Designing agent-based model for the development of shrimp agroindustri in minapolitan area

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG
DI KAWASAN MINAPOLITAN

MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU’TAMAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi tentang Rancang Bangun
Model Berbasis Agen untuk Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan
Minapolitan adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Mohammad Fuad FM
F361080041

RINGKASAN
M. FUAD F. MU’TAMAR. Rancang Bangun Model Berbasis Agen untuk
Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan. Dibimbing oleh
ERIYATNO, MACHFUD dan KADARWAN SOEWARDI.
Agroindustri merupakan komponen penting dalam jaringan rantai pasok
komoditas perikanan maupun pertanian. Agroindustri udang sebagai salah satu
jenis agroindustri merupakan salah satu industri yang dapat meningkatkan nilai
tambah bagi komoditas udang. Posisi strategis dari agroindustri udang dalam
jaringan rantai pasok, menjadikan keberadaan industri ini perlu dipertahankan
keberlanjutannya. Keberlanjutan agroindustri udang salah satunya sangat
bergantung pada kondisi pasokan komoditas udang. Pasokan bahan baku
agroindustri udang bergantung pada produksi komoditas tersebut. Produksi udang
yang meningkat akan meningkatkan pasokan bahan baku. Semakin tinggi pasokan
bahan baku, maka keberlanjutan agroindustri udang semakin meningkat. Begitu

juga sebaliknya, penurunan produksi udang mengakibatkan terganggunya pasokan
bahan baku dan berdampak terancamnya keberlanjutan agroindustri udang.
Komoditas udang dalam tahun-tahun terakhir mengalami kecenderungan
penurunan produksi. Penurunan produksi udang terlihat pada tahun 2009, sebesar
350 ribu ton lebih kecil dari tahun sebelumnya yang mencapai 410 ribu ton.
Produksi tahun 2009 tersebut menurun dari target yang telah ditetapkan sebesar
540 ribu ton. Salah satu usaha meningkatkan produksi udang yang diusahakan
pemerintah adalah dengan program Minapolitan. Minapolitan merupakan
konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan
berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.
Konsep Minapolitan bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas,
kontinuitas pasokan dan kualitas produk perikanan dan kelautan serta menjaga
kelestarian lingkungan. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat perikanan dan keberlanjutan Minapolitan. Komoditas
udang menjadi salah satu komoditas unggulan yang diusahakan dalam
pengembangan kawasan Minapolitan.
Kendala dalam mencapai keberlanjutan agroindustri udang seperti
kurangnya pasokan bahan baku, rendahnya tingkat pendapatan petambak,
perbedaan kepentingan antar pelaku dalam klaster serta adanya isu-isu
pencemaran lingkungan menyebabkan kompleksitas dalam pengembangan

agroindustri udang di kawasan Minapolitan semakin tinggi. Kompleksitas
permasalahan tersebut diharapkan dapat dipecahkan melalui pendekatan berbasis
agen. Pendekatan model berbasis agen, diharapkan mampu menyelesaikan
kompleksitas permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi semua perilaku agen
yang ada dalam klaster Minapolitan dan interaksinya, sehingga dapat
memprediksi kinerja pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan
berdasar paradigma pembangunan berkelanjutan.
Metode analisis yang digunakan pada model pengembangan agroindustri
udang di kawasan Minapolitan terdiri dari dua metode pendekatan utama. Pertama
dengan pendekatan sistem dinamik untuk menduga kinerja rantai pasok udang
pada klaster Minapolitan. Kondisi kinerja rantai pasok merupakan gambaran
situasional pasokan bahan baku di klaster Minapolitan. Metode kedua yang

digunakan adalah pendekatan berbasis agen dalam pengembangan Minapolitan
dalam mendukung pasokan bahan baku agroindustri udang melalui pembangunan
model simulasi menggunakan perangkat lunak SOARS (Spot Oriented Agent Role
Simulator)
Simulasi model dinamik pasokan bahan baku agroindustri udang di
kawasan Minapolitan, memperlihatkan kondisi tingkat pemanfaatan kapasitas
pabrik saat ini dikatagorikan kurang berkelanjutan. Peningkatan keberlanjutan

pasokan bahan baku agroindustri dari model simulasi yang dibangun,
menunjukkan peningkatan produktifitas lahan memberi dampak lebih positif jika
dibandingkan dengan meningkatkan luasan lahan budidaya. Skenario peningkatan
luas lahan budidaya hanya mampu meningkatkan pasokan bahan baku sebesar
60%, sedangkan skenario dengan peningkatan produktifitas dengan luasan lahan
mampu meningkatkan pasokan bahan baku mencapai 84%.
Model berbasis agen yang dibangun dengan kaidah SOARS menunjukkan
pengubahan parameter sebagai penterjemahan aktivitas agen berpengaruh
terhadap keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan. Dampak
pengaruhnya terhadap kinerja nilai indikator pada ketiga dimensi keberlanjutan
yaitu dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan yang diukur. Aktivitas agen
petambak seperti misalnya pengunaan bibit, pemilihan luasan usaha budidaya
udang dan kemampuan pengelolaan budidaya udang adalah aktifitas petambak
yang berpengaruh terhadap indikator keberlanjutan secara keseluruhan. Aktivitas
agen pedagang dalam menangani komoditas udang juga berpengaruh terhadap
kebelanjutan pasokan bahan baku bagi agroindustri udang di kawasan Minapolitan.
Rekomendasi kebijakan peningkatan keberlanjutan agroindustri udang di
kawasan Minapolitan ditekankan pada ketiga dimensi keberlanjutan. Penyediaan
bibit berkualitas, teknologi tepat guna dan ramah lingkungan serta teknologi
pengolahan limbah merupakan upaya dari sisi dimensi lingkungan. Dari sisi

ekonomi, upaya yang perlu dilakukan adalah mengupayakan adanya regulasi
perbankkan guna memberi kemudahan mendapatkan modal bagi petambak dan
pedagang serta pengurangan pajak komoditas. Pelatihan manajemen pertambakan,
kemudahan transfer teknologi dan informasi antar agen adalah upaya dari sisi
dimensi sosial. Upaya secara simultan yang dilakukan diharapkan keberlanjutan
agroindustri udang di kawasan Minapolitan dapat ditingkatkan.
Kata kunci: Agroindustri, Pendekatan Agen, Minapolitan Berkelanjutan

