Rancangan Rencana Pengelolaan Zona Tradisional Perairan Segoro Anak di Taman Nasional Alas Purwo.

RANCANGAN RENCANA PENGELOLAAN ZONA TRADISIONAL
PERAIRAN SEGORO ANAK DI TAMAN NASIONAL
ALAS PURWO

ALKORI NUGROHO

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Rencana
Pengelolaan Zona Tradisional Perairan Segoro Anak di Taman Nasional Alas
Purwo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Alkori Nugroho
NIM E34110080

ABSTRAK
ALKORI NUGROHO. Rancangan Rencana Pengelolaan Zona Tradisional
Perairan Segoro Anak di Taman Nasional Alas Purwo. Dibimbing oleh SAMBAS
BASUNI dan TUTUT SUNARMINTO.
Zona tradisional perairan Taman Nasional Alas Purwo berada di Resort
Grajagan, yaitu di sepanjang Sungai Segoro anak sampai Teluk Grajagan. Tujuan
utama dari penelitian ini adalah untuk merancang rencana pengelolaan zona
tradisional TNAP yang berisi prinsip-prinsip pengelolaan dan aturan-aturan bagi
masyarakat dalam pemanfaatan zona tradisional. Secara umum terdapat tiga
bentuk pemanfaatan yang dilakukan masyarakat di zona tradisional perairan
Segoro Anak yaitu pemanfaatan hasil perikanan, pemanfaatan budaya pethik laut,
dan pemanfaatan jasa lingkungan ekowisata mangrove Bedul. Pemanfaatan yang

memberikan tekanan terbesar dan memerlukan aturan khusus adalah pemungutan
hasil perikanan di zona tradisional perairan Segoro Anak. Kegiatan penangkapan
ikan yang ramah lingkungan sebagai acuan dalam penggunaan teknologi dan alat
penangkapan ikan menjadi kunci pemanfaatan hasil berkelanjutan. Kondisi
tersebut dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan kontruksi alat,
daerah penangkapan serta ketersedian sumberdaya ikan yang tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan sumberdaya perikanan.
Kata kunci: pengelolaan, pemanfaatan berkelanjutan, zona tradisional, Segoro
Anak, taman nasional Alas Purwo
ABSTRACT
ALKORI NUGROHO. Design of Segoro Anak Aquatic Traditional Zone
Planning Management in Alas Purwo National Park. Supervised by SAMBAS
BASUNI and TUTUT SUNARMINTO.
Alas Purwo National Park aquatic traditional zone placed in Resort
Grajagan, it is along Segoro Anak river until Grajagan bay. The main purpose of
this research is to design planning management of Alas Purwo National Park
aquatic traditional zone that contains principal of management and the rules for
the people to use traditional zone. In general there are three forms of the
utilization such as uses of the fishery, the utilization of cultural for pethik laut
tradition, and utilization of environmental services for Bedul mangrove

ecotourism. The utilization that applies largest pressure and need a special rule is
use of fisheries in Segoro Anak aquatic traditional zone. The activity of fishing
with environmentally base as a reference in the use of technology and fishing
instrument become a key for sustainable utilization. This condition can be seen in
terms of operation method side of construction materials and instrument, fishing
area and regional fish resources availability that are still preserve the environment
and fisheries resources.
Keywords: Alas Purwo national park, management, Segoro Anak, sustainable
utilization, traditional zone

RANCANGAN RENCANA PENGELOLAAN ZONA TRADISIONAL
PERAIRAN SEGORO ANAK DI TAMAN NASIONAL
ALAS PURWO

ALKORI NUGROHO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah
manajemen kawasan konservasi, dengan judul Rancangan Rencana Pengelolaan
Zona Tradisional Perairan Segoro Anak di Taman Nasional Alas Purwo.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sambas
Basuni, MS dan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi sebagai pembimbing yang tidak
pernah lelah menyemangati dan memberikan masukan. Disamping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Alas Purwo
yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ibu, bapak, adik saya dan Alifah Meltriana, serta

seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Kemudian juga terima kasih
kepada Keluarga KSHE 48, Keluarga Bagian Manajemen Kawasan
Konservasi, Tim PKLP Taman Nasional Alas Purwo, Keluarga MEJ IPB 2014,
Keluarga besar HIMAKOVA dan Keluarga Wisma Surya atas motivasi, bantuan,
dukungan dan kebersamaan kita selama ini, serta seluruh staf pengajar, tata
usaha, laboran, mamang bibi, juga keluarga besar Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah
membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Alkori Nugroho

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Manfaat

2

Kerangka Pemikiran


2

METODE

4

Waktu dan Tempat

4

Alat dan Obyek

5

Jenis Data

5

Metode Pengumpulan Data


5

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Sumberdaya yang Dimanfaatkan Masyarakat di Zona Tradisional Perairan
Segoro Anak
7
Pola Pemanfaatan Zona Tradisional Perairan Segoro anak

12


Pengelolaan Perlindungan

21

Pengelolaan Pengawetan

22

Pengelolaan Pemanfaatan

23

Rancangan Rencana Pengelolaan Zona Tradisional Perairan Segoro Anak 25
SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28


Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7

Data potensi hasil perikanan zona tradisional perairan Segoro Anak
Jumlah dan persentase nelayan sesuai jenis sumberdaya yang
dimanfaatkan
Pola ruang pemungutan hasil perikanan zona tradisional perairan
Segoro anak
Frekuensi pemungutan hasil perikanan dalam satu bulan
Persentase jumlah dalam satu kali pengambilan
Macam-macam alat penangkapan hasil perikanan zona tradisional
perairan Segoro Anak beserta karakteristiknya
Persentase mata pencaraharian pemanfaat hasil perikanan zona
tradisional perairan Segoro Anak

9
10
12
15
18
20
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Diagram alur tahapan penelitian
Peta lokasi penelitian
Pemanfaatan ekowisata
Rajungan
Peta pola ruang pemanfaatan hasil perikanan
Penangkapan udang di zona peralihan
Pemasangan alat penangkapan udang di tengah badan sungai
Perahu nelayan
Pelitur
Sothok
Hasil udang yang didapat nelayan

