46
C. Pembahasan
1. Variabel yang Berpengaruh terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal a. Kepesertaan JPKM
Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa kepesertaan JPKM mempunyai pengaruh yang bermakna dengan
kelengkapan pelayanan antenatal . Responden yang menjadi peserta JPKM mempunyai kemungkinan 2,3 kali lebih banyak OR=2,33 kelengkapan
pelayanan antenatalnya dibanding responden yang bukan peserta JPKM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu-ibu peserta JPKM
cenderung lebih lengkap pelayanan antenatal nya dibandingkan dengan yang bukan peserta JPKM. Keadaan ini sejalan dengan survei yang
dilakukan Bravemen, Egerter and Marchi 1999 di California yang menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang berpendapatan rendah 0-
200 dari proverty level memanfaatkan pelayanan dan perawatan kehamilan dengan model asuransi kesehatan. Sedangkan hasil penelitian
Ali Ghufron M 2000 pada 216 ibu hamil menunjukkann dengan program asuransi kesehatan yang berkualitas dapat meningkatkan tingkat
kunjungan ibu hamil ke pusat pelayanan untuk perawatan kehamilannya. Survei di Vietnam menunjukkan bahwa dengan model asuransi
dapat mengurangi beban pengeluaran untuk kesehatan sampai 200 dan jika dikaitkan dengan tingkat pendapatan individu, asuransi berpengaruh
signifikan terhadap beban biaya kesehatan masyarakat berpendapatan rendah daripada yang berpendapatan tinggi Jowett, Contoyannis and
Vinh, 2001:1-10.
47 Hasil penelitian di Bangladesh pada tahun 1798 rumah tangga di
pedesaan Bangladesh juga menunjukkan hal yang sama, di mana terdapat pengaruh yang positif pada wanita yang mengikuti asuransi Credit
programmes terhadap akses pelayanan kesehatan formal daripada pada pria. Hal ini menunjukkan bahwa wanita yang berpartisipasi dalam
program tersebut mempunyai kepercayaan diri terhadap pengambilan keputusan untuk menjaga atau merawat kesehatannya secara modern
dibanding pria Nanda,1999:415-428. Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa
program JPKM yang merupakan model asuransi dalam pembiayaan kesehatan pada ibu hamil memberikan manfaat dalam membantu
meringankan beban ekonomi keluarga khususnya di pedesaan yang mayoritas berpenghasilan rendah. Program JPKM diharapkan akses
masyarakat ke pelayanan kesehatan yang berkualitas khususnya selama hamil dapat dijangkau oleh ibu hamil di wilayah pedesaan.
b. Tingkat Pendidikan Ibu Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa
wanita hamil yang memiliki tingkat pendidikan SMP ke atas mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal.
Responden dengan tingkat pendidikan SMP ke atas kemungkinan rata-rata 2,4 kali lebih banyak OR=2,48 kelengkapan pelayanan antenatal
dibanding responden yang pendidikan SDTidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin
lengkap pelayanan antenatalnya.
48 Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Djaswadi D, M.Hakimi;
Siswanto A.W., Lina K., 2001 tentang evaluasi efektifitas kehamilan di Kabupaten Purworejo menunjukkan bahwa pendidikan ibu hamil
berhubungan secara bermakna dengan perawatan kehamilan dengan Chi- square Test=169,7 p=0,000.
