Hasil Analisis Riwayat ASI Eksklusif Selama Enam Bulan Terhadap
seperti asma, influenza, difteri, obesitas dan diabetes, ASI memperkecil risiko terjadinya SIDS Sudden Infant Death Syndrome dan Postneonatal
Death, dan juga ASI menjaga kesehatan kardovaskular bayi hingga masa dewasa Damayanti, 2010.
ASI mengandung protein khusus yaitu taurin dan omega-3 yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal sel-sel saraf dan otak bayi.
SIDS adalah kematian tiba-tiba yang terjadi pada bayi sementara postneonatal death adalah kematian bayi yang terjadi dimasa 28 hari sampai
satu tahun kehidupan bayi. ASI dalam menjaga ksehatan kardovaskular, contohnya kadar kolesterol. Selain itu juga ditemukan bahwa ASI bisa
mengahmbat terjadinya ikatan lemak-protein yang bisa menyebabkan penyakit jantung koroner Damayanti, 2010.
Setelah proses pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, bayi baru boleh diberikan Makanan Pendamping ASI MPASI. Makanan
Pendamping ASI MPASI adalah makanan pelengkap atau tambahan bagi bayi yang harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi
dan menutupi kekurangan zat gizi yang terkandung dalam ASI Sitompul, 2012. Makanan pendamping ASI bisa diberikan secara bertahap mulai dari
bentuk cair yang dilanjutkan agak kental sampai menjadi makanan padat. Komposisi makanan pendamping ini perlu diperhatikan, biasanya terdiri
dari karbohidrat, sumber protein, sayuran dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral Soenardi, 2009.
Pemberian MPASI terlalu dini sangat tidak dianjurkan karena bayi dapat saja mengalami reaksi penolakan. Bayi usia dibawah enam bulan
dirancang untuk menghisap, bukan untuk mengunyah Nurdiansyah, 2011. Selain akan mengalami penolakan, bayi yang diberikan MPASI terlalu dini
dapat saja membuat daya tahan tubuh bayi menjadi lemah dan mengalami penyakit infeksi bahkan sampai kematian. Menurut WHO dan UNICEF,
lebih dari 50 kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga diantara kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian
makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti pemberian MPASI yang terlalu dini Syahriah, Maryanto, dan Mustika. A, 2014.
Sebagaimana teori yang ada, maka ada juga penelitian yang telah membuktikan bahwa pemberian MPASI terlalu dini akan menyebabkan
diare. Penelitian yang dilakukan oleh Andriana dan Syafniar 2010 pada ibu yang memiliki bayi berusia kurang dari enam bulan di desa Koto Tinggi
memiliki hasil sebanyak 14 70 responden dari 20 responden yang diberi MPASI 6 bulan mengalami diare. Maka, hasil penelitian ini menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI terlalu dini terhadap angka kejadian diare.
Hasil analisis terhadap bayi yang diberi ASI Eksklusif dalam penelitian ini yang mengalami diare adalah sebanyak 3 orang 10 dan yang tidak
mengalami diare adalah sebanyak 11 orang 36,7. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif yang mengalami diare adalah sebanyak 7 orang 23,3 dan
yang tidak mengalami diare adalah sebanyak 9 orang 30. Setelah dihitung dengan menggunakan metode chi square, didapatkan bahwa nilai p
value yang 0,05, yaitu 0,196. Artinya, pada penelitian ini belum bisa dibuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang
signifikan dengan angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johar Baru.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2011 tentang studi risiko kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan
akibat tidak diberikan ASI eksklusif. Sampel dalam penelitian ini adalah bayi usia 0-6 bulan yang tercatat berobat di Puskesmas Gunung Sindur di
Bogor tahun 2011. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling, dengan perbandingan kasus diare : kontrol adalah 1 : 3. Data dikumpulkan
dengan menggunakan
kuesioner dan
wawancara dan
dianalisis menggunakan uji crosstab. Hasil penelitian menyatakan bahwa ASI
eksklusif saja tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan angka kejadian diare, melainkan ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
seorang bayi terkena diare. Beberapa faktor lain tersebut yaitu perilaku ibu, sanitasi lingkungan dan laktosa intoleran.
Penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Purba 2013 tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare pada balita. Sampel pada penelitian ini adalah 113 balita yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan. Sampel diambil secara
purposive. Data diambil melalui kuesioner, observasi serta pengukuran. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara umur anak,
jenis kelamin, ASI eksklusif, status imunisasi campak, pendidikan ibu, sanitasi lingkungan, dan higiene perorangan dengan kejadian diare. Menurut
penelitian Purba faktor-faktor yang mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kejadian diare adalah status gizi, pekerjaan ibu, penyediaan air bersih dan ketersediaan jamban.
Selain penelitian yang mendukung, ada juga penelitian yang tidak mendukung penelitian ini. Hasil penelitian dari Mohamad, Abdullah dan
Prawirodiharjo 2014 yang dilakukan pada 140 orang bayi di wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara Takalar menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 9,1 kali untuk terjadi
diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.