22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Efektivitas Penggunaan Obat antihipertensi Pada Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati
Bantul Periode Agustus 2015 dilakukan dengan cara menelusuri kasus pasien rawat inap yang menggunakan obat antihipertensi.
Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibahas menjadi tiga bagian, yaitu karakteristik pasien hipertensi meliputi demografi pasien hipertensi.
Bagian kedua yaitu profil pennggunaan obat berdasarkan golongannya. Bagian ketiga yaitu efektivitas penggunaan obat antihipertensi yang meliputi ketepatan
pemilihan obat dan ketepatan dosis dilihat dari waktu terjadinya perbaikan kondisi pada pasien.
1. Karakteristik pasien hipertensi
Selama periode Agustus 2015 terdapat 12 pasien yang memiliki diagnosis hipertensi dan menggunakan obat antihipertensi. Demografi pasien
hipertensi di lihat berdasarkan jenis kelamin dan umur.
a. Demografi pasien berdasarkan jenis kelamin
Demografi pasien berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel II. Dari tabel II tersebut dapat dilihat terdapat 7 pasien 58,3 perempuan dan 5
pasien 41,7 laki-laki dengan dari 12 pasien yang menerima terapi antihipertensi. Berdasarkan pengelompokan jenis kelamin, pasien yang paling
banyak mengalami hipertensi adalah pasien perempuan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel II. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus
2015 Jenis Kelamin
Jumlah Pasien Persentase
Pasien
Laki-laki 5
41,7 H,I,J,K,L
Perempuan 7
58,3 A,B,C,D,E,F,G
Total 12
100
Adanya perbedaan jumlah pasien laki-laki dan perempuan yang menderita hipertensi sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan di Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang yaitu prevalensi perempuan yang menderita hipertensi lebih tinggi yaitu 58,3 dibandingkan dengan laki-laki Novian, 2014.
Tingginya prevalensi hipertensi pada perempuan sering terjadi setelah mengalami menopause karena berhentinya produksi endogen esterogen yang menyebabkan
tubuh tidak dapat mempertahankan vasodilatasi yang dapat mengontrol tekanan darah Barton and Meyer, 2009.
Hormon pada laki-laki dan perempuan memiliki efek untuk mengatur sistem RAS Renin-Angiotensin System dan mempengaruhi produksi
angiotensinogen dan metabolisme natrium. Sehingga pada perempuan yang sudah tua dan mengalami menopause tekanan darah sistolik meningkat dibandingkan
dengan laki-laki. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan perubahan hormonal pada saat mendekati masa menopause. Penurunan rasio esterogenandrogen
mengurangi efek vasorelaksan esterogen pada dinding vessel dan meningkatkan faktor vasokontriksi seperti endotelin. Terjadinya penurunan hormon esterogen ini
meningkatkan regulasi RAS dengan meningkatkan aktivitas plasma renin Maas and Franke, 2009.
Faktor risiko terjadinya hipertensi pada perempuan selain disebabkan karena usia, jenis kelamin dan genetik dapat juga disebabkan karena penggunaan
kontrasepsi pil yang mengandung hormon esterogen dan progesteron. Peningkatan tekanan darah disebabkan terjadinya hipertropi jantung dan peningkatan respon
presor angiotensin II dengan melibatkan jalur Renin Angiotensin System Pangaribuan, 2015.
Tingginya dosis esterogen pada kontrasepsi pil hormonal yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan esterogen akan mempengaruhi metabolism
elektrolit yang dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan ketahan perifer dan venous return yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah
yang terjadi disebabkan adanya kemiripan sifat kimia dari hormone esterogenik terhadap hormon andrenokortek yang terkandung di dalam pil KB. Esterogen
yang terkadung dalam kontrasepsi hormonal seperti aldosteron dan beberapa hormon adrenokorteks lainnya dapat menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal Nafisah, Wahjudi, dan Ramani, 2014.
b. Demografi pasien berdasarkan umur
Pengelompokan umur pasien dilakukan berdasarkan pustaka Pratama 2011, umur pasien hipertensi dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu pediatri,
adult, dan geriatri. Pediatri memiliki rentang umur 0-21, adult yaitu 22-59 tahun, dan geriatri memiliki rentang umur ≥ 60 tahun. Distribusi pasien hipertensi di
Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel III. Dari tabel III tersebut dapat dilihat bahwa
kejadian hipertensi paling banyak terjadi pada kelompok umur geriatri yaitu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sebanyak 9 pasien 75 dari 12 pasien. Kejadian paling banyak kedua adalah kelompok umur adult yaitu sebanyak 3 pasien 25 dari 12 pasien. Pada
penelitian ini tidak terdapat pasien hipertensi pada kelompok umur pediatri.
