B. Rumusan Masalah
Untuk memberikan gambaran secara jelas mengenai arah penelitian, di bawah ini disajikan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini,
yaitu: 1. Apakah penerapan teknik koreksi teman sebaya dapat meningkatkan kualitas
proses pembelajaran menulis karangan pada siswa kelas X AP 2 SMK Murni 2 Surakarta?
2. Apakah penerapan teknik koreksi teman sebaya dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis karangan pada siswa kelas X AP 2 SMK Murni 2
Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk: 1. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis karangan pada siswa
kelas X AP 2 SMK Murni 2 Surakarta. 2. Meningkatkan kualitas hasil pembelajaran menulis karangan pada siswa kelas
X AP 2 SMK Murni 2 Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan,
khususnya dalam hal pembelajaran menulis karangan. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, dapat melakukan kegiatan menulis dengan benar, dengan diterapkannya teknik koreksi teman sebaya yang dapat meningkatkan
keaktifan dan motivasi siswa sehingga kemampuan menulisnya juga meningkat.
b. Bagi guru, penerapan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis merupakan hal yang belum umum dilakukan oleh guru di sekolah,
oleh sebab itu hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman baru
untuk menerapkan metode yang lebih inovatif dalam pembelajaran menulis.
c. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam upaya penerapan inovasi pembelajaran bagi guru yang lain, juga memotivasi
mereka untuk selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran di kelas.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Hakikat Menulis Karangan a. Pengertian Menulis Karangan
Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan
untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikapnya dalam sebuah tulisan. Menulis adalah sebagai bentuk komunikasi tidak langsung yang bermediakan
tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca Henry
Guntur Tarigan, 1993: 21. The Liang Gie 2002:3 menyamakan pengertian menulis dengan
mengarang. Diungkapkan bahwa menulis arti pertamanya ialah pembuatan huruf, angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat
tulis pada suatu halaman tertentu. Kini dalam pengertiannya yang luas, menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti sama dengan
mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada
masyarakat pembaca untuk dipahami. Burhan Nurgiyantoro 2001:273 menambahkan pengertian menulis sebagai aktivitas mengemukakan gagasan
melalui bahasa. Aktivitas pertama menekankan unsur bahasa sedangkan yang kedua gagasan. Dalam tulisan, gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan
akan mampu memikat pembaca dan pada akhirnya membuat pembaca melakukan perubahan-perubahan besar yang berarti dalam hidupnya.
Hernowo 2002: 212 menegaskan bahwa menulis merupakan aktivitas intelektual praktis yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang amat berguna
untuk mengukur sudah seberapa tinggi pertumbuhan ruhani kedua belah otak, baik otak kanan maupun otak kiri.
Sebuah tulisan dapat dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Segala ide dan pesan yang
disampaikan dipahami secara baik oleh pembacanya, tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang
penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar yang meliputi: 1 keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca,
pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif; 2 keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan
paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub pokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang
sistematis; 3 keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf,
penjilidan, penyusunan tabel dan lain-lain. Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis tentunya didukung oleh keterampilan
menyimak, membaca serta berbicara dengan baik Atar Semi, 1990: 10. Berdasar pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat
dikemukakan bahwa menulis karangan merupakan aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan dengan memperhatikan aspek-apek
kebahasaan yang baik dan benar sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
b. Tahapan Penulisan
Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen menyebar daripada konvergen memusat. Menulis tidak
ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan tetapi seringkali tidak dapat untuk diungkapkan. Untuk mempermudah menulis harus
memperhatikan tahapan-tahapan menulis. Khaerudin Kurniawan 2005 mengungkapkan 4 tahapan menulis,
yaitu: 1 Tahap persiapanprapenulisan, tahap ini meliputi: menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus,
mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati. 2 Tahap inkubasi, tahap
inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan
masalah atau jalan keluar yang dicarinya. 3 Tahap inspirasi insight, tahap inspirasi yaitu gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada pikiran kita. 4
Verifikasi, pada tahap ini, apa yang dituliskan akan diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.
Atar Semi 1990: 11 menambahkan proses menulis menjadi 7 langkah, yaitu: 1 Pemilihan dan penetapan topik; memilih dan menetapkan
topik merupakan suatu langkah awal yang penting, sebab tidak ada tulisan yang tanpa ada sesuatu yang hendak ditulis. Topik tulisan adalah gagasan
yang hendak disampaikan dalam tulisan. 2 Pengumpulan informasi dan data; pengumpulan informasi dan data perlu dilakukan agar tulisan tersebut menjadi
tulisan yang berbobot dan meyakinkan. Informasi dan data yang dikumpulkan adalah informasi dan data yang relevan dengan topik atau pokok bahasan dan
sesuai pula dengan tujuan penulisan. 3 Penetapan tujuan; menetapkan tujuan penulisan adalah hal penting yang harus dilakukan sebelum menulis. Hal
tersebut karena tujuan berpengaruh dalam menetapkan bentuk, panjang tulisan, dan cara penyajian tulisan. 4 Perancangan tulisan; merancang tulisan
diartikan sebagai suatu kegiatan menilai kembali informasi dan data, memilih subtopik yang perlu dimuat, melakukan pengelompokan topik-topik kecil ke
dalam suatu kelompok yang lebih besar dan memilih suatu sistem notasi dan sistem penyajian secara tepat. 5 Penulisan; dalam penulisan perlu dipilih
organisasi dan sistem penyajian yang tepat, artinya tepat menurut jenis tulisan, tepat menurut tujuan atau sasaran tulisan. 6 Penyuntingan atau revisi; dalam
penyuntingan dilakukan kegiatan mengecek ketepatan angka-angka atau menghilangkan yang tidak perlu, menambahkan sesuatu yang tidak perlu,
perbaikan kalimat ejaan, maupun kosakata yang kurang tepat sehingga menjadi tulisan yang baik. 7 Penulisan naskah jadi; pada penulisan naskah
jadi, masalah perwajahan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena kesempurnaan tulisan tidak hanya terbatas pada kesempurnaan isi dan
ketepatan pemakaian perangkat kebahasaan tetapi juga masalah susunan.
c. Asas-asas Menulis
Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang dapat dijadikan pedoman. Demikian pula halnya dengan aktivitas menulis. The
Liang Gie 2002: 33-37 mengemukakan enam asas menulis—yang disebut dengan asas mengarang—yang meliputi, kejelasan clarity, keringkasan
conciseness, ketepatan correctness, Kesatupaduan unity, pertautan coherence, penegasan emphasis.
