012) . Produksi ikan patin nasional pada tahun 2012 ditargetkan 651.000 ton, namun realisasi sampai akhir tahun 2012 diperkirakan hanya mencapai 250.000 ton atau  38,4  persen.  Rendahnya  produksi  patin  juga dipicu  oleh  lemahnya  penyerapan  pasar  dan  harga yang  tak  menentu.  Oleh  karena  itu  upaya mempopulerkan  ikan  patin  untuk  meningkatkan penyerapan pasar, terlebih untuk Jawa Tengah perlu dipacu.

Potensi ekonomi ikan patin salah satunya dapat dilihat  dengan  adanya  luas  perairan  umum  di Indonesia yang terdiri dari sungai, rawa, danau alam dan  buatan  seluas  hampir  mendekati  13  juta  ha  , merupakan  potensi  alam  yang  sangat  baik  bagi pengembangan  usaha  perikanan  di  Indonesia. Disamping  itu  banyak  potensi  pendukung  lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta dalam hal  permodalan,  program  penelitian  dalam  hal pembenihan,  penanganan  penyakit  dan  hama  dan penanganan pasca panen, penanganan budidaya serta adanya kemudahan dalam hal perizinan import.

Walaupun permintaan di tingkat pasaran lokal akan  ikan  patin  dan  ikan  air  tawar  lainnya  selalu mengalami pasang surut, namun dilihat dari jumlah hasil  penjualan  secara  rata-rata  selalu  mengalami


(3)

kenaikan dari tahun ke tahun. Apabila pasaran lokal ikan  patin  mengalami  kelesuan,  maka  akan  sangat berpengaruh terhadap harga jual baik di tingkat petani maupun  di  tingkat  grosir  di  pasar  ikan.  Selain  itu penjualan  benih  ikan  patin  boleh  dikatakan  hampir tidak  ada  masalah,  prospeknya  cukup  baik.  Selain adanya  potensi  pendukung  dan  faktor  permintaan komoditi perikanan untuk pasaran lokal, maka sektor perikanan merupakan salah satu peluang usaha bisnis yang cerah (Kemal Prihatman, 2000)

Komposisi  kimia  dari  berbagai  bahan  sangat berpengaruh  terhadap  kualitas  bahan  dan  hasil olahannya. Selain itu juga akan berpengaruh terhadap kesegaran maupun daya tahan ikan tersebut. Kadar air ikan patin 82,22 % , kadar air inilah yang sangat berpengaruh terhadap daya tahan dan kesegaran ikan patin.  Kadar  abu  ikan  patin  sebesar  0,74  % ,menggambarkan  banyaknya  mineral  yang  tidak terbakar  menjadi  zat  yang  tidak  menguap.  Kadar Protein ikan patin 14,53 % merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial. Sedangkan kadar lemak ikan patin adalah sebesar 1,09 % menunjukkan bahwa ikan patin merupakan ikan air tawar yang memiliki kadar lemak tinggi (Subagja, 2009).

Ikan juga mengandung asam lemak tak jenuh omega-3 jenis asam lemak dokosa heksaenoat (DHA) dan  eikosa  pentaenooat  (EPA)  sehingga  dapat mencegah  segenap  penyakit  yang  berhubungan dengan kolesterol. Omega 3 telah terbukti mencegah arteriosklerosis  yang  dapat  mencegah  penyakit jantung,  juga  meningkatkan  kecerdasan  otak  dan memperbaiki  penglihatan.

Kandungan gizi lain yang penting dari ikan dan produk laut adalah vitamin, terutama vitamin A, serta mineral penting seperti zat besi, kalsium, dan iodium. Iodium sangat mendukung  proses tumbuh kembang

anak,  mempengaruhi  perkembangan  otak  dan  juga mencegah penyakit gondok serta mencegah depresi. Seorang peneliti pemerintah yang telah lama meneliti tentang  kebiasaan  memakan  ikan  dari  orang-orang seluruh  dunia  menyimpulkan  bahwa  makin  banyak ikan yang konsumsi maka makin kecil pula mereka terkena resiko terkena Depresi. Hasil-hasil penelitian lainnya  juga  menunjukkan  bukti  bahwa  penderita depresi  cenderung  memiliki  kadar  lemak  omega-3 yang rendah di dalam darahnya (Anonim a, 2010) . Walaupun para peneliti ini belum sepenuhnya yakin akan hal tersebut, akan tetapi mereka merujuk kepada hasil  penyusun  lapisan  lemak  di  dalam  otak  yang terdiri  dari  omega  –  3.  Ikan  patin  termasuk  ikan  – ikan yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik

Selain rasanya yang enak, nilai protein daging patin  juga  tergolong  tinggi,  mencapai  68,6%. Kandungan gizi lainnya adalah lemak 5,8%, abu ,5%, dan  air  59,3%.  Berat  ikan  setelah  disiangi  sebesar 79,7%  dari  berat  awalnya,  sedangkan  fillet  yang diperoleh  dari  bobot  ikan  seberat  1-2  kg  mencapai 61,7%. Jumat, 13 November 2009 (Khairul Amri dan Khairuman, 2009)

Daging ikan patin tebal dan tidak banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40 - 50%. Selain itu ikan patin juga dapat hidup dan berkembang biak pada perairan yang tidak mengalir dengan  kandungan  oksigen  yang  rendah  serta pertumbuhannya  tergolong  cepat Akan  tetapi pemanfaatan ikan patin sebagai bahan pangan masih terbatas.  Berdasarkan  hal  ini,  perlu  dilakukan diversifikasi pengolahan terhadap komoditi ikan patin agar nilai ekonomi ikan ini meningkat. Tentunya harga jual ikan dalam bentuk olahan daging akan lebih tinggi dibandingkan  dengan  berupa  daging  mentah.