Tabel III. Distribusi Umur Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Periode
Agustus 2015 Kelompok Umur tahun
Jumlah Pasien
Persentase Pasien
Pediatri 0-21 -
Adult 22 - 59 tahun 3
25 F,H,L
Geriatri ≥ 60 tahun
9 75
A,B,C,D,E,G,I ,J,K
Total 12
100
Penyakit hipertensi umumnya semakin berkembang ketika mencapai usia paruh baya yaitu ketika berusia lebih dari 40 tahun bahkan lebih dari usia 60 tahun
ke atas. Dengan bertambahnya umur risiko terkena hipertensi jauh lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar
40, dengan kematian sekitar diatas 65 tahun Sarasati, 2011. Menurut penelitian Putri 2012, dengan bertambahnya umur maka
tekanan darah akan semakin meningkat. Tekanan darah mulai meningkat setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot , sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
c. Lama Perawatan
Hasil penelitian berdasarkan pengelompokan durasi lama perawatan pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung di Rumah Sakit Panembahan
Senopati Bantul periode Agustus 2015 yang menggunakan obat antihipertensi disajikan pada Tabel IV. Lama perawatan pasien yaitu 3 hari rawat pada batas
bawah dan 10 hari rawat pada batas atas dengan rata-rata lama perawatan pasien adalah 5 hari. Tabel IV menunjukan bahwa rata-rata lama perawatan pasien
adalah 5-6 hari.
Tabel IV. Distribusi Lama Perawatan Pasien Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015
Lama Perawatan Hari
Jumlah Pasien Persentase
Pasien
3-4 5-6
7-8
9-10 3
6 1
2 14,7
47.1 10,3
27,9 F,G,H
A,D.E,I,K,L B
C
Total 12
100
Pasien dengan hipertensi harus rutin dalam mengontrol tekanan darah agar tetap sesuai dengan target tekanan darah yaitu bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas yang disebabkan karena kardiovaskular. Target tekanan darah harus tercapai terutama untuk pasien dengan usia lanjut dan pada pasien
dengan hipertensi terisolasi Dipiro, 2008. Menurut penelitian Weber 2011 pada jurnal Hypertension, pasien
dengan tekanan darah tinggi sekitar 180110 mmHg segera dievaluasi dan diberi pengobatan selama satu minggu, tergantung pada situasi klinis dan komplikasinya
Weder, 2011.
d. Komplikasi
Komplikasi meruapakan suatu kondisi seseorang yang menderita penyakit gabungan dari dua atau lebih penyakit sebagai lanjutan dari penyakit
yang sebelumnya telah diderita. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan tingginya faktor risiko
penyakit kardiovaskular yang merupakan komplikasi dari hipertensi. Komplikasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ini muncul karena tekanan darah yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan tekanan darah pasien menjadi tinggi. Pada beberapa kasus pasien di Instalasi
Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Agustus 2015 menderita hipertensi disertai dengan adanya
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Komplikasi penyakit yang sering dialami oleh pasien dengan hipertensi
adalah myocardial infarction MI, left ventricular hypertrophy, gagal jantung CHF, aneurisma, stroke, dan penyakit gagal ginjal kronik nefropati hipertensi
and retinopati hipertensi Sawicka, et al., 2011. Berdasarkan pengelompokan jenis dan persentase kelompok komplikasi
yang disajikan dalam tabel V, dari 12 pasien sebanyak 3 pasien 25 yang mengalami komplikasi gagal jantung, 3 pasien 25 mengalami komplikasi
stroke dan 6 pasien tidak mengalami komplikasi tetapi memiliki penyakit penyerta seperti hemiparese sinestra, ISK, GERD, vertigo, dispnea, bronkitis akut, PPOK
akut, metabolit enselopati, bronchopneumonia, hemiparesis.