SUMMARY

M. FUAD F. MU’TAMAR. Designing Agent-Based Model for the Development of
Shrimp Agroindustri in Minapolitan Area. Supervised by ERIYATNO, MACHFUD
and KADARWAN SOEWARDI.
Agroindustry is a very important component in the agricultural supply chain.
Shrimp agroindustry is an industry that can add value to the shrimp commodity. Since
it has a strategic position in the agricultural supply chain, this industry need to be
maintained its sustainability. The sustainability of shrimp agroindustry depends on
the conditions of shrimp supply. If raw material supply increases, it will positively
impact on the sustainability of shrimp commodity. On the contrary, a decrease in
shrimp production resulted in disruption of the supply of raw materials and, in turn,

damaging the sustainability of shrimp agroindustry.
One attempt to increase shrimp production is the development of Minapolitan
program. Minapolitan can be considered as an effort to implement fair and
sustainable economic development through rural development focusing on fisheries
as a cluster developing point. However, the development of Minapolitan zone has not
had significant positive impact. Current fisheries production is stagnant and declining
due to various things such as disease, unfavorable climatic conditions, cultivation
management, quality seeds, and others. There are many elements that should be
accommodated in the development of Minapolitan leading to the complexity and the
social dynamic of this program.
Agent-based model approach in the development of Minapolitan for sustainable
shrimp agroindustry will provide simulation model for the sustainability of shrimp
agroindustry. This simulation model was constructed from interaction between each
autonomous agent within a cluster. The agent-based approach was started from
identifying types of agents within Minapolitan cluster of shrimp agroindustry, the
agent’s behaviour, the interaction between agents, the agreements among agents, and
the interaction between agents and the environment. The next step was constructing a
cluster model based on the principles of sustainability. The simulation model resulted
from this study is not only able to determine the sustainability, but also is able to
simulate policy scenarios to predict changes in the interaction among agents and the

impact of the changes to the sustainability of shrimp agroindustry. The analytical
ability and the policy scenario simulation will be useful for decision makers in
formulating strategy of shrimp agroindustry sustainability in Minapolitan cluster’s.
To increase the level of sustainability of shrimp agroindustry, a simulation of
scenarios related to the activity of agents in Minapolitan has been done. The scenarios
have been changed focusing on the efforts related to the activities of farmers in
increasing the production of shrimp. The increase of shrimp production is very
important because the activity in the Minapolitan cluster is closely related to the
volume of shrimp production.
In summary, the development of shrimp agroindustry cluster model has been
designed to predict the sustainability of Minapolitan area by conducting some
simulations that may occur in the real system. The results of simulation model shows
that the current Minapolitan program can be considered sustainable. Farmer’s
behavioural changes in choosing shrimp seeds, in optimizing fishpond area, and in
improving aquaculture managerial skill could increase the production of shrimp and
the profit. Improving the management of post-harvested shrimp conducted by
middleman could also increase the percentage of the product purchased by
agroindustrial companies in the Minapolitan zone.
Keyword: Agroindustri, Sustainable Minapolitan, Agent-Based Simulation Model,
Shrimp Production


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

i

RANCANG BANGUN MODEL BERBASIS AGEN UNTUK
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UDANG
DI KAWASAN MINAPOLITAN

MOHAMMAD FUAD FAUZUL MU’TAMAR

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

Penguji pada Ujian Tertutup:
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA.
2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor.
Penguji pada Ujian Terbuka:
1. Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Ma’arif, M. Eng
2. Dr. Aurik Gustomo, ST. MT.

iii
Judul Disertasi


: Rancang Bangun Model Berbasis Agen untuk Pengembangan
Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan
Nama Mahasiswa : Mohammad Fuad Fauzul Mu’tamar
NIM

: F 361080041

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE.
Ketua

Dr. Ir. Machfud, MS.
Anggota

Prof. Dr. Ir. Kadarwan Soewardi
Anggota

Mengetahui


Ketua Program Studi
Teknologi Industri
Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Machfud, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MS

Tanggal Ujian: 15 Juli 2013

Tanggal Lulus :

iv

v

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat
dan karunia-Nya maka disertasi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan
banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan mendalam kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Eriyatno, MSAE selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Bapak Prof. Dr.
Kadarwan Soewardi, dan Bapak Dr. Ir. Machfud, MS. masing-masing selaku
Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan curahan waktu, bimbingan,
arahan, nasihat, dukungan dan dorongan moral dengan penuh dedikasi kepada
penulis dari awal hingga selesainya disertasi ini.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian
Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Ketua Departemen Teknologi Industri
Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Ketua Program Studi Teknologi Industri
Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas segala bantuan dan
pelayanan yang diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu dan
pengalamannya selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Rektor Universitas
Trunojoyo, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Trunojoyo dan Ketua
Jurusan Teknologi Industri Pertanian atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Penghargaan dan terimakasih penulis sampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional atas dukungan dana
beasiswa BPPS yang telah diberikan.
Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Kepala Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Gresik dan jajarannya atas bantuan berharga yang diberikan kepada
penulis selama melakukan penelitian. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada semua narasumber yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
atas segala waktu, pengetahuan, pengalaman dan informasi yang diberikan kepada
penulis selama melakukan pengumpulan data di lapangan.
Rasa hormat dan terima kasih yang sangat dalam penulis sampaikan kepada
kedua orang tua, Ayahanda H. Masykur Yahya dan Ibunda Hj. Istifadah yang telah
mencurahkan segenap perhatian, waktu dengan selalu membantu dan mendo’akan
penulis agar berhasil dengan penuh rasa cinta. Demikian juga kepada Ayahanda H.
Muhib dan Ibunda Hj. Muammaroh yang tiada henti mendo’akan penulis agar dapat
menyelesaikan studi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan penghargaan dan
kebanggaan yang tidak terhingga kepada istri tercinta Millatul Ulya serta ananda
tersayang Hanum Addiina Jasmine dan Naura Zakiyah Hanim atas ketulusan,
pengertian, kesabaran, semangat dan pengorbanan yang terus-menerus diberikan
kepada penulis selama menempuh pendidikan. Penulis juga menyampaikan rasa

vi
penghargaan dan rasa terima kasih kepada keluarga besar KH. Muchith Muzadi dan
handai taulan yang selalu memberikan dorongan dan do’a sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor Program Studi Teknologi Industri Pertanian, khususnya angkatan 2008,
penulis menyampaikan terimakasih atas kebersamaan, kerjasama dan
persaudaraannya selama menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan. Segala
kritik dan saran selalu penulis harapkan demi kesempurnaan disertasi ini. Akhirnya
penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk, perlindungan dan kesejahteraan
bagi kita semua. Aamiin.