Hasil penelitian Muh.Arif dan Chusnul 1997 pada tahun 118 orang ibu hamil di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang menunjukkan
hal yang sama yaitu makin tinggi tingkat pendidikan responden, makin baik kualitas ANC dan pertolongan persalinannya dimana pada responden
yang tidak sekolah 50 memilih dukun sebagai tempat ANC dan pertolongan persalinan. Keadaan ini senada dengan analisis hasil SDKI
1994 Sarimawan Djaya, 2001 bahwa 77 persalinan di pedesaan yang ditolong dukun, mayoritas dialami oleh ibu-ibu yang berpendidikan
rendah. Sedangkan hasil penelitian Syamsulhuda, Tinuk Istiarti, Emmy Riyanti, Rony Aruben 2003 pada 60 ibu hamil di wilayah Puskesmas
Tegalrejo, Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa pada ibu-ibu yang berpendidikan SD mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap manfaat
ANC. Survei yang dilakukan Soemanto R.B., Prasojo J.B., Argyo
Demartoto 19943 di Boyolali dan Purwodadi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu hamil mempunyai hubungan yang positif terhadap
pelayanan kelahiran oleh bidan, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu cenderung memilih penolong kelahiran di bidan.
49 Hal tersebut senada dengan survei Nepal Demographic and Health
Survey NDHS pada tahun 2001 yang menunjukkan bahwa di India ANC berkorelasi positif dengan tingkat pendidikan ibu hamil, di mana pada
perempuan yang berpendidikan tinggi 95 melakukan kunjungan ANC, sedangkan pada perempuan yang tidak sekolah hanya 39 yang
melakukan ANC dan yang menggunakan dokter sebagai tenaga ANC naik sampai 10 pada wanita tidak berpendidikan, sedang pada wanita
berpendidikan tinggi naik 66 Vaessen, 2002: 139-168. Penelitian tentang pengaruh penggunaan pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak KIA
di Cebu, Philiphina juga menunjukkan bahwa pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ANC, khususnya pada masyarakat pedesaan, dimana
terjadi kenaikan ANC secara umum sebesar 11 dan pada ANC yang standar sebesar 19 pada ibu-ibu yang mengalami kenaikan pendidikan
tiap tahunnya Becker, et al, 1993: 77-89. Penelitian tentang kegunaan pelayanan kesehatan pada 625
keluarga dan 719 perempuan usia 15-54 tahun di Nepal Tengah juga menunjukkan bahwa wanita yang berpendidikan lebih banyak
menggunakan fasilitas kesehatan modern dibandingkan dengan wanita yang buta huruf Niraula, 1994:151-166.
Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kualitas
kelengkapan pelayanan antenatal nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu hamil yang memadai akan mampu menumbuhkan
kesadaran apa yang terbaik bagi dirinya termasuk dalam hal menjaga
50 kehamilannya Sapta A., Agustono, dan Minar F., 2001:57-71 Menurut
Sudarto 2000 rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan wanita kurang lengkap terhadap pembaharuan dan pengetahuan reproduksi yang sehat,
sehingga dapat mempengaruhi terhadap kelengkapan pelayanan antenatal nya.
2. Variabel yang Tidak Berpengaruh terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa
variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anakparitas, biaya pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak nampak perbedaan pengaruh
antara variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anakparitas, biaya pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Ada beberapa hal yang menyebabkan variabel tersebut tidak berpengaruh secara
signifikan oleh beberapa hal. Berikut penjelasan lebih rinci per variabel di bawah ini:
a. Umur Ibu Hamil Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa
umur ibu hamil tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu
hamil peserta JPKM yang berusia lebih dari 25 tahun persentase kelengkapan pelayanan antenatalnya cenderung sama jika dibandingkan
dengan ibu yang berusia kurang dari atau sama dengan 25 tahun. Hal ini
51 menunjukkan faktor umur memiliki kurang berperan dalam pemeriksaan
dan perawatan kehamilan, sebab ibu hamil dengan usia muda keadaannya belum siap menghadapi kehamilan dan merupakan faktor penyulit.
