SIMPULAN DAN SARAN Kajian cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai agens hayati terhadap rayap Macrotermes gilvus hagen (Isoptera: Termitidae) pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Siebeneicher SR, Vinson SB, Kenerley CM. 1992. Infection of the red imported fire ant by Beauveria bassiana through various routes of exposure. J. Inverterbrate pathology 59:280-285. Soetopo D, Indrayani I. 2009 Status teknologi dan prospek Beauveria bassiana untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang ramah lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.[Google 20 Juni 2009. Southwood TRE. 1975. Ecological methodology: With particular refference to the study of insect population. Chapman and Hall. London. Sornnuwat YC. 1996. Studiet on damage of contruction caused by subterranean termites and its control in thailand. royal forest departement. Bangkok. Strack BH. 2003. Biological control of termites by the fungal entomopathogen Metarhiziun anisopliae, urban entomology laboratory university of Toronto. [Google: 20 Desember 2008]. Sudohadi Y. 2001. Current Termite Management in Indonesia.TRG 1, Pacific Rim Termite Research Group; Malaysia, 8-9 March. Su NY, Ban PM, Scheffrahn RH. 1991. Evaluation of twelve dyes marker for population studies of the eastern and Formosan subteranean termites Isoptera: Rhinotermitidae. Sociobiology 19:349-362. Su NY, Tamashiro, JR Yates, HavertyMI. 1984. Foraging Behavior of the Formosan Subterranean Termite Isoptera: Rhinotermitidae. Environ Entomo Vol 13. Su NY. 1994. Field Evalution of A Hexaflumuron Bait for Popultion Suppresion of Subterranean Termites Isoptera: Rhinotermitidae. J Economic Entomology No. 87:389-397. USA. Susilo B. 2006 Biodisel.Pemanfaatan Biji Jarak Pagar sebagai Alternatif Bahan Bakar. Trubus Agrisarana. Surabaya. Tho YP. 1992. Termite of Paninsular Malaysia. Malayan Forest Records 36:1- 224 Thapa RS. 1981. Termites of Sabah India: Entomology Branh Forest Researh Institute and Colleges Dehradun. Tambunan B, Nandika D. 1989.Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis.Pusat Antar Universitas Bioteknologi- Institut Pertanian Bogor. Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. New York: Akademic Press, Inc hlm 459-483. Tarumingkeng RC. 1993. Biologi dan Perilaku Rayap. Makalah Seminar Pengendalian Hama Berwawasan Lingkungan sebagai Pendukung Pembangunan Nasional.IPPHAMI Dirjen PPM PLP Depkes, Jakarta. Tarumingkeng RC. 2001.Biologi dan Perilaku Rayap. http: tumoutou.net biologi_ dan _perilaku_Rayap. htm. PSIH . IPB [7 Februari 2008] Tarumingkeng RC. 2004. Pengenalan Rayap Perusak Kayu yang Penting di Indonesia, Manajemen Deteriorasi Hasil Hutan [19 Juli 2009] Varela A, Morales E. 1996. Characterization of some Beauveria bassianaisolate and their virulence toward the coffee berry borer Hypothenemus hampei, L. JInvert Pathol 67: 147-152. ABSTRACT MUHAMMAD SAYUTHI.Study of Entomopathogenic Fungus Metarhizium brunneum Petch as Biocontrol Agent Against Macrotermes gilvus Hagen Isoptera: Termitidae in Castor Jatropha curcas L. Plantantion. Under Supervision of TEGUH SANTOSO, IDHAM SAKTI HARAHAP and UTOMO KARTOSUWONDO. Macrotermes gilvus Hagen is primary pest of castor Jatropha curcas L., as the termites can damage roots and stems. The purposes of this research were: 1 to estimate population size of colony in field stations at KIJP Pakuwon, 2 to study M. gilvus foraging range, 3 to study the symptomatology and lethal time of M. brunneum as biocontrol agent to M. gilvus in the laboratory, 4 to study the effectiveness of the M. brunneum Petch as biological control agents against M. gilvus in KIJP Pakuwon. The study was conducted from November 2009 to October 2010 in the insect pathology