Berdasarkan asas kejelasan clarity, setiap karangan haruslah jelas benar. Tulisan harus mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan dimengeri
oleh pembacanya. Disamping itu, tulisan yang jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak
kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan tampak nyata oleh pembaca. Untuk memenuhi asas ini, H.W. Fowler sebagaimana dikutip oleh The Liang
Gie 2002: 34 mengungkapkan bahwa asas kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata dapat dilaksanakan dengan memilih: 1 kata
yang umum dikenal ketiumbang kata yang harus dicari-cari artinya; 2 kata yang konkret ketimbang kata yang abstrak; 3 kata tunggal ketimbang
karangan yang panjang lebar; 4 kata yang pendek ketimbang kata yang panjang lebar; 5 kata dalam bahasa sendiri ketimbang kata asing.
Asas menulis yang pertama ini berlaku untuk tulisan nonfiksi ilmiah, tetapi tidak berlaku untuk tulisan fiksi. Dalam tulisan fiksi seperti cerpen,
novel, drama maupun puisi, asas-asas tersebut sengaja dilanggar untuk memperoleh efek keindahan.
Asas keringkasan Conciseness yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan berarti setiap tulisan harus pendek. Keringkasan berarti suatu tulisan
tidak boleh ada penghamburan kata, tidak terdapat butir ide yang dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak disampaikan dalam kalimat yang
terlalu panjang. Harry Shaw sebagaimana diungkapkan oleh The Liang Gie 2002: 36 mengungkapkan bahwa penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide
yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya, ide yang miskin
dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas apabila karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.
Sebagaimana halnya dengan asas yang pertama, asas menulis yang kedua berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Puisi terkadang diungkapkan
dengan kata yang hemat meskipun pada dasarnya mengandung berbagai gagasan. Lain halnya dengan novel dan cerpen yang diungkapkan dengan kata
berlebihan untuk memperoleh efek keindahan, memperkuat perwatakan serta memperjelas setting.
Asas ketepatan Correctness mengandung ketentuan bahwa suatu tulisdan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca
dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya The Liang Gie, 2002: 36. Untuk menepati asas ini, penulis harus memperhatikan
berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca serta kelaziman. Seperti halnya duia asas sebelumnya, asas ketiga ini tidak berlaku
sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Tulisan fiksi bersifat multitafsir. Pemahaman pembaca bukan bergantung pada ketepatan tulisan, akan tetapi tingkat
apresiasi yang dimilikinya. Berdasar pada asas Kesatupaduan Unity, segala hal yang disajikan
dalam tulisan tersebut memuat satu gagasan pokok atau sering disebut dengan tema. Tulisan yang tersusun atas alinea-alinea tidak boleh ada uraian yang
menyimpang serta tidak ada ide yang lepas dari gagasan pokok tersebut. Asas yang sering disebut dengan syarat kohesi suatu tulisan ini berlaku untuk
semua jenis tulisan baik fiksi maupun nonfiksi. Jika pada asas sebelumnya sebuah tulisan memuat satu gagasan pokok,
maka berdasar pada asas pertautan Coherence tiap alinea dalam satu tulisan hendaklah berkaitan satu sama lain. Kalimat satu dengan kalimat yang lain
harus berkesinambungan. Asas yang sering disebut dengan prinsip koherensi ini berlaku untuk semua tulisan baik jenis fiksi maupun nonfiksi.
Asas Penegasan Emphasis menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan atau penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca
mendapatkan kesan yang kuat terhadap suatu tulisan. Asas ini sangat perlu
diterapkan pada tulisan-tulisan fiksi meskipun tulisan nonfiksi juga perlu memperhatikan asas ini. Penegasan pada beberapa bagian fiksi menjadikan
tulisan lebih menarik.
d. Jenis-jenis Tulisan
Ada banyak cara yang dipilih seseorang untuk mengemukakan gagasannya dalam tulisan. Cara yang dipilih serta tujuan penulisan
menghasilkan berbagai bentuk tulisan, yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.
Tulisan narasi merupakan satu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa
yang telah terjadi Gorys Keraf, 2004: 136. Penggambaran peristiwa dalam bentuk paragraf narasi didasarkan pada perkembangan dari waktu ke waktu.
Atar Semi 1990: 33 mengemukakan ciri penanda narasi yaitu: 1 berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia; 2 kejadian atau peristiwa
yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, semata-mata imajinasi, atau gabungan keduanya.; 3 berdasarkan
konflik; 4 memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya bersifat sastra; 5 menekankan susunan kronologis; dan 6 biasanya memiliki
dialog. Tulisan eksposisi merupakan tulisan yang beretujuan menjelaskan atau
memberikan informasi tentang sesuatu Atar Semi, 1990: 37. Eksposisi ditandai dengan tulisan berupa: pengertian atau pengetahuan; menjawab
pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana; disampaikan dengan lugas serta bahasa yang baku; penggunaan bahasa netral, tidak memihak serta
tidak memaksakan sikap penulis terhadap pembaca. Tulisan deskripsi merupakan tulisan yang bertujuan memberikan
perincian atau detail tentang objek. Perincian tersebut memberi pengaruh pada sensitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Tulisan dseskripsi yang
berhasil, dapat membawa pembaca untuk melihat, mendengar, merasakan atau mengalami langsung objek tersebut.
Tulisan argumentasi merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis
Atar Semi, 1990: 47 argumentasi merupakan proses penalaran, oleh karena itu sebuah tulisan argumentatif dapat dikembangkan dengan teknik induktif
maupun deduktif.