(4)

Penganekaragaman produk dengan bahan baku ikan air patin ini juga akan meningkatkan selera konsumen dan  akan  membantu  mensejahterakan  masyarakat (Aziz Hazaini, 2011).

Produk  –  produk  pengolahan  ikan  patin diantaranya  adalah  ikan  patin  asap  yang  banyak dihasilkan  oleh  propinsi  Sumatera  Selatan.  Secara tradisional  ikan  patin  telah  diolah  menjadi  produk asap.  Data dari Dinas Perikanan Propinsi Sumatera Selatan  tahun  1998  menyebutkan  bahwa  dari  total produksi  3.054.3  ton  ikan  patin,  telah  dihasilkan sebanyak  506.9  ton  ikan  asap.  Dengan  perkiraan rendemen  sebesar  40%,  maka  dari  jumlah  total produksi ikan patin, sebagian besar (45.9%) terserap untuk  produksi  ikan  asap.    Pada  akhir  proses pengasapan  ini  ikan  patin  asap  terlihat  berwarna coklat keemasan, berbau asap tajam dan cukup kering dengan  tekstur  yang  padat.  Ikan  asap  dengan spesifikasi  di  atas  siap  untuk  disajikan  (Anonim  , 2009)

Hampir  semua  bagian  ikan  patin  bisa dimanfaatkan. Melalui diversifikasi pengolahan ikan patin, akan dihasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Diversifikasi dalam komoditi ikan patin sedang gencar  diusahakan,  karena  komoditi  yang  memiliki harga daging berkisar Rp 14.000 – Rp 18.000 per kg ini  akan  lebih  menguntungkan  jika  dijual  dalam bentuk olahan daging, apalagi untuk ke arah ekspor. Peluang  Indonesia  untk  mengekspor  ke  luar  negeri terutama AS semakin tinggi. Hal ini karena AS tidak lagi  mengimpor  ikan  patin  dari  Vietnam  sebagai pemasok sebelumnya yang menjual ikan patin lebih murah.  Hal  ini  karena  AS  menemukan  40% kandungan air yang mempunyai zat pengikat di ikan patin Vietnam. Dalam jangka panjang, kandungan zat ini  bisa  membahayakan  kesehatan  manusia.  Oleh

karena  itu  ini  menjadi  kesempatan  emas  bagi Indonesia  menggantikan  posisi  Vietnam  (Aziz Hazaini,2011)

Bagi  kebanyakan  orang,  kulit  ikan  adalah limbah. Di industri fillet ikan patin, kulit ikan patin merupakan limbah yang biasanya dimusnahkan. Tapi kini dengan menggunakan teknologi yang sederhana kulit tersebut dapat dimanfaatkan menjadi makanan ringan berprotein tinggi, yang rasanya sesuai selera masyarakat.  Kulit  ikan  ternyata  dapat  dijadikan camilan baru berupa krupuk. Krupuk hasil kulit ikan ini tenyata banyak digemari oleh orang, karena cita rasanya yang seperti dengan daging ikan. Akan tetapi pemanfaatan  kulit hanya  untuk  kulit yang  memiliki ukuran yang tidak tebal. Untuk menghadapi kendala tersebut,  ternyata  telah  ditemukan  solusi  baru  dari pemanfaatan kulit  ikan yang  tebal. Kulit  ikan yang tebal ini dimanfaatkan untuk menjadi bahan alas kaki, seperti sandal dan sepatu. Selain itu kulit ikan ini juga akan  dijadikan  sebagai  aksesoris  yang  menarik. Penggunaan teknologi dalam proses ini tentunya tidak rumit,  hanya  seperti  pembuatan  krupuk  pada umumnya, (Anonim b, 2010)

Keripik merupakan produk olahan pangan dari nabati atau hewani berupa irisan atau lembaran tipis yang  diberi  bumbu  dan  memiliki  tekstur  renyah setelah  digoreng.  Jenis  keripik  yang  dikenal  dalam masyarakat  adalah  keripik  paru,  keripik  singkong, keripik pisang, keripik sukun, keripik salak, keripik nangka  dan  lain-lain.  Ciri  utama  keripik  adalah memiliki  tekstur  renyah,  artinya  jika  digigit produknya mudah patah. Syarat mutu keripik harus memiliki bau  dan warna  normal, rasa  khas, tekstur renyah, kadar air maksimal 6% b/b, asam lemak bebas (dihitung sebagai asam urat) maksimal 0,5% b/b , abu tanpa garam maksimal 1% b/b (BSN, 1996)


(5)

Kunci  utama  pembuatan  keripik  ada  pada tahapan perlakuan bahan dan proses penggorengan. Penggorengan  umumnya  menggunakan  minyak kelapa atau minyak sawit pada suhu 180 – 190 ° C. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambahan  rasa  gurih  dan  penambah  kalori makanan. Mutu minyak pangan juga ditentukan oleh komposisi kimia dan faktor fisik (Winarno, 1994).