Menurut Jaswadi dkk 2000 usia ibu hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun merupakan faktor penyulit dalam
kehamilan, sebab ibu hamil terlalu muda keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, sedangkan usia di atas 35 tahun apabila
mengalami komplikasi maka resiko kesulitas lebih besar. Pernikahan pada usia remaja serta kehamilan pada usia muda
sangat merugikan wanita secara fisik dan mental, sehingga kunjungan antenatalnya juga harus lebih sering. Untuk perlakukan dan perawatan
kehamilan yang dibutuhkannya. b. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi persentase kelengkapan pelayanan antenatalnya hampir sama dibanding yang
berpenghasilan rendah. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil studi Peacock, Band,
Anderson 1995 pada 1513 ibu hamil menunjukkan bahwa rendanya pendapatan keluarga, minimnya pendidikan, depresi, hubungan sosial yang
rendah berpengaruh signifikan terhadap kelahiran belum genap bulan preterm delivey. Hal ini menunjukkan bahwa pada ibu-ibu yang
berpendapatan rendah akses ke pelayanan kesehatan minim, sehingga juga
52 tidak bisa menjaga dan merawat kehamilannya sesuai standar yang
ditentukan minimal K4.d Menurut Azrul Azwar sejak krisis ekonomi kondisi kesehatan
khususnya perawatan maternal yang standar semakin mengkhawatirkan. Penyebabnya adalah beban hidup yang ditanggung penduduk makin tinggi
sementara penghasilan keluarga tidak mencukupi untuk mengakses ke pelatayanan kesehatan karena rata-rata tiap hari hanya berpenghasilan
Rp.5000,00 Dursin, 2000. Keterbatasan penghasilan keluarga juga menyebabkan terbatasanya
akses ke pelayanan kesehatan. Beberapa survei menunjukkan rendahnya pendapatan keluarga khususnya di pedesaan, menyebabkan tidak
terjangkaunya akses ke pelayanan kesehatan dasar, misalnya ke dokter. Di Indonesia pada tahun 1991 menunjukkan bahwa rumah tangga dengan
pendapatan keluarga tinggi hampir 3 kali menggunakan tenaga kesehatan untuk perawatan kesehatannya dibanding masyarakat yang berpenghasilan
rendah World Bank, 1994; Kristanti, Tin Afifah, Yuana Wiryawan, 2002; WHO, 2003.
Penelitian Muh Arif dan Chusnul 1997 menunjukkan dari 5 ibu hamil yang tidak melakukan ANC semuanya dan keluarga berpendapatan
rendah kurang dari Rp.200.000,00. Menurut Hani K. Atrash 1996 berdasarkan survei Pertumbuhan Keluarga Nasional Washington
menunjukkan bahwa 61 ibu yang berpendapatan rendah kualitas kehamilan dan persalinannya kurang baik dibandingkan dengan 29 ibu
yang berpendapatan rendah.
53 Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa
pendapatan keluarga berpengaruh terhadap akses perawatan ibu hamil. Pada ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi cenderung dapat
memanfaatkan pelayanan kesehatan modern dengan baik, sedangkan pada keluarga berpenghasilan rendah akan mengalami kesulitan dalam
mengakses pelayanan kesehatan selam kehamilannya. Sebagai bentuk perhatian pemerintah Indonesia untuk rakyat
miskin maka diperkenalkan program kartu sehat pada tahun 1994 sebagai bagian dari strategi mengurangi beban bagi rakyat miskin. Rakyat yang
tidak mampu bila membawa kartu sehat, maka mendapat bebas biaya berobat di Puskesmas atau di rumah sakit Marzolf, 2002:25. Masalahnya
kenyataan di lapangan masih banyak kepemilikan Kartu Sehat, sedangkan keluarga yang kurang mampu justru tidak memiliki Kartu Sehat Kristanti,
Tin Arifah, Yuana Wiryawan, 2002. c. Jumlah Anak
Jumlah anak tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah anak yang dimiliki ibu hamil, maka ada kecenderungan semakin tidak lengkap pelayanan
antenatalnya. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya sikap pada ibu hamil yang telah
mempunyai anak bahwa mereka sudah berpengalaman, sehingga tidak intensif merawat kehamilan dibandingkan mereka yang belum mempunyai
atau kurang dari 1 anak. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Djaswadi D, Joko S. Saribin H 2000 di Kabupaten Purworejo terhadap
54 101 responden yang menunjukkan bahwa pada ibu yang sudah memiliki
anak hanya melakukan ANC satu kali. Selain itu pada ibu hamil yang telah memiliki banyak anak juga
mempunyai kecenderungan kualitas antenatal nya semakin turun. Hasil survei di India pada 4745 ibu hamil tahun 2001 juga menunjukkan
kecenderungan yang sama, dimana yang melakukan ANC pada dokter persentase terbanyak dijumpai pada ibu hamil yang baru mempunyai satu
anak yaitu 27,4, diikuti jumlah anak 2-3 orang 18,5; jumlah anak 4-5 11,3 dan jumlah anak lebih dari 5 orang 5,4. Survei yang sama juga
menunjukkan bahwa ibu hamil yang memperoleh informasi komplikasi kehamilan dengan jumlah anak 1 orang 55,9; jumlah anak 2-3 orang
46,8; jumlah anak 4-5 orang 44,1; dan jumlah anak lebih dari 5 orang 34,2 Vaessen, 2002: 139-168.
