Biohydrogen Production using Photosynthetic Bacteria Rhodobium marinum by different lighting

i

PRODUKSI BIOHIDROGEN OLEH BAKTERI
FOTOSINTETIK Rhodobium marinum PADA
PENCAHAYAAN BERBEDA

FATMA HASTUTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ii

ABSTRAK
FATMA HASTUTI. Produksi Biohidrogen oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium
marinum pada Pencahayaan Berbeda. Dibimbing oleh SYAMSUL FALAH dan
DWI SUSILANINGSIH.
Kebutuhan terhadap energi terus menerus meningkat dan berbagai

permasalahan akibat penggunaan bahan bakar fosil mendorong pencarian
alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan. Biohidrogen sebagai energi
baru dan alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan berpotensi untuk
mengatasi permasalahan energi. Mikrob penghasil hidrogen sangat dipengaruhi
oleh cahaya. Penelitian ini memfokuskan pengaruh panjang gelombang cahaya
terhadap produksi hidrogen. Tujuan penelitian ini adalah menentukan cahaya
efektif dari cahaya ultraviolet (UV) dan warna (merah, kuning, dan biru) bagi
bakteri fotosintetik Rhodobium marinum untuk memproduksi hidrogen secara
maksimum. Gas hidrogen ditentukan dengan kromatografi gas menggunakan
detektor konduktivitas termal, kolom poropak, dengan temperatur injektor,
detektor, serta kolom masing-masing adalah 150, 250, dan 80 ˚C . Total gas hasil
fotofermentasi perlakuan cahaya merah, kuning, biru, dan UV masing-masing
adalah 150, 145, 131, dan 95 ml. Analisis kromatografi gas menghasilkan kadar
hidrogen dari total gas tersebut untuk perlakuan cahaya merah, kuning, biru, dan
UV masing-masing adalah 8.725, 13.565, 5.495, dan 6.905 ml. Perlakuan cahaya
kuning menghasilkan gas hidrogen terbanyak di antara perlakuan cahaya lainnya,
sehingga cahaya kuning menjadi panjang gelombang maksimum bagi R. marinum
dalam memproduksi hidrogen.

iii


ABSTRACT
FATMA HASTUTI. Biohydrogen Production using Photosynthetic Bacteria
Rhodobium marinum by different lighting. Under the direction of SYAMSUL
FALAH and DWI SUSILANINGSIH.
Energy demand that increases continuously and various problems are
found in using fossil fuels motivates searching reneawable alternative energy.
Biohydrogen as a new and renewable energy has a potential in resolving the
energy problems. Hydrogen producing microbe is affected by lighting. This study
concerns with effective wavelength lighting for hydrogen producing. The aim of
this study is to determine effective lighting from UV and visible light (red,
yellow, and blue) for maximum biohydrogen production by photosyntetic bacteria
Rhodobium marinum. Hydrogen gas from photo fermentation was determined
using gas chromatography (GC) with thermal conductivity detector, poropak
column, with temperatur of injector, detector, and column were 150, 250, dan 80
˚C, respectively. Total gas from photo fermentation generated with UV and visible
(red, yellow, blue) lighting were 150, 145, 131, dan 95 ml, respectively. GC
analysis showed hydrogen content from total gas of UV and visible (red, yellow,
blue) lighting are 8.725, 13.565, 5.495, dan 6.905 ml, respectively. Yellow
lighting resulted in the highest amount of hydrogen gas among the others.

Therefore, the wavelength of yellow lighting is the maximum for R. marinum to
produce hydrogen.

iv

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Produksi Biohidrogen oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium
marinum pada Pencahayaan Berbeda
Fatma Hastuti
G84061292


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Dwi Susilaningsih, M.Pharm
Anggota

Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si
Ketua

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

v

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

ix

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Biohidrogen ........................................................................................
Fermentasi .........................................................................................
Mikroorganisme Penghasil Gas Hidrogen ..........................................
Produksi Biohidrogen .........................................................................
Enzim Penghasil Hidrogen ..................................................................
Pengaruh Cahaya pada Produksi Hidrogen .........................................
Pertumbuhan Mikrob ..........................................................................

Kromatografi Gas ...............................................................................

2
2
3
3
4
5
5
6

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ..................................................................................
Metode ..............................................................................................

7
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber Pencahayaan .........................................................................

Kurva Pertumbuhan Rhodobium marinum pada Pencahayaan
Berbeda ...............................................................................................
Kandungan Glukosa ...........................................................................
Total Gas dan Analisis Gas Hasil Fermentasi .....................................
Pertumbuhan R. marinum dan Produksi Gas H2 pada Pencahayaan
Berbeda ...............................................................................................

9
10
11
12
13

SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

15


LAMPIRAN ................................................................................................

16

vi

DAFTAR GAMBAR

1

Halaman
Pertumbuhan bakteri R. marinum pada pencahayaan berbeda ................. 10

2

Kandungan glukosa media produksi pada pencahayaan berbeda ..............

11


3

Jumlah gas hasil fermentasi .....................................................................

12

4

Pertumbuhan R. marinum dan produksi gas H2 pada pencahayaan
berbeda ...................................................................................................

14

DAFTAR LAMPIRAN

1

Halaman
Tahapan penelitian produksi gas hidrogen oleh bakteri
fotosintetik R. marinum pada pencahayaan berbeda ................................. 18


2

Pertumbuhan R. marinum pada pencahayaan berbeda .............................

19

3

Kadar glukosa media pada pencahayaan berbeda .....................................

20

4

Hasil pengukuran gas hidrogen dengan kromatografi gas ........................

