Christiaan Beker, The Triumph of God; The Essence of Paul Thought, hlm. 17

31 tidak serta merta berlaku dalam semua keadaan. Perlu adanya ―pengolahan‖ terhadap kebenaran Injil yang akan diberitakan. Lebih lanjut lagi Beker menambahkan bahwa “the uniqueness the proprium of Paul‟s hermeneutic manifest itself in the interplay between the changing and unchanging elements of the Gospel. Paul is capable of transforming the Gospel into a living word in various context without, on the whole, compromising the totality of the Gospel or without trivializing the specific particularities that each situation demands. Paul‟s commitment to the truth of the Gospel and its concrete effectiveness clearly shows the interaction between coherence and contingency”. 39 Dengan demikian, Paulus memang mentransformasi berita Injil sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konteks pelayanannya. 40 Rasul Paulus memang terlihat seperti tidak konsisten, akan tetapi ketidakkonsistenannya tersebut bukan karena latar belakang pemikirannya namun dikarenakan adanya interaksi antara pemikirannya dengan situasi dari masing-masing Jemaat yang berbeda. Dalam hal inilah sebenarnya tampak jelas dari kekonsistenan Rasul Paulus, yaitu konsisten terhadap kebenaran inti Injil dan konsisten akan upaya memberitakan Injil dalam dan sesuai dengan konteks yang ada kontekstualisasi Injil. Pemberitaan mengenai Karya Kristus Seperti halnya kedua belas Rasul yang memberitakan Injil secara kontekstual, Paulus pun juga demikian. Perbedaannya ialah bahwa Rasul Paulus lebih menekankan karya Yesus dalam pemberitaan injilnya dibandingkan dengan gelar-gelar pada diri Yesus. Apakah dengan demikian berarti bahwa gelar-gelar pada diri Yesus tidak berarti bagi Rasul Paulus? Mengapa Rasul Paulus lebih tertarik memberitakan karya dibanding gelar? Karya Yesus seperti apa yang diberitakan oleh Rasul Paulus dan bagaimana Rasul Paulus sendiri memahami karya Yesus? Jika melihat soteriologi Rasul Paulus seperti pada bagian Pendahuluan, maka tampak bahwa Rasul Paulus lebih menekankan karya dan peran Yesus dalam karya 39

J. Christiaan Beker, The Triumph of God; The Essence of Paul Thought, hlm. 17

40 Terkait dengan hal ini, sebagaimana yang dikutip oleh Thielman bahwa Beker ―emphasized the importance of understanding Paul‟s theological statements within the context of the specific historical situations to which his letters were addressed. When this situation are taken into account, said Beker, Paul‟s theology emerges as the interaction between a central conviction – the approach cosmic triumph of God – and the specific historical concerns of the communities to which Paul wrote ”. Lihat dalam A Contextual Approach; Paul the Law, hlm. 39-40. 32 pendamaian Allah bagi manusia. Namun, hal itu bukan berarti gelar-gelar pada diri Yesus tidak mempunyai arti sama sekali bagi Rasul Paulus. Gelar ―Kristus‖, ―Tuhan‖, dan ―Anak Allah‖ mempunyai arti tersendiri bagi Paulus. “Christ” and “Lord” speak in different ways of Jesus‟s relationship to his followers, but “Son of God”, for Paul, des cribe Jesus‟s relationship to God. 41 Sekalipun Rasul Paulus beberapa kali dalam suratnya menyebut ―Yesus Kristus‖, namun rupanya ―Kristus‖ yang semula adalah gelar pada diri Yesus terkait dengan kemesiasan- Nya kini menjadi ―nama diri‖ dalam pemahaman Paulus. 42 Gelar Yesus yang sering ditekankan oleh Paulus adalah ―Anak Allah‖. For Paul, Jesus was not simply one among many sons of God, but was the eternal agent of God, involved in creation and destined to bring all under God‟s feet in the future I Cor 15:28. 43 Dengan demikian, gelar ―Anak Allah‖ menjadi penting bagi bagi Paulus karena gelar tersebut mengartikan dan menjelaskan hubungan antara Yesus dengan Allah. Hubungan antara Yesus dengan Allah itu sendiri menjadi penting bagi Paulus, karena hubungan tersebut menjadi dasar bagi pemberitaan karya Yesus oleh Paulus. Pemberitaan bahwa Allah – melalui Yesus Kristus – berkarya atas pendamaian manusia dengan Allah 2 Kor 5: 18-19. Gelar Anak Allah pada diri Yesus memang penting bagi Paulus, namun – sekali lagi – bukanlah ―Yesus sebagai Anak Allah‖ yang diberitakan oleh Paulus melainkan ―karya Yesus sebagai Anak Allah‖. Bahkan, bukan hanya gelar pada diri Yesus saja namun juga ajaran dan sejarah hidup Yesus juga tidak terlalu mendapat penekanan oleh Paulus – walaupun terkadang disinggung oleh Rasul Paulus dalam pelayanannya. 44 Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah karya Yesus seperti apa yang mendapat penekanan serius oleh Paulus di dalam memberitakan Injil? Wenham berpendapat bahwa: In his letters Paul refers very frequently to the death and resurrection of Jesus, but as for Jesus birth, baptism, miracles, parables, transfiguration, etc, there is a deafening silence. Paul was not interested in the pre-passion ministry of Jesus and may in fact have been quite poorly informed about it. 41 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, hlm. 117. 42 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, hlm. 120-121 43 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, hlm. 118. 44 Terkait dengan hal mengenai ajaran Yesus, Wenham berpendapat bahwa ―Paul does not need to quote from it because he and his readers have been taught it and know it well. In his letters his task is to discuss what is disputed and unclear, not to repeat what is ready very familiar ” Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, Hlm. 5. 33 Paul‟s faith, it is argued, focused on the death and resurrection of Jesus and then on the risen Lord and his work in the church by his spirit. In particular the death and resurrection of Jesus are the supremely important facts about Jesus for Paul. They are theologically of overwhelming import ant in bringing God‟s liberation to the world. 45 Sementara itu, menurut Cousar ―Paul‟s letters are punctuated with reminders of the manner and meaning of Jesus‟s death. He writes of course not as historian describing the details of how, where, when, and by whom Jesus was killed, but as pastoral theologian interpreting the important of Jesus‟s death both for the congregations under his care and for himself ”. 46 Berdasarkan pandangan dua tokoh di atas, betapapun banyak karya Kristus namun kematian dan kebangkitan Kristus-lah yang mendapat penekanan oleh Rasul Paulus dalam memberitakan Injil. 47 Mengapa karya kematian dan kebangkitan Kristus menjadi penting bagi Rasul Paulus sehingga menjadi fokus pemberitaan injilnya? Seperti apakah pemahaman Paulus mengenai kematian dan kebangkitan Kristus? Berdasarkan I Kor. 15:14, kematian dan kebangkitan Kristus merupakan dasar bagi Paulus untuk memberitakan Injil dan imannya. Bahkan, di ayat sebelumnya ayat 3- 5 Paulus mengatakan bahwa ―yang sangat penting‖ dalam pemberitaan injilnya adalah kematian dan kebangkitan Kristus. Terkait dengan teks tersebut, Wenham berpendapat bahwa ―for Paul the cross is not an unfortunate accident of history but the key to God‟s plan for the salvation of the world ”. 48 Bandingkan pula dengan Cousar yang berpendapat bahwa “Paul‟s Christology makes it possible to see Jesus‟s action as God‟s action. The story of the cross relates not only the story of the Son of God “who loved me and gave himself for me” Gal 2: 20, but at the same time the story of one “who did not spare his only Son but gave him up for us all” Rom 8:32”. 49 Dengan demikian, Paulus memahami bahwa karya kematian Kristus merupakan kunci masuk pada karya penyelamatan Allah pada dunia, di mana Allah menyatakan karya keselamatan bagi manusia di dalam kematian dan kebangkitan Kristus. 45 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, hlm. 3-5 46 Charles B. Cousar, A Theology of the Cross; the Death of Jesus in the Pauline Letters Minneapolis: Fortress Press. 1994. Hlm. 1 47 Terkait dengan hal ini Wenham berpendapat bahwa ―for Paul the cross of Jesus was absolutely central – central in his own thinking and preaching, but also, and more importantly, in God‟s world-saving work as Paul understood it” Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity. Hlm. 138 48 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity, hlm. 148 49 Charles B. Cousar, A Theology of the Cross. Hlm. 27 34 Secara umum, pemberitaan Paulus mengenai karya keselamatan Allah bagi manusia terkandung di dalam konsepnya mengenai pendamaian, pembenaran, dan penebusan. 50 Paulus memahami bahwa kematian Yesus membawa penebusan bagi manusia Rom 3:24. ―For Paul the death of Jesus not simply as redeeming the individual from his or her slavery to sin or death, but also as a new exodus event bringing the people of God out of their slavery ”. 51 Konsep penebusan itu sendiri agaknya tidak asing dalam Jemaat di mana Paulus memberitakan Injil. Tradisi Yahudi mengenal adanya konsep penebusan seperti tergambar dalam Kel 15:13 dan Yes 41:14. Dalam terang ayat tersebut, penebusan mengartikan suatu proses pengeluaran dari ketertindasan. Sementara dunia Yunani juga mengenal konsep penebusan, di mana konsep penebusan seringkali digunakan terkait dengan permasalahan mengenai perbudakan. Kematian Kristus juga membawa pembenaran bagi manusia, di mana Allah menjadikan Kristus yang tidak mengenal dosa menjadi dosa II Kor 5:21. Bagaimana Paulus menjelaskan hal ini Kristus sebagai korban keselamatan kepada Jemaat di mana ia melayani? Tampaknya dalam hal ini Paulus lebih cenderung menggunakan konsep yang ada dalam tradisi Yahudi mengenai korban sebagai ―pengalihan dosa‖ 52 untuk menjelaskan kematian Kristus sebagai korban pembenaran dibandingkan dengan konsep mengenai korban dalam budaya Yunani. 53 Menurut Barrett, ―God‟s righteousness is to be manifested in the paradoxical event of the crucifixion of the Messiah, God‟s Son”. 54 Paulus rupanya juga mempunyai pemahaman bahwa kematian Kristus mendamaikan manusia dengan Allah Rom 5:10; II Kor 5:18- 19. Istilah ―pendamaian‖ itu sendiri umumnya diakui merupakan 50 Lihat kembali ulasannya pada bagian Pendahuluan BAB I. 51 David Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity. Hlm. 150 52 Konsep mengenai korban dalam terang tradisi Yahudi terdapat dalam Imamat 1- 7, di mana korban ―pengalihan‖ dosa adalah hewan. Ketika hewan tersebut dikorbankan, maka ada suatu ―interchange of roles‖ antara si pendosa dengan hewan korban. Orang yang tadinya berdosa kini menjadi dibenarkan, karena dosanya telah pindah ke hewan korban Wenham, Paul; Follower of Jesus or Founder of Christianity. Hlm. 151 53 ―In a narrow sense, “human sacrifice” means the sacrifice of a human being to a divinity, carried out like an animal sacrifice. In a broader sense, the term implies also the forms of “ritual killing,” either at the grave of a deceased person, before or after a battle, during a drought, famine, epidemic or a similiar catastrophe dangerous to an individual life or that of a community. Finally it is possible to offer living human beings to a divinity in order to comply with their cult. Therefore, human sacrifices belong to the rituals of offering, which are generally accepted by the religion and culture in question and which are therefore not considered as an illegal killing and consequently are not punished. ” Lihat Gabriele Weiler, Human Sacrifice in Greek Culture dalam Karin Finsterbusch ed., Human Sacrifice in Jewish and Christian Tradition Boston: Brill. 2007. Hlm. 35 54

C. K. Barrett, Paul; An Introduction to His Tought Louisville: John Knox Press. 1994. Hlm. 101.