Bogor, Juli 2013
Mohammad Fuad FM.

vii
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR TABEL

xii

1. PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Ruang Lingkup

4

Manfaat

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

5

Model Berbasis Agen

5

Klaster Minapolitan

8

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)

11

Agroindustri Udang Berkelanjutan

13

Kelembagaan Permodalan

15

Pemodelan dan Simulasi

16

Penelitian Terdahulu dan Posisi Strategis Penelitian

18

3. METODOLOGI PENELITIAN

20

Kerangka Pemikiran Penelitian

20

Tahapan Penelitian

21

Metode Analisis

24

Sistem Dinamik

24

Pendekatan Berbasis Agen

25

Identifikasi Agen dalam Sistem Klaster Berbasis Agen

25

Spot Oriented Agent Role Simulator

26

Metode Pengumpulan Data dan Informasi

27

Tempat dan Waktu Penelitian

28

4. ANALISIS SITUASIONAL

29

Kinerja Sistem Komoditas Udang

29

Minapolitan Kabupaten Gresik

31

Analisis Kebutuhan

35

Formulasi Permasalahan

36

viii
Identifikasi Sistem

38

Indikator Keberlanjutan

40

5. PEMODELAN SISTEM

42

Model Pasokan Bahan Baku Kawasan Minapolitan

42

Konfigurasi Model Berbasis Agen

46

Desain Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan

51

6. HASIL DAN PEMBAHASAN

59

Analisis Pasokan Bahan Baku di Kawasan Minapolitan

59

Model Pengembangan Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan

63

Kinerja Agroindustri Udang di Kawasan Minapolitan

63

Simulasi Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri udang
di Kawasan Minapolitan

65

Model Konseptual Pengembangan Agroindustri Udang di
Kawasan Minapolitan

86

Implikasi Kebijakan Peningkatan Keberlanjutan Agroindustri Udang
di Kawasan Minapolitan

91

7. SIMPULAN DAN SARAN

96

Simpulan

96

Saran

96

Daftar Pustaka

98

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Agen (Macal dan North,2005)

6

Gambar 2 Komponen dasar SOARS (Deguchi, 2006)

8

Gambar 3 Tahapan model SOARS (Deguchi, 2006)

8

Gambar 4 Konsep pengembangan Minapolitan (CPRI,2010)

10

Gambar 5 Aliran rantai pasok

11

Gambar 6 Skema rantai pasok pertanian (Vorst, 2004)

12

Gambar 7 Blending financing (CPRI, 2010)

16

Gambar 8 Kerangka pemikiran penelitian

21

Gambar 9 Tahapan penelitian rancang bangun model berbasis agen pada
pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

23

Gambar 10 Simbol variabel dalam sistem dinamik

24

Gambar 11 Siklus tahapan SOARS

27

Gambar 12 Produksi udang nasional

29

Gambar 13 Produksi udang tiap provinsi

29

Gambar 14 Rantai pasok agroindustri udang

31

Gambar 15 Peta Kabupaten Gresik

32

Gambar 16 Prosentase subsektor perikanan terhadap PDRB

33

Gambar 17 Diagram sebab akibat pengembangan agroindustri udang
di kawasan Minapolitan

39

Gambar 18 Diagram input-output model pengembangan agroindustri udang
di kawasan Minapolitan

40

Gambar 19 Diagram kausal pasokan bahan baku agroindustri udang

43

Gambar 20 Model sistem pasokan bahan baku agroindustri udang

45

Gambar 21 Diagram use case klaster Minapolitan

47

Gambar 22 Interaksi agen petambak dengan pedagang kecil

50

Gambar 23 Interaksi agen pedagang kecil dengan pedagang besar

50

Gambar 24 Interaksi agen pedagang besar dengan agen agroindustri

50

Gambar 25 Tahapan simulasi SOARS pengembangan agroindustri udang
di kawasan Minapolitan