Minyak goreng ada beberapa jenis. Ada yang terbuat dari bahan tumbuhan, seperti minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak sawit, minyak jagung, minyak  biji  kapas,  minyak  zaitun,  dan  sebagainya. Tiap jenis minyak memiliki titik asap tertentu, yaitu suhu  pada  saat  lemak dalam  minyak  terurai  secara kimiawi. Akibatnya, timbul asap dan rasa tengik serta aroma kurang sedap. Minyak jagung,  minyak kacang tanah  dan  minyak  dari  sayuran  memiliki  titik  asap tinggi.  Sebaliknya,  minyak  zaitun,    mentega  dan margarine memiliki titik asap rendah.  Artinya, pada suhu  tidak  terlalu  tinggi  jenis-jenis  minyak  ini lemaknya  sudah  terurai  (Rachmawati  Iswandari, 2011)

Faktor suhu dalam pengolahan pangan baik di dalam  perendaman,  pengolahan  maupun penyimpanan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir produk.  Hasil  penelitian Abubakar Tawali  (2004) menunjukkan  bahwa  penyimpanan  buah  pada  suhu rendah  (dingin)  yang  dipertahankan  dengan  suhu konstan  dapat  memperpanjang  mutu  fisik  buah  – buahan  dan  nilai  gizi  vitamin  C  buah  impor. Sedangkan  penyimpanan  pada  suhu  dingin  dengan sesekali  difluktuasikan  atau  diekspose  pada  suhu ruang  menyebabkan  penurunan  mutu  fisik  – organoleptik dan nilai gizi lebih cepat dibandingkan suhu  stabil.    Penyimpanan  pada  suhu  ruang/suhu kamar  atau  dibiarkan  sesuai  dengan  suhu  di

lingkungan  menyebabkan  penurunan  mutu  fisik  – organolpetik  dan  nilai  gizi  sangat  cepat  dan  diikuti proses pembusukan buah impor tersebut.

Pembekuan  atau  perlakuan  dengan menggunakan  suhu  beku,  menyebabkan  perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel. Setelah  pencairan  kembali,  struktur  bahan dimungkinkan terjadi perubahan  yang sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi  aktifitas  mikroorganisme  dan  enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan mungkin menyediakan Aw yang memungkinkan terjadinya beberapa aktifitas tersebut. Saat  pembekuan,  fraksi  air  yang  tidak  terbekukan dikurangi,  sehingga  dapat  mencegah  aktifitas mikrobia tersebut (Anonim,_____)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian  dilaksanakan  di  Laboratorium Terpadu  Fakultas  Teknologi  Pertanian  Universitas Widya Dharma Klaten pada bulan Juli sampai dengan Desember  2011.  Bahan  yang  digunakan  dalam penelitian adalah  kulit ikan patin hasil  limbah fillet yang diambil dari Rumah Makan Boga Karenan, yang menjual  sate  ikan  patin  dan  tidak  menggunakan kulitnya. Kulit ikan patin diambil segera setelah ikan patin dipisahkan kepalanya dan difillet dalam bentuk kulit ikan basah . Kulit  ikan yang dapat digunakan sebagai  bahan  dalam  pembuatan  keripik  kulit  ikan patin harus dalam kondisi yang memenuhi syarat baik dari  segi  kesegarannya,  ketebalannya  maupun keuletannya.

Untuk  menghasilkan  keripik  kulit  ikan  yang tidak lembek, kulit ikan mentah tersebut dibuat kaku (keras)  terlebih  dahulu,  dengan  cara  perendaman


(6)

dalam air kapur sirih. Adapun air kapur sirih tersebut dibuat  dengan  cara  melarutkan  batu  gamping secukupnya.

Supaya diperoleh keripik kulit ikan patin yang memliki  cita  rasa  yang  lezat,  maka  pada  proses pembuatannya ditambahkan beberapa macam bumbu sebagai berikut: garam  , bawang putih , ketumbar , air jeruk nipis , kunyit, air

Penelitian  ini menggunakan  Rancangan Acak Lengkap , dengan 3 perlakuan yang dimaksud adalah suhu perendaman bumbu yang berbeda yaitu :

 Sk  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam

suhu kamar selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan

 Sd  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam

suhu dingin / referigator selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan

v Sb  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam

suhu beku  /  freezer  selama  6  jam  sebelum ditiriskan dan dikeringkan

Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 9 satuan percobaan

Parameter  yang  diukur  dalam  penelitian  ini adalah, Kadar Air dengan metoda Thermogravimetri, Kadar abu dengan pengabuan, Kadar Protein dengan metode  Kjeldhal,  Kadar  Lemak  dengan  metode Soxhlet.

Secara garis besar, proses pengolahan kulit ikan mentah menjadi keripik kulit ikan patin, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengolahan.  Setelah  itu  dilanjutkan  dengan  analisa kimia keripik kulit ikan patin yang terdiri dari Kadar

KULIT IKAN BASAH Pencucian I Penirisan

Pengerasan dalam larutan kapur sirih selama 2 jam

Pencucian II

Penirisan

Penyiapan larutan bumbu (garam, bawang outih,  ketumbar air jeruk nispis, 

kunyit

Kulit ikan patin siap dibumbui

TAHAP PERSIAPAN

Gambar 1. Diagram Alir Tahap Persiapan

Pembuatan Keripik Klaten

Pemotongan 10 – 15 cm dengan gunting Perendaman bumbu dengan suhu perlakuan

Suhu Dingin / D  selama 2 jam

Larutan Bumbu Suhu Kamar / K 

selama 2 jam Suhu Beku / BSelama 2 jam Pengeringan/Pengovenan

KULIT IKAN PATIN BERSIH

Analisa Kimia :

Kadar Air , Kadar Abu, Kadar Lemak dan Kadar Protein


(7)

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi  / ANAVA. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata menggunakan metoda DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Kadar Air

Kadar air sangat menentukan tektur atau kerenyahan  pada  produk  keripik,  termasuk keripik kulit ikan patin. Selain itu kadar air juga sangat  berpengaruh  terhadap  daya  simpan produk.  Hasil  analisa  statistik  menunjukkan bahwa  perlakuan  suhu  pada  saat  perendaman tidak berpengaruh secara nyata.

