40
α
i
= pengaruh utama faktor jenis tepung tepung sukun 100 dan campuran tepung sukun – tepung beras
j
= pengaruh utama faktor jenis dan konsentrasi hidrokoloid guar gum 1, guar gum 0.5, iles-iles 1, iles-iles 0.5
k
= pengaruh utama faktor konsentrasi garam 0, 1, 2
ε
ijkl
= pengaruh acak yang menyebar normal 0,
σ
2
b. Analisis Data
Penentuan pengaruh perlakuan pada setiap tahapan penelitian terhadap karakteristik gelatinisasi campuran bahan baku dan kualitas produk bihun sukun
yang dihasilkan, dilakukan dengan menggunakan metode General Linier Method GLM pada program Statistical Analysis System SAS 9.1 2003. Apabila
kombinasi perlakuan berpengaruh terhadap parameter karakteristik gelatinisasi dan kualitas produk bihun, maka dilakukan uji lanjut Duncan pada program yang
sama untuk mengetahui perlakuan yang dapat memberikan karakteristik campuran bahan baku yang paling sesuai untuk produk bihun dan perlakuan yang
menghasilkan produk bihun yang paling baik.
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap I. Pengaruh Substitusi Tepung Beras Terhadap Karakteristik Gelatinisasi Bahan Baku Bihun Sukun
Pencampuran tepung sukun dengan tepung beras menghasilkan karakteristik tepung yang berbeda dengan tepung alami, tergantung proporsi
masing-masing tepung dalam campuran. Tepung beras yang digunakan berasal dari beras dengan kandungan amilosa sedang yaitu varietas Rojolele.
Untuk melihat pengaruh penambahan tepung beras varietas Rojolele terhadap karakteristik gelatinisasi bahan baku, maka dilakukan substitusi tepung
beras terhadap tepung sukun pada dua level konsentrasi yaitu 15 dan 30. Pencampuran kedua jenis tepung ini diharapkan dapat memperbaiki karakteristik
gelatinisasi bahan baku dan pada akhirnya dapat memperbaiki karakteristik produk bihun sukun yang dihasilkan.
Profil Gelatinisasi Tepung
Profil gelatinisasi tepung sukun dan campuran tepung sukun – tepung beras yang diukur dengan rapid visco analyzer disajikan pada Gambar 12. Kedua
jenis tepung ini menunjukkan pola profil gelatinisasi yang berbeda, sehingga ketika dilakukan pencampuran terhadap keduanya maka akan diperoleh profil
gelatinisasi yang berbeda pula.
Gambar 12 Profil gelatinisasi tepung dan campuran tepung
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °C
Viskositas cP
Waktu menit
tp sukun 100
tp sukun 85 + tp beras 15
tp sukun 70 + tp beras 30
tp beras 100
42
Profil gelatinisasi tepung sukun 100 menunjukkan perbedaan mendasar dengan tepung beras 100. Tepung sukun 100 memiliki viskositas puncak dan
breakdown yang jauh lebih rendah dibandingkan tepung beras. Secara visual,
pencampuran tepung beras dengan tepung sukun meningkatkan viskositas puncak dan viskositas breakdown bahan baku. Tepung beras memiliki viskositas puncak
yang tinggi, jauh di atas viskositas puncak tepung sukun. Tepung beras juga memiliki viskositas breakdown yang tinggi, ditandai dengan bentuk kurva yang
menurun dengan tajam setelah mencapai viskositas puncak. Profil gelatinisasi bahan baku dijabarkan menjadi beberapa parameter seperti dapat dilihat pada
Tabel 11. Tabel 11 Profil gelatinisasi tepung sukun, tepung beras dan campuran keduanya
Bahan VP
cP VT
cP VB
cP VA
cP VS
cP WP
mnt SG
°C Tepung sukun
1915.5 1864
51.5 3019.5
1155.5 10.54
76.73 Tepung beras
3005 1238
1767 2681
1443 9.27
80.15 Tepung sukun 85
+ tepung beras 15 2209
1741 468
3105 1364
8.33 77.30
Tepung sukun 70 + tepung beras 30
2138 1500
638 2734
1234 8.67
77.35 Keterangan: VP = viskositas puncak, VT = viskositas trough, VB = viskositas breakdown, VA =
viskositas akhir, VS = viskositas setback, WP = waktu puncak, SG = suhu gelatinisasi
Viskositas puncak merupakan kemampuan pati untuk mengembang dengan bebas sebelum mengalami breakdown. Viskositas puncak yang dihasilkan
dari pencampuran tepung beras 15 lebih tinggi dibandingkan pencampuran tepung beras 30. Campuran tepung dengan kandungan amilosa lebih tinggi
memiliki viskositas puncak yang rendah. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 85:15 memiliki
kandungan amilosa yang rendah, sehingga menghasilkan viskositas puncak yang lebih tinggi. Perubahan viskositas puncak sebagai fungsi dari kandungan amilosa
sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain. Blazek dan Copeland 2007 dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa untuk pati dengan kadar amilosa 30,
peningkatan kandungan amilosa akan mengakibatkan penurunan viskositas puncak pati.
