Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Besitang

(1)


(2)

Lampiran 1. Monogram citra landsat tutupan lahan DAS Besitang band 5 4 3 (Landsat 5 TM) dan band 6 5 4 (Landsat 8 OLI).

No. Tipe Tutupan Lahan

Kunci Penafsiran Monogram 1. Hutan Lahan

Kering Primer

- Rona agak gelap - Warna hijau tua - Tekstur agak kasar s/d

kasar

- Pola tidak teratur

2. Hutan Lahan Kering Sekunder

- Rona agak terang dibanding hutan lahan kering primer

- Warna hijau terang - Tekstur agak kasar

3. Hutan Mangrove - Rona agak gelap s/d terang

- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di

daerah pantai dan muara sungai-sungai besar


(3)

Lampiran 1. Lanjutan.. No. Tipe Tutupan

Lahan

Kunci Penafsiran Monogram 4. Kebun Sawit - Rona agak terang

- Warna hijau muda sampai hijau tua

- Bentuk beraturan - Pola seragam, terdapat

pemukiman, jaringan jalan dan bangunan

5. Kebun Karet - Rona agak terang - Warna hijau tua - Bentuk beraturan - Tekstur agak halus dan

agak kasar

- Pola seragam, terdapat pemukiman dan jaringan jalan

6. Semak - Rona agak terang - Warna hijau muda

kekuningan

- Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Bentuk tidak beraturan - Topografi landai s/d


(4)

Lampiran 1. Lanjutan.. No. Tipe Tutupan

Lahan

Kunci Penafsiran Monogram 7. Pertanian Lahan

Kering Campuran

- Rona agak terang - Warna merah muda

bercak-bercak hijau - Tekstur agak kasar

sampai kasar

- Pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman

8. Sawah - Rona agak terang sampai gelap

- Warna biru bercak merah muda

- Tekstur halus - Pola seragam

- Dekat dengan pemukiman

9. Tambak - Rona agak gelap - Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola seragam

- Terdapat lahan terbangun atau jalan

- Dekat dengan muara sungai / pinggir laut


(5)

Lampiran 1. Lanjutan..

10. Pemukiman - Rona terang

- Warna merah muda - Tekstur agak kasar - Pola seragam

11. Lahan Terbuka - Rona agak terang - Warna kemerahan - Tekstur halus - Pola tidak teratur

12. Badan Air - Rona gelap

- Warna biru kehitaman - Tekstur halus

- Pola tidak teratur

13. Awan - Rona terang

- Warna putih seperti asap - Tekstur halus


(6)

Lampiran 2. Titik koordinat survey lapangan (ground check) dengan GPS (Global

Positioning System).

No. Latitude Longitude Tutupan Lahan

1 3.97101 98.17033 Kebun Sawit

2 3.99116 98.13639 Kebun Sawit

3 3.99756 98.13844 Pemukiman

4 4.01210 98.14910 Pertanian Lahan Kering Campuran

5 4.01930 98.20747 Kebun Karet

6 4.02687 98.18966 Sawah

7 4.03052 98.05866 Hutan Lahan Kering Primer 8 4.03274 98.05907 Hutan Lahan Kering Sekunder 9 4.03539 98.06250 Hutan Lahan Kering Sekunder

10 4.03691 98.17636 Badan Air

11 4.03739 98.16767 Pemukiman

12 4.03776 98.16835 Pertanian Lahan Kering Campuran

13 4.04896 98.14127 Badan Air

14 4.04912 98.13856 Hutan Mangrove

15 4.07264 98.19256 Pemukiman

16 4.07780 98.20445 Kebun Sawit

17 4.08017 98.11768 Tambak

18 4.08103 98.20833 Kebun Karet

19 4.08195 98.11770 Hutan Mangrove

20 4.09210 98.21741 Kebun Sawit

21 4.09348 98.21072 Tambak

22 4.09894 98.21588 Lahan Terbuka

23 4.10071 98.24054 Sawah

24 4.10095 98.23650 Sawah

25 4.10393 98.27481 Sawah

26 4.10402 98.20960 Hutan Mangrove

27 4.10426 98.25649 Tambak

28 4.10577 98.27619 Pemukiman

29 4.10616 98.21005 Tambak

30 4.10724 98.26561 Pemukiman

31 4.10745 98.27574 Lahan Terbuka

32 4.11249 98.08296 Kebun Sawit

33 4.11329 98.07348 Pemukiman

34 4.11402 98.22168 Pemukiman

35 4.11579 98.07118 Kebun Sawit

36 4.12007 98.09168 Pemukiman

37 4.12534 98.09839 Lahan Terbuka

38 4.12540 98.09926 Pertanian Lahan Kering Campuran

39 4.13045 98.10448 Kebun Karet

40 4.13151 98.10310 Sawah

41 4.13464 98.10188 Sawah

42 4.13947 98.10725 Lahan Terbuka

43 4.14058 98.10907 Pertanian Lahan Kering Campuran

44 4.14077 98.10211 Pemukiman

45 4.14259 98.11454 Hutan Mangrove

46 4.14306 98.11535 Badan Air

47 4.14356 98.11513 Tambak


(7)

(8)

(9)

(10)

mpiran 6. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015. No. Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan 1. Hutan Lahan Kering Primer

2. Hutan Lahan Kering Sekunder

3. Hutan Mangrove


(11)

Lampiran 6. Lanjutan..

No. Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan 5. Kebun Karet

6. Semak

7. Pertanian Lahan Kering Campuran


(12)

Lampiran 6. Lanjutan..

No. Kelas Tutupan Lahan Gambar di Lapangan 8. Sawah

9. Tambak

10. Pemukiman


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Affan, M., Faizah, dan Dahlan. 2010. Land Cover Change Analysis Using Satellite Image. Jurnal Natural. Vol 10. No 1.

Arsyad, S dan Ernan R (Ed.). 2008. Penyelamat Tanah, Air, dan Lingkungan. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan ENVI 5.1 dan ENVI Lidar (Teori dan Praktek). PT. Labsig Inderaja Islim. Jakarta. BAKOSURTANAL. 2003. Inventarisasi Data Dasar Survei Sumberdaya Alam

Pesisir dan Laut, Sumberdaya Mangrove Pulau Madura dan Kep. Kangean Jawa Timur. http:// pssdat. Bakosurtanal. go.id/ laporan/ 2003/ lap2003_000045.pdf. [25 Desember 2015].

BPDAS. 2006. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove. http:www.bpdas-pemalijratun.net/data/i_mangrove/Microsoft-Word-2003_Metodologi.pdf [20 November 2015].

Effendi, E. 2008. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Jakarta. Ekadinata, A., Dewi S., Hadi D., Nugroho D., dan Johana F. 2008. Sistem

Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Buku 1 : Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jarak Jauh Menggunakan ILWIS Open Sourch. World Agroforestry Center. Bogor. Indonesia.

Ekadinata, A., Zulkarnain MT., Widayati A., Dewi S., Rahman S., dan Van Noordwijk M. 2012. Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di Indonesia tahun 1990, 2000 dan 2005. World Agroforestry Centre – ICRAF. Bogor.

Hamidy, Z. 2003. Perubahan Penutupan Lahan, Komposisi, dan Keanekaragaman Jenis di Suaka Marga Satwa Cikepuh pada Periode Tahun 1989 sampai Tahun 2001. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

James, J S. 2000. Algoritma Clustering. Sebuah Peningkatan Hybrid untuk Adegan Alam. IEEE Trans. Geoscience dan Remote Sensing.

Jaya, I.N.S. 2010. Analisis Citra Digital. Teori dan Praktek Menggunakan ERDAS Imagine. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(14)

Lillesand, T.M dan Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Purbowaseso, B. 1995. Pendekatan Ambang Batas dalam Perencanaan Kota,

Wilayah dan Lingkungan: Teori & Praktek. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rahmad. 2002. Inentarisasi Sumber Daya Lahan Kabupaten Pelalawan dengan Menggunakan Data Citra Satelit. Volume 5 (No.1) Jurnal/vol5(1).Rahmad.pdf. [25 Maret 2016].

Rahman, A.S dan sandi, I.W.A. 2009. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Citra AlosAvnir-2 dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Evaluasi Tata Ruang Kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari. Volume 9 No. 1 : Hal 1-11. http:// ejournal.unud.ac.id /abstrak /analisis indeks vegetasi menggunakan citra alos.pdf. [20 April 2016].

Purba, K. D, Riswan, Rahmawaty. 2015. Pendugaan Cadangan Karbon Above

Ground Biomass (AGB) pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di

Kabupaten Langkat.

Sitorus, J. DKK. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Menggunakan Data Inderaja untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah.

http:

Sulistiyono, N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Rekayasa. Vol 1. No. 1.