21

5


Kandungan gas hidrogen standar .............................................................

22

6

Kurva standar glukosa .............................................................................

23

7

Foto-foto penelitian .................................................................................

24

1

PENDAHULUAN
Penggunaan
bahan
bakar
fosil
menyebabkan sejumlah persoalan-persoalan
seperti: keterbatasan pasokan energi bahan
bakar fosil dan emisi karbon hasil
pembakaran bahan bakar fosil yang
menyebabkan perubahan iklim global,
kerusakan lingkungan, dan penurunan
kesehatan. Pencarian alternatif energi
terbarukan yang ramah lingkungan menjadi
salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan
energi dan mengatasi persoalan akibat
penggunaan bahan bakar fosil.
Beberapa alternatif energi terbarukan yang
ramah lingkungan yaitu bioetanol, biodiesel,
biobutandiol, dan biohidrogen (Bio-H2).
Biohidrogen merupakan energi masa depan
yang menarik banyak perhatian baik dari
kalangan ilmuan maupun politisi dunia.
Hidrogen merupakan sumber energi yang
bersih dan efisien karena proses pembakaran
hidrogen di udara hanya menghasilkan uap air
dan energi panas (Mahyudin & Koesnandar
2006). Nilai panas yang dihasilkan pada
pembakaran hidrogen adalah 282.119 kJ per
mol H2O yang dihasilkan. Nilai tersebut lebih
tinggi dari panas hasil pembakaran bahan
bakar fosil (Chen et al. 2005).
Hidrogen merupakan energi baru dan
dapat diperbaharui. Senyawa hidrogen berada
melimpah di alam baik dalam gas maupun
dalam bentuk komponen yang mengandung
hidrogen seperti: biomasa, bahan bakar fosil,
dan air. Hidrogen dapat dihasilkan dari
berbagai substrat atau bahan baku yang
mengandung hidrogen.
Berbagai metode yang digunakan untuk
menghasilkan hidrogen memerlukan sumber
energi berupa panas, elektrolitik, dan energi
cahaya. Produksi hidrogen secara biologi
berbeda dari cara kimia atau elektrokimia,
yaitu dapat dilakukan pada tekanan dan suhu
normal (Kotay & Das 2008). Produksi
hidrogen secara biologis dapat menggunakan
limbah organik sebagai substrat fermentasi
sehingga membantu dalam menangani
limbah-limbah organik dan membuat produksi
hidrogen lebih ekonomis.
Sejumlah spesies mikrob dari berbagai
taksa dan tipe fisiologi mampu menghasilkan
hidrogen, di antaranya adalah sianobakteria,
bakteri anaerob, dan bakteri fotosintetik.
Mikrob tersebut memproduksi hidrogen
dengan sistem fermentasi dengan bantuan
energi cahaya. Proses fermentasi tersebut
menggunakan substrat organik dan cahaya
untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP)

dan ferredoksin tereduksi (Fdred), kemudian
enzim nitrogenase menggunakan ATP dan
Fdred untuk menghasilkan hidrogen, sehingga
produksi hidrogen lebih efisen. Jenis
fermentasi
tersebut
dikenal
dengan
fotofermentasi.
Menurut Koku et al. (2002), bakteri
fotosintetik merupakan jenis mikrob yang
menguntungkan untuk produksi hidrogen
dalam skala besar. Bakteri fotosintetik
nonsulfur
menghasilkan
hidrogen
menggunakan senyawa organik dan energi
cahaya.
Bakteri
tersebut
memiliki
kemampuan tinggi dalam mengkonversi
substrat
secara
efisien
dan
dapat
menggunakan secara luas berbagai susbtrat
baik untuk pertumbuhan maupun produksi
hidrogen. Efisiensi energi cahaya untuk
memproduksi
hidrogen
oleh
bakteri
fotosintetik lebih tinggi dibandingkan
sianobakteria. Rhodobium marinum (ATCC
35675) merupakan salah satu contoh bakteri
fotosintetik ungu nonsulfur yang dapat
memproduksi H2 (Hiraishi 1995).
Produksi biohidrogen oleh bakteri
fotosintetik ungu nonsulfur melibatkan enzim
nitrogenase dan hidrogenase. Namun, sejak
produksi hidrogen lebih diutamakan pada
nitrogenase, aktivitas hidrogenase ini
terabaikan. Aktivitas nitrogenase pada bakteri
ini terstimulasi kuat oleh cahaya. Pola
iluminasi saat periode terang dan gelap juga
berpengaruh besar dalam kestabilan aktivitas
nitrogenase. Kerja nitrogenase dalam
menghasilkan hidrogen memerlukan sejumlah
besar ATP dan energi tereduksi yang
didapatkan dari hasil fotosistem bakteri
tersebut (Meyer et al. 1978).
Penelitian tentang pengaruh cahaya
ultraviolet (UV) dan warna (merah, biru,
kuning) terhadap produksi hidrogen oleh
Rhodobium marinum belum
dilakukan.
Tujuan penelitian ini adalah menentukan
cahaya efektif dari cahaya UV dan warna
(merah, biru, kuning) bagi bakteri fotosintetik
R. marinum untuk memproduksi hidrogen
secara maksimum. Hipotesis penelitian ini
adalah cahaya UV yang memiliki energi lebih
tinggi dibandingkan cahaya tampak atau
cahaya tampak (merah, kuning, biru) menjadi
panjang gelombang maksimum bagi R.
marinum dalam menghasilkan hidrogen
secara maksimum. Hasil penelitian ini
diharapkan memberi informasi lebih lanjut
mengenai cahaya UV atau warna dalam
menghasilkan hidrogen secara maksimum dan
bermanfaat untuk perencanaan produksi
hidrogen skala besar.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Biohidrogen
Hidrogen berasal dari bahasa Yunani,
hydro yang berarti air, dan genes yang berarti
pembentukan. Hidrogen merupakan unsur
terbanyak dari semua unsur yang ada di alam
semesta. Unsur ini diperkirakan membentuk
komposisi lebih dari 90 % atom-atom di alam
semesta. Hidrogen merupakan unsur yang
bebas, gas paling ringan, dan dapat
berkombinasi dengan elemen lain. Keadaan
normal pada suhu ruang, gas hidrogen terdiri
dari 25 % para-hidrogen dan 75 % orthohidrogen (Mohsin 2004).
Hidrogen dapat dihasilkan melalui:
elektrolisis air, reformasi termokatalitik
terhadap senyawa organik yang kaya
kandungan H2, dan proses biologi. Reformasi
terhadap gas alam, gasifikasi batu bara, dan
elektrolisis air membutuhkan energi yang
sangat banyak dan tidak ramah lingkungan
(Mahyudin & Koesnandar 2006).
Biohidrogen adalah hidrogen yang
diproduksi melalui proses biologi dan
menggunakan bahan-bahan biologis. Proses
produksi
hidrogen
secara
biologi
membutuhkan energi lebih sedikit daripada
cara kimia atau elektrokimia. Produksi
biohidrogen dapat menggunakan mikrob dari
berbagai taksa dan tipe fisiologi. Mikrob
tersebut dapat memproduksi melalui proses
bioteknologi dengan dua cara yaitu proses
fermentasi secara anaerobik atau aerobik
(Mahyudin & Koesnandar 2006).
Gas hidrogen mempunyai kandungan
energi tertinggi di antara beberapa bahan
bakar, yaitu 143 Gjton-1 per unitnya (Boyles
1984, diacu dalam Mahyudin & Koesnandar
2006).
Pembakaran
hidrogen
tidak
menghasilkan emisi karbon yang memberikan
kontribusi pada polusi lingkungan dan
perubahan iklim, sehingga tidak menimbulkan
efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau
hujan asam. Hasil pembakaran hidrogen di
udara hanya menyisakan uap air dan energi
panas (Mahyudin & Koesnandar 2006).
Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa Latin
“fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti
kata dari bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan
dengan kondisi cairan bergelembung atau
mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya
aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau
biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida merupakan hasil katabolisme
anaerobik terhadap gula yang terkandung