2. Hakikat Pembelajaran Menulis di Sekolah Menengah Kejuruan a. Hakikat Pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat
diketahui secara langsung. Hasil belajar seseorang tidak dapat terlihat tanpa melakukan hal yang menunjukkan kemampuan yang diperolehnya dalam
belajar. Winkel 1996: 36 merumuskan belajar sebagai suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Perubahan itu dapat berupa suatu hasil baru atau penyempurnaan terhadap
hasil yang telah diperoleh. Hasil belajar dapat berupa yang utama dapat juga hasil sebagai efek sampingan.
Pembelajaran adalah proses yang dilakukan oleh siswa dalam materi kajian yang tersirat dalam pembelajaran. Pembelajaran bersinonim dengan
istilah proses belajar, kegiatan belajar dan aktivitas belajar atau pengalaman belajar. Pembelajaran menjadi titik tolak guru dalam merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar. Nababan dalam Sri Hastuti, 1996: 20 mengatakan bahwa
pembelajaran adalah usaha pengajar dan lembaga untuk membantu orang belajar. Kegiatan pembelajaran dapat menimbulkan terjadinya interaksi
manusia, sumber daya, dan lingkungan. Interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar dapat mengubah kemampuan siswa dari satu tingkatan ke
tingkatan lain yang lebih tinggi. Dalam proses perubahan itu, siswa dibantu
oleh seorang guru yang membimbing dan mengarahkan siswa menuju ke arah yang lebih baik.
Dimyati dan Mudjiono 1999: 32 menyebutkan prinsip-prinsip yang hendaknya ada dalam dimensi program pembelajaran, antara lain: 1 tujuan
dan isi pelajaran memenuhi kebutuhan, minat, serta kemampuan siswa; 2 kemungkinan terjadinya pengembangan konsep dan aktivitas siswa; 3
pemilihan dan penggunaan metode dan media multi-methods dan multi- media; 4 penentuan metode dan media fleksibel.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dan sengaja oleh guru untuk membuat siswa
belajar guna mengubah perilaku yang lebih baik. Dalam usahanya guru didukung oleh adanya materi pelajartan yang sesuai, motode, dan
penggunaaan media yang tepat.
b. Pembelajaran Menulis di Sekolah Menengah Kejuruan
Pembelajaran menulis karangan merupakan salah satu aspek pembelajaran Bahasa Indonesia yang tercakup dalam kelompok program
adaptif di Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut Sri Hastuti 1996: 21 pembelajaran bahasa adalah upaya untuk membuat pembelajar terampil,
cekatan, dan cermat menggunakan unsur-unsur bahasa untuk berkomunikasi, baik komunikasi lisan maupun tertulis.
Dalam pembelajaran menulis siswa harus berlatih secara berulang- ulang. Untuk melatih menulisnya, siswa dibantu oleh guru yang bertugas
memberikan teori-teori tentang menulis, memotivasi siswa agar tertarik dengan kegiatan menulis dan memberi kesempatan kepada siswanya untuk
berlatih menulis, guru juga harus bisa membuat siswa dapat mengungkapkan gagasan dalam pikirannya melalui media tulis dengan menggunakan tanda
baca, struktur, ejaan yang benar, kalimat yang runtut sehingga membuat paragraf yang baik.
Dengan demikian pembelajaran menulis karangan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa dalam
mengembangkan kreativitas dan imajinasinya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan, yaitu siswa mampu mengungkapkan gagasan, pendapat dan
pengetahuan secara tertulis.
c. Penilaian Pembelajaran Menulis Karangan
Penilaian merupakan suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan sesuai dengan tujuan atau kriteria yang
telah ditetapkan Sarwiji Suwandi, 2008:15. Berkaitan dengan proses dan hasil tersebut, dalam hal ini penilaian pembelajaran menulis karangan juga
dibagi menjadi dua, yakni 1 Penilaian kualitas proses pembelajaran, dan 2 Penilaian kualitas hasil pembelajaran.
1 Penilaian kualitas proses pembelajaran
Penilaian proses belajar-mengajar merupakan menyangkut penilaian terhadap kegiatan guru, kegiatan siswa, pola interaksi guru dan siswa, dan
keterlaksanaan kegiatan belajar-mengajar Nana Sudjana, 2005:1. Penilaian proses pembelajaran bertujuan untuk perbaikan dan lebih mengoptimalkan
kegiatan pembelajaran,
terutama efisiensi,
keefektifan, serta
produktifitasnya. Beberapa diantaranya adalah a efesiensi dan keefektifan pencapaian tujuan instruksional, b keefektifan dan relevansi bahan
pengajaran, c produktivitas kegiatan pembelajaran, d keefektifan sumber dan sarana pembelajaran, dan e keefektifan penilaian hasil dan proses
pembelajaran Nana Sudjana, 2005:57. Masih menurut Nana Sudjana, 2005:60-62 kriteria yang dapat
digunakan dalam penilaian proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1 Konsistensi kegiatan pembelajaran dengan kurikulum
Kurikulum adalah program pembelajaran yang telah ditentukan sebagai acuan yang seharusnya dilaksanakan. Keberhasilan proses
pembelajaran dilihat dari sejauh mana acuan tersebut dilaksanakan secara nyata dalam bentuk dan aspek-aspek: a tujuan-tujuan
pengajaran, b bahan pengajaran yang diberikan, c jenis kegiatan yang dilaksanakan, d cara melaksanakan setiap jenis kegiatan, e
peralatan yang digunakan untuk masing-masing kegiatan, dan f penialaian yang digunakan untuk setiap tujuan.
2 Keterlaksanaan oleh guru Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan program yang
telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Dengan demikian, apa yang
direncanakan dapat dilihat dalam hal: a mengondisikan kegiatan belajar siswa; b menyiapkan alat, sumber, dan perlengkapan belajar;
c waktu yang disediakan untuk kegiatan pembelajaran; d memberikan bantuan dan bimbingan pembelajaran pada siswa; e
melaksanakan penilaian proses dan hasil pembelajaran; f kegiatan menggeneralisasikan hasil pembelajaran dan tindak lanjutnya untuk
kegiatan pembelajaran berikutnya. 3 Keterlaksanaan oleh siswa
Dalam hal ini dinilai sejauh mana siswa melakukan kegiatan pembelajaran sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa
mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti. Keterlaksanaan oleh siswa dapat dilihat dalam hal: a memahami dan mengikuti petunjuk
yang diberikan guru; b semua siswa turut serta melakukan kegiatan pembelajaran; c tugas-tugas belajar dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya; d memanfaatkan semua sumber belajar yang disedioakan guru; e menguasai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan guru.