3
4
8
11
13
14
14
16
17
17
18

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Interaksi masyarakat dengan taman nasional di Indonesia tidak dapat
terlepaskan, khususnya yang berlokasi di Pulau Jawa. Kawasan konservasi
diperkirakan telah dihuni masyarakat-masyarakat lokal tradisional sebelum
pemeritah menetapkan wilayah tersebut menjadi kawasan pelestarian dan
konservasi (Munggoro 1999). Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan
kawasan pelestarian alam yang dikelilingi oleh masyarakat lokal yakni
masyarakat tradisional Jawa. Masyarakat ini memiliki interaksi dengan hutan,
gunung, dan pantai melalui aktivitas pemungutan biota laut, bambu, dan hasil
hutan lainnya yang dikenal dengan sebutan Kayal (Pramusanti 2001). Zona
pemanfaatan memiliki fungsi utama untuk pemanfaatan pariwisata alam dan jasa
lingkungan bagi masyarakat sekitar kawasan dan masyarakat umum, selain itu
untuk membatasi pemanfaatan dan perambahan berlebihan di kawasan TNAP
oleh masyarakat tradisional maka dibentuk zona tradisional.
Zona tradisional adalah bagian dari taman nasional yang ditetapkan untuk
kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan
mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam (Permenhut nomor P. 56
/Menhut-II/2006). Pemanfaatan tradisional dapat berupa kegiatan pemungutan
hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas
untuk jenis yang tidak dilindungi. Mekanisme pemanfaatan bersama pihak ketiga
terlebih dahulu membangun kesepahaman dengan pengelola taman nasional
dalam
rangka
pemanfaatan
potensi
kawasan
(Permenhut
nomor
P19/Menhut/2004). Terhadap masyarakat di sekitar Taman Nasional dilakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman
Nasional dilakukan melalui:
1. Pengembangan desa konservasi;
2. Pemberian izin untuk memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok
pemanfaatan, izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata
alam;
3. Fasilitasi kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat.
Dalam rangka membangun kesepahaman, kesepakatan, dan kolaborasi
dalam pengelolaan zona tradisional, pengelola taman nasional harus menyusun
rencana pengelolaan zona tradisional yang mengatur pemanfaatan sumberdaya di
zona tradisional oleh masyarakat. Sejalan dengan itu, pihak pengelola TNAP
memasukkan program penyusunan rencana pengelolaan zona tradisional ke dalam
rencana program kerja TNAP tahun 2015. Pada kenyataannya program kerja
tersebut tidak dilaksanakan sebagai program kerja tahun 2015 dan akan dijadikan
sebagai program kerja pada tahun berikutnya. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
dana serta pengelolaan yang ada dirasa masih memadai sehingga belum menjadi
fokus utama pengelolaan. Maka dari itu penelitian ini penting dilakukan untuk
membantu pihak taman nasional dalam pengumpulan data dasar sebagai langkah
awal mempersiapkan diri untuk pelaksanaan program kerja tersebut. Data dasar
tersebut kemudian dijadikan sebuah rancangan yang akan memudahkan pihak
TNAP untuk menyusun rencana pengelolaan zona tradisional kedepannya.

2
Rancangan ini berisi prinsip pengelolaan dan aturan-aturan untuk masyarakat agar
dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada secara bijak dan berkelanjutan tanpa
merusak ekosistem yang ada.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membuat rancangan rencana pengelolaan
zona tradisional perairan di TNAP. Secara rinci tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengidentifikasi sumberdaya alam apa saja yang sering dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar kawasan di zona tradisional perairan TNAP.
2. Mendeskripsikan pola pemanfaatan sumberdaya alam di zona tradisional
perairan TNAP oleh masyarakat sekitar kawasan.
3. Merancang rencana pengelolaan zona tradisional perairan TNAP yang
berisi aturan-aturan bagi masyarakat dalam pemanfaatan zona tradisional.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak pengelola
TNAP untuk menyusun rencana pengelolaan zona tradisional agar tercapai tujuan
pemanfaatan berkelanjutan dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.
Kerangka Pemikiran
Penyusunan rencana pengelolaan zona tradisional memerlukan data
inventarisasi potensi sumberdaya yang sering dimanfaatkan masyarakat dan pola
pemanfaatannya. Rencana kerja jangka pendek tahunan ini berisi programprogram yang akan dilakukan pihak pengelola untuk mencapai tujuan pengelolaan
Taman Nasional selama setahun kedepan sebagai implementasi dari rencana kerja
jangka panjang. Salah satu program yang akan dijalankan pengelola TNAP adalah
penataan batas dan penyusunan rencana pengelolaan zona tradisional.
Pemanfaatan secara tradisional terus dilakukan masyarakat tanpa ada rencana
pengelolaan yang pasti oleh pihak pengelola TNAP. Maka dari itu diperlukan
aturan-aturan yang mengatur pemanfaatan zona tradisional oleh masyarakat,
dalam hal ini dituangkan sebagai suatu rancangan rencana pengelolaan zona
tradisional.
Hasil data yang di dapat melalui identifikasi potensi sumberdaya dan pola
pemanfaatan akan dikaitkan dengan interaksi masyarakat dengan hutan. Analisis
berupa keterkaitan antara pola ruang, pola waktu, dan pola cara dalam
pemanfaatan sumberdaya dengan kondisi pengelolaan yang ada baik oleh
masyarakat maupun pengelola. Pengelolaan meliputi perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat dibentuk prinsipprinsip pengelolaan dan aturan-aturan sebagai rancangan rencana pengelolaan
yang akan menjadi pedoman bagi masyarakat dalam memanfaatkan zona
tradisional. Lebih lanjut, rancangan tersebut dapat diuji dan dianggarkan untuk
kemudian dijadikan rencana pengelolaan zona tradisional. Diagram alur tahapan
penelitian disajikan pada Gambar 1.

3

TNAP

Pemanfaatan Zona Tradisional
Secara Berkelanjutan oleh
Masyarakat

Penyusunan Rencana
Pengelolaan Zona
Tradisional
Identifikasi Sumberdaya

Pola Pemanfaatan

Pola Ruang

Pola Waktu

Pola Cara

Analisis Data
Kelestarian ekologi
Kelestarian ekonomi
Kelestarian sosial

Rancangan Rencana
Pengelolaan Zona Tradisional

Gambar 1 Diagram alur tahapan penelitian

4
METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2015 di Taman Nasional Alas
Purwo (TNAP), Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur tepatnya di Zona
Tradisional Perairan Segoro Anak di Resort Grajagan. Peta lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

5
Alat dan Obyek
Alat yang dibutuhkan yaitu perekam, kamera, panduan wawancara, dan
alat tulis. Sedangkan obyeknya ialah masyarakat dan stakeholder terkait.
Jenis Data
Data primer
Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data sumberdaya atau spesies yang sering dimanfaatkan masyarakat serta
perannya dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti makanan,
perlindungan (rumah) dan pengobatan penyakit, serta pemanfaatan spesies
dalam perdagangan.
2. Data pola pemanfaatan sumberdaya terkait dengan konservasi kawasan
meliputi:
a. intensitas pemanfaatan
b. tipe pemanfaatan
c. jumlah spesies dalam satu kali pemanfaatan
d. keragaman pemanfaatan
e. lokasi pengambilan spesies
f. cara mengambil/ mendapatkan spesies
g. ketersediaan spesies terkait perubahan jumlah penyebabnya berdasarkan
pengalaman masyarakat pemanfaat (misal karena perdagangan)
Data sekunder
Data yang terkait dengan pengelolaan kawasan, meliputi kondisi umum
lokasi penelitian zona tradisional perairan Resort Grajagan TNAP, data
pemanfaatan dan pengambilan sumberdaya dari dalam kawasan oleh masyarakat
(jenis, yang diambil, pengaruhnya dalam kawasan dan upaya mengatasinya), tata
batas dan pengelolaan zona tradisional yang sudah ada, data kondisi sosial
ekonomi masyarakat Desa Sumberasri dan pelibatan aspek kebudayaan
masyarakat tradisional setempat dalam pengelolaan kawasan.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Studi literatur
Studi literatur untuk menghimpun data sekunder tentang gambaran awal
dari kondisi kawasan.
2. Penentuan informan kunci
Informan dalam penelitian ini ditentukan melalui metode snow ball.
Metode ini dimulai dengan menentukan informan kunci, yakni orang atau
sekelompok orang yang memiliki informasi pokok pada budaya tertentu
(Endraswara 2006), juga menjadi titik awal berputarnya bola salju. Informan
kunci dalam penelitian ini adalah ketua kelompok nelayan, ketua pengelola
ekowisata, dan kepala Resort Grajagan