Gambar 3 menunjukkan  bahwa kadar air keripik  kulit  ikan  patin  yang  direndam  dalam bumbu  dengan  suhu  beku,  relatif  lebih  tinggi (18,13%) dibandingkan perlakuan suhu dingin.

Sedangkan dengan perlakuan suhu kamar, kadar air keripik kulit ikan patin paling rendah (16,76%). Walaupun  tidak  berpengaruh  secara nyata, namun secara kuantitatif rerata kadar air pada  suhu  beku  yang  tertinggi  tersebut kemungkinan disebabkan karena proses thawing

0 % 10 % 20%

Kadar Air

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku

16,76% 17,27%

18,13%

Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Air Keripik Kulit Ikan Patin

/ pencairan kembalinya belum optimal, sehingga pada  proses  pengovenan  dengan  waktu  yang sama dengan perlakuan lainnya, kandungan air yang diuapkan masih belum maksimal.

2. Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin

Kadar  abu  diperoleh  dari  proses pemanasan  dengan  suhu  tinggi  sampai  bahan organik seluruhnya hilang dan yang tersisa adalah abu, yang menunjukkan kandungan mineral atau zat – zat anorganik, yang juga dibutuhkan oleh tubuh.

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan  suhu  pada  saat  perendaman  tidak berpengaruh  secara  nyata  terhadap  kadar  abu keripik kulit ikan patin. Rerata kadar abu keripik kulit  ikan  patin  dapat  dilihat  pada  Gambar  4. Grafik  yang  menggambarkan  rerata  kadar  abu keripik  kulit  ikan  patin  tersebut  menunjukkan bahwa perlakuan suhu kamar, secara kuantitattif rerata kadar abu adalah paling tinggi (14,44%) dan  semakin  rendah suhunya  kadar  abu  relatif menurun.  Proses  pengabuan  dilakukan  sampai kandungan  air  dalam  bahan  sudah  habis. Sehingga  perlakuan  dengan  suhu  pada  saat perendaman tidak berpengaruh nyata. Kadar abu lebih  banyak  dipengaruhi  oleh  suhu  pada  saat pengeringan/pengovenan  atau  dengan  suhu panas.  Kadar  abu  yang  tinggi  tersebut kemungkinan juga karena penetrasi zal calcium dari larutan kapur. Pada perendaman dengan suhu kamar, suhu relatif lebih tinggi dibanding dengan suhu  dingin  maupun  suhu  beku,  yang memungkinkan  pori  –  pori  kulit  ikan  lebih terbuka, sehingga penetrasi kalsium lebih banyak


(8)

3. Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin

Kadar  protein  pada  daging  ikan  patin sangat  tinggi  menurut  Khairul  Amri  dan Khairuman (2009) yaitu sekitar 68,6% . Protein yang sangat tinggi inilah menjadikan ikan patin merupakan  sumber  protein  yang  dapat diandalkan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa  perlakuan  perendaman  pada  bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap  kadar protein keripik  kulit ikan patin. Rerata kadar protein keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar  5  tersebut  menunjukkan  bahwa walaupun  secara  statitstik  tidak  berpengaruh nyata, tetapi kadar  protein dengan perendaman bumbu  pada  suhu  beku  secara  kuantitatif mempunyai kadar protein yang paling tinggi yaitu 67,95%.  Pembekuan  atau  perlakuan  dengan menggunakan  suhu  beku,  menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel.

Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan  terjadi  perubahan  yang  sangat besar  (Anonim,_____)  pada  kondisi  tersebut dimungkinkan terjadi denaturasi sehingga protein mengalami  penguraian  bentuk  lebih  sederhana dan  lebih  tersedia.  Demikian  juga  pada perendaman pada suhu kamar, mempunyai suhu yang relatif tinggi dibanding dengan suhu dingin. Suhu sangat berpengaruh pada proses denaturasi maupun degradasi protein. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat terjadinya proses denaturasi protein  yang  dilanjutkan  dengan  terjadinya degradasi protein apabila tidak terkontrol.

4. Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin

Kadar  lemak  di  dalam  bahan,  dapat mempengaruhi rasa bahan tersebut dan juga akan berpengaruh  terhadap kandungan  vitamin  yang larut  dalam  lemak  dan  sangat  dbutuhkan  oleh tubuh.  Ikan  patin  termasuk  ikan  –  ikan  yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik.

0 % 5 % 10 %

Kadar Abu

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku

14,44 %

13,94 % 13,70% 15 %

Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin

0 % 15 % 30 %

Kadar Protein

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 65,46 %

61,80 %

67,95 %

45 %

Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin

60 % 75 %


(9)

Hasil analisa statistik kadar lemak keripik kulit ikan  patin  menunjukkan  bahwa  perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak  keripik  ikan  patin.  Gambar  6. menunjukkan  kadar  lemak  keripik  kulit  ikan patin.