4 Motivasi belajar siswa Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam
motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa saat melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dalam hal: a minat dan
perhatian siswa terhadap pelajaran; b semangat siswa untuk melaksanakan tugas belajarnya; c tanggung jawa siswa dalam
melaksanakan tugas belajarnya; d reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru; e rasa senang dan puas dalam
mengerjakan tugas yang diberikan.
5 Keaktifan para siswa dalam kegiatan pembelajaran Penilaian proses pembelajaran terutama adalah melihat sejauh
mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: a turut serta dalam melaksanakan tugas
belajarnya; b terlibat dalam pemecahan masalah; c bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang
dihadapinya; d berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah; e melaksanakan diskusi kelompok sesuai
dengan petunjuk guru; f melatih diri dalam memecahkan soal atau mesalah yang sejenis; g kesempatan menggunakan atau menerapkan
apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapi.
6 Interaksi guru dan siswa Interaksi guru dan siswa berkenaan dengan komunikasi atau
hubungan timbal-balik atau hubungan dua arah antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Hal ini dapat dilihat dalam: a tanya jawab atau dialog antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa; b bantuan guru
terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun secara kelompok; c dapatnya guru dan siswa tertentu
dijadikan sumber belajar; d senantiasa beradanya guru dalam situasi pembelajaran sebagai fasilitator pembelajaran; e tampilnya guru
sebagai pemberi jalan keluar manakala siswa menghadapi jalan buntu dalam tugas belajarnya; f adanya kesempatan mendapat umpan balik
secara berkesinambungan dari hasil pembelajaran yang diperoleh siswa. 7 Kemampuan atau keterampilan guru mengajar
Keterampilan atau kemampuan guru mengajar merupakan puncak keahlian guru yang profesional sebab merupakan penerap[an
semuan kemampuan yang telah dimilikinya dalam hal pengajaran, komunikasi dengan siswa, metode mengajar, dll. Beberapa indikator
dalam menilai kemampuan ini antara lain: a menguasai bahan
pelajaran yang disampaikan pada siswa; b terampil berkomunikasi pada siswa; c menguasai kelas sehingga dapat mengendalikan siswa;
d terampil menggunakan berbagai alat dan sumber belajar; e terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan.
8 Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh siswa Salah satu keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari
hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini, aspek yang dilihat antara lain: a perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa
setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya; b kualitas dan kuantitas penguasaan tujuan instruksional oleh para siswa; c jumlah
siswa yang dapat mencapai tujuan instruksional minimal 75 dari jumlah instruksional yang harus dicapai; d hasil belajar tahan lama
diingat dan dapat digunakan sebagai dasar dalam mempelajari bahan berikutnya.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat dijadikan pegangan dalam menilai kualitas proses pembelajaran agar upaya memperbaiki proses
pembelajaran dapat ditentukan lebih lanjut. Dari kriteria tersebut penilai dapat melihat bagian-bagian mana yang telah dicapai dan bagian-bagian
mana yang belum dicapai untuk kemudian dilakukan tindakan untuk memperbaikinya.
Sekalipun kriteria tersebut masih bersifat umum, penilai dapat mengembangkan dan menjabarkannya lebih lanjut sesuai dengan bidang
pelajaran yang diberikan atau diajarkan. Hal ini penting mengingat setiap mata pelajaran atau bidang studi memiliki beberapa karakteristik tertentu,
baik dalam hal tujuan, bahan, metode mempelajarinya, maupun sistem penilaiannya.
2 Penilaian kualitas hasil pembelajaran
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya Nana Sudjana, 2005:22. Horward
Kingsley dalam Nana Sudjana membagi tiga macam hasil belajar, yakni a keterampilan dan kebiasaan; b pengetahuan dan pengertian; c sikap dan
cita-cita. Sedangkan Gagne, masih dalam Nana Sudjana membagi lima kategori hasil belajar, yakni a informasi verbal; b keterampilan intelektual;
c strategi kognitif; d sikap; dan e keterampilan motoris. Sedangkan dalam hal ini adalah penilaian kualitas hasil pembelajaran
menulis karangan, yang ditekankan pertama kali yaitu unsur bahasa, sedangkan yang kedua adalah gagasan. Kedua unsur tersebut dalam tugas-
tugas menulis yang dilakukan di sekolah hendaknya diberi penekanan yang sama. Artinya, walaupun tugas itu diberikan dalam rangka mengukur
kemampuan berbahasa,
penilaian yang
dilakukan sebaiknya
mempertimbangkan ketepatan bahasa dalam kaitannya dengan konteks dan isi. Jadi, penilaian ditekankan pada kemampuan siswa mengorganisasi dan
mengemukakan gagasan dalam bentuk bahasa secara tepat Burhan Nurgiyantoro, 2001: 298.
Selanjutnya diungkapkan oleh Burhan Nurgiyantoro, bahwa penilaian terhadap karangan bebas mempunyai kelemahan pokok, yaitu rendahnya
objektifitas. Dalam hal ini, unsur subjektifitas penilai pasti berpengaruh. Sebuah karangan yang dinilai oleh dua orang atau lebih biasanya tidak akan
sama skornya. Bahkan, sebuah karangan dinilai oleh hanya seorang penilai pun kondisinya berlainan. Ada kemungkinan skor yang diberikan berbeda.