Tabel V. Jenis dan Persentase Komplikasi Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul
Komplikasi Jumlah
Pasien Persentase
Pasien
Hipertensi + Gagal jantung Hipertensi + Stroke
3 3
25 25
F,G I,J,K
Hipertensi + Penyakit Penyerta 6
50 A,B,C,D,E,H
,L
12 100
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung karena pada pasien hipertensi otot jantung bekerja lebih keras sehingga menyebabkan pembesaran
otot jantung , terutama pada ventrikel kiri yang merupakan ruang pompa utama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada jantung. Terjadinya pembesaran ini menyebabkan jaringan otot jantung menjadi lemah sehingga berkembang menjadi gagal jantung.
Stroke terjadi ketika otak kekurangan oksigen dan nutrisi yang menyebabkan matinya sel-sel otak. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya stroke dengan merusak dan melemahkan pembuluh darah otak yang menyebabkan sempitnya atau pecahnya pembuluh darah otak. Tekanan
darah yang tinggi juga dapat menyebabkan gumpalan darah terbentuk dalam arteri yang menuju ke otak, sehingga menghalangi aliran darah dan mengakibatkan
terjadinya stroke.
2. Profil Penggunaan Obat Antihipertensi
Seluruh pasien dalam penelitian di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Agustus 2015
dikelompokan berdasarkan golongan obat antihipertensi yang diterima oleh pasien selama menjalani perawatan di Rumah Sakit. Obat antihipertensi yang diterima
pasien berupa obat antihipertensi tunggal dan kombinasi. Golongan obat antihipertensi yang diterima oleh pasien adalah ACEi,
ARB, dan CCB. Pada Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Periode Agustus 2015, golongan antihipertensi yang
banyak diterima oleh pasien adalah golongan ARB. Dari 68 kasus terdapat 57 kasus 83,8 yang menggunakan obat antihipertensi tunggal dan 11 kasus
16,2 menggunakan obat antihipertensi kombinasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Penggunaan Obat Antihipertensi Tunggal
Penggunaan obat antihipertensi secara tunggal diberikan secara peroral. Tabel VI menunjukan gambaran penggunaan obat antihipertensi di Instalasi
Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Agustus 2015. Dari hasil analisis data didapatkan hasil bahwa
dari 68 kasus penggunaan obat antihipertensi terdapat 57 kasus 83,8 yang menggunakan obat antihipertensi sebagai monoterapi. Pada penelitian ini obat
antihipertensi yang diberikan secara tunggal adalah golongan ARB yaitu valsartan dan candesartan serta golongan CCB yaitu amlodipine.
Antihipertensi golongan ARB memiliki keunggulan yaitu dapat mengurangi risiko terjadinya kardiovaskular. Antihipertensi golongan ARB tidak
menurunkan tingkat sirkulasi angiotensin II. Ketika ARB memblok reseptor AT1, pada waktu yang bersamaan ARB merangsang reseptor AT2 sehingga efek yang
ditimbulkan oleh ARB karena adanya stimulasi pada reseptor AT2 Schmieder,2005.
Antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan dapat mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh remodeling jantung dengan merangsang reseptor
AT2 yang dapat menghambat penebalan arteri koroner dan fibrosis perivaskular. Selain itu, valsartan melemahkan kerja dari MCP-1, TNF, IL-6, IL-1, serta
infiltrasi dari leukosit dan makrofag ke dalam arteri yang terluka, sehingga menunjukkan efek penghambatan pada inflamasi vaskular Schmieder,2005.
Antihipertensi golongan CCB dapat mencegah atau mengeblok kalsium masuk ke dalam dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk
melakukan kontraksi, karena kalsium di hambat maka sel-sel otot polos pembuluh darah akan mengalami relaksasi, yang akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
dan menurunnya tekanan darah Eliot and Ram, 2011.
b. Penggunaan Obat Antihipertensi Kombinasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 11 16,2 dari 68 kasus yang menggunakan kombinasi obat antihipertensi. Kombinasi yang diterima
oleh pasien yaitu 2 macam kombinasi golongan obat antihipertensi. Golongan antihipertensi yang digunakan untuk kombinasi yaitu ACEi, ARB, dan CCB.
Dalam penelitian ini terdapat 7 kasus 10,3 dari 68 kasus yang mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi golongan ARB dan CCB.