Hasil studi di 8 negara bagian Alabama, Florida, Georgia, Michigan, New York, Oklahoma, South Carolina dan Virginia Barat pada
wanita yang mempunyai anak dari tahun 1993-1995 menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai anak lebih dari 1 dan berpendidikan kurang dari 12
tahun mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan kehamilan dan persalinan yang semakin besar Dietz, et al, 1999. Hal tersebut
dimungkinkan karena tidak adanya perawatan yang insentif selama kehamilannya.
Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas perawatan ibu hamil yang sudah mempunyai anak
berbeda dibandingkan dengan ibu hamil yang belum mempunyai anak.
55 Dengan demikian jumlah anak ibu hamil berpengaruh terhadap
kelengkapan pelayanan antenatal nya. d. Biaya Pelayanan Antenatal
Biaya Pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada ibu hamil yang mengeluarkan biaya pada setiap pelayanan antenatalnya mempunyai kecenderungan tidak lengkap
pelayanan antenatalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor biaya merupakan faktor yang diperhitungkan ibu hamil dalam perawatan
kesehatan selama kehamilannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, meskipun 53,3 ibu
hamil lengkap pelayanan antenatalnya, namun 68,3 memilih melahirkan di rumah dengan alasan biaya murah, tidak merepotkan dan dapat
ditunggui sanak famili. Hal ini sejalan dengan penelitian Djaswadi D., Joko S., Saribin H 2000 di Kabupaten Purworejo yang menunjukkan
bahwa karena alasan tenang, aman, biaya murah dan tidak merepotkan, banyak ibu hamil yang memilih melahirkan di rumah dengan bantuan
dukun. Keadaan tersebut disebabkan pada masyarakat pedesaan, dukun
bayi biasanya tidak memasang tarif khusus untuk menolong persalinan, karena jarang yang merupakan profesi pokok. Selain itu sebagian besar
dukun bayi tidak hanya membantu mengurusi persalinan saja tetapi juga membantu dalam urusan rumah tangga yang dapat meringankan beban
56 para ibu yang baru melahirkan, dan tidak hanya dibayar dalam bentuk
uang tetapi juga barang kebutuhan pokok Dursin, 2000. Sedangkan pada tenaga kesehatan bidan atau dokter biayanya
juga bervariasi tergantung fasilitas yang diberikan pada ibu hamil. Pada bidan puskesmas maupun pada bidan desa juga tidak terdapat standar
khusus. Demikian juga pada praktek dokter maupun rumah sakit berbeda- beda tergantung fasilitas pelayanannya.Rumah sakit yang besar dan
kualitasnya baik akan memberikan diagnosa yang lebih teliti dibanding rumah sakit kecil dengan keterbatasan peralatan dan pelayanannya
Pheleps, 1997: 274-289. Hasil penelitian Ali Ghufron M., Abdul Wahab, dan Mohammad
Hakimi 1997 juga menunjukkan dari 857 ibu hamil di Kabupaten Purworejo sebanyak 44 menyatakan biaya periksa pada bidan tidak
murah. Sebagai contoh rata-rata biaya persalinan pada bidan paling murah adalah Rp.50.000,00 sedang pada dukun biaya rata-rata hanya
Rp.10.000,00-Rp.15.000,00. Pernyataan
tentang beratnya
biaya kemungkinan berkaitan erat dengan status ekonomi rumah tangga ibu
sebagain besar ekonomi rendah. Penelitian pada masyarakat Tanzania juga menunjukkan jika biaya
pelayanan kesehatan mengalami kenaikan maka akan menurunkan minat masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Oleh
karena itu masyarakat Tanzania sangat menyambut baik kebijaksanaan pengaturan biaya pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan tingkat
pendapatan Sahn, Younger, and Geniot, 2000. Di Republik Dominika
57 pembenahan untuk mengefektifkan biaya pelayanan persalinan dengan
sistem pembiayaan pada masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan ke pelayanan kesehatan di pedesaan Thind and Andersen, 2002.
Hasil penelitian Detty S.N., Djaswadi D., dan Mohammad Hakimi 1996 tentang morbitas maternal dan pemanfaatan upaya kesehatan ibu
dan anak di Kabupaten Purworejo pada 280 ibu hamil di perkotaan dan 2165 ibu hamil di pedesaan menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil
memeriksakan kehamilannya 3,8. Selain itu terdapat perbedaan yang bermakna antara ketaatan ibu periksa kehamilan di perkotaan dan di
pedasaan. Hal tersebut dikarenakan ibu-ibu di pedesaan beralasan jarak terlalu jauh 25,8 dan kesulitan sarana transportasi 11,2 sehingga
harus mengeluarkan biaya tambahan. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian Adik Wibowo
1997 pada 893 ibu hamil di Ciawi Jawa Barat yang menunjukkan bahwa anak merupakan masalah bagi ibu hamil untuk melakukan ANC, selain itu
biaya dan tingkat pendidikan. Menurut penelitian Dwi Hari Wibowo 2001 alasan 70 ibu hamil di Pekalongan memeriksakan kehamilannya ke
pelayanan swasta karena dekat dan terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa selain biaya pemeriksaan komponen
penting lainnya yang diperhitungkan adalah biaya transportasi sehingga menimbulkan keengganan ibu hamil memeriksakan kehamilannya.
Menurut Nasrin Kodim 2001 salah satu penyebab keterlambatan ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang
tidak terjangkau. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata biaya
58 trasportasi Rp.3.570,00. Hal ini merupakan faktor yang menentukan
kelengkapan pelayanan antenatal bagi ibu hamil. e. Tenaga Pemberi Pelayanan Antenatal
Tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Berdasarkan
survei fasilitas pelayanan antenatal yang terdekat di tempat penelitian adalah polindes dan puskesmas, sehingga mayoritas ibu hamil diperiksa
oleh bidan atau perawat. Selain itu karena tidak adanya perbedaan biaya yang cukup besar pada tenaga pemberi pelayanan antenatal sebagian besar
ibu hamil memeriksakan kehamilannya kepada Nakes. Hal ini tidak berlaku dalam memilih tenaga penolong persalinan dan tempat persalinan.
Keadaan tersebut menyebabkan bahwa tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak berpengaruh terhadap kelengkapan pelayanan antenatal
ibu hamil di Kabupaten Purbalingga. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Dharmastuti 2003 yang menyebutkan bahwa
tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak berpengaruh bermakna terhadap kelengkapan pelayanan antenatal pada program Tabulin dalam gerakan
sayang ibu yang dilakukan di Kabupaten Pati.
D. Keterbatasan Penelitian