52

Gambar 26 Perhitungan keuntungan petambak

53

x
Gambar 27 Perhitungan keuntungan pedagang

53

Gambar 28 Kontribusi agroindustri terhadap PEMDA

54

Gambar 29 Serapan tenaga kerja

55

Gambar 30 Model perhitunga potensi biaya sosial

56

Gambar 31 Model penghitungan jumlah produksi udang kawasan Minapolitan

57

Gambar 32 Model potensi limbah cair kawasan Minapolitan

58

Gambar 33 Model pengukuran potensi limbah padat kawasan Minapolitan

58

Gambar 34 Produksi udang dalam kawasan Minapolitan

61

Gambar 35 Tingkat pemanfaatan kapasitas agroindustri

62

Gambar 36 Keuntungan petambak skenario 1

67

Gambar 37 Keuntungan pedagang kecil skenario 1

68

Gambar 38 Keuntungan pedagang besar skenario 1

68

Gambar 39 Keuntungan agroindustri skenario 1

69

Gambar 40 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 1

69

Gambar 41 Serapan tenaga kerja di wilayah Minapolitan skenario 1

70

Gambar 42 Potensi biaya sosial skenario 1

70

Gambar 43 Volume produksi udang di wilayah Minapolitan skenario 1

71

Gambar 44 Prosentase produk udang yang diterima agroindustri skenario 1

71

Gambar 45 Potensi volume limbah cair skenario 1

72

Gambar 46 Potensi limbah padat kawasan Minapolitan skenario 1

72

Gambar 47 Keuntungan petambak skenario 2

73

Gambar 48 Keuntungan pedagang kecil skenario 2

74

Gambar 49 Keuntungan pedagang besar skenario 2

74

Gambar 50 Keuntungan agroindustri skenario 2

75

Gambar 51 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 2

75

Gambar 52 Serapan tenaga kerja di wilayah Minapolitan skenario 2

76

Gambar 53 Potensi biaya sosial skenario 2

76

Gambar 54 Volume produksi udang wilayah Minapolitan skenario 2

77

Gambar 55 Fluktuasi produksi udang petambak skenario 2

77

Gambar 56 Prosentase penerimaan udang oleh agroindustri skenario 2

78

Gambar 57 Potensi volume limbah cair skenario 2

78

Gambar 58 Potensi limbah padat di kawasan Minapolitan skenario 2

79

xi
Gambar 59 Keuntungan petambak dengan menggunakan bibit kualitas 1

80

Gambar 60 Keuntungan petambak pengguna bibit kualitas 2

80

Gambar 61 Keuntungan pedagang kecil skenario 3

81

Gambar 62 Keuntungan pedagang besar skenario 3

81

Gambar 63 Keuntungan agroindustri

82

Gambar 64 Pendapatan asli daerah dari agroindustri skenario 3

82

Gambar 65 Potensi biaya sosial skenario 3

83

Gambar 66 Serapan tenaga kerja di wilayah Minapolitan skenario 3

83

Gambar 67 Volume produksi udang wilayah Minapolitan skenario 3

84

Gambar 68 Kontinuitas produksi udang petambak skenario 3

85

Gambar 69 Potensi volume limbah cair skenario 3

85

Gambar 70 Potensi limbah padat kawasan Minapolitan skenario 3

86

Gambar 71 Model pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

88

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Produksi udang nasional

1

Tabel 2 Produksi udang vannamei di Kabupaten Gresik

33

Tabel 3 Analisis kebutuhan elemen sistem

36

Tabel 4 Indikator keberlanjutan pengembangan agroindustri
udang di kawasan Minapolitan

41

Tabel 5 Katagorisasi keberlanjutan penyediaan bahan baku

45

Tabel 6 Kegiatan petambak

47

Tabel 7 Kegiatan pedagang kecil

48

Tabel 8 Kegiatan agroindustri

49

Tabel 9 Pola budidaya dan luasan tambak

59

Tabel 10 Analisis usaha pertambakan tradisional plus
udang Vannamei perhektar

63

1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agroindustri udang merupakan salah satu mata rantai yang penting dalam
upaya meningkatkan nilai tambah bagi komoditas udang. Supriyati dan Suryani
(2006) menjelaskan bahwa sektor agroindustri perikanan merupakan upaya strategis
dalam menciptakan nilai tambah suatu komoditas, membuka lapangan kerja baru,
dan mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Kedudukan agroindustri udang yang strategis perlu terus
dikembangkan agar keberadaannya tetap ada, sehingga manfaatnya dapat dirasakan
masyarakat secara berkelanjutan. Kondisi berlanjut didasarkan pada paradigma
pembangunan keberlanjutan yang meliputi keberlanjutan pada dimensi ekonomi,
sosial dan lingkungan. Apabila salah satu dimensi keberlanjutan tidak terpenuhi
maka akan terjadi ketimpangan dan mengakibatkan keberlangsungan agroindustri
akan terancam. Salah satu kendala yang dihadapi agroindustri saat ini adalah
pasokan bahan baku. Suprapto (1997) menyebutkan bahwa keberlanjutan
agroindustri perikanan sangat berhubungan dengan kesinambungan pasokan bahan
baku agroindustri. Ketiadaan pasokan bahan baku juga berdampak pada hilangnya
kesempatan untuk mendapatkan nilai tambah dari sektor agroindustri udang.
Komoditas perikanan budidaya khususnya udang, menurut data Kementerian
Kelautan dan Perikanan tahun 2013, produksi udang terus mengalami peningkatan
walaupun sempat terpuruk di tahun 2009. Perkembangan produksi udang nasional
seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Produksi udang nasional
Tahun
Produksi udang (ton)
2007
352.222
2008
410.000
2009
350.000
2010
352.600
2011
399.528
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013
Penurunan produksi udang terlihat pada tahun 2009, hanya sebesar 350 ribu
ton lebih kecil dari tahun sebelumnya yang mencapai 410 ribu ton. Produksi Tahun
2009 tersebut meleset jauh dari target yang telah ditetapkan sebesar 540 ribu ton.
Penurunan produksi udang mengakibatkan terganggunya pasokan bahan baku ke
industri pengolahan. Kurangnya pasokan bahan baku berdampak terancamnya
keberlanjutan agroindustri udang. Kondisi kurangnya pasokan bahan baku
agroindustri udang di Jawa Timur, menyebabkan banyak agroindustri udang
beroperasi dibawah kapasitas terpasangnya, bahkan dalam kondisi tertentu tidak
beroperasi. Penurunan produksi udang dikarenakan berbagai masalah, mulai dari
produktivitasnya rendah, serangan penyakit khususnya virus, permodalan,
kelembagaan, dan degradasi kualitas lingkungan menyebabkan terjadinya penurunan
produksi udang. Kabupaten Gresik sebagai salah satu produsen udang terbesar di
Jawa Timur, tidak lepas dari permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut
mengakibatkan produksi udang di Kabupaten Gresik menurun. Salah satu usaha
yang dilakukan untuk meningkatkan produksi komoditas udang adalah dengan
program Minapolitan.