Sedangkan 4 kasus 5,9 mendapatkan terapi kombinasi antihipertensi golongan ACEi dan CCB. Penggunaan obat antihipertensi digambarkan pada tabel VI.
Penggunaan terapi dengan menggunakan kombinasi 2 obat antihipertensi dianjurkan untuk pasien yang memiliki tekanan darah yang sangat tinggi yaitu
nilai tekanan darah yang jauh dari target nilai tekanan darah yang seharusnya. Kombinasi obat antihipertensi sering diperlukan untuk dapat mengontrol nilai
tekanan darah dan kebanyakan pasien memerlukan kombinasi 2 atau lebih penggunaan obat antihipertensi Dipiro, 2008.
Kombinasi obat antihipertensi idealnya menggunakan golongan diuretik, yaitu golongan diuretik tiazid. Diuretik bila dikombinasikan dengan beberapa
agen antihipertensi yang lain seperti ACEi , ARB, atau β-bloker dapat
menimbulkan efek aditif dari agen antihipertensi tersebut yaitu dapat menghindari hilangnya cairan. Menggunakan kombinasi antihipertensi dengan dosis yang
rendah lebih efektif mengurangi timbulnya efek samping dibandingkan dengan menggunakan monoterapi antihipertensi dengan dosis yang tinggi Dipiro, 2008.
Kombinasi antihipertensi yang tidak dapat diberikan menurut JNC 8 yaitu kombinasi antihipertensi golongan ACEi dan golongan ARB, karena kedua
agen hipertensi ini dapat meningkatkan serum kreatinin dan dapat menghasilkan efek metabolik seperti hiperkalemia, terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal James, et al, 2014. Berdasarkan penelitian tidak terdapat kasus yang menggunakan kombinasi antihipertensi golongan ACEi dengan golongan
ARB.
Tabel VI. Distribusi Golongan Obat Antihipertensi yang Diterima Oleh Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul
Periode Agustus 2015 Tunggal
Golongan Jumlah
Pasien Jumlah
Kasus Persentase
Pasien
ARB 8
47 69,1
A,C,D,E, G,H,I,J
CCB 2
10 14,7
K,L
Kombinasi
ARB + CCB
ACEi + CCB
1 1
7 4
10,3 5,9
B F
Total 12
68 100
3. Hasil Evaluasi Efektivitas
a. Ketepatan Pemilihan Obat
Menurut JNC 8, obat antihipertensi yang di rekomendasikan adalah golongan diuretik tiazid, ACEi, ARB, dan CCB. Keempat golongan obat
antihipertensi ini dipilih sebagai rekomendasi karena keempat golongan obat antihipertensi ini memiliki efek yang sebanding pada kematian secara keseluruhan
serta outcome dari penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, dan ginjal.
Pada penelitian ini terdapat beberapa pasien yang memiliki komplikasi gagal jantung dan stroke. Menurut rekomendasi AHAACCASH 2015 obat
antihipertensi yang di rekomendasikan untuk gagal jantung adalah golongan diuretik tiazid
, β-bloker carvedilol, metoprolol succinate, bisoprolol, atau nebivolol, ACEi, ARB, dan aldosteron agonis reseptor class I, Level of Evidence
A. Sedangkan rekomendasi obat antihipertensi dari AHAASA 2014 yang digunakan untuk hipertensi dan stroke adalah golongan diuretik thiazide yang
diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan ACEi class I, Level of Evidence A.
Class I menunjukan bahwa manfaat yang ditimbulkan pada saat terapi lebih besar dibandingkan dengan risiko, sehingga prosedurterapi sebaiknya
dilakukan. Sedangkan Level of Evidence A menunjukan bahwa rekomendasi prosedur terapi tergolong efektif dan hal tersebut terbukti dari beberapa uji klinis
acak data meta analisis PERDOSSI,2011 Pada tabel VIII disajikan ketepatan pemilihan obat berdasarkan
rekomendasi dari JNC 8 2014, AHAASA 2014, dan AHAACCASH 2015. Dari 68 kasus terdapat 49 kasus yang tepat pemilihan obat dan 19 kasus tidak
tepat pemilihan obat. Ketidaktepatan pemilihan obat, karena tidak sesuai dengan standar terapi dari AHAASA 2014 yang merekomendasikan golongan
antihipertensi diuretik secara tunggal atau dikombinasikan dengan golongan ACEi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke.