Masalah yang perlu dipikirkan adalah bagaimana cara memilih model penilaian yang memungkinkan penilai untuk memperkecil kadar subjektifitas
dirinya. Zaini Machmoed dalam Burhan Nurgiyatoro, 2001: 305 menyatakan
bahwa penilaian yang bersifat holistik memang diperlukan. Akan tetapi, agar guru dapat menilai secara lebih objektif dan dapat memperoleh informasi yang
lebih memerinci tentang kemampuan siswa untuk keperluan diagnostik- edukatif, penilaian hendaknya sekaligus disertai dengan penilaian yang
bersifat analitis. Penilaian dengan pendekatan analisis merinci karangan ke dalam aspek-aspek atau kategori-kategori tertentu. Memerinci karangan ke
dalam kategori-kategori tersebut antara karangan yang satu dengan yang lain dapat berbeda tergantung jenis karangan itu sendiri. Walaupun pengkatagorian
itu bervariasi hendaknya kategori tersebut meliputi 5 pokok, yaitu 1 kualitas dan ruang lingkup isi, 2 organisasi dan penyajian isi, 3 gaya dan bentuk
bahasa, 4 mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca yang sesuai dengan kaidah yang berlaku, dan 5 respon afektif guru terhadap karya tulis.
Hartfield dalam Burhan Nurgiantoro, 2001: 307 mengemukakan salah satu model yang lebih rinci dalam melakukan penyekoran, yaitu dengan
menggunakan model skala interval untuk tiap tingkat tertentu pada tiap aspek yang dinilai. Model penilaian ini lebih rinci dan teliti dalam memberikan skor
dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Model penilain tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Model Penilaian Tugas Menulis dengan Skala Interval No
Aspek Penilaian
Skor Kriteria
1. I
S I
27-30 22-26
17-21 13-16
SANGAT BAIK-SEMPURNA: padat informasi, substansif, pengembangan tesis tuntas, relevan
dengan permasalahan dan tuntas. CUKUP-BAIK: informasi cukup, substansi cukup,
pengembangan tesis terbatas, relevan dengan tetapi tidak lengkap.
SEDANG-CUKUP: informasi terbatas, substansi kurang,
pengembangan tesis
tak cukup,
permasalahan tak cukup. SANGAT KURANG: tidak berisi, tidak ada
substansi, tidak ada pengembangan tesis, tidak ada permasalahan.
2. O
R G
A N
I S
A S
I 18-20
14-17 10-13
7-9
SANGAT BAIK-SEMPURNA: ekspresi lancar, gagasan diungkapkan dengan jelas, padat, tertata
dengan baik, urutan logis, kohesif. CUKUP-BAIK: kurang lancar, kurang terorganisir
tetapi ide utama terlihat, bahan pendukung terbatas, urutan logis tetapi tidak lengkap.
SEDANG-CUKUP: tidak lancar, gagasan kacau, terpotong-potong, urutan dan pengembangan tidak
logis. SANGAT KURANG: tidak komunikatif, tidak
terorganisasi, tidak layak nilai.
3. K
O S
A K
A T
A 18-20
14-17 10-13
7-9 SANGAT
BAIK-SEMPURNA: pemanfaatan
potensi kata canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat, menguasai pembentukan kata.
CUKUP-BAIK: pemanfaatan potensi kata agak canggih, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang
kurang tepat tetapi tidak mengganggu. SEDANG-CUKUP: pemanfaatan potensi kata
terbatas, sering terjadi kesalahan penggunaan kosa kata dan dapat merusak makna.
SANGAT KURANG: pemanfaatan potensi kata asal-asalan, pengetahuan tentang kosa kata rendah,
tidak layak nilai.
4.
PENGEM- BANGAN
B A
H A
S A
22-25 18-21
11-17 5-10
SANGAT BAIK-SEMPURNA:
konstruksi kompleks tetapi efektif, hanya terjadi sedikit
kesalahan penggunaan bentuk kebahasaan. CUKUP-BAIK: konstruksi sederhana tetapi efektif,
kesalahan kecil pada konstruksi kompleks, terjadi sejumlah kesalahan tetapi makna tidak kabur.
SEDANG-CUKUP: terjadi kesalahan serius dalam konstruksi kalimat, makna membingungkan atau
kabur. SANGAT KURANG: tidak menguasai aturan
sintaksis,
terdapat banyak
kesalahan, tidak
komunikatif, tidak layak nilai. 5.
M E
K A
N I
K 5
4 3
2
SANGAT BAIK-SEMPURNA: menguasai aturan penulisan, hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan.
CUKUP-BAIK: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan tetapi tidak mengaburkan makna.
SEDANG-CUKUP: sering terjadi kesalahan ejaan, makna membingungkan atau kabur.
SANGAT KURANG: tidak menguasai aturan penulisan, terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan
tidak terbaca, tidak layak nilai.
Sumber: Burhan Nurgiyantoro, 2001: 307-308
3 Bentuk dan alat penilaian
Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar penentuan tingkat keberhasilan siswa dalam penguasaan kompetensi dasar diperlukan
tagihan-tagihan. Setiap tagihan memerlukan seperangkat alat penilaian Sarwiji Suwandi, 2005:40.
Dalam hal ini, bentuk dan alat penialainnya juga meliputi dua hal, yakni : 1 bentuk dan alat penilaian kualitas proses pembelajaran, serta 2
bentuk dan alat penilaianh kualitas hasil pembelajaran.
a Bentuk dan alat penilain kualitas proses pembelajarn Alat penilaian yang digunakan untuk menuliai kualitas proses
pembelajaran dapat berbentuk tes maupun non tes. Alat penilaian bentuk tes dapat berupa tes uraian maupun tes objektif. Sedangkan alat penilaian
bentuk nontes yang akan diuraikan dalam hal ini berupa kuesioner, wawancara, skala, dan observasi. Dalam hal ini, penilaian kualitas proses
pembelajaran cenderung pada penggunaan bentuk penilaian nontes, yang meliputi:
1 Wawancara Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk
menilai kualitas proses pembelajaran. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa sehingga dapat mengungkapkan
jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara terstruktur dan
wawancara bebas tidak terstruktur. Dalam wawancara terstruktur kemungkinan jawaban telah disiapkan sehingga penilai tinggal
mengategorikannya pada alternatif jawaban yang telah dibuat. Keuntungannya ialah data yang dihasilkan mudah diolah dan
dianalisis untuk disimpulkan. Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban belum disiapkan sebelumnya sehingga siswa bebas
mengemukakan pendapatnya. Dan keuntungannya ialah bahwa informasi yang diperoleh lebih padat dan lengkap, sekalipun dalam
menganalisisnya lebih sulit karena jawabannya beranekaragam. 2 Kuesioner
Kelebihan kuesioner dari wawancara ialah sifatnya yang praktis, hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya ialah
jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih apabila pernyataannya kurang tajam yang memungkinkan siswa berpura-pura. Seperti
halnya wawancara, kuesioner pun terbagi menjadi dua jenis, yakni kuesioner terstruktur dan kuesioner terbuka.