Penelitian  ini  hanya  melakukan pengovenan  tanpa  penggorengan,  dengan demikian  kadar  lemak  yang  dihasilkan  adalah murni dari kadar lemak kulit ikan patin.

Muhamad  Hafiz  (2009)    melaporkan bahwa  rendemen daging merah bernilai   29, 20 %  sedangkan  rendemen  daging  putih  bernilai 1.73  %.  Daging  merah  terdapat  di  sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh.  Daging  putih  mempunyai  kadar  protein lebih  tinggi  dan  kadar  lemak  lebih  rendah dibandingkan dengan daging merah.

Rerata  kadar  lemak  pada  Gambar  6 tersebut dapat dilihat bahwa kadar lemak dengan perlakuan perendaman bumbu pada suhu kamar, mempunyai kadar lemak yang relatif lebih tinggi yaitu 40,09 % dibanding dengan perlakuan suhu yang  lain.  Lemak  dan  air  merupakan  zat  yang sulit  untuk  menyatu,  sehingga  mudah  sekali untuk dipisahkan. Kadar lemak yang relatif lebih tinggi pada perlakuan suhu kamar dimungkinkan karena kadar air pada suhu kamar (Gambar 3) paling  rendah,  sehingga  secara  proporsional kadar lemaknya juga lebih tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan  hasil  pengujian  kimia  terhadap keripik  kulit  ikan  patin  dengan  perbedaan  suhu perendaman bumbu menunjukkan bahwa : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak berdasarkan hasil  pengujian  secara  statistik  tidak  dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu perendaman bumbu, walaupun secara kuantitatif rerata yang dihasilkan ada perbedaan.  Secara  rerata  kuantitatif  menunjukkan bahwa  kadar  protein  yang lebih  tinggi  adalah  pada perendaman bumbu dengan suhu beku.

Berdasarkan  hasil  pengamatan,  terjadi perubahan warna  larutan bumbu  dengan perbedaan suhu dalam perendaman, walaupun jumlah bumbu dan air perendam sama. Perbedaan warna larutan tersebut memungkinkan  terjadinya  perbedaan  konsentrasi dalam larutan, yang akan berkaitan dengan penetrasi bumbu  kedalam  kulit  ikan.  Sehingga  penelitian  ini disarankan  untuk  dilanjutkan  untuk  melakukan pengujian sensoris dan tingkat penerimaan konsumen.

0 % 10 % 20 %

Kadar Lemak

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku

40,09 %

31,37 %

36,98 % 30 %

Gambar 6. Grafik Rerata Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin

40 % 50 %


(10)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar  Tawali,  2004.  Pengaruh Suhu

Penyimpanan terhadap Mutu Buah Impor Yang dipasarkan di Sulawesi Selatan.  Laporan penelitian  kerja  sama  Indonesian  Cold  Chain Project  dengan  Jurusan  Teknologi  Pertanian Fapertahut. UNHAS. Web : www.scribd.com

Anonim,_____. Pembekuan Bahan Pangan

E-Learning Mata Kuliah Teknik Pendinginan bab 12 -13). Web : ipb.ac.id

Anonim  ,  2009. Ikan Patin Asap.  Web  :  http:// arie,uptd.blogspot.com

Anonim a , 2010. Otak Ikan Mencegah Depresi. Web :  http://www.portalokal.com.  Diakses Agustus 2010.

_______ b, 2010. Budidaya Pembesaran Ikan Patin. PPUK, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia . Web : www.bi.go.id.

Anonim  ,  2012. Potensi Budidaya Kolam di Jawa Tengah. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010,  Departemen  Kelautan  dan  Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya, Jakarta. Web  :  http://regionalinvestment.bkpm.go.id.  Di posting 5 Maret 2012.

Aziz Hazaini , 2011. Peluang Ekspor Ikan Patin ke AS Terbuka Lebar.  Web  :  agromet.com/arsip. Diakses tanggal 12 Desember 2011

BSN, 1996 . SNI No 1 – 4308, 1996 . Cara Uji Mutu Kerupuk Kulit. Badan Standar Nasional, Jakarta. Kemal  Prihatman,  2000. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius).  Kantor  Deputi Menegristek  Bidang  Pendayagunaan  dan Pemasyarakatan  Ilmu  dan  Teknologi,  Jakarta. Web :  www.warintek.ristek.go.id

Rachmawati  Iswandari,  2011.  Tip Goreng

Menggoreng Yang Tepat,Web  :    http:// id.shvoong.com  . Diakses tanggal 7 Mei 2011


(1)

Kunci  utama  pembuatan  keripik  ada  pada tahapan perlakuan bahan dan proses penggorengan. Penggorengan  umumnya  menggunakan  minyak kelapa atau minyak sawit pada suhu 180 – 190 ° C. Minyak berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambahan  rasa  gurih  dan  penambah  kalori makanan. Mutu minyak pangan juga ditentukan oleh komposisi kimia dan faktor fisik (Winarno, 1994).