Menurut beberapa hasil penelitian yang terdapat dalam jurnal AHAASA 2014 menunjukan bahwa penggunaan diuretik secara tunggal maupun
dikombinasikan dengan ACEi secara signifikan mengurangi kejadian stroke berulang pada pasien yang memiliki riwayat stroke. Pada penelitian ini pasien
menggunakan golongan ARB yaitu valsartan. Dalam AHAASA 2014 terdapat penelitian golongan ARB yaitu eprosartan dalam menurunkan tekanan darah pada
pasien stroke, tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan dari eprosartan.
Tabel VII. Ketepatan Pemilihan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta Periode 2015 Keterangan
Jumlah Pasien
Jumlah Kasus
Persentase Pasien
Tepat Pemilihan Obat
9 49
72,1 A,C,D,E,F,G,
H
Tidak Tepat Pemilihan Obat
3 19
27,9 I,J,K
Total 12
68 100
b. Ketepatan Dosis
Ketepatan dosis merupakan kesesuaian dosis dari obat antihipertensi yang diberikan serta frekuensi pemberian obat antihipertensi sesuai dengan
standar DIH 2011. Dari keseluruhan kasus terdapat 68 penggunaan obat antihipertensi baik yang digunakan secara tunggal maupun kombinasi. Ketepatan
dosis antihipertensi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 disajikan dalam tabel IX.
Dari hasil evaluasi ketepatan dosis pada tabel IX, diketahui bahwa jumlah penggunaan obat antihipertensi secara keseluruhan adalah 68 baik
penggunaan obat secara tunggal maupun kombinasi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dosis yang diterima oleh pasien telah sesuai dengan standar DIH
2011. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel VIII. Ketepatan Dosis Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Inap Bangsal Bakung Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta Periode Agustus 2015
Tunggal Golongan Obat
Jenis Obat Keterangan
Jumlah kasus Penggunaan Obat
Persentase
ARB Valsartan
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis
31 45,6
-
Candesartan
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis
16 23,5
- CCB
Amlodipine
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis
10 14,7
-
Kombinasi ARB + CCB
Valsartan +
Amlodipine
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis
7 10,3
-
ACEi + CCB Captopril
+ Amlodipine
Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis
4 5,9
Total 68
100
c. Proporsi Penggunaan Obat Antihipertensi
Evaluasi proporsi penggunaan obat antihipertensi dilakukan untuk mengetahui jumlah obat antihipertensi yang efektif dalam menurunkan tekanan
darah. Penggunaan obat antihipertensi dikatakan efektif apabila pasien mengalami penurunan tekanan darah hingga mencapai target tekanan darah yang diharapkan
pada akhir hari rawat pasien atau dapat dikatakan pasien mencapai outcome terapi pada saat pasien keluar dari rumah sakit. Outcome terapi yang dimaksud adalah
keberhasilan pengobatan pada pasien yang terdiagnosis hipertensi di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Indikator keberhasilan suatu pengobatan di rumah sakit salah satunya dapat dilihat dari keadaan pasien saat keluar dari rumah sakit tersebut. Outcome
luaran pengobatan juga dapat dilihat dari perkembangan tanda-tanda fisik pasien PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan lama rawat pasien di rumah sakit Tyashapsari dan Zulkarnain, 2012. Pada penelitian ini yang menjadi parameter keberhasilan terapi adalah penurunan
tekanan darah pasien ke nilai target. Berikut ini merupakan proporsi penggunaan obat antihipertensi yang
efektif pada pasien di instalasi rawat inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015 :
a. Pasien A berusia 66 tahun memiliki diagnosis hipertensi urgensi, GERD, dan
hemiparesis. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 220110 mmHg dan pasien di rawat selama 5 hari. Selama perawatan pasien menerima
terapi antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 160 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu
pemilihan obat golongan ARB sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di
rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien A mencapai target tekanan darah pada akhir hari
rawat yaitu 14090 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien A sudah efektif karena pasien mencapai outcome terapi.