3 Skala Skala merupakan alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan
perhatian, dan lain sebagainya. Dalam hal ini skala yang diuraikan hanya yang berkaiatan dengan proses pembelajaran yakni skala
penilaian dan skala sikap. Skala penilaian rating scale merupakan penilaian yang
menggunakan skala penilaian yang memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap kompetensi tertentu, karena pemberian nilai
secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian ini terentang dari nilai tidak sempurna sampai sangat
sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten, dan 4 = sangat kompeten Sarwiji Suwandi, 2008:83.
Skala sikap merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa
kategori sikap, yakni mendukung positif, menolak negatif, atau netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseprang tentang
objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut Nana Sudjana, 2005:80.
4 Observasi Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian digunakan
untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat digunakan untuk mengukur atau menulai kualitas proses
pembelajaran Nana Sudjana, 2005:84.
b Bentuk dan alat penilaian kualitas hasil pembelajaran Dalam hal ini alat yang diguanakan untuk penilaian hasil
pembelajaran berbentuk tes. Alat penilaian dalam bentuk tes ini meliputi tes uraian maupun tes objektif.
1 Tes Uraian Tes uraian secara umum dapat diartikan sebagai tes dengan
pertanyaan yang menuntuk siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan
uraian terstruktur Nana Sudjana, 2005:35. 2 Tes Objektif
Pada umumnya tes objektif digunakan untuk menilai kualitas hasil pembelajaran. Hal ini disebabkan antara lain karena luasnya
bahan pembelajaran yang dapat dicakup dalam tes dan mudahnya menulai jawaban yang diberikan. Soal-soal bentuk tes objektif ini
dikenal ada beberapa bentuk, yakni jawaban, bentuk pilihan benar- salah, pilihan berganda dengan berbagai variasinya, menjodohkan,
dan isian pendek atau melengkapi Nana Sudjana, 2005:44.
3. Hakikat Teknik Koreksi Teman Sebaya a. Pengertian Teknik Koreksi Teman Sebaya
Dalam sebuah proses pembelajaran bahasa terdapat tiga istilah yang tersusun secara hierarkis, yaitu pendekatan, metode, dan teknik. Untuk lebih
mengetahui serta memperjelas perbedaan antara ketiga istilah tersebut, berikut ini dipaparkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan
dengan gambaran yang mengidentifikasikan konseptualisasi dan organisasi yang terdapat pada ketiga istilah tersebut.
Anthony dalam Pranowo, 1996 menyatakan bahwa metode adalah rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur materi bahasa
sehingga tidak ada bagian-bagian yang saling bertentangan karena semua rancangan tersebut telah didasarkan pada satu pendekatan tertentu. Senada
dengan pendapat Anthony tersebut, Senn dalam Jujun S. Suriasumantri, 2001: 119 menjelaskan bahwa metode merupakan suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Dalam kesempatan yang lain, Richard dan Rodgers dalam Nuril Huda
1988: 296 menjelaskan bahwa dalam desain atau rancangan pengajaran terkandung unsur, antara lain : 1 tujuan pengajaran; 2 materi pengajaran;
3 kegiatan pengajaran; 4 peran siswa; 5 peran guru; 6 peran materi pengajaran. sedangkan prosedur merupakan deskripsi teknik dan prosedur
dalam sistem pengajaran. Memperjelas pengertian mengenai metode dan teknik, Surayin dalam
Barnas, 1997 mengemukakan bahwa metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan sedangkan teknik adalah cara membuat sesuatu atau melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan metode atau sistem mengerjakan sesuatu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa istilah metode dan teknik adalah
dua hal yang saling menentukan dan saling mendukung dalam proses pembelajaran.
Pembahasan yang berkaitan dengan teknik koreksi teman sebaya, pada dasarnya teknik ini merujuk pada kegiatan atau aktivitas siswa dalam
membaca tulisan temannya kemudian membuat respon berupa koreksi dalam posisinya sebagai pembaca. Dengan menggunakan teknik ini, dimungkinkan
terwujudnya peningkatan kemampuan menulis para siswa dan juga berkembangnya kepekaan siswa untuk menjadi pembaca kritis sehingga
mampu mendorong siswa untuk mampu berkomunikasi lewat media tulis dengan baik dan benar.
Secara lebih jelas dapat diungkapkan, bahwa dengan adanya kegiatan siswa mencari dan menemukan kesalahan dalam suatu kelompok kelas, siswa
akan berpeluang mengambil bagian secara aktif untuk mencoba, mencari, dan
membetulkan kesalahan temannya sehingga memungkinkan siswa yang lebih mampu akan mengambil porsi yang lebih besar pada proses pembelajaran.
Pada kegiatan ini siswa yang lemah dapat belajar banyak pada siswa yang lebih mampu diantara teman-temannya. Selain itu pula bahwa apa yang
disampaikan oleh teman sebayanya akan lebih mudah dicerna daripada apa yang disampaikan oleh guru. Pendapat ini senada dengan apa yang
disampaikan oleh Stevick dalam Walz, 1982: 17 yang mengungkapkan bahwa pemberian koreksi atau umpan balik yang dilakukan oleh teman sebaya
siswa merupakan cara koreksi kesalahan yang lebih informatif karena diberikan oleh orang yang memiliki kemampuan yang sebanding.