Tinambunan, R. S. 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Pekanbaru (Tesis). Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

TNGL, 2007. Buletin Jejak Leuser. Vol. 3 No. 7. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Medan

Widayati. A, A. Ekadinata, dan R. Syam. 2005. Alih Guna Lahan di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi pada Skala Landsk Worldagroforestry.org. pdf. [06 Mei 2016].

Valiant, R. 2014. Perencanaan Tata Guna Lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Evaluasi Lahan. Program Pascasarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.


(15)

Yuwono, D.M., dan Suprajaka. 2003. Analisis Perubahan Kawasan Hutan Kabupaten Blora dengan Pendekatan Kajian Spatio-Temporal. Diakses dari


(16)

METODE PENELITIAN

Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret-Juni 2016. Penelitian ini dilakukan di Sepanjang Kawasan DAS Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03o 45’ – 04o 22’ 44” LU dan 97o 51’ – 99o 17’ 56” BT (Gambar 1). Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu,Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Data Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain GPS, kompas, kamera foto, alat tulis menulis dan lain-lain.Alat analisis data yang akan digunakan adalah, Excel, ArcGis, dan ENVI. Data yang dibutuhkan dalam


(17)

penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian

No. Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1. Data lapangan (ground check)

Data primer

GPS dan kamera digital 2015 2. Citra Landsat 5 ETM+

path 129 row 57

Data sekunder

www.earthexplorer.usgs.gov 2005 3. Citra Landsat 8 OLI

TIRS path 129 row 57

Data sekunder

www.earthexplorer.usgs.gov 2015 4. Peta administrasi

Kabupaten Langkat

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 5. Peta batas DAS

Besitang

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 6. Peta aliran sungai DAS

Besitang

Data sekunder

Kantor BPKH Medan 2015 7. Peta batas kawasan

TNGL

Data sekunder

Kantor Balai Besar TNGL 2015

Metode Pengumpulan Data

Citra satelit Landsat perekaman tahun 2005 dan 2015 diunduh melalui USGS (United State Geological Survey). Gambar citra satelit landsat permukaan bumi dibagi ke dalam beberapa scene yang dibedakan berdasarkan path dan row. Setelah melakukan pengecekan, lokasi penelitian (DAS Besitang) terdapat pada

path 129 dan row 57.

Pengumpulan data dilakukan dengan identifikasi data primer dan sekunder yang diperlukan sesuai tujuan analisis. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking),

Cek lapangan dilakukan untuk melihat kesesuaian klasifikasi citra dengan kondisi tutupan lahan di lapangan dan juga untuk melihat kesesuaian nilai NDVI pada citra dengan kerapatan vegetasi di lapangan, yang dilakukan pada 10 titik contoh per kelas tutupan lahan.

Secara garis besar kegiatan-kegiatan di lapangan tersebut, antara lain meliputi:


(18)

1. Penentuan koordinat titik kontrol dengan menggunakan alat GPS guna mengetahui posisi lokasi pembuatan training area di lapangan.

2. Pengecekan kebenaran klasifikasi dari beberapa sampel dan hasil analisis yang meragukan.

Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari instansi pemerintah terkait dengan penelitian ini, meliputi peta batas daerah aliran sungai dari BPDAS Sumatera Utara, peta batas kawasan hutan dari BPKH Sumatera Utara, peta batas kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dari BBTNGL, dan data informasi pendukung lainnya.

Metode Analisis Data

A. Analisis Perubahan Tutupan Lahan 1. Pengolahan Citra

a. Penggabungan Band Citra

Citra satelit Landsat yang diunduh dari USGS memiliki beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, dilakukan penggabungan band citra satelit tersebut agar dapat dilakukan klasifikasi tutupan lahan. Proses penggabungan band citra dilakukan dengan software Erdas Imagine 8.5.

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan gangguan yang terjadi pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik yang dilakukan berupa proses penajaman kontras atau radiometric enhancement. Proses penajaman kontras dilakukan dengan model linear yang terdapat pada software ERDAS Imagine 8.5.


(19)

Memotong Citra (Cropping)

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar lokasi penelitian yang lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan Software ArcGis 10.1 menggunakan data vektor Daerah Aliran Sungai Besitang yang diperoleh dari BPDAS.

c. Klasifikasi Tidak Terbimbing (Unsupervised Classification)

Klasifikasi tidak terbimbing memberikan keleluasaan pada komputer untuk mengklasifikasikan citra berdasarkan jumlah kelas yang ditentukan oleh pengguna. Jumlah kelas yang ditentukan dalam klasifikasi tidak terbimbing adalah 10 kelas. Klasifikasi tidak terbimbing juga membantu dalam menentukan titik

groundcheck untuk klasifikasi terbimbing dan uji akurasi.

d. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan hasil survey lapangan dengan membuat sampel polygon / training area pada kelas-kelas tutupan lahan. Metode yang digunakan adalah metode maximum likelihood yang terdapat pada software ERDAS Imagine 8.5.

e. Perhitungan Akurasi Klasifikasi Citra

Tingkat akurasi dalam klasifikasi citra dapat dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi citra dengan data yang diperoleh di lapangan. Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.


(20)

bujur sangkar yang memuat jumlah pixel dalam klasifikasi, sering disebut dengan

error matrix atau confusion matrix (Affan et al., 2010).Secara matematis, rumus

untuk menghitung akurasi, sebagai berikut: Kappa Accuracy = � ∑��=1���−∑��=1������

�2−∑����

�=1

x 100% Keterangan :

N : jumlah semua pixel yan digunakan untuk pengamatan

n : jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (sama dengan jumlah kelas) xin : ∑xin(jumlah semua kolom pada baris ke-i)

xni : ∑xni(jumlah semua kolom pada baris ke-n)

2. Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Analisis perubahan penutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta penutupan lahan tahun 2005 dengan peta penutupan lahan tahun 2015. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi pada tahun 2005 sampai 2015. Laju perubahan penutupan lahan disajikan dalam bentukpersen dengan persamaan berikut:

V = N2 - N1 / N

Keterangan :

Tahapan analisis perubahan tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 2. = Laju perubahan penutupan lahan

= Luas penutupan lahan tahun kedua = Luas Total (Hamidy, 2003) V

N2 N


(21)

B. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi

1. Pembuatan Peta NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)

Citra yang telah dilakukan penggabungan band dan koreksi radiometrik selanjutnya dilakukan Transformasi NDVI menggunakan software ENVI terhadap band merah dan inframerah dekat adalah band 3 (Red/Merah) dan 4 (Near

Infrared/Inframerah Dekat) untuk landsat 7 dan band 4 (Red/Merah) dan 5 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk landsat untuk menghasilkan peta sebaran NDVI.

Prinsip kerja analisis NDVI adalah dengan mengukur tingkat intensitas kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan untuk deteksi tingkat kehijauan pada citra landsat yang berkorelasi dengan kandungan klorofil daun. Rentang nilai NDVI antar -1 sampai +1. Semakin besar nilai NDVI maka kerapatannya semakain tinggi, dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka dapat diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air (BPDAS, 2006). Formula yang digunakan adalah:

Keterangan : IR = nilai reflektansi band infra merah (Band 4,5) R = nilai reflektansi band merah (Band 3,4)

2. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Klasifikasi kerapatan vegetasi dilakukan untuk membagi nilai NDVI berdasarkan interval kelas NDVI dengan menggunakan metode Equal Interval

NDVI = IR R IR + R


(22)

pada softwere ArcGis 10.1, lalu dilakukan penghitungan luas berdasarkan luas masing – masing kelas NDVI pada dua tahun yang berbeda.

3. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi

Analisis perubahan kerapatan vegetasi dilakukan dengan membandingkan peta kerapatan vegetasi tahun 2005 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2015. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan kerapatan vegetasi yang terjadi antara tahun 2005 sampai 2015. Tahapan analisis perubahan kerapatan vegetasi dapat dilihat pada Gambar 3.

C. Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015

Analisi kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan dilakukan dengan cara menampalkan peta tutupan lahan tahun 2005 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2005 dan peta tutupan lahan tahun 2015 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2015. Analisis ini dilakukan guna mengetahui tingkat kerapatan vegetasi pada setiap jenis penggunaan/penutupan lahan. Tahapan analisis kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 4.