b. Pasien B berusia 70 tahun memiliki diagnosis hipertensi urgensi, metabolit
enselopati, bronchopneumonia, dan epilepsi. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 220120 mmHg dan pasien di rawat selama 7 hari. Selama
perawatan pasien menerima terapi antihipertensi kombinasi golongan ARB yaitu valsartan 80 mg dengan dosis 1x1 dan golongan CCB yaitu amlodipine 5
mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di
rekomendasikan oleh DIH 2011. Menurut alogaritma JNC 8 2014 terapi dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi dengan antihipertensi lain yang
di rekomendasikan oleh JNC 8 2014. Target tekanan darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien B mencapai target tekanan darah pada akhir hari
rawat yaitu 14090 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien B sudah efektif karena pasien mencapai outcome terapi.
c. Pasien C berusia 79 tahun memiliki diagnosis hipertensi dan PPOK akut.
Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 16090 mmHg dan pasien di rawat selama 10 hari. Selama perawatan pasien menerima terapi antihipertensi
golongan ARB yaitu candesartan 8 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu pemilihan obat
sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target
tekanan darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien C mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 14090 mmHg. Maka dapat
disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien C sudah efektif karena pasien mencapai outcome terapi.
d. Pasien D berusia 78 tahun memiliki diagnosis hipertensi, CHF congestive
heart failure, bronkitis akut. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 160110 mmHg dan pasien di rawat selama 6 hari. Selama perawatan
pasien menerima terapi antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 80 mg PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar ASAACCASH
2015 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah
14090 mmHg dan pasien D mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 11080 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima
oleh pasien D sudah efektif karena mencapai outcome terapi. e.
Pasien E berusia 75 tahun memiliki diagnosis hipertensi, CHF congestive heart failure, dispnea. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah
15090 mmHg dan pasien di rawat selama 6 hari. Selama perawatan pasien menerima terapi antihipertensi golongan ARB yaitu candesartan 8 mg dengan
dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar ASAACCASH 2015 dan
dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah
14090 mmHg dan pasien E mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 12080 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima
oleh pasien sudah efektif karena mencapai outcome terapi. f.
Pasien F berusia 55 tahun memiliki diagnosis hipertensi stage II, GERD gastroesophangeal reflux disease, dan ISK Infeksi Saluran Kemih. Tekanan
darah pasien pada awal perawatan adalah 16090 mmHg dan pasien di rawat selama 4 hari. Selama perawatan pasien menerima terapi antihipertensi
kombinasi golongan ACEi yaitu captopril 25 mg dengan dosis 3x1 dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
golongan CCB yaitu amlodipine 10 mg dengan dosis pemberian 1x1 . Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu pemilihan
obat sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target
tekanan darah pasien adalah 14090 mmHg dan pasien F mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 13090 mmHg. Maka dapat
disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien sudah efektif karena pasien mencapai outcome terapi.
g. Pasien G berusia 39 tahun memiliki diagnosis hipertensi stage I, CHF
congestive heart failure, dan vertigo. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 150100 mmHg dan pasien di rawat selama 3 hari. Selama
perawatan pasien menerima terapi antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 80 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar
yang digunakan, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar ASAACCASH 2015 dan dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang
dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah 14090 mmHg dan pasien G mencapai target tekanan darah pada akhir
hari rawat yaitu 10070 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien sudah efektif karena pasien mencapai outcome terapi.
h. Pasien H berusia 57 tahun memiliki diagnosis hipertensi stage II dan
hemiparese sinistra. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 160100 dan pasien di rawat selama 3 hari. Selama perawatan pasien menerima
terapi antihipertensi golongan ARB yaitu valsartan 80 mg dengan dosis 1x1. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar yang digunakan, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang
diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah 14090 mmHg dan pasien H
mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 11090 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien sudah efektif
karena pasien mencapai outcome terapi. i.