43
Tabel 12 Hasil analisis proksimat tepung dan campuran tepung bk
Bahan Kadar air
Kadar lemak
Kadar protein
Kadar amilosa
Kadar amilo-
pektin Kadar pati
Tepung sukun 8.47 0.98 5.56 10.01 60.47 70.48
Tepung beras 12.77 0.57 10.55 12.60 69.57 82.18
Tepung sukun 85 + tepung
beras 15 9.12 0.92 6.31 10.40 61.83 72.23
Tepung sukun 70 + tepung
beras 30 9.76 0.85 7.06 10.79 63.20 73.99
Hal yang berbeda terjadi pada tepung beras, dimana kandungan amilosa yang lebih tinggi pada tepung beras ternyata justru menghasilkan viskositas
puncak yang tinggi pula. Hal ini dimungkinkan oleh kandungan amilopektin yang lebih tinggi pada tepung beras. Tepung beras memiliki kandungan amilopektin
yang lebih tinggi karena kandungan patinya juga jauh lebih tinggi dibandingkan tepung sukun ataupun tepung campuran. Menurut Ratnayake et al. 2002
amilopektin merupakan komponen pati yang bertanggungjawab terhadap proses pengembangan granula, sehingga pati dengan kadar amilopektin tinggi akan
menghasilkan viskositas puncak yang tinggi pula sebagai hasil dari pengembangan granula. Hal ini menjelaskan nilai viskositas puncak tepung beras
yang berbanding lurus dengan kandungan amilosanya. Viskositas puncak menunjukkan kemampuan penyerapan air oleh granula
pati Herawati 2009. Pati yang mempunyai kemampuan penyerapan air tinggi akan mengalami pembengkakan yang tinggi pula dan berakibat pada tingginya
viskositas puncak pasta. Hal ini menunjukkan keterkaitan antara parameter swelling volume
dengan viskositas puncak pati. Nilai swelling volume dari tepung dan campuran tepung dapat dilihat pada Tabel 13. Terdapat korelasi yang erat
antara swelling volume dengan viskositas puncak r = 0.85, Lampiran 1, dimana pati dengan swelling volume tinggi memiliki viskositas puncak yang tinggi pula.
Nilai swelling volume berkaitan erat dengan nilai fraksi pati yang tidak membentuk gel r = 0.79, Lampiran 1. Hubungan antara swelling volume dan
fraksi pati yang tidak membentuk gel terkait dengan kemudahan molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati dan menggantikan interaksi
44
hidrogen antar molekul, sehingga granula akan lebih mudah menyerap air dan memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi. Adanya pengembangan
tersebut akan menekan granula dari dalam, sehingga granula akan pecah dan molekul pati terutama amilosa akan keluar. Jumlah polimer yang keluar dari
granula sangat tergantung pada derajat pembengkakan pati. Tabel 13 Swelling volume dan fraksi pati yang tidak membentuk gel dari tepung
dan campuran tepung Bahan
Swelling vol mlg
Fraksi pati yang tidak membentuk gel
Tepung sukun 10.14 ± 0.40
a
12.91 ± 0.06
a
Tepung beras 7.88 ± 0.25
c
2.39 ± 0.05
d
Tepung sukun 85 + tepung beras 15
9.08 ± 0.04
b
12.32 ± 0.17
b
Tepung sukun 70 + tepung beras 30
8.54 ± 0.02
b
11.46 ± 0.12
c
Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Swelling merupakan karakteristik khas dari amilopektin. Ratnayake et al.