6
3. Wawancara
Wawancara yang dilakukan berupa wawancara terbuka yakni peneliti
menanyakan topik awal pada responden, lalu menggali secara mendalam
informasi berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas (tidak terikat)
jawabannya. Contohnya, wawancara dengan menggunakan pertanyaan yang
menghendaki penjelasan atau pendapat seseorang. Beberapa pihak yang
diwawancarai antara lain, pihak taman nasional, masyarakat Desa Sumberasri
(tokoh adat/ tokoh masyarakat), dan pihak lain yang terkait dengan penelitian.
4. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung meliputi pengumpulan data pokok
dan pendokumentasian yang berhubungan dengan penelitian. Metode observasi
yang dilakukan peneliti adalah observasi partisipan yaitu suatu proses
pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian
dalam kehidupan orang-orang yang akan diobservasi. Beberapa hal yang akan
diobservasi diantaranya:
a. Pemanfaatan spesies baik secara langsung seperti dikonsumsi, dibuat
sebagai pakaian, digunakan sebagai bahan rumah dan sebagainya, maupun
tidak langsung seperti dijual sebagai barang perdagangan.
b. Pengambilan atau pemungutan sumberdaya seperti cara pemanenan,
perburuan, ataupun pengolahan hasil panenan.
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan tabel dan
diagram untuk menjelaskan hasil sumberdaya yang sering dimanfaatkan serta pola
pemanfaatannya oleh masyarakat tradisional. Berdasarkan analisis data ini
kemudian akan dirumuskan aturan-aturan bagi masyarakat maupun pedoman
pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam di zona tradisional sebagai
komponen rancangan rencana pengelolaan zona tradisional perairan TNAP.
Deskripsi hasil data yang di dapat melalui identifikasi potensi sumberdaya
dan pola pemanfaatan akan dikaitkan dengan interaksi masyarakat dengan hutan.
Analisis berupa keterkaitan antara pola ruang, pola waktu, dan pola cara dalam
pemanfaatan sumberdaya dengan kondisi pengelolaan yang ada baik oleh
masyarakat maupun pengelola. Pengelolaan meliputi perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan. Dari hasil analisis yang dilakukan dapat dibentuk prinsipprinsip pengelolaan dan aturan-aturan sebagai rancangan rencana pengelolaan
yang akan menjadi pedoman bagi semua pihak dalam mengelola dan
memanfaatkan zona tradisional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Zona Tradisional TNAP dibagi menjadi 2, yaitu zona tradisional perairan
dan daratan. Zona tradisional daratan berada di Resort Rowobendo. Zona

7
tradisional perairan berada di Resort Grajagan sepanjang sungai sampai Teluk
Grajagan. Lokasi yang dipilih hanya satu kawasan zona tradisional yaitu di Blok
Bedul dengan tujuan untuk memfokuskan penelitian. Blok Bedul berada di Resort
Grajagan dan merupakan bagian dari Seksi Wilayah I Tegaldlimo TNAP. Formasi
hutan mangrove di Kawasan TNAP hanya terdapat di pinggir Sungai Segoro
Anak hingga muara di Teluk Grajagan dengan luas sekitar 1000 ha, sedangkan
zona tradisional perairan Segoro Anak memiliki luas kurang lebih 375 ha.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Resot Grajagan, susunan hutan mangrove
terdiri dari 8 marga/genus tumbuhan mangrove, yaitu api-api (Avicenia alba,
Avicenia marina, Avicenia officinalis ), bakau (Rhizhopora apiculata dan
Rhizhopora mucronata), dungun (Heritheria littoralis), kendal (Cordia oblique
dan Cordia subcordata), nyiri (Xylocarpus granatum dan Xylocarpus
moluccensis), perpat (Sonneratia alba), tanjang (Bruguiera gymnorhiza,
Bruguiera cylindrica dan Bruguiera sexagula) dan tingi (Ceriops tagal, Ceriops
decandra).
Formasi vegetasi mangrove, walaupun luasnya relatif kecil namun
keberadaannya dinilai penting, karena formasi ini merupakan habitat penting bagi
satwa air seperti jenis-jenis tertentu seperti ikan dan udang, maupun bagi satwa
darat. Fauna yang berasosiasi dengan hutan mangrove terbagi atas tiga kelompok
besar yaitu mamalia darat, burung, reptil dan biota perairan. Jenis mamalia yang
sering ditemukan adalah babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) dan kucing hutan (Felis bengalensis), rusa yang terdapat di hutan
pantai, akan berada pada hutan bakau hanya untuk mengasin saja. Jenis-jenis
burung yang berasosiasi dengan hutan mangrove adalah pecuk ular (Anhinga
melanogaster), raja udang (Alcedo caerulescens), bangau tong-tong (Leptoptilus
javanicus) dan kuntul (Egretta spp). Ikan yang terdapat di perairan Blok Bedul
antara lain ikan petak, kakap, brunjung, blutak, tiri, belanak, bedhul, glomoh,
bang-bangan. Jenis dalam kelas Crustacea juga memiliki potensi yang besar yaitu
udang, kepiting, dan rajungan. Areal ini juga kaya akan molusca, namun belum
ada penelitian apakah molusca-molusca yang ada di sepanjang Sungai Segoro
Anak ada yang berstatus dilindungi atau tidak. Sungai yang dikelilingi hutan
mangrove ini, menyimpan beragam potensi perikanan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar, mulai dari mencari ikan, kerang, udang, kepiting, dan
rajungan.
Sumberdaya yang Dimanfaatkan Masyarakat di Zona Tradisional Perairan
Segoro Anak
Secara umum terdapat tiga bentuk pemanfaatan yang dilakukan
masyarakat di zona tradisional perairan Segoro Anak yaitu pemanfaatan budaya
pethik laut, pemanfaatan jasa lingkungan ekowisata mangrove Bedul, dan
pemanfaatan hasil perikanan. Salah satu manfaat Segoro Anak adalah sebagai
tempat pelaksanaan ritual budaya masyarakat setempat yaitu Budaya Pethik Laut.
Budaya pethik laut ini masih berkaitan dengan kegiatan pemanfaatan Segoro Anak
karena kegiatan ini merupakan wujud rasa syukur atas melimpahnya hasil laut
Segoro Anak. Pethik laut biasanya dilakukan pada tanggal 1 Muharram. Ritual
budaya ini dilakukan dengan melarung atau menghanyutkan sesaji ke Sungai
Segoro Anak. Para nelayan dan masyarakat berbondong-bondong ke Dermaga

8
Bedhul dan bersama-sama mengucap syukur atas karunia Tuhan yang diturunkan
melalui hasil laut di Segoro Anak. Acara adat ini dilaksanakan dengan partisipasi
semua nelayan yang menyisihkan iuran Rp 15.000 per bulan untuk membeli dan
menyiapkan sesaji serta acara perayaan tahunan ini. Dengan adanya ritual ini
masyarakat berharap agar hasil laut tetap melimpah dan memberikan kemakmuran
bagi masyarakat sekitar kawasan Segoro Anak.
Pemanfaatan lain yang dilakukan dan menjadi salah satu solusi
pemanfaatan berkelanjutan adalah pemanfaatan jasa lingkungan untuk ekowisata
(Gambar 3). Sebagai komitmen TNAP dalam membantu mengembangkan
perekonomian masyarakat sekitar hutan, pengembangan Ekowisata Mangrove
Bedul menjadi salah satu strategi menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat. Tumbuh dan berkembangnya Ekowisata Mangrove Bedul telah
memberikan peluang warga Sumberasri untuk mendirikan warung-warung
makanan, penjualan suvenir dan pedagang asongan. Kunjungan rata- rata 1.000
pengunjung setiap minggu telah memberikan tambahan penghasilan yang cukup
banyak bagi para warga yang berjualan di lokasi wisata sekaligus para pejual yang
berada di sepanjang jalan menuju lokasi wisata.

Gambar 3 Pemanfaatan ekowisata
Hasil analisis pengunjung yang dilakukan di Ekowisata Bedul,
kebanyakan pengunjung yang datang bertujuan untuk sekedar berekreasi dan
menikmati keindahan alam Bedul. Sebagian besar pengunjung datang bersama
keluarga dan tidak sedikit pasangan muda mudi yang mencari tempat yang
nyaman untuk bercengkrama. Latar belakang pengunjung biasanya merupakan
warga asli banyuwangi yang sudah pernah datang ke Bedul dan hanya sedikit
yang baru pertama kali. Hal tersebut menandakan kurangnya pengunjung dari luar
daerah yang berarti kurangnya informasi tentang tempat wisata ini. Selanjutnya
sarana dan prasarana yang ada menjadi perhatian utama pengunjung karena masih
kurang memadai sehingga menjadi penyebab pengurangan kenyamanan
pengunjung. Aksesibilitas jalan yang sudah baik, kurang didukung dengan
transportasi yang ada karena tidak ada angkutan umum yang mencapai tempat ini
sehingga kebanyakan pengunjung masih menggunakan kendaraan pribadi.

9
Kesadaran masyarakat dan pengunjung akan kelestarian alam perlu diperhatikan
karena hal tersebut merupakan salah satu tujuan utama ekowisata. Sebagai salah
satu kader konservasi, pengelola harus punya perencanaan yang pasti mengenai
pengembangan potensi keindahan alam ekosistem mangrove bedul. Hal tersebut
harus didukung oleh pihak TNAP dan perhatian pemerintah daerah. Lebih lanjut
perlu dilakukan kajian mengenai peluang pasar dan strategi pemasaran Ekowisata
Bedul.
Pemanfaatan yang memberikan tekanan terbesar terhadap ekosistem
Segoro Anak adalah pengambilan langsung hasil-hasil perikanan. TNAP memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi yang berasal dari berbagai macam tipe
ekosistem. Salah satu tipe ekosistem yang memiliki keunikan dan
keanekaragaman hayati yang tinggi adalah ekositem Sungai Segoro Anak dan
hutan mangrove. Hutan mangrove yang berada di Resort Grajagan ini merupakan
hutan mangrove terutuh yang ada di Pulau Jawa. Kondisi hutan mangrove yang
masih sangat bagus dan perairan yang belum tercemar membuat potensi
keanekaragaman biota air menjadi sangat melimpah. Mangrove merupakan
tanaman yang tahan terhadap kandungan kadar garam di media atau tempat
hidupnya. Produktivitas primer yang dihasilkan hutan mangrove cukup tinggi,
sehingga menjadikan daerah mangrove tempat tumbuh suburnya hewan-hewan
pemakannya, yaitu dari jenis ikan, Crustacea maupun hewan-hewan lainnya
(Supriharyono 2009). Hal tersebut yang membuat masyarakat memanfaatkan hasil
perikanan zona tradisional perairan Segoro Anak sebagai pemenuhan kebutuhan
ekonomi. Masyarakat pemanfaat hasil perikanan di zona tradisional perairan ini
melakukan penangkapan terhadap biota-biota perairan yang terdapat di areal hutan
mangrove dan sepanjang Sungai Segoro Anak. Tidak semua potensi biota perairan
yang ada di zona tradisional dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena banyak
jenis yang memang tidak dapat dikonsumsi maupun tidak memiliki nilai ekonomi
untuk diperdagangkan seperti ikan bedul dan berbagai jenis siput. Data potensi
hasil perikanan Segoro Anak yang sering dimanfaatkan masyarakat menurut hasil
wawancara dengan para nelayan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data potensi perikanan zona tradisional perairan Segoro Anak
No.
Kelas
Spesies
1
Pisces
Ikan pari, glomoh, tanding pacul, sliper, belanak,
kerapu, kakap, kacangan, brunjung, bekuku, bedhul,
kerongan, dan bandeng.
2
Crustacea
Udang windu, udang manis, udang peyek, udang
dragu, kepiting, dan rajungan.
3
Mollusca
Kerang dara, tiram, sampir, pelok, capar, kukon,
batik, cemethi, dan miren.
Perikanan adalah semua usaha penangkapan budidaya ikan dan kegiatan
pengelolaan hingga pemasaran hasilnya (Mubiyarto 1994 dalam Zubair dan Yasin
2011). Sumberdaya perikanan adalah seluruh binatang dan tumbuhan yang hidup
di perairan (baik di darat maupun di laut) oleh karena itu perikanan dapat
dibedakan atas perikanan darat dan perikanan laut. Setiap nelayan tidak
memanfaatkan semua jenis sumberdaya yang ada melainkan hanya jenis-jenis
tertentu. Kebanyakan nelayan hanya fokus mengambil satu jenis sumberdaya