Minyak goreng ada beberapa jenis. Ada yang terbuat dari bahan tumbuhan, seperti minyak kelapa, minyak kacang tanah, minyak sawit, minyak jagung, minyak  biji  kapas,  minyak  zaitun,  dan  sebagainya. Tiap jenis minyak memiliki titik asap tertentu, yaitu suhu  pada  saat  lemak dalam  minyak  terurai  secara kimiawi. Akibatnya, timbul asap dan rasa tengik serta aroma kurang sedap. Minyak jagung,  minyak kacang tanah  dan  minyak  dari  sayuran  memiliki  titik  asap tinggi.  Sebaliknya,  minyak  zaitun,    mentega  dan margarine memiliki titik asap rendah.  Artinya, pada suhu  tidak  terlalu  tinggi  jenis-jenis  minyak  ini lemaknya  sudah  terurai  (Rachmawati  Iswandari, 2011)

Faktor suhu dalam pengolahan pangan baik di dalam  perendaman,  pengolahan  maupun penyimpanan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir produk.  Hasil  penelitian Abubakar Tawali  (2004) menunjukkan  bahwa  penyimpanan  buah  pada  suhu rendah  (dingin)  yang  dipertahankan  dengan  suhu konstan  dapat  memperpanjang  mutu  fisik  buah  – buahan  dan  nilai  gizi  vitamin  C  buah  impor. Sedangkan  penyimpanan  pada  suhu  dingin  dengan sesekali  difluktuasikan  atau  diekspose  pada  suhu ruang  menyebabkan  penurunan  mutu  fisik  – organoleptik dan nilai gizi lebih cepat dibandingkan suhu  stabil.    Penyimpanan  pada  suhu  ruang/suhu kamar  atau  dibiarkan  sesuai  dengan  suhu  di

lingkungan  menyebabkan  penurunan  mutu  fisik  – organolpetik  dan  nilai  gizi  sangat  cepat  dan  diikuti proses pembusukan buah impor tersebut.

Pembekuan  atau  perlakuan  dengan menggunakan  suhu  beku,  menyebabkan  perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel. Setelah  pencairan  kembali,  struktur  bahan dimungkinkan terjadi perubahan  yang sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi  aktifitas  mikroorganisme  dan  enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan mungkin menyediakan Aw yang memungkinkan terjadinya beberapa aktifitas tersebut. Saat  pembekuan,  fraksi  air  yang  tidak  terbekukan dikurangi,  sehingga  dapat  mencegah  aktifitas mikrobia tersebut (Anonim,_____)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian  dilaksanakan  di  Laboratorium Terpadu  Fakultas  Teknologi  Pertanian  Universitas Widya Dharma Klaten pada bulan Juli sampai dengan Desember  2011.  Bahan  yang  digunakan  dalam penelitian adalah  kulit ikan patin hasil  limbah fillet yang diambil dari Rumah Makan Boga Karenan, yang menjual  sate  ikan  patin  dan  tidak  menggunakan kulitnya. Kulit ikan patin diambil segera setelah ikan patin dipisahkan kepalanya dan difillet dalam bentuk kulit ikan basah . Kulit  ikan yang dapat digunakan sebagai  bahan  dalam  pembuatan  keripik  kulit  ikan patin harus dalam kondisi yang memenuhi syarat baik dari  segi  kesegarannya,  ketebalannya  maupun keuletannya.

Untuk  menghasilkan  keripik  kulit  ikan  yang tidak lembek, kulit ikan mentah tersebut dibuat kaku (keras)  terlebih  dahulu,  dengan  cara  perendaman


(2)

dalam air kapur sirih. Adapun air kapur sirih tersebut dibuat  dengan  cara  melarutkan  batu  gamping secukupnya.

Supaya diperoleh keripik kulit ikan patin yang memliki  cita  rasa  yang  lezat,  maka  pada  proses pembuatannya ditambahkan beberapa macam bumbu sebagai berikut: garam  , bawang putih , ketumbar , air jeruk nipis , kunyit, air

Penelitian  ini menggunakan  Rancangan Acak Lengkap , dengan 3 perlakuan yang dimaksud adalah suhu perendaman bumbu yang berbeda yaitu :  Sk  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah

dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam suhu kamar selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan

 Sd  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam suhu dingin / referigator selama 6 jam sebelum ditiriskan dan dikeringkan

v Sb  :  perlakuan  dimana  kulit  ikan  patin  setelah dibumbui  /  direndam  bumbu,  disimpan  dalam suhu beku  /  freezer  selama  6  jam  sebelum ditiriskan dan dikeringkan

Masing – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 9 satuan percobaan

Parameter  yang  diukur  dalam  penelitian  ini adalah, Kadar Air dengan metoda Thermogravimetri, Kadar abu dengan pengabuan, Kadar Protein dengan metode  Kjeldhal,  Kadar  Lemak  dengan  metode Soxhlet.