laboratory and insect taxonomy laboratory Departement of Plant Protection, Bogor Agricultural University IPB, Zoology Laboratory LIPI Cibinong and in the KIJP Pakuwon. Laboratory test was designed using Completely Randomized Design CRD and the data were subject to probit analysis. Triple mark recapture methods were used to estimate termite population in the field. In the laboratorium the effective density of conidia as biotermiticide was 1,21x10 6 konidiamL, and this led to mortality of M. gilvus up to 85,45, while the density of 1,08x10 6 conidiamL resulting in mortality of 78,63. The suspension of fungi at density 1,21x10 6 conidiamL was poured at each experimental station 150 mLstation. The result showed that in block I 15.210 m 2 , block II 5.700 m 2 , block III 27.000 m 2 , 8, 1 and 15 termite colonies have been detected respectively from which, 150.388, 59.219, and 149.459 individus were found. In block I, the termites maximum foraging range as far as 140,5 m, as compared to 140 m in block III. In all blocks, we noted the significant decrease of termite population after application of M. brunneum, from initial population 359.066 individus to 15.015 individus. Keywords: M. brunneum, M. gilvus, foraging range, effectiveness, triple mark recapture technique. RINGKASAN MUHAMMAD SAYUTHI. Kajian Cendawan Entomopatogen Metarhizium brunneum Petch sebagai Agens Hayati terhadap Rayap Macrotermes gilvus Hagen Isoptera: Termitidae pada Tanaman Jarak Pagar Jatropha curcas L. .Di bawah bimbingan TEGUH SANTOSO, IDHAM SAKTI HARAHAP dan UTOMO KARTOSUWONDO. Rayap Macrotermes gilvus Hagen merupakan salah satuhama penting tanaman jarak pagar yang merusak sistem perakaran pada pangkal batang tanaman, dan mengakibatkan tanaman terluka, patah dan akhirnya mati. Serangan hama ini semakin lama semakin meningkat hingga meluas pada tanaman sehat lainnya.Selama ini pengendalian rayap di KIJP Pakuwon dilakukan dengan menggunakan insektisida yang disiramkan disekitar perakaran tanaman yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.Oleh karena itudiperlukancarapengendalian lain yang ramah lingkungandengan memanfaatkan agens hayati. Cendawan entomopatogen Metarhizium brunneum mempunyai patogenisitas lebih tinggi dibandingkan beberapa cendawan entomopatogen lainuntuk mengendalikan hama ordo Isoptera. Informasi mengenai pemanfaatan cendawan M. brunneum sebagai agens biokontrol yang berpotensi terhadap hama rayap M. gilvuspada tanaman jarak pagar belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan: 1 Menduga ukuran populasi koloni rayap M. gilvus dari setiap koloni pada stasiun pengamatan di KIJP Pakuwon, 2 Mempelajari daya jelajah rayap M.gilvus di KIJP Pakuwon, 3 Mempelajari simtomatologi dan waktu kematian rayap M. gilvussetelah diinfeksi oleh cendawan M. brunneum sebagai biotermitisida di laboratorium, 3 Mempelajari keefektifan cendawan M. brunneum sebagai agens biokontrol terhadap hama rayap M. gilvuspada tanaman jarak pagar di KIJP Pakuwon.Penelitian ini dilakukan di laboratorium Patologi Serangga, Laboratorium Taxonomi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong dan di Kebun Induk Jarak Pagar KIJP Pakuwon Sukabumi Jawa Barat,sejak bulanNopember 2009 sampai Oktober 2010. Rancangan acak lengkap RAL digunakan untuk penelitian laboratorium sedangkan metode triple mark recapture technique untuk penelitian di lapangan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa spesies rayap M. gilvussebagai hama dominan di KIJP Pakuwon. Di Blok I dengan luas areal 15.210 m 2 didapatkan 8 koloni dengan jumah 150.388 individu. Di Blok II dengan luas areal 5.700 m 2 didapatkan 1 koloni dengan jumlah 59.219 individu. Di Blok III dengan luas areal 27.000 m 2 didapatkan 15 koloni dengan jumlah 149.459 individu. Daya jelajah maksimum yang di lepas dari blok II, dan seminggu kemudian diamati pada blok I, sejauh 140,5 m dan pada blok III sejauh 140 m. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kerapatan konidia1,21x10 6 konidiamL mampu menghasilkan mortalitas rayap M. gilvus hingga mencapai 85,45, dibandingkan 1,08x10 6 konidiamL yang menghasilkan mortalitas 78,63. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan konidiasemakin meningkat mortalitas rayap. Untuk aplikasi Lapangan di KIJP Pakuwon digunakan kerapatan 1,21x10 6 konidiamL. Setelah aplikasi cendawan M. brunneum dengan kerapatan konidia 1,21x10 6 mL, ukuran populasi koloni rayap M. gilvus menjadi 15.015 individu, dengan rincian sebagai berikut: blok I 4.385 individu, blok II2.595 individu dan blokIII 8.037 individu atau terjadi penurunan ukuran populasi koloni hingga mencapai 95,48 dibandingkan ukuran populasi koloni awal 100 dan tersisa 4,12. Hal ini membuktikan bahwa cendawan M. brunneum efektif sebagai agens biokontrol terhadap rayap M. gilvus.

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak dari fosil, namun dengan meningkatnya penduduk dan industri diperkirakan sepuluh tahun mendatangakan menjadi negara pengimpor bahan bakar minyak bumi. Oleh karenanya pemerintah perlu memikirkan alternatif pengganti bahan bakar minyak bukan darifosil tetapi berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia Hendriadi et al. 2005. Salah satu sumber energi alternatif yang dapat terbarukan adalah biodisel dari tanaman jarak pagar Jatropha curcas L. yang hanya digunakan sebagai sumber bahan bakar Mahmud et al. 2006.Beberapa keunggulan biodisel dari tanaman jarak pagar yaitu tidak mengandung sulfur, tidak beraroma, dapat diperbaharui, ramah lingkungan, aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun, meningkatkan nilai produk pertanian, menurunnya ketergantungan suplai minyak dari negara asing, dan mudah terurai oleh mikroorganisme Susilo 2006. Tingkat produktivitas jarak pagar sangat tergantung dari cara pemeliharaan, lingkungan, sumber benih, ada tidaknya serangan hama dan penyakit. Produktivitas jarak pagar di berbagai negara, yaitu Nicaragua 5 ton ha, Paraguay 4 tonha dan Mali 2,8 tonha Henning Reinhard 2000. Indonesia diperkirakan mampu menghasilkan produktivitas hingga 5 ton biji keringha Hasnam 2006. Permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis jarak pagar adalah belum tersedianya varietas unggul, ketersediaan benih sangat terbatas, teknik budidayanya belum memadai, dan adanya serangan hama dan penyakit Asbani et al . 2007. Salah satu hama penting yang merusak tanaman jarak pagar adalah rayap Macrotermes gilvus Hagen, yang merusak mulai dari akarhingga pada batang tanaman Tarumingkeng 2001. Hasil pengamatan di Kebun Induk Jarak Pagar KIJP Pakuwon menunjukkan bahwa tingkat serangan hama rayap M. gilvus terhadap tanaman jarak pagar mencapai 15 sampai 24 dengan rata-rata 16,33. Menurut informasi dari penanggung jawab KIJP Pakuwon,jarak pagar yang ditanamdengan menggunakan stek ukuran 30 cm di permukaan tanah, 60 sampai 80 terserang rayap M. gilvus hingga mengalami kematian. Hama ini merusak bagian pangkal akar hingga batang tanaman dengan membuat tabung kembara dari bahan tanah yang ditempelkan pada batang tanaman atau dengan cara masuk ke dalam jaringan tanaman hinggahanyalapisan epidermisyang tersisa. Kondisi ini mengakibatkan tanaman menjadi patah, roboh dan mengalami kematian. Semakin lama intensitas serangannya semakin meningkat hingga pada tanaman sehat lainnya. Oleh karenanya walaupuntingkat serangan hama ini kurang dari 10 tetapi harus segera dilakukan pengendalian agar tidak menyebar kepada tanaman lain, sehingga hasil produksi tetap maksimal Asbani