Selain itu, dengan adanya penerapan teknik koreksi teman sebaya ini akan diperoleh manfaat diantaranya: 1 memperkuat motivasi siswa dlam
proses pembelajaran bahasa; 2 mampu melibatkan siswa secara lebih aktif dalam proses pembelajaran; 3 koreksi yang diberikan akan lebih mudah
dipahami oleh siswa-siswa lainnya; dan 4 dengan diterapkannya teknik koreksi teman sebaya maka siswa akan lebih banyak berperan untuk lebih
aktif dalam pembelajaran Walz, 1982: 17. Memperjelas apa yang telah dikemukakan oleh Walz tersebut, Barnas
1997 mengungkapkan kelebihan pelaksanaan teknik koreksi teman sebaya, yaitu bahwa: 1 teknik ini berpusat pada kegiatan siswa sebagai peserta didik;
2 dapat memotivasi siswa untuk aktif berpikir; 3 siswa terlibat langsung delam menilai hasil karangan; 4 dapat menghilangkan rasa kaku selama
proses pembelajaran karena siswa bertukar pikiran dengan temannya sendiri; 5 memberikan pengalaman langsung pada siswa dalam memperbaiki
karangan; 6 menghilangkan kejemuan saat proses pembelajaran di dalam kelas; 7 guru lebih mudah memantau perkembangan kemampuan menulis
karangan siswa, karena setiap tahapan kegiatan menulis akan tampak terlihat. Berkaitan dengan proses pembelajaran menulis yang menggunakan
teknik koreksi teman sebaya, Walz dalam Bambang Agus Purwanto, A. Handoko Pudjobroto, Sujoko 2004: 11 menjelaskan bahwa teknik koreksi
teman sebaya dapat dilakukan dalam bentuk kelompok, baik dalam kelompok
kecil yang terdiri dari dua orang, maupun dalam kelompok besar yang terdiri lebih dari lima orang. Adapun wujud pelaksanaannya dapat diwujudkan
dengan cara sebagai berikut: 1. Menggunakan media proyeksi
Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menayangkan sebuah tulisan siswa melalui OHP yang kemudian siswa lain dalam satu kelompok dibawah
bimbingan guru menemukan letak-letak kesalahan, menemukan penyebab terjadinya kesalahan, dan membetulkan kesalahan tersebut. Dalam hal ini,
guru hendaknya menyeleksi tulisan yang hendak ditampilkan sesuai dengan keperluan atau aspek-aspek yang hendak dibahas dalam
pembelajaran. 2. Membahas secara berkelompok
Penerapannya dapat dilakukan dengan cara membahas sebuah tulisan secara bersama-sama oleh sekelompok kecil siswa—bisa dua orang—yang
kemudian melakukan kegiatan koreksi terhadap tulisan tersebut berdasarkan tipe-tipe kesalahan yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Tukar-menukar tulisan teman sebaya Prosesnya berupa tukar-menukar tulisan, misalnya dengan teman sebangku
untuk dikoreksi. Jadi, antara siswa yang satu dengan siswa yang lain saling mengoreksi hasil tulisan yang telah dibuat oleh temannya. Proses ini tetap
harus berada dalam bimbingan guru. Guru harus memberi pengertian dan penegasan kepada siswa bahwa mereka harus benar-benar dan sungguh-
sungguh dalam mengoreksi dan koreksi yang dilakukan berdasarkan pada tipe-tipe kesalahan yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Menulis secara berkelompok Bentuk ini dapat diterapkan pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak
yang kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok untuk membuat sebuah tulisan. Kemudian, tulisan tersebut dikoreksi secara bersama-sama
pula sehingga akan dihasilkan tulisan final yang akan dikumpulkan kepada guru. Dengan demikian, hasil tulisan tersebut merupakan hasil dari
kerjasama kelompok dan hendaknya penilaian yang dilakukan juga berdasarkan aspek kerjasama dan kekompakan anggota kelompok.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Menulis dengan Teknik Koreksi Teman Sebaya
Menurut Walz dalam Bambang Agus Purwanto, A. Handoko Pudjobroto, Sujoko 2004: 13-14 sebelum kegiatan teknik koreksi teman
sebaya dilakukan, pada tahap-tahap permulaan hendaknya siswa perlu di beri umpan balik feedback dengan berbagai cara, seperti:
1. Memberi simbol-simbol dan singkatan Cara yang sering digunakan guru untuk memotivasi pembelajar,
khususnya yang sedang belajar menulis supaya mereka bisa melakukan koreksi sendiri adalah dengan memberi berbagai simbol atau singkatan
pada tulisannya. Penanda tersebut biasanya ditempatkan pada bagian margin, tidak pada sumber atau letak kesalahan yang sebenarnya. Dengan
demikian, pembelajar harus menentukan sendiri letak-letak kesalahannya dan membetulkan kesalahan tersebut.
Namun, untuk pembelajar yang masih kesulitan dengan cara itu, penandaan tersebut kurang efektif sehingga perlu dibuat yang lebih
khusus. Hendrickson dalam Bambang Agus Purwanto, A. Handoko Pudjobroto, Sujoko 2004: 14 mengusulkan seperangkat penanda koreksi
tak langsung pada tulisan pembelajar dari kelas-kelas permulaan itu, sebagai pelengkap dari pemberian tanda pada bagian margin tulisannya
yang meliputi: a Garis bawah untuk penulisan huruf atau kata yang salah,
b Lingkarang untuk pemakaian tanda baca yang tidak tepat, c Tanda panah untuk penempatan bagian kalimat yang tidak pada
tempatnya, d Tanda tanya untuk bagian-bagian yang membingungkan.
2. Memberi contoh-contoh kesalahan dan pembetulannya Untuk jenis kesalahan yang sifatnya tidak terlalu kompleks atau
mudah untuk ditemukan sendiri oleh pembelajar, pelaksanaan koreksi
dapat dilakukan pengajar dan pembelajar secara bersama. Pengajar dalam hal ini adalah guru terlebih dahulu memberikan contoh-contoh mengenai
satu jenis kesalahan, kemudian pembelajar dalam hal ini adalah siswa, harus mengoreksi tulisan untuk jenis kesalahan yang sama dengan
bimbingan pengajar, selanjutnya pembahasan dapat dilakukan pada jenis kesalahan yang lain.