2
Minapolitan merupakan sebuah konsep pembangunan ekonomi berbasis
kawasan dan bertumpu pada komoditas unggulan perikanan dan kelautan. Konsep
Minapolitan digulirkan pertama kali oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada
tahun 2009 dengan tujuan meningkatkan produksi perikanan dan keuntungan bagi
seluruh stakeholder di suatu kawasan. Pengembangan wilayah ini diharapkan
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan tersebut. Secara umum konsep
pengembangan wilayah ini mengadopsi konsep agropolitan yang dikembangkan
pertama kali tahun 1975, dengan pembeda komoditas perikanan yang diusahakan.
Friedman dan Douglas (1975) mengembangkan konsep agropolitan berdasarkan atas
pengalaman kegagalan pengembangan sektor industri di suatu wilayah. Komoditas
perikanan yang diusahakan merupakan komoditas unggulan lokal sebagai basis
pengembangan suatu wilayah. Pada tahun 2010 melalui Keputusan Menteri Kelautan
No.32/Men/2010 dan No.39/Men/2011 telah menetapkan total 223 kawasan
Minapolitan yang tersebar pada 33 Propinsi.
Pengembangan konsep kawasan Minapolitan didasarkan pada klaster
kabupaten. Kabupaten Gresik merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan
sebagai kawasan Minapolitan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan No.32/MEN/2010 dengan komoditas yang dikembangkan adalah udang
dan bandeng. Komoditas udang ditetapkan sebagai komoditas yang dibudidayakan
berdasarkan potensi luasan tambak udang yang dimiliki Kabupaten Gresik dan
banyaknya masyarakat yang menggantungkan penghidupannya pada aktifitas
pertambakan. Selain itu juga Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Tahun 2007
merumuskan konsepsi pengembangan klaster perikanan dengan sepuluh komoditas
unggulan salah satu diantaranya adalah komoditas udang.
Industri pembekuan udang di wilayah Minapolitan Kabupaten Gresik
merupakan industri utama sebagai konsumen komoditas udang yang memberikan
nilai tambah menjanjikan. Agroindustri udang mampu memberikan nilai yang tinggi
terhadap komoditas udang yang dihasilkan petambak. Tanpa adanya operasi
agroindustri udang udang, aktivitas ekonomi kawasan akan terganggu dan
mengakibatkan tujuan peningkatan kesejahteraan petambak di kawasan Minapolitan
menjadi tidak tercapai. Oleh karena itu diperlukan sebuah terobosan untuk
menyelesaikan permasalahan produksi udang tersebut guna meningkatkan peran dan
keberlanjutan dari program Minapolitan.
Minapolitan sebagai penunjang kerangka model pengembangan agroindustri
perikanan perlu terus diperbaiki, agar produksi perikanan bisa meningkat dan
berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat suatu wilayah. Namun
demikian dalam perkembangannya program Minapolitan kurang menggembirakan.
Grahadyarini (2010) menyatakan konsep Minapolitan kurang berkembang
disebabkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
Minapolitan. Program Minapolitan semakin kurang terdengar gaungnya ketika
terjadi perubahan kebijakan kementerian yang kemudian lebih memfokuskan pada
industrialisasi perikanan sebagai konsep pembangunan kelautan dan perikanan.
Upaya pengembangan Minapolitan terus dilakukan, salah satunya melalui
pendekatan model berbasis agen. Pendekatan model berbasis agen memiliki
kemampuan penyelesaian masalah kompleks dan tidak linier (Twomey dan Cadman,
2002). Bonabeau (2001) menyatakan bahwa pendekatan agen mempunyai akar
utama di bidang pemodelan human social behavior dan individual decision making,
sehingga pendekatan ini sesuai digunakan dalam penyelesaian permasalahan-

3
permasalahan yang berkaitan dengan kajian perilaku sosial dan pengambilan
keputusan. Yasik (2009) menyatakan bahwa pemodelan berbasis agen merupakan
pendekatan dari bawah ke atas untuk mempelajari perilaku pelaku yang
mempengaruhi sistem yang kompleks. Pendekatan agen merupakan sebuah
pendekatan yang cukup baru dalam metodologi ilmiah dalam sebuah penelitian,
menurut Axelrod (1997) menyatakan bahwa pendekatan agen merupakan metodologi
ilmiah ketiga untuk melakukan penelitian ilmiah, sebagai tambahan metodologi
tradisional yang berdasar pada deduktif dan induktif.
Beberapa penelitian melibatkan penggunaan agen telah banyak dilakukan dan
efektif dalam menyelesaikan suatu permasalahan, baik di bidang ekonomi dan sosial
yang mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi. Macy dan Willer (2002)
menggunakan pendekatan agen dalam melihat interaksi sosial dalam kehidupan
kemasyarakatan dikaitkan dengan aspek lingkungan. Fang (2007) menggunakan
pendekatan agen dalam model negosiasi antara penjual dan pembeli pada sistem
manajemen rantai pasok.
Macal dan North (2007) mengungkapkan bahwa kebutuhan penggunaan
pendekatan berbasis agen semakin lama semakin meluas dan meningkat karena
sistem yang akan dimodelkan dan dianalisis semakin lama juga semakin kompleks,
sehingga pendekatan tradisional tidak cukup mampu menyelesaikan persoalan
dengan baik. Selain itu pemodelan berbasis agen mempunyai daya pengorganisasian
data lebih baik, dan dengan dibantu perkembangan komputasi semakin tinggi maka
proses simulasi menjadi lebih cepat.
Banyaknya permasalahan dalam pengembangan Minapolitan Kabupaten
Gresik, mulai dari permasalahan pasokan bahan baku, perbedaan kepentingan antar
pelaku dalam klaster dan adanya isu-isu lingkungan dalam agroindustri perikanan
sebagai paradigma baru dalam pembangunan berkelanjutan, mengakibatkan
kompleksitas dalam pengembangan agroindustri udang di kawasan Minapolitan
semakin tinggi. Kompleksitas permasalahan tersebut berakar dari keberagaman
perilaku dari masing-masing pelaku dalam mensikapi suatu keadaan. Kompleksitas
permasalahan tersebut diharapkan dapat dipecahkan melalui pendekatan berbasis
agen. Penggunaan kaidah pemodelan berbasis agen, diharapkan dapat
mengidentifikasi semua perilaku agen yang ada dalam klaster Minapolitan dan
interaksinya, sehingga dapat memprediksi kinerja Minapolitan berdasarkan
paradigma pembangunan berkelanjutan.
Pendekatan model berbasis agen di wilayah Minapolitan tersebut
menghasilkan output berupa model simulasi berbasis agen sebagai penunjang
pengambilan keputusan untuk pengembangan agroindustri udang di wilayah
Minapolitan. Strategi-strategi yang digunakan dan keputusan yang diambil
diharapkan mampu meningkatkan keberlanjutan agroindustri udang di kawasan
Minapolitan.

Tujuan Penelitian
Rancang bangun model berbasis agen untuk pengembangan agroindustri
udang di kawasan Minapolitan mempunyai beberapa tujuan yaitu:
1. Identifikasi pasokan bahan baku dan agen-agen yang berpengaruh terhadap
keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

4
2. Rancang bangun model berbasis agen untuk menduga keberlanjutan
agroindustri udang di kawasan Minapolitan
3. Rekomendasi kebijakan yang komprehensif dalam mewujudkan
keberlanjutan agroindustri udang di kawasan Minapolitan

Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah membangun sebuah model berbasis agen
untuk agroindustri udang di kawasan Minapolitan dengan batasan model yang
dibangun meliputi:
1. Lingkup dari model ini adalah rantai pasokan agroindustri udang di kawasan
Minapolitan yang dimulai dari tambak udang sampai agroindustri pembekuan
udang
2. Komoditas yang dimodelkan merupakan komoditas udang Vannamei hasil
budidaya tambak.
3. Obyek penelitian adalah kawasan Minapolitan Kabupaten Gresik.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam
meningkatkan keberlanjutan agroindustri perikanan khususnya udang dengan
meningkatnya kesejahteraan kawasan Minapolitan. Manfaat penting lainnya adalah
memberikan kontribusi dalam pengembangan model dan pemilihan strategi berbasis
agen untuk pengembangan kawasan yang bertumpu pada komoditas udang
Vannamei.

5
2. TINJAUAN PUSTAKA
Model Berbasis Agen
Pemodelan berbasis agen merupakan sebuah pendekatan baru untuk
memodelkan sistem yang terdiri dari agen-agen otonom yang saling berinteraksi.
Menurut Axelrod dan Tesfatsion (2005), metode pemodelan berbasis agen memiliki
dua sifat yaitu sistem tersusun dari agen-agen yang saling berinteraksi dan sistem
menunjukkan kemunculan sifat tertentu yaitu sifat yang timbul dari interaksi agen
yang tidak dapat disimpulkan hanya dengan menggabungkan sifat-sifat agen.
Menurut Yasik (2009), pemodelan berbasis agen adalah suatu metode yang
menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) untuk mendapatkan
pemahaman mengenai suatu sistem dengan membangun agen yang dirancang untuk
meniru secara detil atribut dan perilaku agen di alam nyata. Menurut Macal dan
North (2005), akar utama pemodelan berbasis agen tersebut terletak di dalam bidang
pemodelan human social behavior dan individual decision making. Pemodelan
berbasis agen sebenarnya tidak sama dengan simulasi berorientasi objek, walaupun
pemodelan berbasis agen memanfaatkan paradigma berorientasi objek sebagai
landasan penting untuk pemodelan agen. Sedangkan jika ditinjau secara historis,
pemodelan berbasis agen telah memiliki akar yang kuat di dalam bidang Multi-Agen
Systems (MAS) dan robotics dari bidang Artificial Intelligence (AI).
Menurut Wahono (2001), secara prinsip sebuah agen atau agen cerdas adalah
sebuah perangkat lunak outonomous yang hidup, aktif, dan mampu beradaptasi
secara mandiri, proaktif terhadap setiap kondisi lingkungan yang diciptakannya.
Pada hakekatnya karakteristik dan atribut dari agen sebagai berikut:
1. Otonom
Agen dapat melakukan tugas secara mandiri dan tidak dipengaruhi secara langsung
oleh user, agen lain ataupun oleh lingkungan. Pencapaian tujuan dalam melakukan
tugasnya secara mandiri, agen harus memiliki kemampuan kontrol terhadap setiap
aksi yang mereka perbuat, baik aksi ke luar maupun ke dalam
2. Intelligence, Reasoning, dan Learning
Setiap agen harus mempunyai standar minimum untuk bisa disebut agen, yaitu
intelegensi. Konsep intelegensia, ada tiga komponen yang harus dimiliki: internal
knowledge base, kemampuan reasoning berdasar pada knowledge base yang
dimiliki, dan kemampuan belajar untuk beradaptasi dalam perubahan lingkungan.
3. Delegatif
Agen bergerak dalam kerangka menjalankan tugas yang diperintahkan oleh user.
Fenomena pendelegasian ini adalah karakteristik utama suatu program disebut
agen.
4. Reaktif
Karakteristik agen yang lain adalah kemampuan untuk bisa cepat beradaptasi
dengan adanya perubahan informasi yang ada dalam suatu lingkungan.
Lingkungan itu bisa mencakup: agen lain, user, adanya informasi dari luar, dan
sebagainya.
5. Proaktif dan Berorientasi Tujuan
Agen tidak hanya dituntut bisa beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, tetapi
juga harus mengambil inisiatif langkah penyelesaian apa yang harus diambil.
Untuk itu agen harus didesain memiliki tujuan yang jelas, dan selalu berorientasi
kepada tujuan yang diembannya.

6
6. Kemampuan koordinasi dan komunikasi
Agen harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan user dan juga agen lain.
7. Mobility dan Stationary
Khusus untuk mobile agent harus memiliki kemampuan yang merupakan
karakteristik tertinggi yang dimiliki yaitu mobilitas. Berkebalikan dari hal tersebut
adalah stationary agent. Namun demikian keduanya tetap memiliki kemampuan
untuk mengirim pesan dan berkomunikasi dengan agen lain. Penggambaran agen
terlihat pada Gambar 1.
Lingkungan

Agen
- atribut
- aturan prilaku
- memori
- sumber
- pengalaman pembuatan keputusan
- aturan untuk modifikasi aturan prilaku

Gambar 1 Agen (Macal dan North,2005)
Pemodelan berbasis agen merupakan metodologi ilmiah ketiga untuk
melakukan penelitian ilmiah, sebagai tambahan untuk metodologi ilmiah tradisional
yang bertumpu pada proses deduktif dan induktif (Axelrod, 1997). Konsep agen
diperkenalkan pertama kali oleh Carl Hewitt (1977) dengan concurrent actor model
yang menjelaskan bahwa obyek yang dia sebut actor mempunyai karakteristik
autonomous, interaktif, dan bisa merespon pesan yang datang dari lain obyek sejenis
(Wahono, 2001). Aktor ini kemudian disebut sebagai agen. Konsep ini kemudian
berkembang pada tahun 1990 dengan titik fokus pada pemodelan internal agent
secara simbolik, interaksi, koordinasi, dan komunikasi antar agen dalam kerangka
multi agent system. Selanjutnya pada tahun 1990 sampai sekarang fokus penelitian
mengarah kepada pengembangan teori agen, arsitektur agen dan bahasa
pemrograman yang digunakan dengan knowledge based technology.
Pemodelan menggunakan Sistem Multi Agen telah dilakukan sejak tahun
1996 dengan penggunaan Knowledge Query and Manipulation Language (KQML)
untuk pertukaran informasi dan pengetahuan (Barbuceanu, 1996). Sistem Multi
Agen tumbuh bersama seiring perkembangan kebutuhan pemodelan dan
programming yang memiliki mobilitas tinggi, autonomous, memiliki komponenkomponen program yang loosely coupled, pola kegiatan usaha yang terdistribusi, dan
kemampuan untuk mempelajari perilaku strategis dan dinamis (Macal dan North,
2005). Kemudian Sistem Multi Agen berkembang pula sejalan dengan
perkembangan sarana dan teknologi kecerdasan buatan. Penggunaan sistem multi
agen berkembang tidak hanya pada bidang engineering dan robotics, bahkan
berkembang ke bidang ekonomi, dan sosial. Perkembangan penggunaan sistem multi
agen karena sifatnya yang memberi keleluasaan bertindak dan berperan kepada aktor
sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai. Sistem multi
agen memungkinkan kemampuan belajar seperti halnya pendekatan neural network

7
dengan diberikan kumpulan data untuk dikuasai polanya, kemudian dapat bertindak
terhadap data yang dimasukkan kemudian menggunakan prosedur atau logika yang
telah diperbaharui.
Happe (2004) melakukan penelitian sistem multi agen dengan mempelajari
dan menyusun model berbasis agen dari perilaku para aktor perkebunan dalam
perundingan harga dan biaya produk, kebijakan struktural pertanian agar sesuai
dengan persyaratan Eropa. Penelitian yang sama dilakukan oleh Fang (2007)
menggunakan pendekatan agen untuk pemodelan negosiasi penjual dan pembeli
dalam managemen rantai pasok. Pembeli harus bernegosiasi dengan banyak calon
pemasok dan harus membagi pesanannya ke beberapa pemasok yang berbeda sesuai
dengan hasil negosiasi.
Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa konsep agen mulai banyak
digunakan dalam berbagai bidang, mulai sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penelitian North et al. (2002) menggunakan EMCAS, sebuah model simulasi
berbasis agen untuk melihat pasar energi listrik di Illinois untuk menyelidiki
restrukturisasi pasar, deregulasi dan memahami dampak terhadap pasar yang
semakin kompetitif terhadap harga, ketersediaan dan kehandalan energi listrik.
Konsep agen juga digunakan penyelesaian permasalahan manajemen rantai pasok
dengan menggunakan agen untuk mewakili keanekaragaman peran dan fungsi aktor
dalam sistem angkutan, bagaimana mereka berinteraksi melalui pasar dan bagaimana
interaksi antara aktor yang ditetapkan di pasar melalui kontrak, biaya logistik,
pemilihan jasa pengiriman pihak ketiga, dan jalur sistem baru dalam rantai pasokan
dapat disimulasikan beserta skenario kebijakan yang akan diambil. (Roorda et al.
2010). Putro et al. (2009) menggunakan simulasi berbasis agen SOARS (spot
oriented agent role simulator) dalam mensimulasikan interaksi dinamis antara
unggas dengan aktivitas manusia dalam penyebaran flu burung di Bandung. Hasil
penelitian berupa kebijakan dalam mengatasi berkembangnya wabah flu burung di
Bandung.
Simulasi model berbasis agen SOARS dikenalkan pertama kali oleh Tanuma
et al. (2005) merupakan sebuah bahasa simulasi pemrograman untuk pemodelan
berbasis agen pada ranah sosial dan organisasi. Konsep ini menurut Tanuma
digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara pendekatan fungsional dan
pendekatan dari bawah (bottom up approach). Konsep SOARS dibangun dari dua
komponen yaitu agen dan kedudukan agen. Masing masing komponen mempunyai
beberapa variabel yang melekat pada masing masing komponen tersebut. Dua
komponen dasar tersebut terlihat pada Gambar 2.

8
Aturan

Aturan

Lainnya
- Tahapan
- Waktu
- Formulasi Matematika

Lokasi
Agen
Variabel

Variabel

- Kata kunci
- Nilai Numerik
- Kumpulan
- Daftar
- Nilai Kemungkinan
- Variabel lokasi
- Variabel kelas

- Kata kunci
- Nilai Numerik
- Kumpulan
- Daftar
- Nilai Kemungkinan
- Variabel lokasi
- Variabel kelas

Gambar 2 Komponen dasar SOARS (Deguchi, 2006)
Variabel-variabel yang ada pada masing-masing komponen merupakan
informasi tentang keadaan agen dan tempat interaksinya, nilai riil yang ada di
lapangan, desain akses antar agen dan nilai kemungkinan dari agen dan interaksinya.
Tahapan simulasi model menggunakan SOARS dimulai dengan menentukan
waktu kegiatan yang disebut sebagai tahapan (stage). Kemudian membagi setiap
tahapan menjadi beberapa tahapan mulai dari mengidentifikasi, memproses dan
memutuskan. Pembagian tahapan tersebut bisa menggunakan tahap awal, tahap
utama, dan tahap akhir dari sebuah simulasi. Setiap tahapan, agen dan kedudukan
agen melaksanakan aktivitas dan berperan aktif, mengikuti beberapa aturan yang
telah dibuat dan digunakan. Tahapan pemodelan SOARS dapat dilihat pada Gambar 3.
Aturan Agen

Aturan Agen

Aturan Agen

Aturan
Aturan
Agen

Aturan lokasi

Aturan lokasi

Aturan lokasi

Aturan
Aturan
Lokasi

Tahap 1
Tahap

Langkah
langkah

Tahap 2

jika

Lain jika

Aturan

kondisi

Lain jika
kondisi

kondisi

Tahap ke-n
maka

maka

perintah

maka
perintah

perintah

Gambar 3 Tahapan model SOARS (Deguchi, 2006)

Klaster Minapolitan
Klaster industri merupakan penggabungan berbagai kelompok industri yang
kompetitif dimana dalam proses kegiatannya saling terkait baik secara horizontal

