Pembahasan HASIL, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

46

C. Pembahasan

1. Variabel yang Berpengaruh terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal a. Kepesertaan JPKM Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa kepesertaan JPKM mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal . Responden yang menjadi peserta JPKM mempunyai kemungkinan 2,3 kali lebih banyak OR=2,33 kelengkapan pelayanan antenatalnya dibanding responden yang bukan peserta JPKM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu-ibu peserta JPKM cenderung lebih lengkap pelayanan antenatal nya dibandingkan dengan yang bukan peserta JPKM. Keadaan ini sejalan dengan survei yang dilakukan Bravemen, Egerter and Marchi 1999 di California yang menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang berpendapatan rendah 0- 200 dari proverty level memanfaatkan pelayanan dan perawatan kehamilan dengan model asuransi kesehatan. Sedangkan hasil penelitian Ali Ghufron M 2000 pada 216 ibu hamil menunjukkann dengan program asuransi kesehatan yang berkualitas dapat meningkatkan tingkat kunjungan ibu hamil ke pusat pelayanan untuk perawatan kehamilannya. Survei di Vietnam menunjukkan bahwa dengan model asuransi dapat mengurangi beban pengeluaran untuk kesehatan sampai 200 dan jika dikaitkan dengan tingkat pendapatan individu, asuransi berpengaruh signifikan terhadap beban biaya kesehatan masyarakat berpendapatan rendah daripada yang berpendapatan tinggi Jowett, Contoyannis and Vinh, 2001:1-10. 47 Hasil penelitian di Bangladesh pada tahun 1798 rumah tangga di pedesaan Bangladesh juga menunjukkan hal yang sama, di mana terdapat pengaruh yang positif pada wanita yang mengikuti asuransi Credit programmes terhadap akses pelayanan kesehatan formal daripada pada pria. Hal ini menunjukkan bahwa wanita yang berpartisipasi dalam program tersebut mempunyai kepercayaan diri terhadap pengambilan keputusan untuk menjaga atau merawat kesehatannya secara modern dibanding pria Nanda,1999:415-428. Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa program JPKM yang merupakan model asuransi dalam pembiayaan kesehatan pada ibu hamil memberikan manfaat dalam membantu meringankan beban ekonomi keluarga khususnya di pedesaan yang mayoritas berpenghasilan rendah. Program JPKM diharapkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan yang berkualitas khususnya selama hamil dapat dijangkau oleh ibu hamil di wilayah pedesaan. b. Tingkat Pendidikan Ibu Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa wanita hamil yang memiliki tingkat pendidikan SMP ke atas mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Responden dengan tingkat pendidikan SMP ke atas kemungkinan rata-rata 2,4 kali lebih banyak OR=2,48 kelengkapan pelayanan antenatal dibanding responden yang pendidikan SDTidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin lengkap pelayanan antenatalnya. 48 Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Djaswadi D, M.Hakimi; Siswanto A.W., Lina K., 2001 tentang evaluasi efektifitas kehamilan di Kabupaten Purworejo menunjukkan bahwa pendidikan ibu hamil berhubungan secara bermakna dengan perawatan kehamilan dengan Chi- square Test=169,7 p=0,000. Hasil penelitian Muh.Arif dan Chusnul 1997 pada tahun 118 orang ibu hamil di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang menunjukkan hal yang sama yaitu makin tinggi tingkat pendidikan responden, makin baik kualitas ANC dan pertolongan persalinannya dimana pada responden yang tidak sekolah 50 memilih dukun sebagai tempat ANC dan pertolongan persalinan. Keadaan ini senada dengan analisis hasil SDKI 1994 Sarimawan Djaya, 2001 bahwa 77 persalinan di pedesaan yang ditolong dukun, mayoritas dialami oleh ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Sedangkan hasil penelitian Syamsulhuda, Tinuk Istiarti, Emmy Riyanti, Rony Aruben 2003 pada 60 ibu hamil di wilayah Puskesmas Tegalrejo, Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa pada ibu-ibu yang berpendidikan SD mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap manfaat ANC. Survei yang dilakukan Soemanto R.B., Prasojo J.B., Argyo Demartoto 19943 di Boyolali dan Purwodadi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu hamil mempunyai hubungan yang positif terhadap pelayanan kelahiran oleh bidan, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu cenderung memilih penolong kelahiran di bidan. 