et al. 2007.Selama ini pengendalian rayap di KIJP Pakuwon menggunakan termitisida sintetik dengan caradisiramkan sekitar perakaran tanaman yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan keracunan bagi pengguna Oka 2005. Keberadaan agens hayati secara alami yang telah ada di KIJP Pakuwon kurang memberikan dampak positif terhadap rayap hama M. gilvus. Oleh karena itu perlu pengendaliancaralain seperti pemanfaatan agens hayati yang mungkin dapat diterapkan di KIJP Pakuwon.Namun sebelum melakukan pengendalian terhadap spesieshama ini terlebih dahulu perlu dipelajari ukuran populasi koloni dan daya jelajah maksimumnya,sehingga populasirayap hama M.gilvus dapat tereliminasi lebih maksimal. Dari penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa cendawan M. brunneum memiliki tingkat patogenisitas dan virulensi yang lebih tinggi terhadap serangga rayap Schedorhinotermes javanicus dibandingkan beberapa spesies cendawan entomopatogen lain, seperti Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana, Fusarium oxysporum dan Aspergillus flavusDesyanti 2007, Ginting 2008. Penelitian ini mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum dalam menekan ukuran populasi koloni rayap M. gilvus yang menjadi hama penting pada pertanaman jarak pagar di KIJP Pakuwon. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Menduga ukuran populasi koloni rayap Macrotermes gilvus di KIJP Pakuwon. 2. Mempelajari daya jelajah rayap M.gilvus di KIJP Pakuwon. 3. Mempelajari simtomatologi dan waktu kematian rayap M. gilvussetelah diinfeksi oleh cendawan M. brunneum sebagai biotermitisida di laboratorium. 4. Mempelajari keefektifan cendawan entomopatogen M. brunneum sebagai biotermitisida terhadap rayap M. gilvusdi KIJP Pakuwon. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi awal dan sebagai pedoman dasar untuk penyusunan rekomendasi pengendalian hama rayap Macrotermes gilvus pada tanaman jarak pagar menggunakan cendawan entomopatogen Metarhizium brunneum sebagai agens biokontrol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Rayap Krishna dan Weesner 1969 menyatakan bahwa rayapdiklasifikasikan ke dalam 6 FamiliMastotermitidae, Kalotermitidae , Hodotermitidae , Rhinotermitidae , Serritermitidae , dan Termitidae. Rayap tanahMacrotermesgilvus termasuk famili Termitidae sub famili Macrotermitinae, klasifikasinya adalah sebagai berikut: filum: Arthropoda kelas: Insecta sub-kelas: Pterigota ordo: Isoptera famili: Termitidae sub-Famili: Macrotermitinae genus: Macrotermes spesies: Macrotermes gilvus Hagen. Menurut Krishna dan Weesner 1969 rayap M. gilvushidup berkoloni yang mempunyaikasta prajurit mayor dan minor.Ciri-ciri kasta prajuritsecara umumadalah kepala bewarna coklat tua, mandibel berkembang dan berfungsi, mandibel kiri dan kanan simetris,tidak memiliki gigi marginal, ujung mandibel melengkung yang berfungsi untuk menjepit. Ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar, antena terdiri atas 16-17 ruas. Thapa 1981 dan Tho 1992menjelaskan ciri-ciri dari kasta prajuritmayor yaitu kepala bewarna coklat kemerahan, panjang kepala dengan mandibel 4,80-5,00 mm, lebar kepala 2,88- 3,10 mm,antena 17 ruas, ruas ketiga sama panjang dengan ruas kedua dan ruas ketiga lebih panjang dari ruas keempat. Sedangkan kasta prajurit minor kepala bewarna coklattua, panjang kepala 1,84-2,08 mm dan lebar 1,52-1,71 mm sertapanjang kepala dengan mandibel 3,07-3,27 mm. Antena17 ruas, ruas kedua sama panjangdengan ruas keempat. Menurut Nandika et al. 2003 rayap M. gilvus banyak tersebar di Indonesia, umumnya bersarang dalam tanah atau di dalam kayu yang berhubungan dengan tanah.Rayap membiakkan cendawan yang berbentuk bunga karang, serta bangunan-bangunan liat dalam tanah dan untuk menemukan