9
maupun vertikal (EDA, 1997). Bappenas (2004) memberi batasan klaster sebagai
konsentrasi geografis antara perusahaan yang saling terkait dan bekerjasama dalam
hal antara lain pemasok barang, penyedia jasa, industri terkait, serta beberapa
institusi pendidikan dan bidang khusus misalnya lembaga standarisasi dan lain lain
sebagai pelengkap. Porter (1998) mengemukakan klaster industri sebagai konsentrasi
geografis dari perusahaan-perusahaan yang saling berhubungan, penyedia jasa
pendukung dan berbagai institusi yang mendukung kegiatan sebuah industri.
Klaster industri memiliki beberapa komponen pengisi yang mempunyai
peran masing-masing, terdapat industri inti, industri pemasok kepada pelaku industri
inti, industri pendukung bagi industri inti, lembaga jasa layanan. Semua kompenen
saling berhubungan secara intensif dan membentuk kerja sama antar masing masing
komponen. (Bergman dan Feser, 2000).
Pengembangan klaster industri memberikan manfaat ekonomi yang
signifikan dan meningkatkan daya saing industri. Beberapa manfaat diantaranya
adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas bagi perusahaan dalam sebuah
klaster, disertai dengan peningkatan kemampuan inovasi yang melibatkan lembaga
penelitian. Manfaat lain adalah klaster memiliki keunggulan dalam memanfaatkan
aset sumber daya secara kolektif untuk mendorong diversifikasi produk dan
mendorong terjadinya spesialisasi produksi sesuai dengan kompetensi inti serta
mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif
(Porter, 1998).
Pendekatan klaster industri dalam mendukung peningkatan daya saing
komoditas, tertuang dalam salah satu agenda kebijakan yang merupakan prioritas
pembangunan nasional sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2000 dan tetap menjadi
agenda utama dalam pengembangan ekonomi lokal dalam Rencana pembangunan
jangka Menengah Nasional tahap kedua Tahun 2010 – 2014 (Bappenas, 2008).
Program revitalisasi perikanan, konsep klaster industri dapat digunakan dalam
meningkatkan peran sektor perikanan dalam pembangunan nasional. Konsep Klaster
industri perikanan menekankan keterlibatan dan keterkaitan seluruh stakeholder
dalam pengelolaan industri perikanan mulai industri hulu sampai industri hilir.
Mereka terdiri dari elemen masyarakat lokal, pemerintah daerah, pihak perguruan
tinggi maupun lembaga riset lainnya, investor, dan berbagai stakeholder lainnya
yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Minapolitan dalam Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010-2014
merupakan upaya percepatan pengembangan pembangunan kelautan dan perikanan
yang bertujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan produksi perikanan, produktivitas usaha, dan meningkatkan
kualitas produk kelautan dan perikanan,
2. Meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan yang adil
dan merata,
3. Mengembangkan kawasan Minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di
daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat.
Konsep Minapolitan dikuatkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
No 18/men/2011 menyatakan Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan
perikanan berbasis wilayah dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan.
Sebagai adopsi dari Agropolitan, konsep Minapolitan didefinisikan sebagai kawasan
perdesaan yang disiapkan, mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana dalam
menunjang pengembangan kawasan melalui pembentukan titik tumbuh suatu klaster

10
kegiatan perikanan dengan sistem agribisnis berkelanjutan yang meliputi produksi,
pengolahan dan pemasaran, sampai jasa lingkungan sebagai sistem kemitraan di
dalam satu wilayah (CPRI, 2010).
Konsep Minapolitan merupakan sebuah konsep pengembangan wilayah yang
didasarkan paradigma baru pembangunan berkelanjutan pada pengembangan suatu
wilayah. Menurut Djakapermana (2010) pengembangan wilayah dewasa ini
didasarkan pada optimasi pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah
secara harmonis, serasi dan terpadu melalui pendekatan yang komprehensif
mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup untuk
pembangunan berkelanjutan.
Kawasan Minapolitan ini terdiri dari sentra-sentra produksi, perdagangan
komoditas kelautan dan perikanan, jasa, perumahan, serta kegiatan lain yang terkait.
Kriteria Minapolitan
meliputi wilayah pesisir dan perairan daratan, yang
mempunyai wilayah inti dibangunnya agroindustri pengolahan. Industri inti
mengelola komoditas unggulan yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi, bagi
masyarakat maupun perusahaan dan sekaligus memberikan manfaat untuk
pengembangan agroindustri secara keseluruhan. Tujuan Minapolitan dalam pedoman
umum Minapolitan ditujukan untuk mendorong percepatan pengembangan wilayah
melalui kegiatan perikanan sebagai kegiatan utama, meningkatkan kesejahteraan dan
taraf hidup masyarakat hinterland yang dikembangkan. Pengembangan tidak saja on
farm tetapi juga off farm seperti sarana perikanan dan jasa penunjang lainnya.
Konsep Minapolitan dikembangkan melalui prinsip prinsip kerakyatan dan
keadilan, keswadayaan, kewirausahaan dan profitabilitas, kemitraan saling
memberdayakan dan prinsip keberlanjutan. Pengembangan Minapolitan harus
didukung berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat dan daerah, investor,
perguruan tinggi dan lembaga riset, masyarakat lokal dan berbagai stakeholder yang
terkait secara langsung maupun tidak langsung seperti terlihat pada Gambar 4.
Stakeholder
Perguruan
Tinggi
Pemasaran

Teknologi

Pembiayaan
Dana
Bergulir

LKM

UMKM

Ventura

Bank

Koperasi

Kelompok Petani Ikan /
Petambak
Petambak

Petambak

Petambak

Pemberdayaan
Masyarakat/
Pendampingan

Gambar 4 Konsep pengembangan Minapolitan (CPRI,2010)

11
Konsep pengembangan Minapolitan yang digagas CPRI lebih menekankan
bagaimana pemberdayaan kelompok petambak dalam usaha meningkatkan produksi
perikanan. Hal ini memang menjadi focus pengembangan, namun demikian hal
penting yang perlu menjadi perhatian adalah kelompok pedagang di kawasan
Minapolitan yang kurang mendapatkan perhatian dalam skema pengembangan.
Kelompok pedagang mempunyai peranan yang penting dalam menyalurkan produksi
udang petambak ke agroindustri udang sebagai industri inti dalam kawasan
Minapolitan. Pengembangan tanpa memperhatikan keberadaan pedagang tentunya
akan mengakibatkan terganggunya sistem rantai pasokan dalam kawasan
Minapolitan. Karena itu perlunya perhatian lebih dalam pengembangan Minapolitan,
sehingga nantinya diharapkan sistem rantai pasokan dapat berjalan lebih optimal.

Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Menurut Simchi-Levi et al. (2000) manajemen rantai pasok adalah sebuah
pendekatan yang dipakai untuk mengintegrasikan aktivitas supplier, pabrikan,
pergudangan dan konsumen. Integrasi tersebut agar produk dan jasa yang dihasilkan
dapat didistribusikan dengan jumlah, tempat dan waktu yang tepat. Tujuan akhir
adalah meminimalkan keseluruhan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan
kepada konsumen. Terdapat tiga jenis aliran dalam sistem rantai pasok yaitu aliran
barang, aliran uang dan aliran informasi. Aliran barang berawal dari penghasil
barang menuju ke konsumen, aliran uang merupakan kebalikan dari aliran barang
yaitu dari konsumen ke penghasil barang. Aliran informasi dalam sistem rantai pasok
bisa terjadi dua arah, dari produsen ke konsumen dan sebaliknya. Gambaran aliran
dalam sistem rantai pasok ditunjukkan pada Gambar