dalam ekstrak buah-buahan atau biji-bijian.
Berdasarkan historinya, fermentasi berasal
dari kata ferment, yang merupakan istilah
yang digunakan oleh Louis Pasteur untuk
menyebutkan senyawa yang berperan dalam
proses fermentasi. Ternyata senyawa tersebut
adalah enzim yang berperan dalam fermentasi
gula menjadi etanol dan karbondioksida
(Nelson & Cox 2004). Proses fermentasi
pada mulanya diartikan sebagai proses
pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan
karbondioksida. Tetapi fermentasi tidak selalu
menggunakan karbohidrat sebagai susbtrat
(Winarno et al. 1980).
Fermentasi memiliki arti yang berbeda
bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri.
Arti fermentasi pada bidang biokimia
dihubungkan dengan pembangkitan energi
oleh penguraian senyawa organik. Pada
bidang mikrobiologi industri, fermentasi
memiliki arti yang lebih luas, yang
menggambarkan
setiap
proses
untuk
menghasilkan produk dari pembiakan
mikroorganisme (Sumarsih 2007). Pada
prinsipnya,
fermentasi
adalah
proses
perubahan substrat organik yang kompleks
menjadi komponen yang lebih sederhana
dengan adanya aktivitas enzim dan mikrob
dalam keadaan yang terkontrol (Kim & Gadd
2008).
Fermentasi
terjadi
sebagai
hasil
metabolisme tipe anaerobik, yang mana
mikrob dapat mencerna glukosa sebagai
bahan baku energinya tanpa adanya oksigen,
dan sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa
yang dipecah dan menghasilkan sejumlah
kecil energi, karbon-dioksida, air, dan produk
akhir metabolisme lainnya (Nelson & Cox
2004). Fermentasi dalam proses bioteknologi
merupakan bagian penting dari pemanfaatan
mikrob untuk mengubah substrat menjadi
produk
yang
diinginkan
dengan
pengkondisian sistem, seperti temperatur, pH,
oksigen terlarut, dan lain-lain (Suwandi
2009).
Tiga jenis sistem fermentasi dalam proses
bioteknologi, yaitu sistem diskontinyu
(batch), kontinyu, dan semikontinyu (fedbatch). Sistem fermentasi diskontinyu
dilakukan pemberian medium, nutrisi, dan
bakteri
pada
awal
fermentasi.
Mikroorganisme
dan
sintesis
produk
berlangsung dalam media, kemudian setelah
sintesis produk maksimum, semua substrat
diambil bersamaan dan dilakukan proses
isolasi produk.
Pada sistem kontinyu,
pemberian medium, nutrisi, serta pengeluaran
sejumlah fraksi dari volume kultur terjadi

3

secara terus-menerus. Sistem semikontinyu
adalah sistem fermentasi yang substratnya
ditambahkan
secara
kontinyu
selama
fermentasi berlangsung tanpa mengeluarkan
sesuatu dari sistem (Suwandi 2009).
Mikroorganisme Penghasil Gas Hidrogen
Mikroorganisme yang dapat menghasilkan
hidrogen terdiri atas tiga jenis, yaitu:
sianobakteria, bakteri anaerob, dan bakteri
fotosintetik.
Sianobakteria
merupakan
mikroorganisme yang memproduksi hidrogen
dengan cara fotosintesis, yaitu memecah air
menjadi hidrogen dan oksigen. Sianobakteria
dapat mengkonversi langsung energi cahaya
menjadi energi kimia sehingga tidak
membutuhkan akumulasi radiasi bahan bakar
atau substansi organik dalam media bakteri
(Sirait 2007). Kelemahan organisme ini dalam
memproduksi hidrogen adalah proses
produksi hidrogen lambat, sistem reaksinya
membutuhkan energi yang besar, dan
membutuhkan penanganan khusus untuk
memisahkan gas hidrogen dan oksigen
(Zaborsky et al. 1998).
Bakteri anaerob menggunakan substansi
organik sebagai sumber elektron dan energi
tunggal, serta mengkonversinya menjadi
hidrogen. Reaksinya cepat dan prosesnya
tidak memerlukan bahan bakar sehingga
membuat bakteri ini berguna bagi skala besar
limbah cair. Namun, bakteri ini memiliki
kelemahan dalam memproduksi gas hidrogen,
yaitu hasil dekomposisi atau penguraian
senyawa organik menghasilkan asam-asam
organik (asam asetat, asam butirat, dan lainlain). Asam organik tersebut menimbulkan
masalah baru bila tujuan dari produksi adalah
untuk menanggulangi limbah (Zaborsky et al.
1998).
Bakteri fotosintetik memiliki sistem di
antara bakteri anaerob dengan sianobakteria
untuk menghasilkan hidrogen. Bakteri ini
memiliki kemampuan dalam mengkonversi
substansi organik menjadi hidrogen dengan
laju yang cukup tinggi, namun juga
menggunakan cahaya dalam membantu reaksi
pembentukan hidrogen. Energi cahaya yang
dibutuhkan untuk memproduksi hidrogen
lebih kecil karena peran senyawa organik.
Senyawa organik yang dapat digunakan oleh
bakteri ini adalah gula, laktat, asam lemak,
tepung, selulosa, limbah organik dan lain-lain.
Bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi
hidrogen antara lain Rhodopseudomonas,
Rhodobacter, Anabaena, Chlamydomonas,
Chromatium, dan Thiochapsa (Zaborsky et al.
1998).

Rhodobium marinum (ATCC 35675)
merupakan salah satu bakteri fotosintetik
yang
dapat
memproduksi
hidrogen.
Rhodopseudomonas marina atau lebih dikenal
dengan
nama
Rhodobium
marinum
merupakan
bakteri
fotosintetik
ungu
nonsulfur, yaitu bakteri yang dapat
menggunakan sulfida sebagai donor elektron,
tetapi tidak bisa tumbuh pada konsentrasi
sulfida yang tinggi. Selnya berbentuk batang,
gram negatif, bergerak, memproduksi warna
pink ke merah,
fotoheterotrof fakultatif
anaerob dan dapat melakukan reproduksi
melalui budding (kuncup). Bakteri ini
diisolasi dari air laut pada tahun 1995
(Hiraishi 1995).
Produksi Biohidrogen
Produksi biohidrogen oleh mikrob dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu perubahan
secara fotobiologis dan teknik fermentasi.
Teknik yang pertama hanya dapat dilakukan
pada siang hari yaitu ketika adanya matahari.
Hal ini dikarenakan mikrob fotosintetik
menggunakan energi dari sinar matahari
sebagai sumber energi mereka. Teknik yang
kedua dapat berlangsung pada siang maupun
malam hari (dalam keadaan gelap). Produksi
hidrogen yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan teknik fotofermentasi untuk
menghasilkan hidrogen yang optimal.
Produksi hidrogen dengan fotofermentasi
oleh bakteri fotosintetik membutuhkan energi
cahaya dan senyawa organik. Energi cahaya
oleh bakteri fotosintetik akan dikonversi
menjadi energi potensial elektron kemudian
membentuk ATP. Dalam proses berikutnya,
elektron dinaikkan atau ditransfer untuk
mereduksi feredoksin yang merupakan
pembawa elektron ke nitrogenase (enzim
yang dapat memproduksi hidrogen). Produk
ATP disuplai ke enzim tersebut bersamaan
dengan pembawa elektron. Nitrogenase
memerlukan ATP dan 2 Fdred untuk
menghasilkan hidrogen. Foton mengaktifkan
fotosistem di pusat reaksi untuk memompa
proton. Proton ditransfer bersamaan dengan
penghasilan ATP. Dua sampai tiga proton
digunakan untuk memberikan ATP (Zaborsky
et al. 1998).
Produksi biohidrogen oleh R. marinum
melibatkan enzim nitrogenase. Reaksi yang
terjadi pada enzim nitrogenase adalah sebagai
berikut:
2H+ + 2 Fdred + 4 ATP
H2 + 2 Fdoks +
4ADP + 4 Pi.
Reaksi tersebut berlangsung jika terdapat
cahaya, tetapi tidak terdapat oksigen, dan

4

dalam kondisi nitrogen terbatas. R. marinum
memperoleh elektron dari senyawa organik
untuk mereduksi proton menjadi molekul
hidrogen. Jika molekul nitrogen tidak ada,
enzim nitrogenase akan mereduksi proton
menjadi gas hidrogen yang dibantu dengan
energi dalam bentuk ATP dan elektron yang
diperoleh dari feredoksin. Dalam proses
fotosistem bakteri ini, tidak terbentuk oksigen
sehingga tidak menghambat kerja enzim
nitrogenase mengingat enzim nitrogenase
sensitif terhadap oksigen (Akkerman 2002).
Enzim Penghasil Hidrogen
Proses produksi hidrogen secara biologi
bergantung pada keberadaan enzim penghasil
hidrogen. Bakteri fotosintetik ungu nonsulfur,
memiliki enzim yang dapat memproduksi
hidrogen yaitu nitrogenase dan hidrogenase.
Enzim hidrogenase memiliki kemampuan
memproduksi sekaligus dapat mengkonsumsi
hidrogen yang telah dihasilkan. Secara umum
sifat hidrogenase dapat dikatakan sebagai
metabolik
antagonis
dari
nitrogenase
(Tamagnini et al. 2002).
Nitrogenase
merupakan
kompleks
enzimatik yang dapat memfiksasi nitrogen di
udara. Kompleks nitrogenase berada bebas di
dalam organisme yang memfiksasi nitrogen
dan juga berada di dalam bakteri yang
memfiksasi nitrogen. Berikut persamaan
reaksi pembentukan amonia dari fiksasi
nitrogen :
N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP
2NH3 + H2 +
16 ADP + 16 Pi.
Reduksi nitrogen menjadi amonia merupakan
reaksi endergonik yang memerlukan energi
metabolisme tinggi dalam bentuk ATP.
Amonia dibentuk pada proses ini ditambatkan
ke dalam asam amino glutamat dan glutamin
serta asam nukleat (Tamagnini et al. 2002).
Kompleks nitrogenase mengandung 2 tipe
protein, yaitu dinitrogenase (protein MoFe
atau protein 1 atau protein pertama), dan
dinitrogenase reduktase (protein Fe atau
protein kedua). Protein MoFe memiliki berat
molekul (BM) 220-240 kDa. Protein ini
merupakan
heterotetramer
α2β2
yang
mengandung 28 ion Molibdenum sebagai
kofaktor, (Tamagnini et al. 2002). Protein
MoFe mengandung dua set kelompok logam
unik : kelas P ([8Fe-7S]) yang menjembatani
antara masing-masing pasangan subunit αβ,
dan kofaktor FeMo (FeMoco) yang berlokasi
di dalam subunit α (Hu et al. 2006).
Protein Fe memiliki BM 60-70 kDa,
dibentuk dari 2 subunit yang mengandung 8
atom Fe sebagai kofaktor, dan berperan

spesifik dalam mediasi transfer elektron dari
donor elektron luar (feredoksin atau
flavodoksin) ke dinitrogenase (Tamagnini et
al. 2002). Homodimer protein Fe yang
dienkodekan oleh nifH mengandung dua situs
penempelan nukleotida (satu per subunit) dan
satu kelas [4Fe-4S] pada antarmuka dimer.
Bersamaan dengan hidrolisis ATP oleh
protein Fe, elektron ditransfer berturut-turut
dari kelas [4Fe-4S] di dalam protein Fe
melalui kelas P di dalam protein MoFe ke
FeMoco, yang mana terjadi reduksi substrat.
Protein Fe juga penting untuk perakitan dari
komplek kelas di dalam protein MoFe. Delesi
gen nifH yang mengenkodekan protein Fe
menghasilkan pembentukan protein MoFe
dengan kelas P terganggu atau prekursor
fragmen yang terdiri atas [4Fe-4S] seperti
kelas P akan terganggu, mengindikasikan
bahwa protein Fe mungkin memfasilitasi
penggabungan fragmen-fragmen ini menjadi
bentuk rakitan penuh [8Fe-7S] kelas P (Hu et
al. 2006). Kofaktor logam baik Fe maupun
Mo meletakkan nitrogen di dalam posisi yang
mudah untuk dikonversi menjadi amonia.
Kedua protein tersebut bersama-sama
memfiksasi nitrogen di udara. Nitrogenase
sangat sensitif terhadap oksigen. Oksigen
dapat menginaktivasi aktivitas nitrogenase
(Tamagnini et al. 2002).
Hidrogenase merupakan enzim yang
mengkatalisis oksidasi reversibel dari H2
menjadi proton. Beberapa mikroorganisme
menggunakan enzim ini dengan tujuan yang
berbeda-beda. Banyak bakteri dan arkaea
dapat menggunakan hidrogen sebagai sumber
elektronnya dengan bantuan hidrogenase.
Beberapa bakteri fermentatif dan alga hijau
menggunakan hidrogenase untuk melepas
kelebihan power reduksi dengan mereduksi
proton menjadi hidrogen, dan bakteri
pemfiksasi
nitrogen
menggunakan
hidrogenase untuk menangkap kembali
hidrogen yang telah diproduksi oleh
nitrogenase (Lindberg 2003).
Hidrogenase dibagi menjadi tiga kelas
berdasarkan
filogenetik,
yaitu
[Fe]hidrogenase, [NiFe]-hidrogenase, dan logam
bebas-hidrogenase
(Linberg
2003).
Berdasarkan komponen logam dari sisi aktif
yang menempel atau membebaskan H2,
hidrogenase terbagi atas 3 kelas yaitu [NiFe]-,
[FeFe]-, dan [Fe] hidrogenase (Stripp et al.
2009).
Hidrogenase berpotensi sebagai katalis
dalam menghasilkan bahan bakar sel,
menyediakan potensial elektron rendah untuk
digunakan dalam reaksi reduksi, dan

5

fotogenerasi H2 secara enzimatik. Reaksi
terjadi pada sisi aktif bimetalik yang terdiri
atas atom Fe ([FeFe]-hidrogenase) atau Ni
dan Fe ([NiFe]-hidrogenase), dikoordinasikan
oleh ligan CO dan CN- (Stripp et al. 2009).
[NiFe]-hidrogenase merupakan heterodimer
dengan sisi aktif mengandung 2 subunit besar
dan sistem penyaluran elektron kelas [FeS]
yang melalui subunit kecil. Ukuran subunit
besar dan kecil cenderung konsisten, masingmasing 60 kDa dan 30 kDa. Kelas [FeS]
menyediakan sistem penyaluran transfer
elektron yang mengizinkan loncatan elektron
melewati matriks protein. Saluran uap
menyediakan jalur untuk H2 dalam melintasi
antara sisi aktif dan bagian eksterior protein,
dan
sejumlah
residu
yang
mudah
dideprotonasi pada jalur transfer proton
(Linberg 2003).

membran fotosintetik dihasilkan bervariasi
berlawanan dengan intensitas cahaya.
Konversi energi cahaya juga berhubungan
dengan kesesuaian pigmen yang ada. Bila
cahaya tertentu diserap oleh pigmen yang
sesuai mungkin akan meningkatkan efisiensi
penggunaan cahaya oleh bakteri. Perbedaan
intensitas cahaya dan pergantian periode
terang dan gelap akan mempengaruhi
aktivitas nitrogenase dalam memproduksi
hidrogen.
Intensitas cahaya juga berperan penting
dalam pertumbuhan bakteri fotosintetik. Pada
R. sphaeroides, intensitas cahaya yang tinggi
akan meningkatkan pertumbuhan dan
sebaliknya intensitas cahaya menurun, maka
pertumbuhan menurun. Pertumbuhan tertinggi
tidak selalu terdapat pada pemberian
intensitas cahaya yang tertinggi (Akose 2008).

Pengaruh Cahaya pada Produksi Hidrogen
Cahaya merupakan salah satu parameter
penting yang dibutuhkan dalam produksi
hidrogen
oleh
bakteri
fotosintetik.
Penggunaan cahaya secara optimal oleh
bakteri sangat penting dalam menghasilkan
hidrogen yang maksimal. Berbagai jenis
cahaya memiliki intensitas dan panjang
gelombang yang berbeda-beda. Efektivitas
spektrum warna yang berbeda-beda dari
cahaya tampak akan menaikkan hasil
fotosintesis. Bila spektrum sesuai dengan
pigmen fotosintesis maka serapan terhadap
cahaya akan meningkatkan hasil fotosintesis
(Nelson & Coxx 2004).
Pada kondisi
anaerobik di bawah pencahayaan, aparatus
fotosintetik bakteri akan mengkonversi energi
cahaya menjadi ATP. Jumlah cahaya yang
diterima oleh pigmen antena bakteri akan
menentukan tahap eksitasi dan transfer
elektron
pada
proses
fotofermentasi
(Akkerman 2002).
Produksi hidrogen yang dikatalisis oleh
nitrogenase juga bergantung pada proporsi
intensitas cahaya (Koku et al. 2002).
Berdasarkan hasil penelitian Roh et al.
(2004), pada Rhodobacter sphaeroides
intensitas cahaya menentukan level dan
jumlah seluler Intacytoplsmic Membrane
(ICM). Sistem ICM ini merupakan sistem
yang mendirikan aparatus fotosintetik dan
memiliki
komponen
penting,
seperti:
penangkap energi cahaya, transfer elektron,
serta transduksi energi.
Menurut Koku et al. (2002), pengaruh
cahaya pada
bakteri fotosintetik akan
mengendalikan sintesis aparatus fotosintetik.
Dalam keadaan anaerobik, sejumlah vesikel

Pertumbuhan Mikrob
Pertumbuhan adalah penambahan mikrob
secara teratur semua komponen sel suatu
jasad. Pertumbuhan dapat diamati dari
meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat
kering sel). Pada umumnya bakteri dapat
memperbanyak diri dengan pembelahan
binner, yaitu satu sel membelah menjadi 2 sel
baru. Waktu yang diperlukan untuk membelah
diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna
disebut
waktu
generasi.
Kecepatan
pertumbuhan merupakan perubahan jumlah
atau massa sel per unit waktu. Pertumbuhan
dapat diukur dari perubahan jumlah sel atau
berat kering massa sel. Jumlah total sel
mikrob dapat ditetapkan langsung dengan
pengamatan mikroskopis dan diamati dengan
menggunakan metode ruang hitung (counting
chamber). Jumlah sel hidup dapat ditetapkan
dengan metode plate count.
Pertumbuhan sel dapat diukur dari massa
sel dan secara tidak langsung dengan
mengukur turbiditas cairan medium tumbuh.
Turbiditas dapat diukur menggunakan alat
fotometer, semakin pekat atau semakin
banyak populasi mikrob maka cahaya yang
diteruskan semakin sedikit. Turbiditas juga
dapat diukur menggunakan spektrofotometer
dengan nilai yang diketahui berupa Optical
Density (OD). Unit fotometer atau optical
density proporsional dengan massa sel dan
juga jumlah sel.
Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam
medium baru yang sesuai akan tumbuh
memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu
tertentu jumlah bakteri dihitung atau diukur
dan dibuat grafik hubungan antara jumlah
bakteri dengan waktu , maka akan diperoleh

6

suatu grafik atau kurva pertumbuhan.
Pertumbuhan populasi mikrob dibedakan
menjadi dua, yaitu biakan sistem tertutup
(batch culture) dan biakan sistem terbuka
(continous culture).
Biakan sistem tertutup memerlukan
pengamatan jumlah sel dalam waktu yang
cukup lama untuk memberikan gambaran
berdasarkan kurva pertumbuhan
bahwa
terdapat fase-fase pertumbuhan. Fase
pertumbuhan dimulai pada fase permulaan,
fase pertumbuhan yang dipercepat, fase
pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase
pertumbuhan yang mulai dihambat, fase
stasioner maksimum, fase kematian yang
dipercepat, dan fase kematian logaritma.
Fase permulaan ditandai dengan bakteri
baru menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru, sehingga sel belum membelah diri.
Sel mikrob mulai membelah diri pada fase
pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu
generasinya masih panjang. Fase permulaan
sampai fase pertumbuhan dipercepat disebut
lag phase. Sel membelah diri paling cepat
terdapat pada fase pertumbuhan logaritma
atau pertumbuhan eksponensial, dengan
waktu generasi yang pendek dan konstan.
Selama fase logaritma, metabolisme sel paling
aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan
jumlah konstan sampai nutrien habis atau
terjadinya penimbunan hasil metabolisme
yang
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan.
Fase pertumbuhan yang mulai terhambat
ditandai dengan berkurangnya kecepatan
pembelahan sel dan jumlah sel yang mati
mulai bertambah. Pada fase stasioner,
maksimum jumlah sel yang mati semakin
meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup
hasil pembelahan sama dengan jumlah sel
yang mati,
sehingga jumlah sel hidup
konstan,
seolah-olah
tidak
terjadi
pertumbuhan. Pada fase kematian yang
dipercepat, kecepatan kematian sel terus
meningkat, sedangkan kecepatan pembelahan
sel nol, sampai pada fase kematian logaritma
maka kecepatan kematian sel mencapai
maksimal, sehingga jumlah sel hidup
menurun dengan cepat seperti deret ukur.
Namun, penurunan jumlah sel hidup tidak
mencapai nol, dalam jumlah minimum
tertentu sel mikrob akan tetap bertahan sangat
lama dalam medium (Sumarsih 2007).
Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode
separasi sampel yang dapat memisahkan
komponen-komponen sampel di antara dua

fase, yaitu fase diam dengan luas area yang
besar, dan fase gerak berupa gas yang
mengalir melewati fase diam. Pada proses
elusi, sampel diuapkan dan dibawa oleh gas
pembawa (fase gerak gas) melewati kolom.
Sampel dibagi ke dalam fase diam cair
berdasarkan kelarutannya pada temperatur
yang diberikan. Komponen-komponen sampel
memisah dari yang lain berdasarkan tekanan
uap relatif dan afinitas terhadap fase diam
(Mcnair & Miller 1998).
Berdasarkan fase diam yang digunakan,
kromatografi gas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
kromatografi gas-padat dan kromatografi gascair. Metode separasi dengan kromatografi
gas memiliki beberapa keuntungan, di
antaranya adalah 1) Analisis cepat, dalam
beberapa
menit.
2)
Efisen
karena
menghasilkan resolusi yang tinggi, 3) Sensitif
karena deteksi dalam ppm atau sering juga
ppb, 4) Tidak dekstruktif, sehingga bisa
digabung dengan spektroskopi massa
(GCMS), 5) Keakuratan tinggi dalam analisis
kuantitatif, 6) Sampel yang digunakan sangat
sedikit (dalam mikro), 7) Dan murah. Namun,
kromatografi gas ini juga memiliki
keterbatasan, yaitu terbatas untuk sampel
volatil, tidak cocok untuk sampel yang tidak
tahan panas, sulit bagi sampel preparatif atau
sampel yang banyak, dan memerlukan
spektroskopi untuk mengidentifikasi puncak
hasil kromatografi gas. (Mcnair & Miller
1998)
Bagian-bagian dasar gas kromatografi
secara sederhana di antaranya adalah gas
pembawa, kontrol laju alir, injektor, kolom,
detektor, dan sistem data. Bagian utama dari
kromatografi
adalah
kolom.
Kolom
merupakan tabung yang berisi sokongan inert
untuk fase diam cair yang dilapiskan. Kolom
yang sering digunakan saat ini adalah yang
dibuat dari leburan silika dan tabung terbuka
dengan dimensi kapiler. Gas pembawa
berfungsi untuk membawa sampel melewati
kolom. Gas pembawa merupakan fase gerak
yang inert dan terdiri dari berbagai jenis yang
memiliki kecocokan berbeda-beda untuk
berbagai detektor. Kolom kromatografi
dipaket secata kuat dengan fase diam pada
pendukung padat inert (Mcnair & Miller
1998).
Temperatur lubang injeksi hendaknya
cukup untuk menguapkan sampel dengan
cepat sehingga tidak mengurangi efisiensi
hasil. Pada injeksi penguapan cepat,
temperatur lubang injeksi sekitar 50˚C lebih
panas dari titik leleh sampel. Temperatur
kolom sebaiknya cukup panas, biasanya tidak