Jenis-jenis kesalahan yang dapat dikoreksi dengan memberi contoh-contoh adalah penempatan tanda baca, misalnya: tanda titik dan
koma, pemakaian huruf kecil dan kapital, penulisan kata depan dan imbuhan. Untuk menentukan jenis kesalahan yang bisa dikoreksi dengan
cara ini, pengajar dapat melakukannya berdasarkan tingkat kemampuan pembelajar.
3. Menggunakan referensi tentang kaidah-kaidah bahasa tulis Untuk menerapkan cara ini, terlebih dahulu pengajar atau guru
menyeragamkan buku-buku atau referensi mengenai kaidah-kaidah penulisan yang dipakai para pembelajar maupun yang menjadi
pegangannya. Referensi yang memuat kaidah-kaidah bahasa tulis tersebut seperti buku pedoman penulisan komposisi, buku pedoman pembentukan
istilah, dasar-dasar komposisi, dan tata kalimat maupun kamus. Dengan berpedoman pada buku-buku yang telah dimiliki
pembelajar, pengajar dapatr menandai bagian-bagian tulisan yang salah dengan menuliskan nomor halaman buku dan identitas yang lebih khusus
berkenaan dengan kaidah penulisan yang dapat membantu pem,belajar untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
c. Langkah-langkah yang Dilakukan Peneliti dalam Penerapan Teknik Koreksi Teman Sebaya
Dalam praktiknya atau secara konkrit penerapan teknik koreksi teman sebaya dalam setiap siklusnya dilakukan dalam 2 x pertemuan yang
setiap pertemuan mencakup waktu 2 x 45 menit. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1 Pertemuan Pertama
Pada pertemuan pertama, kegiatan yang dilakukan meliputi: 1 pemberian materi menulis karangan oleh guru; 2 pemberian latihan
menulis karangan; 3 pemberian latihan mengoreksi hasil tulisan teman; 4 guru menugasi siswa untuk menulis karangan; 5 guru
meminta siswa untuk mengumpulkan karangan. 2
Pertemuan Kedua Pada pertemuan kedua, kegiatan yang dilakukan meliputi: 1
guru memberikan materi penegasan mengenai teknik koreksi teman sebaya; 2 guru membagikan hasil karangan siswa yang telah
dikumpulkan sebelumnya; 3 guru meminta siswa menukarkan hasil karangannya, secara teknis hasil karangan siswa ditukar dengan
diputar ke kanan sebanyak lima kali hitungan; 4 guru meminta siswa mengoreksi karangan temannya; 5 guru sebagai fasilitator dan
membimbing siswa dalam mengoreksi; 6 setelah koreksi selasai, siswa diminta mengembalikan karangan yang dikoreksi pada siswa
yang bersangkutan; 7 seluruh siswa diminta memperbaiki karangannya berdasarkan hasil koreksi teman sebaya; 8 karangan
yang telah diperbaiki dikumpulkan dan dinilai. Berdasarkan langkah-langkah yang diuraikan dalam dua pertemuan
tersebut, secara singkat dapat diringkas bahwa penerapan teknik koreksi teman sebaya dalam pembelajaran menulis karangan adalah sebagai
berikut: 1 pemberian materi; 2 pemberian latihan menulis dan mengoreksi; 3 pemberian tugas menulis; 4 hasil tulisan ditukarkan
dengan teman sebaya; 5 pengoreksian hasil karangan dengan teman sebaya; 6 perbaikan hasil karangan berdasarkan koreksi teman; dan 7
penilaian.
B. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan atau sesuai dengan penelitian ini, diantaranya adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh Handoko Pujobroto, Bambang Agus Purwanto, dan Sujoko pada tahun 2004 dengan judul ”Optimalisasi Penerapan
teknik Self-Correction dalam Pembimbingan Skripsi untuk meningkatkan Kemampuan Mengidentifikasi Kesalahan berbahasa Mahasiswa Bahasa
Inggris FKIP UNS Penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di LPTK”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan teknik self-
correction dapat meningkatkan kemampuan dan motivasi menulis mahasiswa. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Joko Purwanto pada
tahun 2008 dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Ilmiah Melalui Teknik Peer Correction pada Siswa Kelas XI IA SMA
Muhammadiyah 3 Masaran”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran serta peningkatan kemampuan
menulis ilmiah siswa setelah diterapkannya teknik peer correction. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarwati, Suyatmin, dan Siti Mulyani
pada tahun 2008 dengan judul “Penerapan Teknik Peer-Correction dalam Pembelajaran Menulis untuk Meningkatkan Penguasaan Bahasa Indonesia
Tulis Siswa Kelas VIII SMP”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya peningkatan keaktifan dan kesungguhan siswa dalam pembelajaran menulis
disamping adanya peningkatan kualitas hasil dan kualitas proses dalam pembelajaran menulis setelah diterapkankan teknik peer-correction.
Berdasarkan kesimpulan dari ketiga penelitian di atas maka relevansinya dengan penelitian yang peneliti ini adalah bahwa keterlibatan
serta keaktifan siswa dalam memberikan umpan balik dari hasil pekerjaan, baik pekerjaannya sendiri maupun pekerjaan temannya, mempunyai pengaruh
yang positif dalam meningkatkan kemampuan, khususnya kemampuan produktif siswa atau mahasiswa. Atau secara singkat dapat dijelaskan bahwa
apabila siswa mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran, makan akan
berpengaruh positif
dalam meningkatkan
kemampuannya dalam
pembelajaran. Penelitian yang akan dilaksanakan ini dapat dikatakan mampu
memberikan tambahan bukti penguat bahwa jika siswa dilibatkan secara aktif dalam memberikan umpan balik terhadap hasil kerja, baik pekerjaannya
sendiri maupun temannya, akan meningkatkan kemampuan produktif para siswa tersebut.
C. Kerangka Berpikir