2002 menyatakan ketika sejumlah pati dipanaskan dalam jumlah air yang berlebih, struktur kristalinnya menjadi terganggu, sehingga menyebabkan
kerusakan pada ikatan hidrogen dan molekul hidrogen keluar dari grup hidroksil amilosa dan amilopektin. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan
swelling dan kelarutan granula. Tepung dengan kandungan amilosa rendah akan
memiliki swelling volume yang tinggi karena kandungan amilopektin yang berperan dalam pengembangan granula juga lebih tinggi.
Selain kandungan amilosa, protein juga berperan penting dalam mempengaruhi kemampuan pengembangan granula pati. Pada pasta pati, protein
mengelilingi granula pati, membatasi pengembangan granula, dan sifat kohesinya menghambat keluarnya material dari dalam granula selama proses gelatinisasi
Charles et al. 2007. Tepung beras memiliki kandungan protein tertinggi Tabel 12, sehingga pengembangan granulanya menjadi lebih terbatas dan menghasilkan
nilai fraksi pati yang tidak membentuk gel serta swelling volume yang rendah. Viskositas trough merupakan nilai viskositas minimum pada fasa suhu
konstan pada profil RVA yang mengukur kemampuan pasta untuk bertahan
45
terhadap breakdown selama pendinginan. Tepung sukun memiliki viskositas trough
tertinggi dibandingkan tepung beras dan campuran keduanya. Peningkatan penambahan tepung beras dalam campuran mengakibatkan penurunan viskositas
trough . Hal ini terjadi karena penambahan tepung beras dalam campuran tepung
meningkatkan kandungan amilosa dari campuran tepung tersebut. Nilai viskositas trough
berbanding terbalik dengan kandungan amilosa dalam tepung dan campuran tepung.
Viskositas breakdown dinyatakan sebagai ukuran dari disintegrasi granula atau kestabilan pasta. Pada saat breakdown, granula yang mengembang
mengalami kerusakan lebih lanjut dan molekul amilosa keluar menuju larutan. Pada campuran tepung sukun dengan tepung beras, viskositas trough berbanding
terbalik dengan viskositas breakdown. Viskositas breakdown diperoleh dari hasil pengurangan viskositas puncak dengan viskositas trough. Bila viskositas puncak
dan trough mengalami penurunan yang tidak proporsional, maka viskositas breakdown
mengalami peningkatan, menghasilkan nilai viskositas yang berbanding terbalik dengan trough. Peningkatan jumlah tepung beras yang
dicampurkan dengan tepung sukun justru meningkatkan viskositas breakdown dari campuran tepung. Peningkatan nilai viskositas breakdown menunjukkan
bahwa campuran tepung menjadi semakin tidak resisten terhadap panas dan pengadukan. Peningkatan jumlah penambahan tepung beras terhadap tepung
sukun menurunkan kekuatan tepung terhadap pengaruh panas dan pengadukan. Viskositas akhir merupakan parameter yang mendefinisikan kualitas dari
pati, diindikasikan oleh kemampuan dari material untuk membentuk pasta kental atau gel setelah pemasakan dan pendinginan serta ketahanan pasta terhadap gaya
geser yang terjadi selama pengadukan. Viskositas akhir campuran tepung semakin menurun dengan meningkatnya jumlah tepung beras yang ditambahkan. Hal ini
dapat dijelaskan oleh kandungan amilosa yang semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah tepung beras yang berada dalam campuran tepung.
Kandungan amilosa yang lebih tinggi menghasilkan gel dengan tingkat agregasi amilosa yang lebih tinggi pula, sehingga zona sambungan junction zone menjadi
lebih sempit serta jaringan yang terbentuk lebih rapat dan pada akhirnya menurunkan viskositas gel yang terbentuk Blazek Copeland 2007.
46
Viskositas setback
merefleksikan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Viskositas setback yang lebih tinggi diperoleh pada tepung sukun
yang dicampur dengan tepung beras 15. Hal ini menunjukkan bahwa retrogradasi amilosa tertinggi terjadi pada campuran tersebut.
Secara umum, substitusi tepung beras varietas Rojolele terhadap tepung sukun tidak mengubah tipe profil gelatinisasi bahan baku menjadi tipe C
berdasarkan hasil analisis menggunakan RVA. Tetapi karakteristik swelling volume
dan fraksi pati yang tidak membentuk gel dari tepung sukun menjadi lebih rendah dengan adanya perlakuan substitusi tepung beras.
Aplikasi tepung sukun 100 dan campuran tepung sukun - tepung beras pada bihun menghasilkan produk dengan karakteristik berbeda. Dua karakteristik
bihun yang diamati adalah KPAP kehilangan padatan akibat pemasakan dan persen rehidrasi. Nilai KPAP menunjukkan jumlah padatan yang keluar dari
untaian bihun selama proses pemasakan. Semakin tinggi nilai KPAP, maka semakin banyak padatan yang keluar dari untaian bihun selama proses pemasakan.
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa substitusi tepung beras terhadap tepung sukun menghasilkan bihun dengan KPAP yang lebih rendah dibandingkan dengan bihun
sukun 100 ataupun bihun beras 100. Substitusi tepung beras 15 menghasilkan bihun sukun dengan KPAP lebih rendah dibandingkan bihun yang
disubstitusi oleh tepung beras 30. Tabel 14 Nilai KPAP dan persen rehidrasi bihun sukun yang disubstitusi dengan
tepung beras
Jumlah tepung beras yang ditambahkan
KPAP Persen rehidrasi
9.47 ± 0.04
b
360.40 ± 8.57
a
15 4.68 ± 0.05
d
300.89 ± 13.98
b
30 6.69 ± 0.02
c
352.07 ± 5.05
a
100 16.26 ± 0.37
a
331.82 ± 10.78
a
Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Karakteristik persen rehidrasi sangat terkait dengan kemampuan penyerapan air selama proses rehidrasi berlangsung. Bihun dengan persen
rehidrasi tinggi cenderung mengalami pembengkakan, baik selama pemasakan maupun pasca pemasakan. Substitusi tepung beras 15 pada produk bihun sukun
47
ternyata menghasilkan persen rehidrasi terendah dibandingkan dengan perlakuan lain.
Simpulan Tahap I
Campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 85:15 menghasilkan nilai swelling volume, fraksi pati yang tidak membentuk gel dan
viskositas puncak yang lebih tinggi dibandingkan campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 70:30, tetapi nilainya relatif tidak berbeda nyata.
Sementara untuk viskositas breakdown dan setback, perbedaan nilai di antara kedua alternatif jumlah penambahan tepung beras tersebut cukup signifikan. Oleh
karena itu jumlah penambahan tepung beras yang dipilih untuk disubstitusikan pada proses produksi bihun sukun adalah 15.
Hal lain yang mendukung pemilihan jumlah tepung beras adalah nilai kehilangan padatan akibat pemasakan KPAP dan persen rehidrasi dari bihun
sukun yang disubstitusi oleh tepung beras pada level 15 dan 30. Bihun sukun dengan substitusi tepung beras 15 memiliki nilai KPAP yang lebih rendah
dibandingkan dengan bihun sukun yang disubstitusi dengan tepung beras 30, begitu pula dengan nilai persen rehidrasi.
Campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 85:15 memiliki viskositas setback yang lebih tinggi 1364 vs 1234 cP, viskositas
breakdown yang lebih rendah 468 vs 638 cP, KPAP yang lebih rendah 4.68 vs
6.69 dan persen rehidrasi yang lebih rendah 300.89 vs 352.07 dibandingkan campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 70:30. Hal ini
menunjukkan bahwa campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 85:15 memiliki karakteristik yang lebih baik sebagai bahan baku bihun
dibandingkan campuran tepung sukun dan tepung beras dengan rasio 70:30. Pada tahap penelitian selanjutnya, jumlah tepung beras terpilih yang digunakan
adalah 15.
48
Tahap II. Pengaruh Hidrokoloid dan CaCl
2
Terhadap Profil Gelatinisasi Bahan Baku Bihun Sukun
Penambahan garam terhadap sistem pati-hidrokoloid diketahui dapat mengubah sifat gelatinisasi dan reologi dari sistem tersebut. Efek garam terhadap
sistem berpati sangat tergantung pada jenis dan konsentrasi garam yang digunakan Viturawong et al. 2008. Garam yang dipilih untuk digunakan dalam penelitian
ini adalah CaCl
2
. Garam kalsium klorida banyak digunakan dalam sistem pangan sebagai
stabilizer , thickening agent Codex Alimentarius Commission 2010, sequestrant
dan firming agent www.nutritiondata.com 2009 serta dikategorikan sebagai general purpose additives
www.nutritiondata.com 2009, Codex Alimentarius Commission
2010. Pada produk pasta dan mie, kalsium klorida digunakan sebagai stabilizer, thickening dan firming agent Codex Alimentarius Commission
2010. Level konsentrasi CaCl
2
yang digunakan adalah 0, 1 dan 2.
Profil Gelatinisasi
Secara visual, jenis tepung yang diinteraksikan dengan hidrokoloid dan CaCl
2
sangat mempengaruhi profil gelatinisasi yang diperoleh. Hasil interaksi tepung sukun dengan hidrokoloid dan CaCl
2
menunjukkan viskositas puncak VP, breakdown VB dan akhir VA yang lebih rendah dibandingkan campuran
tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan hidrokoloid serta CaCl
2
. Secara umum penambahan CaCl
2
1 menyebabkan penurunan VP, VB dan VA dari seluruh perlakuan, sementara penambahan CaCl
2
2 meningkatkan kembali nilai ketiga parameter tersebut. Profil gelatinisasi yang dihasilkan dari interaksi
bahan baku dengan hidrokoloid guar gum dan iles-iles serta CaCl
2
disajikan pada Gambar 13 dan Gambar 14.
49
a b
c d
Keterangan: G1
= Ca 0 G2 =
Ca 0 B1
= Ca 0 B2 =
Ca 0 G3
= Ca 1 G4 =
Ca 1 B3
= Ca 1 B4 =
Ca 1 G5
= Ca 2 G6 =
Ca 2 B5
= Ca 2 B6 =
Ca 2
Gambar 13 Perubahan profil gelatinisasi akibat penambahan CaCl
2
terhadap tepung sukun yang diinteraksikan dengan guar gum 1 a, guar
gum 0.5 b, tepung beras 15 dan guar gum 1 c, tepung beras 15 dan guar gum 0.5 d
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native G1
G3 G5
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
0.00 10.00
20.00 30.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native G2
G4 G6
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °C
Viskositas c
P
Waktu menit
Native B1
B3 B5
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500
0.00 10.00
20.00 30.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native B2
B4 B6
Profil suhu
50
a b
c d
Keterangan: I1
= Ca 0 I2
= Ca 0
BI1 = Ca 0 BI2
= Ca 0
I3 = Ca 1
I4 =
Ca 1 BI3 = Ca 1
BI4 =
Ca 1 I5
= Ca 2 I6
= Ca 2
BI5 = Ca 2 BI6
= Ca 2
Gambar 14 Perubahan profil gelatinisasi akibat penambahan CaCl
2
terhadap tepung sukun yang diinteraksikan dengan iles-iles 1 a, iles-iles
0.5 b, tepung beras 15 dan iles-iles 1 c, tepung beras 15 dan iles-iles 0.5 d
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native I1
I3 I5
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native I2
I4 I6
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native BI1
BI3 BI5
Profil suhu
20 40
60 80
100 120
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Suhu °
C Viskositas
c P
Waktu menit
Native BI2
BI4 BI6
Profil suhu
51
a. Viskositas Puncak VP