Pasien I berusia 64 tahun memiliki diagnosis stroke ICH intracerebral hemmorage, hemiparese, dan ISK infeksi saluran kemih. Tekanan darah
pasien pada awal perawatan adalah 160110 mmHg dan pasien di rawat selama 5 hari. Selama perawatan pasien menerima terapi antihipertensi golongan ARB
yaitu valsartan 80 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan kepada pasien I tidak sesuai dengan standar yang digunakan yaitu AHAASA 2014 untuk
pemilihan obat antihipertensi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke. Sehingga pemilihan obat antihipertensi pada pasien I tidak tepat karena tidak
sesuai dengan standar yang digunakan. Terapi yang sesuai dengan standar AHAASA adalah diuretik tiazid yaitu indapamide dengan dosis 1x1 1,25 mg-
5 mg atau di kombinasikan dengan ACEi perindopril dengan dosis 2x1 4 mg-16 mg. Target tekanan darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien I
mencapai target tekanan darah yaitu 11090 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima pasien sudah efektif meskipun obat yang digunakan
tidak tepat, karena pasien mencapai outcome terapi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
j. Pasien J berusia 86 tahun memiliki diagnosis stroke iskemik akut, hipertensi,
dan OA osteoarthritis. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 15090 mmHg dan pasien di rawat selama 9 hari. Selama perawatan pasien
menerima terapi antihipertensi golongan CCB yaitu valsartan 80 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan kepada pasien J tidak sesuai dengan standar
yang digunakan yaitu AHAASA 2014 untuk pemilihan obat antihipertensi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke. Sehingga pemilihan obat
antihipertensi pada pasien J tidak tepat karena tidak sesuai dengan standar yang digunakan. Terapi yang sesuai dengan standar AHAASA adalah diuretik tiazid
yaitu indapamide dengan dosis 1x1 1,25 mg-5 mg atau di kombinasikan dengan ACEi perindopril dengan dosis 2x1 4 mg-16 mg. Target tekanan
darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien J mencapai target tekanan darah yaitu 11070 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima
pasien sudah efektif meskipun obat yang digunakan tidak tepat, karena pasien mencapai outcome terapi.
k. Pasien K berusia 78 tahun memiliki diagnosis stroke non hemorage, hipertensi,
dan ISK infeksi saluran kemih. Tekanan darah pasien pada awal perawatan adalah 170100 mmHg dan pasien di rawat selama 5 hari. Selama perawatan
pasien menerima terapi antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipine 10 mg dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan kepada pasien K tidak sesuai dengan
standar yang digunakan yaitu AHAASA 2014 untuk pemilihan obat antihipertensi pada pasien hipertensi dengan komplikasi stroke. Sehingga
pemilihan obat antihipertensi pada pasien K tidak tepat karena tidak sesuai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan standar yang digunakan. Terapi yang sesuai dengan standar AHAASA adalah diuretik tiazid yaitu indapamide dengan dosis 1x1 1,25 mg-5 mg atau
di kombinasikan dengan ACEi perindopril dengan dosis 2x1 4 mg-16 mg. Target tekanan darah pasien adalah 15090 mmHg dan pasien K mencapai
target tekanan darah yaitu 12090 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima pasien sudah efektif meskipun obat yang digunakan tidak tepat,
karena pasien mencapai outcome terapi. l.
Pasien L berusia 64 tahun memiliki diagnosis ischalgia sinistra, hipertensi, dan HNP hernia nucleus polposus. Tekanan darah pasien pada awal perawatan
adalah 14090 mmHg dan pasien di rawat selama 5 hari. Selama perawatan pasien menerima terapi antihipertensi golongan CCB yaitu amlodipine 5 mg
dengan dosis 1x1. Terapi yang diberikan sudah sesuai dengan standar, yaitu pemilihan obat sudah sesuai dengan standar JNC 8 2014 dan dosis yang
diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis yang di rekomendasikan oleh DIH 2011. Target tekanan darah pasien adalah 14090 mmHg dan pasien L
mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat yaitu 13080 mmHg. Maka dapat disimpulkan bahwa obat yang diterima oleh pasien C sudah efektif
karena pasien mencapai outcome terapi. Dari data pasien diatas terdapat penggunaan obat yang tidak tepat yaitu
pada pasien I, J, dan K, tetapi ketiga pasien ini mencapai target tekanan darah pada akhir hari rawat. Maka dapat disimpulkan bahwa proporsi pengobatan
antihipertensi yang diberikan kepada pasien sudah efektif, karena seluruh pasien yang menerima pengobatan antihipertensi di instalasi rawat inap Bangsal Bakung
periode Agustus 2015 mencapai outcome terapi pada akhir hari rawat atau pada saat pasien keluar dari rumah sakit
43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN