2.2. Lanskap Danau Maninjau
Danau merupakan suatu istilah untuk salah satu jenis ekosistem perairan darat. Menurut Suwigno dalam Ubaidillah dan Maryanto,2003 perairan
dikatakan bertipe danau, apabila perairan tersebut dalam dengan tepian curam. Danau cenderung memiliki kejernihan air yang lebih baik dibanding rawa dan
sungai. Tumbuhan air pada danau terbatas hanya pada tepian. Pada umumnya danau bercirikan sebagai berikut: memiliki kecuraman tinggi atau terjal,
kedalaman lebih dari 100 m, fluktuasi permukaan air + 1-2 m, daerah tangkap hujan sempit, jumlah teluk sedikit, garis pantai pendek, masa simpan air lama, dan
pengeluaran outlet air dari atas. Ciri-ciri tersebut membedakan kondisi ekologis danau dan sekelilingnya dengan kondisi ekologis perairan tergenang di darat
lainnya seperti rawa, situ, dan waduk. Salim 1968 menggambarkan Danau Maninjau sebagai nikmat yang tak
ternilai dan tergantikan, karena tak ada tempat lain yang menyamainya. Semburan kilat cahaya matahari berpadu dengan biru lagit tampak pada permukaan danau,
refleksi yang membuat seolah-olah daratan dan bukit-bukit di lingkar danau ini melayang. Sebelum memasuki Nagari Maninjau, akses utama yang dilalui adalah
kelok 44 dari setiap tikungan atau kelok yang dilalui akan terlihat pemandangan jernihnya air danau yang membiru. Dilihat dari dekat, semakin jelas jernihnya air
danau pada dasar yang dangkal terlihat jelas. Bunyi riak air dan angin membentuk buih-buih ombak yang seolah menghibur masyarakat di sekitarnya. Seniman dan
para pujangga akan banyak mendapat bahan inspirasi dari pemandangan Danau Maninjau ini, bahkan mungkin akan kehabisan warna untuk melukiskan
keindahannya. Berbagai keindahan tersebut disampaikan sebagai gambaran umum kondisi Danau Maninjau pada masa lampau.
Kondisi Danau Maninjau akhir-akhir ini, menurut Badjoeri dalam Setyawan, 2004, telah mengalami berbagai macam degradasi dan gejala-gejala
penurunan kualitas alaminya. Hasil analisis Badjoeri menunjukkan bahwa Danau Maninjau telah mengalami eutrofikasi, telah terjadi penumpukan bahan organik
dan ketidakseimbangan proses dalam siklus karbon pada dasar danau, dan terjadi perputaran arus atau turbulensi pada sistem perairan yang menyebabkan oksigen
terdapat sampai ke dasar perairan atau disebut juga nitrifikasi pada dasar danau.
Penurunan kualitas air Danau Maninjau ini juga disebabkan oleh pembuatan bendungan PLTA di Batang Antokan sebagai outlet Danau Maninjau yang
menyebabkan pembalikan massa air dari kolom air bagian bawah yang anaerobik dan mengandung gas beracun, pembuatan karamba budidaya ikan, dan
peningkatan aktivitas-aktivitas berlimbah domestik disekitar danau, seperti pertokoan, hotel, cafe, rumah makan, rekreasi masal, pasar, dan sebagainya.
Penurunan kualitas jasa lingkungan ini merupakan akibat dari semakin intensifnya tekanan aktivitas sosial ekonomi masyarakat saat ini.
2.3. Sistem Adat Budaya Minangkabau