49 Hal tersebut senada dengan survei Nepal Demographic and Health Survey NDHS pada tahun 2001 yang menunjukkan bahwa di India ANC berkorelasi positif dengan tingkat pendidikan ibu hamil, di mana pada perempuan yang berpendidikan tinggi 95 melakukan kunjungan ANC, sedangkan pada perempuan yang tidak sekolah hanya 39 yang melakukan ANC dan yang menggunakan dokter sebagai tenaga ANC naik sampai 10 pada wanita tidak berpendidikan, sedang pada wanita berpendidikan tinggi naik 66 Vaessen, 2002: 139-168. Penelitian tentang pengaruh penggunaan pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak KIA di Cebu, Philiphina juga menunjukkan bahwa pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ANC, khususnya pada masyarakat pedesaan, dimana terjadi kenaikan ANC secara umum sebesar 11 dan pada ANC yang standar sebesar 19 pada ibu-ibu yang mengalami kenaikan pendidikan tiap tahunnya Becker, et al, 1993: 77-89. Penelitian tentang kegunaan pelayanan kesehatan pada 625 keluarga dan 719 perempuan usia 15-54 tahun di Nepal Tengah juga menunjukkan bahwa wanita yang berpendidikan lebih banyak menggunakan fasilitas kesehatan modern dibandingkan dengan wanita yang buta huruf Niraula, 1994:151-166. Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kualitas kelengkapan pelayanan antenatal nya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan ibu hamil yang memadai akan mampu menumbuhkan kesadaran apa yang terbaik bagi dirinya termasuk dalam hal menjaga 50 kehamilannya Sapta A., Agustono, dan Minar F., 2001:57-71 Menurut Sudarto 2000 rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan wanita kurang lengkap terhadap pembaharuan dan pengetahuan reproduksi yang sehat, sehingga dapat mempengaruhi terhadap kelengkapan pelayanan antenatal nya. 2. Variabel yang Tidak Berpengaruh terhadap Kelengkapan Pelayanan Antenatal Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anakparitas, biaya pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak nampak perbedaan pengaruh antara variabel : umur ibu, pendapatan keluarga, jumlah anakparitas, biaya pelayanan antenatal dan tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Ada beberapa hal yang menyebabkan variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan oleh beberapa hal. Berikut penjelasan lebih rinci per variabel di bawah ini: a. Umur Ibu Hamil Hasil analisis regresi ganda logistik Tabel 8 menunjukkan bahwa umur ibu hamil tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil peserta JPKM yang berusia lebih dari 25 tahun persentase kelengkapan pelayanan antenatalnya cenderung sama jika dibandingkan dengan ibu yang berusia kurang dari atau sama dengan 25 tahun. Hal ini 51 menunjukkan faktor umur memiliki kurang berperan dalam pemeriksaan dan perawatan kehamilan, sebab ibu hamil dengan usia muda keadaannya belum siap menghadapi kehamilan dan merupakan faktor penyulit. Menurut Jaswadi dkk 2000 usia ibu hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun merupakan faktor penyulit dalam kehamilan, sebab ibu hamil terlalu muda keadaan tubuhnya belum siap menghadapi kehamilan, sedangkan usia di atas 35 tahun apabila mengalami komplikasi maka resiko kesulitas lebih besar. Pernikahan pada usia remaja serta kehamilan pada usia muda sangat merugikan wanita secara fisik dan mental, sehingga kunjungan antenatalnya juga harus lebih sering. Untuk perlakukan dan perawatan kehamilan yang dibutuhkannya. b. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi persentase kelengkapan pelayanan antenatalnya hampir sama dibanding yang berpenghasilan rendah. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil studi Peacock, Band, Anderson 1995 pada 1513 ibu hamil menunjukkan bahwa rendanya pendapatan keluarga, minimnya pendidikan, depresi, hubungan sosial yang rendah berpengaruh signifikan terhadap kelahiran belum genap bulan preterm delivey. Hal ini menunjukkan bahwa pada ibu-ibu yang berpendapatan rendah akses ke pelayanan kesehatan minim, sehingga juga 52 tidak bisa menjaga dan merawat kehamilannya sesuai standar yang ditentukan minimal K4.d Menurut Azrul Azwar sejak krisis ekonomi kondisi kesehatan khususnya perawatan maternal yang standar semakin mengkhawatirkan. Penyebabnya adalah beban hidup yang ditanggung penduduk makin tinggi sementara penghasilan keluarga tidak mencukupi untuk mengakses ke pelatayanan kesehatan karena rata-rata tiap hari hanya berpenghasilan Rp.5000,00 Dursin, 2000. Keterbatasan penghasilan keluarga juga menyebabkan terbatasanya akses ke pelayanan kesehatan. Beberapa survei menunjukkan rendahnya pendapatan keluarga khususnya di pedesaan, menyebabkan tidak terjangkaunya akses ke pelayanan kesehatan dasar, misalnya ke dokter. Di Indonesia pada tahun 1991 menunjukkan bahwa rumah tangga dengan pendapatan keluarga tinggi hampir 3 kali menggunakan tenaga kesehatan untuk perawatan kesehatannya dibanding masyarakat yang berpenghasilan rendah World Bank, 1994; Kristanti, Tin Afifah, Yuana Wiryawan, 2002; WHO, 2003. Penelitian Muh Arif dan Chusnul 1997 menunjukkan dari 5 ibu hamil yang tidak melakukan ANC semuanya dan keluarga berpendapatan rendah kurang dari Rp.200.000,00. Menurut Hani K. Atrash 1996 berdasarkan survei Pertumbuhan Keluarga Nasional Washington menunjukkan bahwa 61 ibu yang berpendapatan rendah kualitas kehamilan dan persalinannya kurang baik dibandingkan dengan 29 ibu yang berpendapatan rendah. 53 Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap akses perawatan ibu hamil. Pada ibu hamil yang pendapatan keluarganya tinggi cenderung dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan modern dengan baik, sedangkan pada keluarga berpenghasilan rendah akan mengalami kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan selam kehamilannya. Sebagai bentuk perhatian pemerintah Indonesia untuk rakyat miskin maka diperkenalkan program kartu sehat pada tahun 1994 sebagai bagian dari strategi mengurangi beban bagi rakyat miskin. Rakyat yang tidak mampu bila membawa kartu sehat, maka mendapat bebas biaya berobat di Puskesmas atau di rumah sakit Marzolf, 2002:25. Masalahnya kenyataan di lapangan masih banyak kepemilikan Kartu Sehat, sedangkan keluarga yang kurang mampu justru tidak memiliki Kartu Sehat Kristanti, Tin Arifah, Yuana Wiryawan, 2002. c. Jumlah Anak Jumlah anak tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anak yang dimiliki ibu hamil, maka ada kecenderungan semakin tidak lengkap pelayanan antenatalnya. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya sikap pada ibu hamil yang telah mempunyai anak bahwa mereka sudah berpengalaman, sehingga tidak intensif merawat kehamilan dibandingkan mereka yang belum mempunyai atau kurang dari 1 anak. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Djaswadi D, Joko S. Saribin H 2000 di Kabupaten Purworejo terhadap 54 101 responden yang menunjukkan bahwa pada ibu yang sudah memiliki anak hanya melakukan ANC satu kali. Selain itu pada ibu hamil yang telah memiliki banyak anak juga mempunyai kecenderungan kualitas antenatal nya semakin turun. Hasil survei di India pada 4745 ibu hamil tahun 2001 juga menunjukkan kecenderungan yang sama, dimana yang melakukan ANC pada dokter persentase terbanyak dijumpai pada ibu hamil yang baru mempunyai satu anak yaitu 27,4, diikuti jumlah anak 2-3 orang 18,5; jumlah anak 4-5 11,3 dan jumlah anak lebih dari 5 orang 5,4. Survei yang sama juga menunjukkan bahwa ibu hamil yang memperoleh informasi komplikasi kehamilan dengan jumlah anak 1 orang 55,9; jumlah anak 2-3 orang 46,8; jumlah anak 4-5 orang 44,1; dan jumlah anak lebih dari 5 orang 34,2 Vaessen, 2002: 139-168. Hasil studi di 8 negara bagian Alabama, Florida, Georgia, Michigan, New York, Oklahoma, South Carolina dan Virginia Barat pada wanita yang mempunyai anak dari tahun 1993-1995 menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai anak lebih dari 1 dan berpendidikan kurang dari 12 tahun mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan kehamilan dan persalinan yang semakin besar Dietz, et al, 1999. Hal tersebut dimungkinkan karena tidak adanya perawatan yang insentif selama kehamilannya. Hasil penelitian dan beberapa studi di atas menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas perawatan ibu hamil yang sudah mempunyai anak berbeda dibandingkan dengan ibu hamil yang belum mempunyai anak. 55 Dengan demikian jumlah anak ibu hamil berpengaruh terhadap kelengkapan pelayanan antenatal nya. d. Biaya Pelayanan Antenatal Biaya Pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada ibu hamil yang mengeluarkan biaya pada setiap pelayanan antenatalnya mempunyai kecenderungan tidak lengkap pelayanan antenatalnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor biaya merupakan faktor yang diperhitungkan ibu hamil dalam perawatan kesehatan selama kehamilannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian, meskipun 53,3 ibu hamil lengkap pelayanan antenatalnya, namun 68,3 memilih melahirkan di rumah dengan alasan biaya murah, tidak merepotkan dan dapat ditunggui sanak famili. Hal ini sejalan dengan penelitian Djaswadi D., Joko S., Saribin H 2000 di Kabupaten Purworejo yang menunjukkan bahwa karena alasan tenang, aman, biaya murah dan tidak merepotkan, banyak ibu hamil yang memilih melahirkan di rumah dengan bantuan dukun. Keadaan tersebut disebabkan pada masyarakat pedesaan, dukun bayi biasanya tidak memasang tarif khusus untuk menolong persalinan, karena jarang yang merupakan profesi pokok. Selain itu sebagian besar dukun bayi tidak hanya membantu mengurusi persalinan saja tetapi juga membantu dalam urusan rumah tangga yang dapat meringankan beban 56 para ibu yang baru melahirkan, dan tidak hanya dibayar dalam bentuk uang tetapi juga barang kebutuhan pokok Dursin, 2000. Sedangkan pada tenaga kesehatan bidan atau dokter biayanya juga bervariasi tergantung fasilitas yang diberikan pada ibu hamil. Pada bidan puskesmas maupun pada bidan desa juga tidak terdapat standar khusus. Demikian juga pada praktek dokter maupun rumah sakit berbeda- beda tergantung fasilitas pelayanannya.Rumah sakit yang besar dan kualitasnya baik akan memberikan diagnosa yang lebih teliti dibanding rumah sakit kecil dengan keterbatasan peralatan dan pelayanannya Pheleps, 1997: 274-289. Hasil penelitian Ali Ghufron M., Abdul Wahab, dan Mohammad Hakimi 1997 juga menunjukkan dari 857 ibu hamil di Kabupaten Purworejo sebanyak 44 menyatakan biaya periksa pada bidan tidak murah. Sebagai contoh rata-rata biaya persalinan pada bidan paling murah adalah Rp.50.000,00 sedang pada dukun biaya rata-rata hanya Rp.10.000,00-Rp.15.000,00. Pernyataan tentang beratnya biaya kemungkinan berkaitan erat dengan status ekonomi rumah tangga ibu sebagain besar ekonomi rendah. Penelitian pada masyarakat Tanzania juga menunjukkan jika biaya pelayanan kesehatan mengalami kenaikan maka akan menurunkan minat masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu masyarakat Tanzania sangat menyambut baik kebijaksanaan pengaturan biaya pelayanan kesehatan yang disesuaikan dengan tingkat pendapatan Sahn, Younger, and Geniot, 2000. Di Republik Dominika 57 pembenahan untuk mengefektifkan biaya pelayanan persalinan dengan sistem pembiayaan pada masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan ke pelayanan kesehatan di pedesaan Thind and Andersen, 2002. Hasil penelitian Detty S.N., Djaswadi D., dan Mohammad Hakimi 1996 tentang morbitas maternal dan pemanfaatan upaya kesehatan ibu dan anak di Kabupaten Purworejo pada 280 ibu hamil di perkotaan dan 2165 ibu hamil di pedesaan menunjukkan bahwa tidak semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya 3,8. Selain itu terdapat perbedaan yang bermakna antara ketaatan ibu periksa kehamilan di perkotaan dan di pedasaan. Hal tersebut dikarenakan ibu-ibu di pedesaan beralasan jarak terlalu jauh 25,8 dan kesulitan sarana transportasi 11,2 sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian Adik Wibowo 1997 pada 893 ibu hamil di Ciawi Jawa Barat yang menunjukkan bahwa anak merupakan masalah bagi ibu hamil untuk melakukan ANC, selain itu biaya dan tingkat pendidikan. Menurut penelitian Dwi Hari Wibowo 2001 alasan 70 ibu hamil di Pekalongan memeriksakan kehamilannya ke pelayanan swasta karena dekat dan terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa selain biaya pemeriksaan komponen penting lainnya yang diperhitungkan adalah biaya transportasi sehingga menimbulkan keengganan ibu hamil memeriksakan kehamilannya. Menurut Nasrin Kodim 2001 salah satu penyebab keterlambatan ibu bersalin untuk mendapatkan pelayanan yang tepat adalah akibat jarak yang tidak terjangkau. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata biaya 58 trasportasi Rp.3.570,00. Hal ini merupakan faktor yang menentukan kelengkapan pelayanan antenatal bagi ibu hamil. e. Tenaga Pemberi Pelayanan Antenatal Tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak mempunyai pengaruh yang bermakna dengan kelengkapan pelayanan antenatal. Berdasarkan survei fasilitas pelayanan antenatal yang terdekat di tempat penelitian adalah polindes dan puskesmas, sehingga mayoritas ibu hamil diperiksa oleh bidan atau perawat. Selain itu karena tidak adanya perbedaan biaya yang cukup besar pada tenaga pemberi pelayanan antenatal sebagian besar ibu hamil memeriksakan kehamilannya kepada Nakes. Hal ini tidak berlaku dalam memilih tenaga penolong persalinan dan tempat persalinan. Keadaan tersebut menyebabkan bahwa tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak berpengaruh terhadap kelengkapan pelayanan antenatal ibu hamil di Kabupaten Purbalingga. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Esti Dharmastuti 2003 yang menyebutkan bahwa tenaga pemberi pelayanan antenatal tidak berpengaruh bermakna terhadap kelengkapan pelayanan antenatal pada program Tabulin dalam gerakan sayang ibu yang dilakukan di Kabupaten Pati.

D. Keterbatasan Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepuasan Peserta JPKM Di Klinik Medika Graha Medan Tahun 2004

1 39 79

Pengaruh Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012

2 58 152

Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Coverage) Di Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah

0 32 8

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELENGKAPAN PERSYARATAN VERIFIKASI KEPESERTAAN JAMKESMAS DI PELAYANAN RAWAT JALAN RSD KALISAT KABUPATEN JEMBER TAHUN 201

0 4 19

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELENGKAPAN PERSYARATAN VERIFIKASI KEPESERTAAN JAMKESMAS DI PELAYANAN RAWAT JALAN RSD KALISAT KABUPATEN JEMBER TAHUN 2011

0 18 19

PENGARUH HARGA, PROMOSI, LOKASI, KELENGKAPAN PRODUK DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP Pengaruh Harga, Promosi, Lokasi, Kelengkapan Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Empiris Pada Konsumen Indomaret di Kabupaten Karanganyar).

0 4 15

PENGARUH HARGA, PROMOSI, LOKASI, KELENGKAPAN PRODUK DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP Pengaruh Harga, Promosi, Lokasi, Kelengkapan Produk dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen (Studi Empiris Pada Konsumen Indomaret di Kabupaten Karanganyar).

0 6 15

PENGARUH HARGA TERHADAP KELENGKAPAN PENGGUNAAN PELAYANAN IMUNISASI HEPATITIS B PADA BAYI DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 6

ANALISIS KUALITAS PELAYANAN KEPESERTAAN KEPESERTAAN

0 0 29

106 HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU HAMIL DI PUSKESMAS KARANGANYAR KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2013

0 0 10