Secara garis besar, proses pengolahan kulit ikan mentah menjadi keripik kulit ikan patin, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengolahan.  Setelah  itu  dilanjutkan  dengan  analisa kimia keripik kulit ikan patin yang terdiri dari Kadar

KULIT IKAN BASAH

Pencucian I Penirisan

Pengerasan dalam larutan kapur sirih selama 2 jam

Pencucian II

Penirisan

Penyiapan larutan bumbu (garam, bawang outih,  ketumbar air jeruk nispis, 

kunyit

Kulit ikan patin siap dibumbui

TAHAP PERSIAPAN

Gambar 1. Diagram Alir Tahap Persiapan

Pembuatan Keripik Klaten

Pemotongan 10 – 15 cm dengan gunting

Perendaman bumbu dengan suhu perlakuan

Suhu Dingin / D  selama 2 jam

Larutan Bumbu Suhu Kamar / K 

selama 2 jam Suhu Beku / BSelama 2 jam

Pengeringan/Pengovenan KULIT IKAN PATIN BERSIH

Analisa Kimia :

Kadar Air , Kadar Abu, Kadar Lemak dan Kadar Protein

Gambar 2. Diagram Alir Tahap Pengolahan


(3)

Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan Analisis Variansi  / ANAVA. Apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata menggunakan metoda DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisa Kadar Air

Kadar air sangat menentukan tektur atau kerenyahan  pada  produk  keripik,  termasuk keripik kulit ikan patin. Selain itu kadar air juga sangat  berpengaruh  terhadap  daya  simpan produk.  Hasil  analisa  statistik  menunjukkan bahwa  perlakuan  suhu  pada  saat  perendaman tidak berpengaruh secara nyata.

Gambar 3 menunjukkan  bahwa kadar air keripik  kulit  ikan  patin  yang  direndam  dalam bumbu  dengan  suhu  beku,  relatif  lebih  tinggi (18,13%) dibandingkan perlakuan suhu dingin.

Sedangkan dengan perlakuan suhu kamar, kadar air keripik kulit ikan patin paling rendah (16,76%). Walaupun  tidak  berpengaruh  secara nyata, namun secara kuantitatif rerata kadar air pada  suhu  beku  yang  tertinggi  tersebut kemungkinan disebabkan karena proses thawing

0 % 10 % 20% Kadar Air

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku

16,76% 17,27%

18,13%

Gambar 3. Grafik Rerata Kadar Air Keripik Kulit Ikan Patin

/ pencairan kembalinya belum optimal, sehingga pada  proses  pengovenan  dengan  waktu  yang sama dengan perlakuan lainnya, kandungan air yang diuapkan masih belum maksimal.

2. Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin

Kadar  abu  diperoleh  dari  proses pemanasan  dengan  suhu  tinggi  sampai  bahan organik seluruhnya hilang dan yang tersisa adalah abu, yang menunjukkan kandungan mineral atau zat – zat anorganik, yang juga dibutuhkan oleh tubuh.

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan  suhu  pada  saat  perendaman  tidak berpengaruh  secara  nyata  terhadap  kadar  abu keripik kulit ikan patin. Rerata kadar abu keripik kulit  ikan  patin  dapat  dilihat  pada  Gambar  4. Grafik  yang  menggambarkan  rerata  kadar  abu keripik  kulit  ikan  patin  tersebut  menunjukkan bahwa perlakuan suhu kamar, secara kuantitattif rerata kadar abu adalah paling tinggi (14,44%) dan  semakin  rendah suhunya  kadar  abu  relatif menurun.  Proses  pengabuan  dilakukan  sampai kandungan  air  dalam  bahan  sudah  habis. Sehingga  perlakuan  dengan  suhu  pada  saat perendaman tidak berpengaruh nyata. Kadar abu lebih  banyak  dipengaruhi  oleh  suhu  pada  saat pengeringan/pengovenan  atau  dengan  suhu panas.  Kadar  abu  yang  tinggi  tersebut kemungkinan juga karena penetrasi zal calcium dari larutan kapur. Pada perendaman dengan suhu kamar, suhu relatif lebih tinggi dibanding dengan suhu  dingin  maupun  suhu  beku,  yang memungkinkan  pori  –  pori  kulit  ikan  lebih terbuka, sehingga penetrasi kalsium lebih banyak


(4)

3. Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin Kadar  protein  pada  daging  ikan  patin sangat  tinggi  menurut  Khairul  Amri  dan Khairuman (2009) yaitu sekitar 68,6% . Protein yang sangat tinggi inilah menjadikan ikan patin merupakan  sumber  protein  yang  dapat diandalkan. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa  perlakuan  perendaman  pada  bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap  kadar protein keripik  kulit ikan patin. Rerata kadar protein keripik kulit ikan patin dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar  5  tersebut  menunjukkan  bahwa walaupun  secara  statitstik  tidak  berpengaruh nyata, tetapi kadar  protein dengan perendaman bumbu  pada  suhu  beku  secara  kuantitatif mempunyai kadar protein yang paling tinggi yaitu 67,95%.  Pembekuan  atau  perlakuan  dengan menggunakan  suhu  beku,  menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es di dalam sel.

Setelah pencairan kembali, struktur bahan dimungkinkan  terjadi  perubahan  yang  sangat besar  (Anonim,_____)  pada  kondisi  tersebut dimungkinkan terjadi denaturasi sehingga protein mengalami  penguraian  bentuk  lebih  sederhana dan  lebih  tersedia.  Demikian  juga  pada perendaman pada suhu kamar, mempunyai suhu yang relatif tinggi dibanding dengan suhu dingin. Suhu sangat berpengaruh pada proses denaturasi maupun degradasi protein. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat terjadinya proses denaturasi protein  yang  dilanjutkan  dengan  terjadinya degradasi protein apabila tidak terkontrol. 4. Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin

Kadar  lemak  di  dalam  bahan,  dapat mempengaruhi rasa bahan tersebut dan juga akan berpengaruh  terhadap kandungan  vitamin  yang larut  dalam  lemak  dan  sangat  dbutuhkan  oleh tubuh.  Ikan  patin  termasuk  ikan  –  ikan  yang berlemak, sehingga potensi gizinya sangat baik.

0 % 5 % 10 % Kadar Abu

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku

14,44 %

13,94 % 13,70%

15 %

Gambar 4. Grafik Rerata Kadar Abu Keripik Kulit Ikan Patin

0 % 15 % 30 %

Kadar Protein

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 65,46 %

61,80 %

67,95 %

45 %

Gambar 5. Grafik Rerata Kadar Protein Keripik Kulit Ikan Patin

60 % 75 %


(5)

Hasil analisa statistik kadar lemak keripik kulit ikan  patin  menunjukkan  bahwa  perlakuan perendaman pada bumbu dengan perbedaan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap kadar lemak  keripik  ikan  patin.  Gambar  6. menunjukkan  kadar  lemak  keripik  kulit  ikan patin.

Penelitian  ini  hanya  melakukan pengovenan  tanpa  penggorengan,  dengan demikian  kadar  lemak  yang  dihasilkan  adalah murni dari kadar lemak kulit ikan patin.

Muhamad  Hafiz  (2009)    melaporkan bahwa  rendemen daging merah bernilai   29, 20 %  sedangkan  rendemen  daging  putih  bernilai 1.73  %.  Daging  merah  terdapat  di  sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh.  Daging  putih  mempunyai  kadar  protein lebih  tinggi  dan  kadar  lemak  lebih  rendah dibandingkan dengan daging merah.

Rerata  kadar  lemak  pada  Gambar  6 tersebut dapat dilihat bahwa kadar lemak dengan perlakuan perendaman bumbu pada suhu kamar, mempunyai kadar lemak yang relatif lebih tinggi yaitu 40,09 % dibanding dengan perlakuan suhu yang  lain.  Lemak  dan  air  merupakan  zat  yang sulit  untuk  menyatu,  sehingga  mudah  sekali untuk dipisahkan. Kadar lemak yang relatif lebih tinggi pada perlakuan suhu kamar dimungkinkan karena kadar air pada suhu kamar (Gambar 3) paling  rendah,  sehingga  secara  proporsional kadar lemaknya juga lebih tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan  hasil  pengujian  kimia  terhadap keripik  kulit  ikan  patin  dengan  perbedaan  suhu perendaman bumbu menunjukkan bahwa : kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak berdasarkan hasil  pengujian  secara  statistik  tidak  dipengaruhi secara nyata oleh perbedaan suhu perendaman bumbu, walaupun secara kuantitatif rerata yang dihasilkan ada perbedaan.  Secara  rerata  kuantitatif  menunjukkan bahwa  kadar  protein  yang lebih  tinggi  adalah  pada perendaman bumbu dengan suhu beku.

Berdasarkan  hasil  pengamatan,  terjadi perubahan warna  larutan bumbu  dengan perbedaan suhu dalam perendaman, walaupun jumlah bumbu dan air perendam sama. Perbedaan warna larutan tersebut memungkinkan  terjadinya  perbedaan  konsentrasi dalam larutan, yang akan berkaitan dengan penetrasi bumbu  kedalam  kulit  ikan.  Sehingga  penelitian  ini disarankan  untuk  dilanjutkan  untuk  melakukan pengujian sensoris dan tingkat penerimaan konsumen.

0 % 10 % 20 % Kadar Lemak

Suhu Kamar Suhu Dingin Suhu Beku 40,09 %

31,37 %

36,98 %

30 %

Gambar 6. Grafik Rerata Kadar Lemak Keripik Kulit Ikan Patin 40 %


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar  Tawali,  2004.  Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah Impor Yang dipasarkan di Sulawesi Selatan.  Laporan penelitian  kerja  sama  Indonesian  Cold  Chain Project  dengan  Jurusan  Teknologi  Pertanian Fapertahut. UNHAS. Web : www.scribd.com Anonim,_____. Pembekuan Bahan Pangan

E-Learning Mata Kuliah Teknik Pendinginan bab 12 -13). Web : ipb.ac.id

Anonim  ,  2009. Ikan Patin Asap.  Web  :  http:// arie,uptd.blogspot.com

Anonim a , 2010. Otak Ikan Mencegah Depresi. Web :  http://www.portalokal.com.  Diakses Agustus 2010.

_______ b, 2010. Budidaya Pembesaran Ikan Patin. PPUK, Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Bank Indonesia . Web : www.bi.go.id.

Anonim  ,  2012. Potensi Budidaya Kolam di Jawa Tengah. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010,  Departemen  Kelautan  dan  Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budiaya, Jakarta. Web  :  http://regionalinvestment.bkpm.go.id.  Di posting 5 Maret 2012.

Aziz Hazaini , 2011. Peluang Ekspor Ikan Patin ke AS Terbuka Lebar.  Web  :  agromet.com/arsip. Diakses tanggal 12 Desember 2011

BSN, 1996 . SNI No 1 – 4308, 1996 . Cara Uji Mutu Kerupuk Kulit. Badan Standar Nasional, Jakarta. Kemal  Prihatman,  2000. Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius).  Kantor  Deputi Menegristek  Bidang  Pendayagunaan  dan Pemasyarakatan  Ilmu  dan  Teknologi,  Jakarta. Web :  www.warintek.ristek.go.id

Rachmawati  Iswandari,  2011.  Tip Goreng Menggoreng Yang Tepat,Web  :    http:// id.shvoong.com  . Diakses tanggal 7 Mei 2011