(23)

Gambar 2. Alur TahapanAnalisis Perubahan Tutupan Lahan

Download citra satelit Landsat dari Earth Explorer

Citra Landsat 5 TM Tahun 2005

Citra Landsat 8 OLI Tahun2015

Koreksi citra Koreksi citra

Citra terkoreksi

Tahun 2005 Citra terkoreksi Tahun 2015

Klasifikasi citra (image classification)

Klasifikasi citra (image classification)

Peta tutupan lahan tahun 2005

Peta tutupan lahan tahun 2015

Pertampalan (Overlay)

Peta Perubahan Tutupan lahan


(24)

Citra Landsat Terkoreksi Tahun 2005

Overlay

Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi Peta NDVI

Peta Kerapatan Vegetasi 2005

Peta NDVI

Peta Kerapatan Vegetasi 2015 Citra Landsat Terkoreksi

Tahun 2015

Gambar 3. Alur tahapanAnalisis Kerapatan Vegetasi

Analisis NDVI

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Analisis NDVI

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi


(25)

Peta Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015

P Peta Kerapatan Vegetasi

Overlay

Tingkat Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan


(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015

Kegiatan klasifikasi yang dilakukan terhadap citra landsat tahun 2005 dan 2015 menghasilkan penutupan lahan yang ada di DAS Besitang menjadi 12 kelas yaitu : pemukiman, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, kebun karet, kebun sawit, pertanian lahan kering campuran, tambak, lahan terbuka, badan air, hutan mangrove, semak, sawah. Nilai akurasi dari klasifikasi tutupan lahan tahun 2015 adalah 91,83%.

Hasil klasifikasi tutupan lahan citra satelit landsat tahun 2015 diperoleh nilai Kappa akurasi sebesar 87,34% dan nilai Kappa akurasi hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 2005 adalah 92,76%, dengan demikian klasifikasi yang dilakukan benar dan akurat. Data mengenai luas penutupan lahan DAS Besitang yang dihasilkan dari proses klasifikasi pada tahun 2005 dan 2015 terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 dan 2015.

No. Penutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%)

2005 2015 2005 2015

1 Hutan Lahan Kering Primer 34.279,13 34.620,41 35,52 35,88 2 Hutan Lahan Kering Sekunder 631,82 1.240,19 0,65 1,29

3 Semak 1.015,58 1.385,81 1,05 1,44

4 Hutan Mangrove 6.729,95 3.913,55 6,97 4,06

5 Kebun Karet 10.539,29 6.615,44 10,92 6,86

6 Kebun Sawit 29.943,65 30.570,02 31,03 31,68

7 Pertanian Lahan Kering Campuran 1.320,14 536,03 1,37 0,56

8 Sawah 1.731,80 1.781,09 1,79 1,85

9 Pemukiman 843,68 3.013,01 0,87 3,12

10 LahanTerbuka 1.625,78 4.407,11 1,68 4,57

11 BadanAir 2.563,67 1.620,62 2,66 1,68

12 Tambak 3.549,35 3.554,90 3,68 3,68

13 Tidak Teridentifikasi 1.720,21 3.235,95 1,78 3,35 Total 96.494,11 96.494,11 100.00 100.00


(27)

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa luas tutupan lahan DAS Besitang tahun 2005 dan 2015 yang paling luas adalah kelas hutan lahan kering primer yaitu lebih dari 35% dari luas total, hal ini menunjukkan bahwa DAS Besitang masih memenuhi syarat luasan minimal hutan yang harus dipertahanankan pada suatu DAS. Sesuai dengan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, mengamanatkan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai berupa kawasan hutan. Tidak hanya hutan lahan kering primer, pada hulu DAS Besitang juga terdapat hutan lahan kering sekunder yang luasannya jauh lebih kecil dari hutan lahan kering primer yaitu hanya 1,29% pada tahun 2015. Keberadaan hutan ini terdapat pada hulu DAS Besitang yang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Berdasarkan data yang diperoleh dari Balai Besar TNGL seluas 39.045 Ha atau sekitar 40,46% dari luas DAS Besitang merupakan kawasan TNGL. Namun, hasil klasifikasi citra Landsat tahun 2005 dan 2015 memperlihatkan bahwa tidak seluruhnya kawasan TNGL memiliki tutupan lahan berupa hutan. Hal ini disebabkan masih terjadinya masalah perambahan hutan di kawasan TNGL yang tidak terelakkan, sehingga menyebabkan berkurangnya luas hutan di kawasan TNGL tersebut.

Selanjutnya luas tutupan lahan terbesar kedua adalah kebun sawit dengan luas lebih dari 31% dari luas total, hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk di kawasan DAS Besitang berprofesi sebagai pekebun, berdasarkan survey lapangan banyak kebun - kebun sawit yang tidak hanya milik perusahaan tetapi milik masyarakat setempat atau biasa disebut kebun rakyat. Peta tutupan lahan tahun 2005 dan 2015 dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.


(28)

(29)

(30)

Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 2005 – 2015

Perubahan luas tutupan lahan antara tahun 2005 sampai tahun 2015 bervariasi, tidak sedikit tutupan lahan yang mengalami penambahan luas, hal ini tentunya mengakibatkan penurunan luas pada penutupan lahan lainnya. Data mengenai perubahan luas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 2005-2015.

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa terjadi penambahan luas hutan lahan kering primer 341,28 Ha dan hutan lahan kering sekunder 608,37 Ha, namun kondisi ini berbanding terbalik dengan hutan mangrove yang luasnya berkurang 281,64 Ha pada setiap tahunnya. Perubahan penambahan luas tutupan lahan tertinggi yaitu lahan terbuka sebesar 2.781,34 Ha dengan laju perubahan 278,13 Ha pada setiap tahunnya, diikuti dengan pemukiman, kebun sawit, semak, sawah dan tambak. Sedangkan perubahan penurunan luas tutupan lahan terbesar adalah kebun karet sebesar 3.923,84 Ha dengan laju perubahan sebesar 392,38 Ha

No. Tutupan Lahan Luas (Ha) Perubahan (Ha)

Laju Perubahan/Tahun

(Ha/Thn) 2005 2015 Bertambah Berkurang

1 Hutan Lahan Kering

Primer 34.279,13 34.620,41 341,28 - 34,13

2 Hutan Lahan Kering

Sekunder 631,82 1.240,19 608,37 - 60,84

3 Semak 1.015,58 1.385,81 370,23 - 37,02

4 Hutan Mangrove 6.729,95 3.913,55 - 2.816,40 281,64 5 Kebun Karet 10.539,29 6.615,44 - 3.923,85 392,39

6 Kebun Sawit 29.943,65 30.570,02 626,37 - 62,64

7 Pertanian Lahan

Kering Campuran 1.320,14 536,03 - 784,11 78,41

8 Sawah 1.731,80 1.781,09 49,29 - 4,93

9 Pemukiman 843,68 3.013,01 2.169,33 - 216,93

10 LahanTerbuka 1.625,78 4.407,11 2.781,33 - 278,13

11 Badan Air 2.563,67 1.620,62 - 943,05 94,30

12 Tambak 3.549,35 3.554,90 5,55 - 0,56


(31)

pada setiap tahunnya dan diikuti dengan badan air dan pertanian lahan kering campuran.

Berdasarkan hasil survey lapangan, hal ini terjadi akibat adanya alih fungsi lahan yang tadinya hutan mangrove berganti menjadi sawit, tambak ataupun lahan terbuka, kebun sawit menjadi hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering campuran dialih fungsikan menjadi pemukiman dan juga adanya pembukaan lahan kebun karet yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan juga perusahaan perkebunan yang dengan sengaja membiarkan lahan bekas tebangan karet tersebut tanpa dilakukan penanaman kembali sehingga menambah luasan lahan terbuka. Grafik perubahan luas tutupan lahan antara tahun 2005 - 2015 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perubahan Luas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005-2015. 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 Lu a s ( H a )

Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 2005 - 2015

2005 2015


(32)

Perubahan Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 – 2015

Perubahan hutan yang terjadi antara tahun 2005 – 2015 bervariasi, tidak hanya lahan hutan yang berubah fungsi tetapi terdapat beberapa tutupan lahan yang berubah menjadi hutan. Data perubahan tutupan hutan tahun 2005 – 2015 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perubahan tipe tutupan lahan di DAS Besitang tahun 2005 – 2015.

No. Tipe Tutupan Lahan Perubahan Luas

(Ha)

Tahun 2005 Tahun 2015

1. Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Primer 32.945,13

2. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Sawit 283,95

3. Hutan Lahan Kering Primer Semak 196,38

4. Hutan Lahan Kering Primer Lahan Terbuka 155,79

5. Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Lahan Kering Sekunder 466,74

6. Hutan Mangrove Hutan Mangrove 2.985,75

7. Hutan Mangrove Kebun Sawit 1.016,82

8. Hutan Mangrove Tambak 868,50

9. Hutan Mangrove Lahan Terbuka 770,58

10. Hutan Mangrove Pemukiman 417,87

11. Hutan Mangrove Kebun Karet 152,82

12. Lahan Terbuka Hutan Lahan Kering Sekunder 182,52

13. Tambak Hutan Mangrove 404,91

14. Kebun Sawit Hutan Lahan Kering Sekunder 294,75

15. Kebun Karet Hutan Lahan Kering Sekunder 142,20

Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa pada tahun 2005-2015 perubahan hutan primer menjadi kebun sawit seluas 283,95 Ha, hutan primer menjadi semak seluas 196,38 Ha dan hutan primer menjadi lahan terbuka 155,79 Ha. Selanjutnya perubahan juga terjadi pada tutupan lahan kebun sawit, kebun karet, dan lahan terbuka menjadi hutan lahan kering sekunder. Perubahan kebun sawit, kebun karet, dan lahan terbuka menjadi hutan lahan kering sekunder.terjadi karena adanya program restorasi yang dilakukan oleh pihak TNGL yang bekerja sama dengan pihak UNESCO dan OIC.