sumber makanan dengan membuat tabung kembara dari humus atau tanahsebagai jalur jelajah Nandika et al. 2003. Polimorfisme Polimorfismemerupakan ciri rayap yang hidup secara terorganisir dengan bentuk, ukuran, dan fungsi yang berbedadalam sebuah koloni, sepertiordo Isopteraterdiri atas kasta prajurit, kasta pekerja dan kasta reproduktif. Kasta pekerja bertugas sebagai pencari makan, perawat telur, pembuat dan pemelihara sarang. Kasta ini pada saat tertentu dapat bersifatkanibalterhadap individu rayap yang sakit dalam koloninya untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, serta mengatur keseimbangan koloni Tarumingkeng 1993, Tambunan Nandika 1989. Kasta prajurit dengan ukuran kepalanyabesar dan mengalami penebalan pada bagian tersebut serta memiliki mandibelkuat untuk melindungianggota koloni dari gangguan luar Tambunan Nandika 1989. Apabila terjadi gangguan dari luar, maka kasta prajurit segera menginformasikan kepada anggota kasta prajurit lain dalam koloninya dengan tanda tertentu, dan semua kasta prajurit segera menuju sumber gangguan untuk mengatasinya Harris 2001. Kasta reproduktif berfungsi untuk bertelur dan jantan membuahi betina, seperti kasta reproduktifdari rayap Macrotermes spp dapat menghasilkan telur seminggu setelah melakukan swarming Harris 1971. Neoten akan muncul bila kasta reproduktif primer mati atau terpisahdari koloni induk akibat adanya gangguan luar. Neoten dapat terbentuk beberapa kali dalam jumlah besar sesuai dengan perkembangan koloni Richards Davies 1996. Pembentukan Koloni Sebuah koloni rayap dapat terbentuk dari sepasang laron betina dan jantan dengan melakukan kopulasi, kemudian mencari habitat yang sesuai untuk membentuk koloni baru Tarumingkeng 1993. Koloni rayap dapat terbentuk melalui tiga cara, yaitu: 1 melalui sepasang imago rayap yang bersayap laron, 2 melalui pemisahan koloni dari koloni utama dengan membentuk kasta reproduktif suplementer, dan 3 melalui proses migrasi dari sebagian koloni rayap menuju tempat baru dan koloni yang tertinggal mengembangkan kasta reproduktif suplementer Lee Wood 1971, Harris 1971. Kasta reproduktif bersayap akan muncul pada musim-musim tertentu, yang berkumpul dalam koloninya sebelum bersialang swarming keluar sarang. Umumnya beberapa spesies rayap di daerah tropis bersialang pada awal musim hujan Lee Wood 1971. Selama bersialang sepasang imago jantan dan betina bertemu dan segera menanggalkan sayap untuk mencari tempat yang sesuai Tambunan Nandika 1989. Di Amerika Selatan rayap Contrictotermes cavifrons untuk membentuk koloni baru melalui fragmentasi koloni dengan bermigrasi untuk menemukan habitat baruKrishna Weesner 1969. Demikian juga rayap Anoplotermes,Trinervitermes di Afrika Rismayadi 1999 danMastotermes darwinensismembentuk koloni baru melaluifragmentasi koloni Lee Wood 1971. Siklus Hidup Rayap Rayap mengalami metamorfosis tidak sempurna paurometabola. Siklus hidupnya dimulai dari telur, nimfa, dan imago. Nimfa muda yang baru keluar dari telur dan akan berkembang menjadi kasta pekerja, kasta prajurit, atau alata di dalam koloninya Natawigena 1990. Lama siklus hidup rayap dari fase telur 50- 60 hari. Ratu rayap Macrotermes sp yang telah berumur 5 tahun mampu menghasilkan telur hingga 36.000 butir perhari Hasan 1986. Memasuki instar I membutuhkan waktu 11-13 hari, instar II 13-18 hari, instar III 16-32 hari, instar ke IV 30-50 hari, dan instar ke V 14 hari, dan sekali siklus hidup rayap dibutuhkan waktu 4-6 bulan Grasse 1984. Perilaku Rayap Sebagai serangga sosial, rayap memiliki beberapa prilaku yang khas Nandika Tambunan 1987; Tarumingkeng 2004, yaitu: Trophallaxis adalahtransfer material makanan dan protozoa antara anggota koloni rayap. Transfer materialmelalui anusdisebut proctodeal