10
sesuai keahlian serta alat penangkapan yang dimiliki. Beberapa nelayan ada juga
yang memanfaatkan lebih dari satu jenis sumberdaya karena memiliki beberapa
jenis alat maupun memiliki alat yang mampu menangkap beberapa jenis hasil
sumberdaya. Hasil sumberdaya yang dimanfaatkan nelayan dikelompokkan dalam
beberapa jenis yaitu ikan, udang, kerang, kepiting, dan rajungan. Berdasarkan data
65 nelayan yang memanfaatkan zona tradisional perairan Segoro Anak yang
terhimpun dari hasil wawancara dan data sekunder, persentase kelompok nelayan
berdasarkan hasil yang dimanfaatkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
No.
1
2
3
4
5
6

Jumlah dan persentase nelayan sesuai jenis sumberdaya yang
dimanfaatkan
Jenis Sumberdaya
Jumlah Nelayan
Persentase (%)
Ikan
17
23
Udang
15
26
Kepiting
6
9
Rajungan
13
20
Kerang
13
20
Semua jenis
1
2
Jumlah
65
100

Dilihat dari Tabel 2, ikan dan udang menjadi hasil yang paling banyak
dimanfaatkan karena keberadaannya yang masih melimpah. Hal tersebut
dikarenakan tumbuhan mangrove merupakan penghasil detritus organik yang
merupakan sumber pakan alami potensial bagi semua biota yang hidup di
ekosistem mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar
dari rantai makanan di ekosistem mangrove bukan tumbuhan mangrove sendiri
tetapi serasah yang berasal dari dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, bunga,
buah). Serasah mangrove didekomposisi oleh bakteri dan fungi menjadi nutrien
yang terlarut dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton, algae ataupun tumbuhan
mangrove sendiri dalam proses fotosintesis dan sebagian dimanfaatkan oleh ikan,
udang dan kepiting sebagai makanannya (Bengen 2002). Selain itu dalam
memungut hasil ikan dan udang hanya diperlukan peralatan yang relatif sederhana
yaitu jaring dan perahu. Sedangkan untuk mencari kepiting dan rajungan nelayan
perlu menggunakan alat berupa perangkap dan harus masuk kedalam hutan
mangrove. Maka dari itu pencari kepiting sangat mengandalkan pasang surut air
yang masuk hutan mangrove. Salah satu hasil perikanan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi adalah rajungan. Rajungan atau kepiting bakau (Scylla serrata)
seperti pada Gambar 4 merupakan jenis yang dominan di Indonesia. Spesies ini
merupakan salah satu diantara komoditas perikanan yang banyak diminati oleh
masyarakat baik dari kalangan pembudidaya tambak, pengusaha maupun
konsumen. Daging kepiting tersebut mengandung protein 65,72%, lemak 0,83%,
abu 7,5% dan kadar air 9,9% (Rosmaniar 2008).
Interaksi yang dilakukan terdapat 2 macam yaitu, interaksi langsung antara
pemungut dengan sumberdaya taman nasional dan interaksi tidak langsung yaitu,
yang dilakukan oleh para pengepul atau penampung sebagai orang yang membeli
hasil-hasil pemungutan untuk kemudian dijual kembali (Pramusanti 2001).

11

Gambar 4 Rajungan
Jumlah pengepul mempunyai persentase paling kecil karena pengepul hanya
sebagai penadah dan distributor hasil yang didapat para nelayan. Di lokasi sekitar
dermaga Bedul hanya ditemui satu pengepul yang mendatangi dan menunggu para
nelayan yang pulang melaut. Hal itu dilakukan agar mendapat hasil laut yang
masih segar. Sebenarnya masih ada pengepul lain di desa-desa sekitar Desa
Sumberasri, namun mereka hanya bertindak sebagai pengepul yang menunggu
nelayan mendatangi rumah mereka untuk menyetor hasil yang didapat.
Menurut Zubair dan Yasin (2011) nelayan adalah orang- orang yang aktif
dalam melakukan kegiatan pada sub sektor perikanan dan ini dilakukan dalam
usaha ekonomi, oleh karena itu indikator yang digunakan untuk menentukan
bahwa seseorang termasuk nelayan apabila seluruh atau sebagian besar
penghasilan pendapatan rumah tangganya merupakan konstribusi dari pendapatan
yang diperoleh dari sub sektor perikanan. Hasil yang diperoleh nelayan dari
Segoro Anak biasanya dimanfaatkan sebagai barang ekonomi. Hasil tersebut
langsung dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hanya sedikit yang
memanfaatkan hasil untuk dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Sedangkan
untuk pemanfaatan lain seperti sebagai obat tradisional maupun untuk kerajinan
sendiri memang belum ada. Persentase nelayan yang memanfaatkan hasil untuk
dijual adalah sebesar 92%, sedangkan yang memanfaatkan hasil untuk konsumsi
sendiri sebanyak 8%. Nelayan yang memiliki persentase terbesar merupakan
nelayan komersial yaitu nelayan yang menangkap ikan untuk tujuan komersial
atau dipasarkan baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor (Charles 2001).
Nelayan yang memanfaatkan hasil untuk konsumsi sendiri sebagian besar
merupakan pencari kerang dan pemancing ikan yang memang bukan
bermatapencaharian sebagai nelayan.
Pencari kerang biasanya merupakan kelompok ibu-ibu yang berasal dari
desa yang tidak berbatasan dengan kawasan Segoro Anak dan mencari kerang
hanya untuk mengisi waktu luang sambil mencari lauk untuk dimasak menjadi
olahan kerang. Para pemancing ikan memanfaatkan hasil ikan Segoro Anak
dengan cara memancing hanya untuk menyalurkan hobi. Tipe nelayan ini adalah
Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers) yaitu orang-orang yang secara

12
prinsip melakukan kegiatan penangkapan ikan hanya sekedar untuk kesenangan
atau berolahraga (Charles 2001). Tidak jarang apabila mereka mendapat hasil
yang banyak, mereka juga menyisihkan hasilnya untuk dijual. Begitu pula
sebaiknya, apabila para nelayan yang biasa menjual hasilnya kepada pengepul
mendapat hasil sedikit, mereka lebih memilih untuk mengkonsumsi sendiri hasil
yang didapat.
Pola Pemanfaatan Zona Tradisional Perairan Segoro Anak
Pola ruang
Masyarakat nelayan melakukan pemungutan hasil perikanan Segoro Anak
hampir di seluruh area Segoro Anak. Tabel 3 berikut menggambarkan pola ruang
pemanfaatan atau pemungutan yang dilakukan nelayan di zona tradisional
perairan Segoro Anak.
Tabel 3

Pola ruang pemungutan hasil perikanan di zona tradisional perairan
Segoro Anak
No.
Pola Ruang
Jenis Sumberdaya
Persentase
(%)
1
Badan sungai
Ikan dan udang
70
2
Peralihan
Ikan dan Udang
3
3
Perairan pasang surut mangrove Kepiting dan Rajungan
9
4
Dangkalan/delta sungai
Kerang
18
Jumlah
100

Berdasarkan Tabel 3 terdapat kelompok ruang atau daerah-daerah di dalam
zona tradisional yang sering dimanfaatkan oleh nelayan yaitu badan sungai, zona
peralihan, perairan pasang surut hutan mangrove, dan daerah dangkalan/delta
sungai. Menurut hasil wawancara, tempat pemungutan ditentukan berdasarkan
jenis yang dipungut dan alat yang digunakan. Direktorat Produksi Ditjen
Perikanan (2000), kriteria penentuan fishing ground yang ramah lingkungan
adalah penentuan daerah penangkapan ikan yang sesuai dengan ukuran kapal dan
jenis alat tangkap yang dioperasikan dan perlunya pengaturan operasi
penangkapan ikan di lapangan. Peta pola ruang pemungutan hasil perikanan di
zona tradisional Segoro Anak dapat dilihat pada Gambar 5.
Menurut Nontji (1987) dan Nybakken (1993) hutan mangrove merupakan
tipe hutan yang khas terdapat sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi
adanya pasang surut air laut. Zona peralihan merupakan daerah perbatasan antara
badan air dengan vegetasi mangrove ketika air surut dan biasa dimanfaatkan
untuk menangkap udang. Alat yang digunakan untuk menangkap udang di zona
peralihan ini adalah kempeng. Kempeng merupakan jaring tancap yang dipasang
memanjang searah arus sungai. Nelayan udang yang sedang berada di zona
peralihan untuk memasang kempeng dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5 Peta pola ruang pemanfaatan hasil perikanan

13

14

Gambar 6 Penangkapan udang di zona peralihan
Pemungutan udang di zona peralihan ini memiliki persentase paling
sedikit dikarenakan sebenarnya terdapat himbauan dari pengelola agar nelayan
tidak lagi menggunakan kempeng untuk menangkap udang di daerah zona
peralihan antara mangrove dan sungai karena daerah ini merupakan tempat
memijahnya biota-biota Segoro Anak. Apabila masih terus dilakukan maka akan
mengganggu keberlangsungan ekosistem karena biota-biota yang masih kecil
akan ikut tertangkap. Daerah penangkapan selanjutnya adalah area perairan
mangrove atau biasa disebut perairan pasang surut. Perairan pasang surut
mangrove biasanya dimanfaatkan saat air pasang karena air akan masuk
menggenangi vegetasi mangrove. Hal ini dimanfaatkan nelayan untuk memasang
perangkap untuk kepiting dengan alat bubu dan pelitur (Gambar 9).
Mangrove yang ada di perairan zona tradisional ini merupakan jenis
mangrove sepanjang sungai dan muara sungai. Persentase terbesar adalah
pemanfaatan di badan sungai dengan nelayan yang masuk dalam kelompok ini
adalah para penjaring ikan, udang, dan rajungan. Para nelayan ini menjaring
dengan perahu dan berpindah-pindah hampir ke seluruh zona tradisional perairan
Segoro Anak. Badan sungai juga menjadi tempat pemasangan jaring tancap
berupa tander yang dtempatkan di tengah badan sungai dapat dilihat pada Gambar
7. Tander digunakan untuk memerangkap ikan dan udang. Pencarian kerang biasa
dilakukan di daerah dangkalan sungai. Dangkalan sungai merupakan daerah pada
Segoro Anak yang ketika air surut akan nampak seperti daratan di tengah sungai
atau apabila berada di daerah muara biasa disebut delta sungai. Daratan ini
berlumpur dan berpotensi terdapat banyak kerang.

Gambar 7 Pemasangan alat penangkapan udang di tengah badan sungai

15
Pola waktu
Rata-rata nelayan melakukan pemungutan sebanyak 20 hari dalam waktu
satu bulan. Banyaknya hari kerja nelayan dalam satu bulan tergantung pasang
surut air laut dan kekuatan masing-masing nelayan. Intensitas tertinggi
pemungutan adalah pada saat bulan mati biasanya pada akhir bulan tanggal 21-29.
Jenis alat juga akan mempengaruhi frekuensi pengambilan seperti nelayan tander,
mereka hanya memasang tander dan mengambil hasilnya 2 kali dalam seminggu.
Frekuensi nelayan dalam memanfaatkan hasil perikanan di zona tradisional
perairan Segoro Anak dalam satu bulan adalah seperti pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Frekuensi pemungutan hasil perikanan zona tradisional perairan Segoro
Anak dalam satu bulan
No.
Pola Frekuensi
Persentase (%)
1
≤ 10 hari
17
2
11-15 hari
14
3
16-20 hari
54
4
>20 hari
15
Jumlah
100
Setiap hari nelayan hanya pergi satu kali untuk melaut dan sebagian besar
berangkat pada sore atau malam hari dan pulang pada pagi hari karena pasang
surut pada malam hari berpihak pada nelayan. Jam kerja dalam satu hari berbedabeda tergantung kekuatan masing-masing nelayan dan hasil yang didapat. Apabila
hasil yang didapat banyak, nelayan bisa pulang lebih cepat. Usia nelayan juga
akan mempengaruhi kekuatan nelayan untuk bekerja. Nelayan dengan usia diatas
50 tahun biasanya pulang melaut pada dini hari karena kondisi fisik yang sudah
tidak mendukung.
Persentase terbesar merupakan nelayan dengan hari kerja 16-20 hari dalam
sebulan yang didominasi oleh nelayan udang, ikan, dan rajungan. Hal ini
disebabkan keberadaan udang, ikan, dan rajungan yang melimpah hampir di
sepanjang bulan. Selain itu sebagian besar nelayan ikan dan udang merupakan
masyarakat yang memang menjadikan profesi nelayan sebagai mata pencaharian
utama bukan sampingan. Berbeda dengan nelayan lainnya yang kebanyakan
bermatapencaharian utama sebagai buruh tani dan melaut hanya sebagai
sampingan. Ketika nelayan tidak melaut mereka beristirahat dirumah sambil
melakukan perbaikan pada alat. Hari-hari diluar melaut biasanya digunakan untuk
mengurus ternak dan mengerjakan pekerjaan lain sebagai buruh tani.
Pola cara
Masyarakat sekitar kawasan memiliki interaksi dengan TNAP yang sudah
berlangsung sejak lama. Bentuk interaksi yang dilakukan ialah pemungutan
berbagai hasil hutan yang ada di dalam taman nasional dan pelibatan masyarakat
dalam kegiatan pariwisata. Asosiasi ini dikelompokkan menjadi tiga kategori
berdasarkan lokasi dilakukannya pemungutan. Pertama di pantai, biota laut yang
dipungut oleh masyarakat antara lain kremis, udang barong, atau lobster, ikan
laut, kerang kuwuk, dan rumput laut atau mbulung. Kedua adalah pemungutan
kerang, kepiting, udang, dan ikan di perairan mangrove atau cacalan. Ketiga
pemungutan hasil hutan alam, masyarakat memungut antara lain madu hutan,

16
kayu bakar, bambu, manon, pupus atau daun muda dari pohon gebang, dan buahbuahan seperti kemiri, melinjo, dan kedawung. Jumlah masyarakat yang
dilibatkan dalam kegiatan kepariwisataan di taman nasional, khususnya dengan
pihak swasta yang sudah mendapatkan ijin pengelolaan wisata alam masih sangat
sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat yang langsung melakukan kegiatan
pemungutan hasil hutan. Interaksi yang terjadi di zona tradisional perairan Segoro
Anak ini termasuk kelompok yang kedua.
Hampir setiap nelayan memiliki perahu pribadi (Gambar 8) yang
digunakan sebagai transportasi dalam melakukan aktivitas pemungutan hasil
Segoro Anak. Berdasarkan ukuran perahu, nelayan yang berada di Segoro Anak
termasuk jenis nelayan kecil yaitu orang yang mata pencahariannya melakukan
penangkapan ikan yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5
(lima) gross ton (GT) (UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan). Terdapat
beberapa nelayan yang menggunakan perahu ojek dan gondang-gandung sebagai
transportasi. Nelayan ini merupakan para pencari kerang yang sebagian besar
adalah wanita. Berbagai macam cara digunakan untuk mengambil berbagai
macam jenis potensi hasil Segoro Anak yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Beberapa alat beserta karakteristik dan penggunaanya yang menggambarkan pola
cara dan waktu nelayan dalam pemungutan hasil perikanan dapat dilihat pada
Tabel 6. Alat-alat pada tabel tersebut digunakan nelayan setiap hari pada saat
memungut hasil Segoro Anak. Seorang nelayan biasanya maksimal hanya
memiliki dua jenis alat. Alat-alat tersebut dibeli dari toko alat-alat penangkapan
ikan dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki fungsi yang berbedabeda. Harga dan cara perawatannya pun berbeda-beda. Alat-alat yang berbentuk
jaring panjang dan besar seperti kempeng, jaring ikan, jaring rajungan, tander,
sothok (Gambar 10), dan jala dapat digunakan 5-10 tahun. Setiap ada kerusakan
sobek atau lubang nelayan langsung memperbaiki sendiri. Penggunaan alat-alat
berukuran kecil seperti bubu, pelitur, pancing, dan cangkul hanya memerlukan
perawatan yang sederhana.

Gambar 8 Perahu nelayan

17
Nelayan yang terdapat di Sungai Segoro Anak ini merupakan nelayan
tradisional. Nelayan tradisional mengunakan teknologi penangkapan yang
sederhana, umumnya peralatan penangkapan ikan dioperasikan secara manual
dengan tenaga manusia. Kemampuan jelajah operasional terbatas pada perairan
pantai dan sungai. Semua alat yang digunakan masyarakat nelayan Segoro Anak
memang masih tergolong tradisional karena belum menggunakan tekhnologi
sehingga tidak terlalu mengganggu ekosistem. Terdapat satu alat yang
penggunaannya dapat menganggu perkembangbiakan biota perairan Segoro Anak.
Alat tersebut merupakan jaring kempeng yang dipasang sepanjang pinggiran
Sungai Segoro Anak. Alat tersebut berbahaya karena ukuran jaring yang
digunakan sangat kecil yaitu dengan ukuran lubang jaring sebesar 0,5-1 cm.
Padahal (berdasarkan SK. Menteri Pertanian No.607/KPB/UM/1976 butir 3) yang
menyatakan bahwa mata jarring dibawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang
untuk dioperasikan dimana-mana perairan. Ekosistem mangrove merupakan
daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan daerah
mencari makan (feeding ground) (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009).
Ukuran jaring yang kecil membuat ikan-ikan dan udang-udang kecil akan ikut
tertangkap dan siklus perkembangbiakan akan terganggu.

Gambar 9 Pelitur

Gambar 10 Sothok

Setiap alat memiliki kapasitas masing-masing dalam menangkap jumlah
hasil tangkapan tergantung ukuran alat. Perbedaan modernitas teknologi alat
tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka
(Imron 2003). Dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa setiap alat memiliki rata-rata
hasil tangkapan yang berbeda-beda per harinya. Jumlah total hasil tangkapan dari
berbagai jenis seluruh nelayan bila diasumsikan semua nelayan turun melaut
adalah 575 kg per hari. Bila dihitung tiap jenis hasil perikanan maka hasil
produktivitas yang dapat diperoleh yaitu udang 144 kg/hari, ikan 149 kg/hari,
kepiting 52 kg/hari, rajungan 115 kg/hari, dan kerang 115 kg/hari. Hal ini
menunjukkan intensitas pemanfaatan yang sangat tinggi. Apabila hasil tersebut
melebihi daya dukung Segoro Anak dalam perkembangbiakan biota perairan,
maka produktivitas hasil akan terus menurun diikuti dengan kualitas lingkungan.
Maka dari itu diperlukan juga kajian tentang daya dukung kawasan terhadap
pemanfaatan yang dilakukan masyarakat untuk mengetahui apakah terjadi

18
penurunan kualitas lingkungan akibat pemanfaatan yang dilakukan masyarakat.
Selanjutnya, jumlah rata-rata hasil yang diperoleh nelayan dalam satu kali
penangkapan dapat dilihat pada Tabel 5.

No.
1
2
3
4

Tabel 5 Persentase jumlah dalam satu kali pengambilan
Hasil Satu Kali Pemungutan (kg)
Persentase (%)
1-2
3-4
5-6
7-8
Jumlah

11
49
32
8
100

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase jumlah hasil tangkapan
tertinggi adalah 3-4 kg. Hasil tangkapan ini sebagian besar merupakan ikan,
udang, dan rajungan yang ditangkap menggunakan jaring. Hasil 7-8 kg biasanya
dari kelompok pencari kerang. Satu kali pengambilan yang dimaksud dalam Tabel
5 adalah satu kali nelayan turun melaut. Setiap nelayan turun melaut satu kali,
memiliki intensitas penangkapan yang berbeda-beda tergantung jenis alat dan cara
penggunaan. Intensitas pengambilan ini dapat dilihat pada Tabel 4. Selain itu
pengetahuan dan keterampilan sangat menentukan produktivitas nelayan seperti
yang dikemukakan oleh Sukirno (1999) dalam Zubair dan Yasin (2011) bahwa
kekurangan pengetahuan merupakan faktor lain yang menyebabkan rendahnya
tingkat produktivitas dan yang lebih penting adalah faktor ini yang menjadi
penyebab tingkat produktivitas sejak berabad-abad yang lalu tidak mencapai
perubahan yang berarti. Berbicara mengenai produktivitas, hasil perikanan yang
didapat nelayan dari perairan Segoro Anak dalam beberapa tahun terakhir
menurut beberapa nelayan tidak mengalami penurunan yang berarti. Penurunan
yang dirasakan disebabkan semakin banyaknya nelayan yang memanfaatkan hasil
perikanan Segoro Anak. Hal ini membuat pembagian sumberdaya dan ruang
penangkapan semakin kompleks. Contoh hasil tangkapan udang yang didapat
menggunakan tander dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil udang yang didapat nelayan

19

Tabel 6 Macam-macam alat penangkapan hasil perairan Segoro Anak beserta karakteristiknya
No.
1

Nama
Alat
Pelitur

2

Kegunaan

Bentuk

Ukuran

Perangkap
kepiting

Jaring persegi
ada
penggantung
diatas

40 cm
persegi,
lubang 4
cm

Bubu

Perangkap
kepiting

40 cm,
lubang 4
cm

3

Jaring
Rajungan

Menangkap
rajungan

Kotak jaring
dengan pintu
masuk design
khusus
Jaring tancap
memanjang

4

Jaring
Ikan

Menjaring
ikan

Jaring tancap
memanjang

5

Jala

6

Sothok

Menangkap
ikan dan
udang
Menangkap
udang

Jaring lempar
bentuk seperti
jaring laba-laba
Jaring
berbentuk
tabung
memanjang

200-300 m
x 70-80
cm, lubang
4 cm
50-75 m x
1 m,
lubang 1,5
inc
3-5 m,
lubang 1,5
inc
4 m,
lubang
depan
diameter
30 cm

Waktu
pemakaian
Air pasang, 15
menit sekali
dilihat dan
diambil
hasilnya
Air pasang,
dicek
semaunya
saat air surut
(mati) tanggal
19-29.
Setiap waktu
bisa, biasanya
malam
Setiap waktu
bisa
16.00-05.00

Cara pemakaian

Lokasi

Hasil/hari
(Kg)
1

Diberi umpan ikan
kemudian digantung di
mangrove, biasa dipasang
di mangrove saat pasang.

Perairan
pasang surut
mangrove

Diberi umpan ikan
dipasang di segoro anak, 1
orang bisa memasang
sampai 12 bubu perhari.
Dipasang berdiri
memanjang searah arus
bisa di pinggir maupun di
tengah segoro anak.
Dipasang berdiri
memanjang searah arus
bisa di pinggir maupun di
tengah segoro anak.
Dilempar dan ditebar
sampai jala ke dasar air
lalu ditarik langsung.
Nelayan langsung
membawa sothok untuk
menangkang udang dengan
cara turun langsung ke
segoro anak dan
mendorongnya.

Perairan
pasang surut
mangrove

1

Badan
sungai

4

Badan
sungai

5

Badan
sungai

3

Badan
sungai

2

19

20
20

Tabel 6 Macam-macam alat penangkapan hasil perairan Segoro Anak beserta karakteristiknya (lanjutan)
No.
7

Nama
Alat
Tander

8

Kegunaan

Bentuk

Ukuran

Waktu pemakaian

Menangkap
udang

Jaring tancap

Lebih besar
diamternya
dan
panjangnya

Dipasang saat
surut, didiamkan
selama
seminggu lalu
diambil hasilnya

Kempeng

Menangkap
ikan dan
udang

Jaring tancap

400 m x 1
m, lubang
sangat kecil

Sehari 2 kali
pindah

9

Cangkul

Mencari
kerang

Seperti cangkul
tapi ukuran kecil

60-75 cm
tinggi, mata
cangkul
20x10 cm

Air surut

10

Pancing

Memancing
ikan

Seperti
tongkat/garan
dengan bagian
lain yaitu senar,
kail, dan mata
pancing.

Ukuran
bermacammacam
antara 1-5
meter

Setiap waktu
bisa

Cara pemakaian
Dipasang di tengah
segoro anak, diambil
hasilnya tiap hari,
biasanya seminggu
dipasang dan seminggu
kemudian diperbaiki
jika ada kerusakan.
Dipasang berdiri
memanjang searah arus
bisa di pinggir dekat
mangrove segoro anak.
Udang diambil saat air
surut.
Ketika air surut ada
daratan ditengah segoro
anak yang berlumpur,
nelayan mencangkul
lumpur.
Dengan umpan pada
mata pancing kemudian
senar dilempar tunggu
sampai ada tanda
umpan dimakan, lalu
gulung senar.

Lokasi
Badan
sungai

Hasil/hari
(Kg)
5

Zona
peralihan

5

Dangkalan

3

Badan
sungai

2

21
Pengelolaan Perlindungan
Pengelolaan yang dilakukan pengelola TNAP terhadap zona tradisional
dilakukan sejalan dengan fungsi resort dalam menjaga dan melindungi kawasan
sesuai sistem Pengelolaan Berbasis Resort (Resort Based Management). Zona
tradisional perairan Segoro Anak termasuk dalam Resort Grajagan, yang berarti
kegiatan perlindungan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan
menjadi tanggung jawab resort tersebut. Obyek yang dilindungi dan diamankan di
kawasan TNAP tidak memiliki fokus tertentu, artinya dilakukan pada semua
potensi di seluruh kawasan secara merata dan bergiliran sesuai dengan blok-blok
patroli yang telah direncanakan Balai TNAP. Keseluruhan kawasan dibagi
menjadi blok-blok patroli berdasarkan wilayah administrasi tertentu. Namun
ketika ada kasus yang sedang marak terjadi di blok tertentu, maka patroli
dilakukan di blok sesuai perencanaan dan blok yang sedang terjadi kasus.
Kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan hutan yang dibuat oleh Balai
TNAP sesuai dengan keadaan serta alat penunjangnya antara lain meliputi: patroli
harian, penyuluhan, patroli gabungan, penyelesaian kasus pelanggaran/ kejahatan
kehutanan.
Patroli harian adalah patroli ke daerah-daerah rawan pelanggaran dan
melakukan pencatatan (perekaman) data di sepanjang perjalanan, meliputi bekas
pelanggaran, pasokan (jalur pelanggaran), potensi unggulan baik biodiversity
maupun obyek wisata, dan perjumpaan satwa. Salah satu kasus yang sudah lama
terjadi dan masih dalam penanganan adalah perambahan kawasan hutan oleh
masyarakat untuk dijadikan lahan pertanian. Daerah konflik ini berada di Blok
Pathuk yang berbatasan langsung dengan zona tradisional perairan dan masih
termasuk dalam wilayah pengelolaan Resort Grajagan. Akses yang dapat dilalui
petugas untuk mengawasi dan memantau daerah konflik ini adalah melalui jalur
air karena jalan darat menjadi akses utama masyarakat pelanggar dan rawan untuk
dilalui. Personil yang melakukan patroli dilengkapi dengan beberapa peralatan
penunjang untuk melakukan perekaman data dilapangan yang meliputi; blanko
register, GPS, HT, perlengkapan personil, dan peta kerja. Peralatan penunjang lain
bagi Resort Pengelolaan yang wilayah jangkauannya melalui perairan seperti di
Resort Grajagan dilengkapi dengan speed boat. Patroli menggunakan transportasi
darat dilakukan petugas setiap hari sesuai dengan blok perencanaan, sedangkan
patroli menggunakan tran