76
Berdasarkan hasil observasi yang ditemukan di lapangan, menunjukkan bahwa ada kesenjangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan di
Waipukang. Pendidikan anak laki-laki di Waipukangtergolong baik karena sebagian besar orangtua masih memprioritaskan anak laki-laki sedangkan anak
perempuan selalu dinomorduakan dalam pendidikan. Pendidikan anak di Waipukangseiring perkembangan zaman mengalami banyak perubahan dimana
beberapa orangtua akhirnya sadar untuk menyekolahkan anak perempuanya. Namun sebagian besar masyarakat masih menggunakan budaya sebagai acuan
sehingga anak perempuan jarang mendapat kesempatan untuk bersekolah. Dari hasil wawancara peneliti dengan pemerhati pendidikan, dahulu
perempuan sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Menurut pengakuannya, jumlah guru wanita yang ada di desa
Waipukangwaktu itu adalah 1 satu orang yakni beliau sendiri. Guru wanita tersebut juga sebagai satu-satunya perempuan di Waipukangyang diijinkan
sekolah oleh orangtuanya, itupun karena karena orangtuanya adalah penguasa kampung saat itu. Berikut penuturan langsungnya :
“Tahun 1980an guru perempuan di Waipukanghanya saya sendiri ama. Baru tahun 1990an ada guru perempuan yang lainnya, sekitar 5 orang.
Saya diijinkan untuk sekolah juga karena bapak saya adalah seorang pemangkuh adat terbesar di desa kita. Ketika saya sekolah hingga D1
teman teman saya masih bersekolah di sekolah rakyat dan hanya sampai di tingkat pendidikan itu saja, sebatas mereka bisa membaca dan
menulis
” DN, 21, Maret 2015.
a. Implikasi Pemberian Kesempatan Pendidikan terhadap Anak Laki-laki
Paham budaya Lamaholot menjunjung tinggi martabat laki-laki oleh karenanya anak laki-laki menjadi prioritas utama oleh keluarga dan suku.
77
Dilahirkan menjadi anak laki-laki menurut kepercayaan budaya Lamaholot adalah anak yang siap menjadi penyambung tongkat estafet keluarga dan
suku. Anak laki-laki menurut budaya Lamaholot, biasa disebut dengan julukan
“ana suku” atau anak sukupewaris suku. Anak laki-laki menjadi anak yang dijaga, dilindungi, diperhatikan, diprioritaskan dan tidak
tergantikan karena kelak ia akan berguna bagi keluarga dan sukunya. Seperti yang diungkapkan oleh orangtua, salah satu informan wawancara berikut :
“Mengenai siapa yang lebih diperioritaskan dalam pendidikan tentunya anak laki-laki karena selain menjadi penopang kehidupan
keluarga kelak, juga menjadi penyambung tongkat estafet suku, menjadi anak suku hanya diperuntukan kepada laki-laki oleh kerena
itu laki-laki tet
ap diutamakan”. SR, 16 Maret 2015 Hal yang sama disampaikan oleh orangtua, bahwa :
“Jika disuruh memilih, anak laki-laki yang diutamakan dalam pendidikan karena ketika ia sudah bekerja ia akan berkontribusi
kepada suku dan keluarga. Pendidikan anak lak-laki akan berdampak baik bagi suku, misalnya pada sumbangan material atau non material
untuk perkem
bangan suku”. RK, 14 Maret 2015 Hal ini juga didukung oleh tokoh masyarakat, bahwa :
“Kebiasaaan adat tentunya memilih laki-laki untuk didahulukan dalam segala hal, termasuk kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal
ini dikarenakan setelah menikah, anak perempuan akan mengabdi sepenuhnya kepada keluarga suaminya Adat Lamaholot sehingga
orangtua perempuan tidak lagi mempunyai hak kepada anak perempuannya. Oleh karena itu jelas jika orangtua lebih
memprioritaskan anak laki-laki. Karena selain sebagai pewaris suku dan pelanjut kehidupan keluarga, laki-laki juga akan berkontribusi
untuk perkembangan sukunya setelah ia bekerja lewat sumbangan material maupun non material. Misalnya untuk rehapitulasi rumah
adat, dan pengumpulan dana untuk seremonial adat.” DP, 15 Maret 2015
Anak laki-laki ketika selesai mengenyam pendidikan, ia akan mempunyai tanggungan yang berat, selain untuk melanjutkan kehidupan