(33)

Berbanding terbalik dengan hutan lahan kering sekunder yang luasnya bertambah dari tahun 2005 – 2015, kondisi hutan mangrove malah mengalami pengurangan yang besar. Hutan mangrove beralih fungsi menjadi pemukiman, tambak, kebun sawit, lahan terbuka dan kebun karet. Perubahan hutan mangrove menjadi kebun sawit seluas 1.016,82 Ha, dan seluas 868,50 Ha hutan mangrove juga dikonversi menjadi tambak.

Perubahan hutan mangrove menjadi kebun sawit, kebun karet, tambak dan pemukiman dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat. Untuk memperoleh penghasilan masyarakat pesisir banyak mengkonversi hutan mangrove menjadi tambak sebagai sumber penghasilan mereka. Perubahan hutan mangrove menjadi kebun sawit juga dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat di DAS Besitang. Dari segi ekonomi, tanaman sawit dianggap memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga banyak masyarakat maupun perusahaan yang menanam tanaman kelapa sawit. Peta perubahan tutupan hutan di DAS Besitang tahun 2005 – 2015 disajikan pada Gambar 8.


(34)

(35)

Indeks Kerapaaan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2005 dan 2015

Keberadaan vegetasi pada suatu lahan dapat digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kekritisan lahan. Untuk mendapatkan kerapatan vegetasi yang menutupi lahan dibuat suatu citra yang mempresentasikan keberadaan vegetasi pada lahan tersebut yang disebut dengan citra NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index) (Rahmad, 2002). Menurut Rahman dkk, (2009) NDVI

merupakan suatu persamaan yang paling umum digunakan untuk mencari nilai Indeks Vegetasi dimana NDVI memiliki nilai sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan tajuk vegetasi dibandingkan indeks vegetasi lainnya.

Rentang nilai NDVI adalah antara -1 hingga +1. Nilai yang lebih besar dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1 untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis (Tinambunan, 2006).

Proses penghitungan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) pada tahun 2005 dan 2015 didapat nilai NDVI -0,422 sampai 0,737 untuk tahun 2005 dan sedangkan untuk tahun 2015 nilai NDVI mengalami kenaikan yaitu berkisar antara -0.11 sampai 0.876 . Hal ini berarti kerapatan vegetasi di DAS Besitang semakin rapat dari sebelumnya dan menandakan hutan juga dikelola dan terjaga dengan baik. Kerapatan vegetasi dikelaskan berdasarkan nilai digital

number (DN) yang terdapat dalam area kajian, yang kemudian dikelaskan ke


(36)

bukan vegetasi, sangat jarang, jarang, agak rapat, rapat, dan sangat rapat. Hasil perhitungan NDVI dan luas kerapatan vegetasi DAS Besitang tahun 2005 dan 2015disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Nilai indeks kerapatan vegetasi DAS Besitang tahun 2005

No. Kerapatan Vegetasi NDVI Jumlah Pixel Luas (Ha) Persentase (%)

1 Bukan Vegetasi < 0 26.913 2.422,43 2,51

2 Sangat Jarang 0-0,15 27.128 2.436,59 2,53

3 Jarang 0,15-0,3 44.476 3.993,28 4,14

4 Agak Rapat 0,3-0,45 109.887 9.874,65 10,23

5 Rapat 0,45-0,6 499.397 44.913,72 46,55

6 Sangat Rapat > 0,6 365.362 32.853.44 34,05

Total 1.073.163 96.494,11 100

Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa pada tahun 2005 kerapatan vegetasi rapat dengan kisaran nilai NDVI 0,45 – 0,6 memiliki luasan terbesar yaitu 44.913,72 Ha atau 46,55% dari luas total. Sebagian besar terletak pada hulu DAS Besitang yang merupakan kawasan hutan lindung TNGL. Kerapatan vegetasi sangat rapat dengan kisaran nilai NDVI 0,6 – 0,737 seluas 32.853,44 Ha atau 34,05% dari luas total tersebar pada lokasi penelitian. Sebagian besar kisaran NDVI tersebut memiliki tutupan lahan berupa kebun sawit dan kebun karet, sebagian lagi terletak pada bagian tengah kawasan TNGL yang merupakan area

virgin forest sehingga vegetasinya masih sangat rapat. Selanjutnya kerapatan

vegetasi agak rapat dengan kisaran NDVI 0,3 - 0,45 seluas 9.874,65 Ha (10,23%) terletak pada bagian hilir DAS Besitang yang memiliki tutupan lahan berupa pemukiman dan sawah, kerapatan vegetasi jarang dengan kisaran nilai NDVI 0,15 - 0,3 dengan luas 3.993,28 Ha (4,14%) pada umumnya merupakan lahan terbuka. Kerapatan vegetasi sangat jarang dengan kisaran nilai NDVI 0 – 0,15 dengan luas 2.436,59 Ha (2.53%) terletak di sepanjang area pantai pada lokasi penelitian, sedangkan bukan vegetasi dengan kisaran NDVI -0,42 - 0 memiliki luasan terkecil


(37)

yaitu hanya 2.422,43 Ha (2,51%) yang pada umumnya mengindikasikan area yang tertutup oleh awan. Peta kerapatan vegetasi DAS Besitang tahun 2005 dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 6. Nilai kerapatan vegetasi DAS Besitang tahun 2015.

No. Kerapatan Vegetasi NDVI Jumlah Pixel Luas (Ha) Persentase (%)

1 Bukan Vegetasi < 0 5.767 520.67 0.54

2 Sangat Jarang 0-0,15 23.669 2,127.03 2.20

3 Jarang 0,15-0,3 88.147 7,926.93 8.21

4 Agak Rapat 0,3-0,45 398.959 35,874.02 37.18

5 Rapat 0,45-0,6 66.549 5,985.21 6.20

6 Sangat Rapat > 0,6 490.072 44,060.24 45.66

Total 1,073.163 96,494.09 100.00

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa pada tahun 2015 kerapatan vegetasi sangat rapat dengan kisaran nilai NDVI 0,6 – 0,876 memiliki luasan terbesar yaitu 44.060,24 Ha menempati 45,66% dari luas total yang sebagian besar terletak pada hulu DAS Besitang yang merupakan kawasan TNGL. Namun dinilai tidak seluruh kawasan TNGL bervegetasi sangat rapat, sebagian kecil kawasan TNGL yang berada pada area batas wilayah TNGL dengan Kec. Besitang masih bervegetasi jarang hingga sangat jarang. Hal ini disebabkan oleh masih terjadinya masalah perambahan hutan pada kawasan TNGL tersebut. Selanjutnya kerapatan vegetasi agak rapat dengan kisaran nilai NDVI 0,3 – 0,45 seluas 35.874,02 Ha menempati luas terbesar kedua atau 37,18% dari luas total, yang sebagian besar tersebar di hilir DAS Besitang. Kisaran NDVI ini memiliki tutupan vegetasi berupa kebun sawit, kebun karet, hutan mangrove, sawah, pertanian lahan kering campuran, dan pemukiman. Selanjutnya kerapatan vegetasi jarang dengan kisaran nilai NDVI 0,15 – 0,3 memiliki luas 7,926.93 Ha (8.21%) sebagian besar merupakan lahan terbuka, diikuti dengan kerapatan vegetasi rapat dengan kisaran nilai NDVI 0,45


(38)

-0,6 seluas 5.985,21 Ha (6.20%). Kisaran NDVI ini mengindikasikan adanya vegetasi yang bertajuk lebat dan berumur tua seperti hutan, kebun karet dan sawit yang berumur tua. Selanjutnya kerapatan vegetasi sangat jarang dengan kisaran nilai NDVI 0 – 0,15 seluas 32,127.03 Ha (2,20%) terletak pada area tepi pantai pada lokasi penelitian, sedangkan kisaran nilai NDVI -0,11 – 0 memiliki luasan terkecil yaitu hanya 520,67 Ha (0,54%) yang pada umumnya mengindikasikan wilayah yang tertutup oleh awan.

Analisis NDVI yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8 tahun 2015 dan citra satelit Landsat 5 tahun 2005. Pada kedua citra tersebut terdapat awan yang menutupi lahan di bawahnya, sehingga sebagian wilayah tidak teranalisis dengan baik. Perbedaan musim pada waktu perekaman menimbulkan penyimpangan dalam perhitungan nilai NDVI. Penyimpangan ini terjadi bukan sepenuhnya akibat adanya perubahan tutupan lahan, melainkan juga diakibatkan oleh perbedaan kandungan air pada vegetasi. Faktor lain yang menyebabkan penyimpangan nilai NDVI adalah kabut, yang mengakibatkan nilai NDVI menjadi lebih rendah dari keadaan sebenarnya (Widayati, dkk, 2005). Salah satu kelemahan citra landsat menurut Ekadinata, et., al (2012) terletak pada sensor yang bersifat pasif. Kualitas data yang dihasilkan oleh sensor-sensor landsat amat tergantung pada kondisi atmosfer pada saat perekaman. Adanya awan, kabut dan asap atau gangguan atmosfer lainnya akan mengakibatkan menurunnya kualitas data yang dihasilkan. Hal ini terutama terjadi di daerah tropis di sekitar garis khatulistiwa, dimana tutupan awan tinggi dan merata sepanjang tahun. Peta kerapatan vegetasi tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 10.


(39)

(40)

(41)

Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara Tahun 2005 – 2015.

Perubahan kerapatan vegetasi DAS Besitang antara tahun 2005- 2015 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perubahan Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara tahun 2005 sampai 2015.

Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa perubahan penambahan luas kerapatan vegetasi tertinggi yaitu kerapatan vegetasi agak rapat dengan luas 25.999,37 Ha, diikuti dengan kerapatan vegetasi sangat rapat yaitu bertambah 11.206,80 Ha, selanjutnya kerapatan vegetasi jarang bertambah 3.933,65 Ha. Sedangkan luas kerapatan vegetasi rapat mengalami penurunan luas tertinggi sebesar 38.928,51 Ha, diikuti dengan bukan vegetasi dengan penurunan luas 1.901,75 Ha, selanjutnya kerapatan vegetasi sangat jarang berkurang seluas 309,56 Ha. Bedasarkan pengecekan lapangan dan analisis yang dilakukan hal ini diduga akibat adanya perubahan tutupan lahan pada DAS Besitang antara tahun 2005 sampai 2015 sesuai dengan (Tabel 4) yang sangat berpengaruh terhadap perubahan kerapatan vegetasi. Grafik perubahan luas kelas kerapatan vegetasi tahun 2005 – 2015 dapat dilihat pada Gambar 11.

No. Kerapatan Vegetasi Luas (Ha) Perubahan (Ha)

2005 2015 Bertambah Berkurang

1. Bukan Vegetasi 2.422,43 520,67 - 1.901,76

2. Sangat Jarang 2.436,59 2.127,03 - 309,56

3. Jarang 3.993,28 7.926,93 3.933,65 -

4. Agak Rapat 9.874,65 35.874,02 25.999,37 -

5. Rapat 44.913,72 5,.985,21 - 38.928.51


(42)

Gambar 11. Peubahan Luas Kelas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2005-2015.

Perubahan Kelas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara Tahun 2005 – 2015.

Perubahan kelas kerapatan vegetasi DAS Besitang antara Tahun 2005-2015 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perubahan kelas kerapatan vegetasi DAS Besitang Tahun 2005-2015.

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa pada tahun 2005-2015 terjadi perubahan pada kelas kerapatan vegetasi rapat, agak rapat, dan jarang menjadi sangat rapat. Perubahan yang cukup besar terjadi pada kelas rapat menjadi sangat

-10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 Bukan Vegetasi Sangat Jarang Jarang Agak Rapat Rapat Sangat Rapat

Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2005-2015

2005 2015

No. Kelas Kerapatan Vegetasi Luas (Ha)

Tahun 2005 Tahun 2015

1 Bukan Vegetasi Sangat Jarang 1.026,81

2 Bukan Vegetasi Jarang 677,23

3 Sangat Jarang Jarang 1.319,08

4 Sangat Jarang Sangat Jarang 560,74

5 Jarang Jarang 1.908,35

6 Jarang Sangat Rapat 1.872,98

7 Jarang Agak Rapat 1.642,29

8 Agak Rapat Sangat Rapat 11.626,83

9 Agak Rapat Agak Rapat 8.646,99

10 Agak Rapat Jarang 2.431,80

11 Agak Rapat Rapat 590,94

12 Rapat Sangat Rapat 29.977,58

13 Rapat Agak Rapat 24.626,73

14 Rapat Rapat 4.295,77


(43)

rapat yaitu 29.977,58 Ha. Hal ini menunjukkan kerapatan vegetasi DAS Besitang pada tahun 2015 semakin baik. Wilayah yang tadinya jarang berubah menjadi sangat rapat berarti penutupan lahan di wilayah tersebut telah berubah dari yang sedikit tutupan vegetasinya menjadi hutan ataupun area bervegetasi lebat.

Perubahan juga terjadi pada kelas bukan vegetasi dan kelas sangat jarang menjadi jarang. Hal ini menunjukkan wilayah yang tadinya sangat sedikit ataupun tidak bervegetasi berubah menjadi lahan terbuka, tambak ataupun pemukiman.

Selanjutnya terjadi perubahan pada kelas rapat dan agak rapat menjadi kelas jarang. Hal ini juga berkaitan dengan adanya perubahan tutupan lahan yang tadinya bervegetasi agak rapat maupun rapat menjadi lahan terbuka ataupun tambak. Terjadi juga perubahan pada kelas rapat menjadi agak rapat dengan luas terbesar kedua, perubahan ini tentu juga berkaitan dengan perubahan tutupan lahan dimana area yang sebelumnya bervegetasi lebat dan berumur tua dan kondisi tanaman yang sehat seperti sawit dan karet yang berumur tua ataupun siap panen berubah menjadi vegetasi yang kurang rapat dan berumur muda seperti kebun sawit dan karet yang berumur muda.

Menurut Purba, dkk (2015) semakin besar nilai indeks vegetasi yang diperoleh mengindikasikan adanya vegetasi yang berumur tua dengan vegetasi yang lebat dan kondisi tanaman yang sehat, sehingga perolehan nilai yang relatif kecil mengindikasikan bahwa vegetasi tersebut berumur relatif muda dengan vegetasi yang jarang serta kenampakan objek tersebut didominasi adanya genangan air dengan kerapatan tanaman yang relatif jarang, sehingga nilai reflektan yang dihasilkan rendah karena kandungan klorofil yang sedikit. Peta perubahan kerapatan vegetasi dapat dilihat pada Gambar 12.


(44)

(45)

Kerapatan Vegetasi Pada Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 dan 2015.

Hasil overlay peta tutupan lahan tahun 2005 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2005 dan peta tutupan lahan tahun 2015 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2015 menghasilkan nilai kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan tahun 2005 dan 2015. Nilai kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan digunakan untuk melihat kisaran nilai NDVI pada setiap kelas tutupan lahan pada dua tahun yang berbeda guna mengetahui kondisi setiap penutupan lahan pada lokasi penelitian. Kisaran nilai NDVI pada kelas tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 9 berikut:

Tabel 9. Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015

No. Tutupan Lahan

Kisaran NDVI Kerapatan Vegetasi

2005 2015 2005 2015

1 Hutan Lahan Kering

Primer 0,513-0,57 0,804-0,876 Rapat Sangat rapat 2 Hutan Lahan Kering

Sekunder 0,456-0,513 0,737-0,804 Rapat Sangat rapat 3 Semak 0,456-0,513 0,67-0,737 Rapat Sangat Rapat 4 Hutan mangrove 0,456-0,513 0,335-0,402 Rapat Agak rapat 5 Kebun Karet 0,513-0,57 0,335-0,402 Rapat Agak rapat 6 Kebun Sawit 0,513-0,57 0,335-0,402 Rapat Agak rapat 7 Pertanian Lahan

Kering Campuran 0,456-0,513 0,335-0,402 Rapat Agak rapat 8 Sawah 0,342-0,399 0,335-0,402 Agak rapat Agak rapat 9 Pemukiman 0,342-0,400 0,335-0,402 Agak rapat Agak rapat 10 LahanTerbuka 0,171-0,228 0,268-0,335 Jarang Jarang 11 BadanAir 0,171-0,228 0,201-0,268 Jarang Jarang 12 Tambak 0,057-0,114 0,268-0,335 Sangat jarang Jarang

13 Tidak Teridentifikasi -0,422-0 -0,11-0 Bukan Vegetasi Bukan Vegetasi

Berdasarkan tabel 9, kelas tutupan lahan yang memiliki kisaran nilai NDVI tertinggi dengan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat pada tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer (0,804-0,876), diikuti dengan hutan lahan kering


(46)

sekunder (0,737-0,804). Sedangkan untuk tahun 2005 kerapatan vegetasi sangat rapat tidak mendominasi tutupan lahan manapun. Secara umum hutan lahan kering primer memiliki kisaran nilai NDVI (0,513-0,57) dan hutan lahan kering sekunder (0,456-0,513) dengan kelas kerapatan vegetasi rapat untuk tahun 2005. Selanjutnya kelas tutupan lahan yang memiliki kisaran nilai NDVI terkecil dengan kelas kerapatan vegetasi sangat jarang adalah tambak (0,057-0,114) untuk tahun 2005, sedangkan kisaran nilai NDVI terkecil dengan kelas kerapatan vegetasi sangat jarang pada tahun 2015 adalah badan air (0,201-0,268).

Pada kelas tutupan lahan hutan nilai NDVI relatif lebih tinggi dikarenakan hutan memiliki kerapatan tajuk yang lebat dibandingkan tutupan lahan yang lainnya sehingga hasil pengukuran citra NDVI terhadap intensitas hijau daun menghasilkan nilai indeks vegetasi yang tinggi pada kelas hutan. Hal ini sesuai dengan pernyataan BPDAS, (2006) Kerapatan vegetasidapat diketahui dengan cara digital. Dasar pengenalan kerapatan vegetasi dengan cara digital adalah nilai pantulan spektral hijau daun. Berdasarkan tinggi rendahnya intensitas pantulan hijau daun dapat dikelaskan sebagai indikasi tingkat kerapatanvegetasi.


(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Luas perubahan tutupan lahan DAS Besitang antara tahun 2005 dan 2015 yaitu, lahan terbuka bertambah 2.781,33 Ha, pemukiman bertambah 2.169,33 Ha, kebun sawit bertambah 626,37 Ha, hutan lahan kering sekunder bertambah 608,37 Ha, semak bertambah 370,23 Ha, hutan lahan kering primer bertambah 341.28 Ha, sawah bertambah 49,29 Ha, tambak bertambah 5,55 Ha, selanjutnya kebun karet berkurang 3.923,85 Ha, hutan mangrove berkurang 2.816,40 Ha, badan air berkurang 943.05 Ha, dan pertanian lahan kering campuran berkurang sebesar 784,11 Ha.

2. Luas perubahan kerapatan vegetasi DAS Besitang antara tahun 2005 sampai 2015 yaitu, agak rapat bertambah 24.410,72 Ha, jarang bertambah 9.996,40 Ha, sangat rapat bertambah 6.560,76 Ha, sangat jarang bertambah 648,44 Ha, selanjutnya rapat berkurang 39.714,58 Ha bukan vegetasi berkurang sebesar 1.901,75 Ha.

3. Kelas tutupan lahan yang memiliki kisaran nilai NDVI tertinggi dengan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat pada tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer (0,804-0,876), diikuti dengan hutan lahan kering sekunder (0,737-0,804), sedangkan pada tahun 2005 kisaran nilai NDVI hutan lahan kering primer ialah (0,513-0,57) dan hutan lahan kering sekunder (0,456-0,513) dengan kelas kerapatan vegetasi rapat.


(48)

Saran

Perlu dilakukan pemantauan perubahan kerapatan vegetasi di kawasan DAS Besitang secara periodik agar perubahan yang terjadi dapat terpantau dengan baik, sehingga kelestarian ekosistem DAS Besitang tetap terjaga dengan baik khususnya pada bagian hulu DAS Besitang yang berfungsi mengatur aliran air dan erosi.


(49)

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang

Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03o 45’ – 04o 22’ 44” LU dan 97o 51’ – 99o 17’ 56” BT. Kawasan DAS Besitang melintasi wilayah administrasi Kab. Langkat dan sebagian kecil masuk di wilayah Kab. Aceh Timur. Kawasan DAS Besitang memiliki luas 96.494,11 Ha, dengan Sub DAS bagian Hulu 30.153,42 ha, bagian Tengah 15.418,92 ha dan bagian Hilir 50.921,77 ha (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

Sebagian wilayah DAS Besitang masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Gunung Leuser yaitu resort Sei Betung, Sei Lepan, Cinta Raja, Sekoci, dan Trenggulun. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts II/1997, tentang penunjukan TNGL, total luas hutan TNGL adalah 1.094.692 ha dan 80,5% (881.207 ha) berada di wilayah Nangroe Aceh Darussalam, sisanya 19,5% (213.485 ha) berada di Kabupaten Langkat dan seluas 125.000 ha diantaranya berada di Kecamatan Besitang.

Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan (Effendi, 2008). Bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian hilir. Erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir.


(50)

Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Effendi, 2008).

Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi antara DAS hulu dan DAS Hilir. Daerah Aliran Sungai bagian hilir memiliki karakteristik sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil (Valiant, 2014).

Tutupan / Penggunaan Lahan

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data penggunaan lahan dan penutup lahan paling penting untuk pengambil keputusan yang harus membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya lahan, maka data ini sangat bersifat ekonomi (Lo, 1995).

Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia yang berkaitan dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu definisi yang benar-benar tepat (Purbowaseso, 1995). Penggunaan lahanberhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan


(51)

penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Satuan - satuan penutup lahan kadang-kadang juga bersifat penutup lahan alami belum ada campur tangan manusia (Lillesand dan Kiefer, 1994 ).

Klasifikasi penggunaan/penutupan lahan adalah upaya pengelompokan berbagai jenis penggunaan/penutupan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu (Sitorus, dkk, 2006).

Klasifikasi penutup/penggunaan lahan dapat dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised) menggunakan monogram. Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (kelas signature) yang diperoleh analisis melalui pembuatan “training area”. Masing-masing atau sekelompok training area mewakili satu kelas tutupan lahan, misalnya hutan, sawah, badan air dan atau tanah kosong (Jaya, 2010).

Klasifikasi terbimbing dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok, kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contoh-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi (James, 2000).


(52)

Parameter penutupan lahan menggambarkan kondisi penutupan lahan berdasarkan persentase tutupan tajuk pohon. Data yang bisa menggambarkan tutupan lahan secara menyeluruh (sinoptik) adalah data hasil perekaman penginderaan jauh. Dengan demikian untuk menilai persentase tutupan tajuk suatu lahan dibutuhkan foto udara atau citra satelit. Data penginderaan jauh ini kemudian diinterpretasi mengenai kondisi penutupan lahannya. Satuan pemetaan dari parameter penutupan lahan ini adalah satuan penutupan lahan/penggunaan lahan yang homogen. Parameter vegetasi permanen pada dasarnya juga sama dengan parameter penutupan lahan yaitu dinilai berdasarkan persentasi tutupan tajuk pohon. Dengan demikian satuan pemetaan dari parameter vegetasi permanen ini adalah satuan penutupan/penggunaan lahan. Perbedaan keduanya adalah pada saat proses skoring dan pengkelasan prosentase tutupan tajuk.

Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktivitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, social dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan lahan. Di perkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan, semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan dan atau pertanian yang dirasa lebih menguntungkan (Sitorus, dkk, 2006).


(53)

Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi dapat didekati dengan pengenalan manual atau dengan cara digital. Pengenalan manual dapat menghasilkan kerapatan secara kualitatif atau kuantitatif dengan tingkat ketelitian yang rendah. Kerapatan tajukdapat diketahui dengan cara digital. Dasar pengenalan kerapatan tajuk dengan cara digital adalah nilai pantulan spektral hijau daun. Berdasarkan tinggi rendahnya intensitas pantulan hijau daun dapat dikelaskan sebagai indikasi tingkat kerapatan tajuk (BPDAS, 2006).

Klasifikasi kerapatan tajuk ini dilakukan dengan menggunakan program pengolah data citra (image processing), dimana di dalamnya tersedia modul untuk menghitung nilai intensitas pantulan spektral hijau daun. Sesuai dengan karakteristiknya, saluran merah dan infra merah sangat sesuai dengan kepekaan terhadap pantulan hijau dari kandungan klorofil daun. Oleh sebab itu, keduasaluran tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pantulan hijau daun dengan menggunakan formula NDVI (Normalized Defference Vegetation

Index) (BPDAS, 2006).

Rentang nilai NDVI adalah antara -1,0 hingga +1,0. Nilai yang lebih besar dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1 untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis (Tinambunan, 2006).


(54)

NDVI (Normalized Defference Vegetation Index) adalah salah satu cara yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasi kondisi vegetasi di suatu wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan jauh. Secara definisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif. Sedangkan nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif.

Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis (GIS) Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit seperti Landsat TM mampu mendeteksi pola penggunaan lahan di muka bumi. Informasi yang diperoleh dari citra satelit tersebut dapat digabungkan dengan data-data lain yang mendukung ke dalam sistem informasi geografis (Sulistiyono, 2008).

Data penginderaan jarak jauh (PJJ) amat lazim digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini dikarenakan data PJJ memuat kondisi fisik dari permukaan bumi yang dapat dianalisa sehingga menghasilkan informasi faktual tentang sumberdaya yang ada dalam skala luas dan dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan (Ekadinata et al., 2008).

Pemetaan hutan menggunakan teknologi inderaja multitemporal mampu memberikan data mengenai luasan hutan, kerapatan hutan, dan perubahannya. Sedangkan SIG dapat menganalisis secara keruangan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap dinamika perubahan hutan diasosiasikan dengan beberapa


(55)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat secara otomatis kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman dan lahan pertanian serta perkebunan dirasakan semakin meningkat pula. Hal tersebut menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, baik dari lahan pertanian menjadi daerah pemukiman maupun dari lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian. Dengan berubahnya penggunaan lahan maka kondisi penutupan vegetasi di setiap kelas penggunaan lahan juga akan berubah.

Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 2008). Berbagai kegiatan yang ada di sekitar kawasan DAS Besitang telah mengubah kondisi penggunaan lahan dan indeks vegetasi yang ada disekitar kawasan tersebut. Fenomena tersebut memerlukan penanganan sejak dini dan terintegrasi dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pengelolaan DAS Besitang.

Kawasan DAS Besitang melintasi wilayah administrasi Kab. Langkat, sebagian wilayah DAS Besitang masuk ke dalam Wilayah Taman Nasional Gunung Leuser. Kondisi DAS Besitang saat ini sangat memprihatinkan, dalam kasus di TNGL, di Kecamatan Besitang - Kabupaten Langkat, kondisi open

access ini telah terjadi beberapa tahun yang lalu, sehingga pendudukan,

perambahan dan konversi lahan menjadi suatu keniscayaan. Pada awal tahun 2000, terjadi gelombang pengungsi dari Aceh Timur, yang semula hanya 6 kepala


(56)

keluarga. Ketika tidak dilakukan penyelesaian secara tuntas dan bahkan terjadi proses ”pembiaran” sekian tahun, maka jumlah pengungsi telah mencapai 600-700 KK. Hal yang sama juga terjadi pada perambah yang menguasai ribuan hektar lahan TNGL dan dijadikan perkebunan sawit. Tidak kurang dari 10.000 Ha hancur. Pembakaran yang berulang untuk penanaman sawit telah menghentikan proses suksesi alami di wilayah ini (TNGL, 2007).

Tahun 2005 TNGL berhasil mengambil alih kawasannya yang telah dirambah lalu dilakukan pemusnahan pohon-pohon sawit dan karet yang masuk dalam kawasan TNGL dan sejak tahun 2008 dilakukan restorasi ekosistem leuser pada resort Cinta Raja, Sei Betung, dan Sei Lepan yang dibantu oleh Orangutan

Information Center (OIC), United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dan Kelompok Petani Lokal (KETAPEL), dilakukan

penanaman dengan menggunakan tanaman ataupun spesies asli daerah tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 328/Menhut-II/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014 DAS Besitang merupakan salah satu dari 9 DAS prioritas yang ada di Provinsi Sumatera Utara. DAS Besitang ditetapkan sebagai DAS prioritas II, dimana prioritas penanganannya karena lahan kritis yang luas, erosi dan sedimentasi tinggi. Keberadaan DAS sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya (Sulistiyono, 2009). Oleh karena itu penting dilakukan identifikasi penggunaan lahan di sekitar kawasan DAS Besitang untuk mengetahui apakah penggunaan lahan yang


(57)

dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi ataupun daya dukungnya dan juga untuk mengetahui berapa besar perubahan penggunaan lahan yang terjadi dan tentu saja mempengaruhi kerapatan vegetasi pada wilayah tersebut.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam mendekteksi perubahan penutupan/penggunaan lahan dari tahun ke tahun dengan cepat dan akurat sehingga menghasilkan suatu informasi mengenai sebaran (distribusi) penutupan/penggunaan lahan dan tingkat penutupan vegetasi permanen di setiap kelas pengunaan lahan di DAS Besitang.

Tujuan

1. Mengetahui perubahan tutupan lahan di DAS Besitang antara tahun 2005 sampai 2015.

2. Mengetahui perubahan kerapatan vegetasi di DAS Besitang tahun 2005 sampai 2015.

3. Mengetahui tingkat kerapatan vegetasi pada kelas tutupan lahan di DAS Besitang tahun 2005 dan 2015.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi seluruh pihak pengelola DAS Besitangdalam menentukan tindakan pengelolaan secara internal (pemerintah) dan eksternal (masyarakat).


(58)

ABSTRACT

RIZKY AYU SAFITRI. “Density Vegetation Analysis of Land Cover Type Use Geographic Information Systems in the Watershed Besitang ". Supervised by ANITA ZAITUNAH and SAMSURI .

Watershed is an ecosystem area be confined by topography and function as a catcher, storage, and supplier of water, sediments, pollutants and nutrients in the river system and exit through a single outlet. Various activities around the watershed areas Besitang has changed the land cover and vegetation index (NDVI) that exist in the region. To detect changes in land cover and NDVI quickly and accurately, it use of remote sensing technology and geographic information systems (GIS). The study aimed to assess changes in land cover and vegetation density change (NDVI) between 2005 and 2015, as well as knowing the density of vegetation (NDVI) on each of the land cover in 2005 and 2015. The research showed the extensive of forest area of 949.65 Ha and a decline of mangrove forest area covering an area of 2884.06 Ha. The most high of vegetation density reduced 39714.58 Ha, and rather dense increased 24410.72 Ha between 2005 and 2015. The land cover that have the highest NDVI value range with very dense vegetation density class is the primary dry forest (0.804 to 0.876), followed by secondary dry forest (0.737 to 0.804) for 2015. In 2015 the land cover has NDVI value range the primary dry forest (0.513 to 0.57), then dry forest secondary (0.456 to 0.513) with dense vegetasion density class.


(59)

ABSTRAK

RIZKY AYU SAFITRI.“Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Besitang”. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal. Berbagai kegiatan di sekitar kawasan DAS Besitang telah mengubah kondisi penutupan lahan dan tingkat indeks vegetasi (NDVI) yang ada di kawasan tersebut. Untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan dan NDVI dengan cepat dan akurat maka digunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan perubahan kerapatan vegetasi (NDVI) antara tahun 2005 dan 2015, serta mengetahui tingkat kerapatan vegetasi (NDVI) pada setiap kelas penutupan lahan tahun 2005 dan 2015. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penambahan luas hutan seluas 949,65 Ha, dan terjadi penurunan luas hutan mangrove seluas 2.884,06 Ha. Perubahan kelas kerapatan vegetasi yang paling luas terjadi pada kelas rapat berkurang 39.714,58 Ha, dan agak rapat bertambah 24.410,72 Ha antara tahun 2005 dan 2015. Tutupan lahan yang memiliki kisaran nilai NDVI tertinggi dengan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat untuk tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer (0,804-0.876), selanjutnya hutan lahan kering sekunder (0,737-0,804), sedangkan pada tahun 2005 kisaran NDVI hutan lahan kering primer (0,513-0,57), dan hutan lahan kering sekunder (0,456-0,513) dengan kelas kerapatan vegetasi rapat.


(60)

ANALISIS KERAPATAN VEGETASIPADA KELASTUTUPAN

LAHAN MENGGUNAKANSISTEMINFORMASI

GEOGRAFISDI DAS BESITANG

SKRIPSI

Oleh :

RIZKY AYU SAFITRI 121201045 Manajemen Hutan

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(61)

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS

TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI

GEOGRAFISDI DAS BESITANG

SKRIPSI

Oleh :

RIZKY AYU SAFITRI 121201045 Manajemen Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(62)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Besitang Nama : Rizky Ayu Safitri

NIM : 121201045 Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Dekan Fakultas Kehutanan


(63)

ABSTRACT

RIZKY AYU SAFITRI. “Density Vegetation Analysis of Land Cover Type Use Geographic Information Systems in the Watershed Besitang ". Supervised by ANITA ZAITUNAH and SAMSURI .

Watershed is an ecosystem area be confined by topography and function as a catcher, storage, and supplier of water, sediments, pollutants and nutrients in the river system and exit through a single outlet. Various activities around the watershed areas Besitang has changed the land cover and vegetation index (NDVI) that exist in the region. To detect changes in land cover and NDVI quickly and accurately, it use of remote sensing technology and geographic information systems (GIS). The study aimed to assess changes in land cover and vegetation density change (NDVI) between 2005 and 2015, as well as knowing the density of vegetation (NDVI) on each of the land cover in 2005 and 2015. The research showed the extensive of forest area of 949.65 Ha and a decline of mangrove forest area covering an area of 2884.06 Ha. The most high of vegetation density reduced 39714.58 Ha, and rather dense increased 24410.72 Ha between 2005 and 2015. The land cover that have the highest NDVI value range with very dense vegetation density class is the primary dry forest (0.804 to 0.876), followed by secondary dry forest (0.737 to 0.804) for 2015. In 2015 the land cover has NDVI value range the primary dry forest (0.513 to 0.57), then dry forest secondary (0.456 to 0.513) with dense vegetasion density class.


(64)

ABSTRAK

RIZKY AYU SAFITRI.“Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Besitang”. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal. Berbagai kegiatan di sekitar kawasan DAS Besitang telah mengubah kondisi penutupan lahan dan tingkat indeks vegetasi (NDVI) yang ada di kawasan tersebut. Untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan dan NDVI dengan cepat dan akurat maka digunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan perubahan kerapatan vegetasi (NDVI) antara tahun 2005 dan 2015, serta mengetahui tingkat kerapatan vegetasi (NDVI) pada setiap kelas penutupan lahan tahun 2005 dan 2015. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penambahan luas hutan seluas 949,65 Ha, dan terjadi penurunan luas hutan mangrove seluas 2.884,06 Ha. Perubahan kelas kerapatan vegetasi yang paling luas terjadi pada kelas rapat berkurang 39.714,58 Ha, dan agak rapat bertambah 24.410,72 Ha antara tahun 2005 dan 2015. Tutupan lahan yang memiliki kisaran nilai NDVI tertinggi dengan kelas kerapatan vegetasi sangat rapat untuk tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer (0,804-0.876), selanjutnya hutan lahan kering sekunder (0,737-0,804), sedangkan pada tahun 2005 kisaran NDVI hutan lahan kering primer (0,513-0,57), dan hutan lahan kering sekunder (0,456-0,513) dengan kelas kerapatan vegetasi rapat.


(65)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Kisaran pada tanggal 10 Maret 1994 dari ayah Alm. Sukarmin Aryadi, SP dan ibu Peristiwana. Penulis merupakan anak ke- empat dari lima bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SD Negeri 010083 Kisaran. Tahun 2009 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Kisaran. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kisaran, pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih program studi Kehutanan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif sebagai anggota Rain

Forest Community dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis. Penulis

menjadi Asisten Praktikum Geodesi dan Kartografi tahun 2014 dan 2015.

Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada

tahun 2014 di Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Arara Abadi Sinarmas Forestry, di Distrik Tapung, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau dari tanggal 26 Januari sampai 24 Februari 2016.


(66)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di DAS Besitang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda (Alm. Sukarmin Aryadi, SP) dan ibunda (Peristiwana) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan harapan kepada penulis, serta membesarkan dan mendidik penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan program sarjana ini. Serta abang, kakak dan adik tercinta (Syukri Ardani, SH, Diana Maryati, S.Pi, Fadli Ramadhan, ST dan Septian Wiguna) yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi.

2. Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc dan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan serta kesabaran dalam proses penyusunan skripsi.


(67)

3. Staff Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah I Medan, staff Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan seluruh staff pengajar serta pegawai di Fakultas Kehutanan.

4. Rekan Tim Peneliti dan rekan mahasiswa/i Fakultas Kehutanan USU : Amaliyah Putri, Edra Septian, Warren Christopher, Pradipta Wijaya, Perdana Mora, M. Reza Azroi, Fachry Angga, Windy Brillian, Ananda Ichlasul, Fatma Safira, Media Oktari, Mentari Adelina, Lucky Swetta, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2016


(68)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 3

ManfaatPenelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA DAS Besitang ... 4

Ekosistem DAS... 4

Penggunaan Lahan... 5

Kerapatan Vegetasi... 8

Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian... 10

Alat dan Data Penelitian... 10

Metode Pengumpulan Data... 11

Metode Analisis Data A. Analisis Perubahan Tutupan Lahan 1. Pengolahan Citra...12

2. Analisis Perubahan Penutupan Lahan... 14

B. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi 1. Pembuatan Peta NDVI... 15

2. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi... 15

3. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi... 16

C. Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Tahun 2005-2015... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015 ... 20

Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 2005-2015... 24


(69)

Indeks Kerapatan Vegetasi Tahun 2005 dan 2015... 29 Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2005-2015... 35 Perubahan Kelas Kerapatan Vegetasi Tahun 2005-2015... 36 Kerapatan Vegetasi Pada Kelas Tutupan Lahan

Tahun 2005 dan 2015... 39 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 41 Saran... 42 DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN


(70)

AFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian... 10 2. Alur Tahapan Analisis Perubahan Tutupan Lahan... 17 3. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi... 18 4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi Pada Kelas

Tutupan Lahan... 19 5. Peta Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005... 22 6. Peta Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2015... 23 7. Grafik Perubahan Luas Tutupan Lahan DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 25 8. Peta Perubahan Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang

Tahun 2005-2015... 28 9. Peta Sebaran NDVI DAS Besitang Tahun 2005... 33 10. Peta Sebaran NDVI DAS Besitang Tahun 2015... 34 11. Grafik Perubahan Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 36 12. Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi DAS Besitang


(71)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Data Primer dan Sekunder yang dibutuhkan Dalam Penelitian... 11 2. Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 dan 2015... 20 3. Perubahan Luas Tutupan Lahan DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 24 4. Perubahan Tipe Tutupan Lahan di DAS Besitang

Tahun 2005-2015... 26 5. Nilai Indeks Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2005... 30 6. Nilai Indeks Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2015... 31 7. Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 35 8. Perubahan Kelas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 36 9. Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan


(72)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Monogram citra landsat tutupan lahan DAS Besitang... 46 2. Titik koordinat survey lapangan (ground check) dengan GPS... 50 3. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang tahun 2005... 51 4. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang hulu tahun 2015... 52 5. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang hilir tahun 2015... 53 6. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015... 54


(1)

3. Staff Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) wilayah I Medan, staff Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) dan seluruh staff pengajar serta pegawai di Fakultas Kehutanan.

4. Rekan Tim Peneliti dan rekan mahasiswa/i Fakultas Kehutanan USU : Amaliyah Putri, Edra Septian, Warren Christopher, Pradipta Wijaya, Perdana Mora, M. Reza Azroi, Fachry Angga, Windy Brillian, Ananda Ichlasul, Fatma Safira, Media Oktari, Mentari Adelina, Lucky Swetta, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberikan sumbangsihnya yang tidak ternilai.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2016


(2)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian... 3

ManfaatPenelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA DAS Besitang ... 4

Ekosistem DAS... 4

Penggunaan Lahan... 5

Kerapatan Vegetasi... 8

Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG... 9

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian... 10

Alat dan Data Penelitian... 10

Metode Pengumpulan Data... 11

Metode Analisis Data A. Analisis Perubahan Tutupan Lahan 1. Pengolahan Citra...12

2. Analisis Perubahan Penutupan Lahan... 14

B. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi 1. Pembuatan Peta NDVI... 15

2. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi... 15

3. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi... 16

C. Analisis Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan Tahun 2005-2015... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Tahun 2005 dan 2015 ... 20

Perubahan Luas Tutupan Lahan Tahun 2005-2015... 24


(3)

Indeks Kerapatan Vegetasi Tahun 2005 dan 2015... 29 Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi Tahun 2005-2015... 35 Perubahan Kelas Kerapatan Vegetasi Tahun 2005-2015... 36 Kerapatan Vegetasi Pada Kelas Tutupan Lahan

Tahun 2005 dan 2015... 39 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 41 Saran... 42 DAFTAR PUSTAKA... 43 LAMPIRAN


(4)

viii

AFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian... 10 2. Alur Tahapan Analisis Perubahan Tutupan Lahan... 17 3. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi... 18 4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi Pada Kelas

Tutupan Lahan... 19 5. Peta Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005... 22 6. Peta Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2015... 23 7. Grafik Perubahan Luas Tutupan Lahan DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 25 8. Peta Perubahan Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang

Tahun 2005-2015... 28 9. Peta Sebaran NDVI DAS Besitang Tahun 2005... 33 10. Peta Sebaran NDVI DAS Besitang Tahun 2015... 34 11. Grafik Perubahan Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 36 12. Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi DAS Besitang


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Data Primer dan Sekunder yang dibutuhkan Dalam Penelitian... 11 2. Kelas Tutupan Lahan DAS Besitang Tahun 2005 dan 2015... 20 3. Perubahan Luas Tutupan Lahan DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 24 4. Perubahan Tipe Tutupan Lahan di DAS Besitang

Tahun 2005-2015... 26 5. Nilai Indeks Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2005... 30 6. Nilai Indeks Kerapatan Vegetasi DAS Besitang Tahun 2015... 31 7. Perubahan Luas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 35 8. Perubahan Kelas Kerapatan Vegetasi DAS Besitang antara

Tahun 2005-2015... 36 9. Kerapatan Vegetasi pada Kelas Tutupan Lahan


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Monogram citra landsat tutupan lahan DAS Besitang... 46 2. Titik koordinat survey lapangan (ground check) dengan GPS... 50 3. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang tahun 2005... 51 4. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang hulu tahun 2015... 52 5. Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat

DAS Besitang hilir tahun 2015... 53 6. Gambaran kondisi tutupan lahan di lapangan tahun 2015... 54