7

lebih tinggi dari titik leleh sampel.
Temperatur untuk detektor diatur berdasarkan
detektor yang dipakai (Mcnair & Miller
1998).
Detektor sangat sensitif terhadap keluaran
dari kolom dan mencatat keluaran dalam
bentuk kromatogram. Sinyal detektor sesuai
terhadap jumlah analit sehingga data dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif. Detektor
yang paling umum adalah flame ionization
detector (FID). FID merupakan detektor yang
memiliki sensitivitas tinggi, linearitas, dan
murah. Beberapa detektor lain adalah thermal
conductivity detector (TCD), electron capture
detector (ECD) (Mcnair & Miller 1998).
Sistem data umumnya terdiri atas 2 jenis,
yaitu integrator dan komputer. Pada integrator
berbasis
mikroprosesor,
mikroprosesor
didedikasikan dengan konventer analog ke
digital untuk menghasilkan kromatrogram dan
data analisis kuantitatif. Algoritma dipakai
untuk mendukung fungsi tersebut. Komputer
memiliki fleksibilitas paling besar dalam
mendapatkan
data,
mengontrol
alat,
mereduksi
data,
menampilkan
dan
mentransfer ke alat lain. Komputer lebih
sering digunakan karena memorinya besar,
pemrosesan cepat, dan fleksibel untuk
antarmuka pengguna (Mcnair & Miller 1998).
Cara
kerja
kromatografi
secara
keseluruhan dan sederhana yaitu, gas
pembawa yang inert mengalir secara kontinyu
dari tabung silinder gas masuk ke lubang
injeksi, kemudian ke kolom, dan detektor.
Laju alir gas pembawa ini dikontrol untuk
menghasilkan waktu retensi yang tepat dan
meminimalkan
gangguan.
Selanjutnya,
sampel diinjeksi ke dalam lubang injeksi yang
panas, diuapkan dan dibawa ke dalam kolom.
Sampel terpartisi antara fase diam dan fase
gerak, kemudian pemisahan komponen
masing-masing berdasarkan kelarutan relatif
dalam fase diam cair dan tekanan uap relatif.
Setelah melewati kolom, gas pembawa dan
sampel melalui detektor sehingga dihasilkan
sinyal-sinyal
listrik
yang
kemudian
dikirimkan ke sistem data atau sistem pencatat
dan terakhir dihasilkan kromatogram. Sistem
pencatatan data secara otomatis melaporkan
luas puncak, kalkulasi bentuk, data kuantitatif,
dan waktu retensi (Mcnair & Miller 1998).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tabung ulir, botol Schott 1000 ml,
botol serum 100 ml, gelas kimia, pipet mikro,

pipet pasteur, syringe (5 ml dan 50 ml), rak
tabung, selang, shaker, inkubator bergoyang,
neraca analitik, neraca timbang, vortex,
mikrosentrifus dan sentrifus RC26 rotor
GSA.
Alat
yang
digunakan
untuk
pencahayaan, yaitu lampu berwarna merah,
kuning, biru, dan lampu ultraviolet (UV).
Selain itu, alat analisis yang digunakan adalah
alat pengukur panjang gelombang lampu
USB2000 Vis-NIR Spectrophotometer, pH
indikator universal, spektrofotometer UV-VIS
pharmaspec 1700, sensor hidrogen H2 scan
model 2240 dan kromatografi gas (GC) HP
5890.
Bahan mikrob yang digunakan adalah
biakan bakteri fotosintetik Rhodobium
marinum NBRC No. 100434. Bahan yang
digunakan dalam pembuatan media bakteri
adalah akuades, dinatrium suksinat, Dglukosa (Merck), ekstrak khamir, K2HPO4,
KH2PO4, EDTA.2Na, H3BO3, Na2MoO4.
2H2O, ZnSO4.7H2O, MnCl2, Cu(Mo3)2. 3H2O,
FeSO4. 7H2O, CaCl2. 2H2O, Mg SO4. 7 H2O ,
larutan NaOH 1 N, larutan HCl 2 N, gas N2,
natrium hidrogen karbonat, dan vitamin B12.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisis
kadar glukosa adalah glukosa kit merk
WAKO. Bahan yang digunakan untuk analisis
H2 dengan GC , yaitu gas N2.
Metode
Pembuatan Media Pembibitan R. marinum
(Media Modifikasi Fotosintetik)
Media R. marinum dibuat dengan
komposisi sebagai berikut : 10 gram
dinatrium suksinat, 0.3 gram ekstrak khamir
ditimbang menggunakan neraca analitik
kemudian dimasukkan ke dalam botol Schott,
10 ml Bassal medium 100x (K2HPO4 = 750
mg, KH2PO4 = 850 mg, EDTA.2Na = 2 mg,
H3BO3 = 2,8 mg, Na2MoO4. 2H2O = 0,75 mg,
ZnSO4. 7 H2O = 0,24 mg, MnCl2 = 2,1 mg,
Cu(Mo3)2. 3H2O = 0,04 mg, FeSO4. 7H2O =
10 mg, CaCl2. 2H2O = 0,75 mg, Mg SO4. 7
H2O = 200 mg, dan 1 L akuades) dimasukkan
ke dalam botol Schott lalu ditambahkan
akuades
1000
ml
sambil
diaduk.
Pengkondisian pH menjadi 6.8 dengan
menambahkan beberapa tetes NaOH 2 N atau
HCl 2 N. Untuk menghilangkan oksigen
dalam media, dilakukan penambahan gas
nitrogen
selama 1 jam. Setelah itu,
ditambahkan 1.5 g NaHCO3. Media
disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu
121˚C selama 15 menit. Media didinginkan
kemudian ditambahkan 5 ml vitamin B12 0.01
%. Penambahan vitamin ke dalam media
dilakukan di dalam laminar.

8

Pembibitan Rhodobium marinum
Dua buah botol serum 100 ml disiapkan
untuk masing-masing 2 ulangan bakteri.
Media pembibitan yang telah dibuat
dimasukkan sebanyak 72 ml ke masingmasing botol serum. Pembibitan bakteri ke
dalam media dengan konsentrasi 10 %, yaitu
dengan menambahkan bakteri dari stok ke
dalam masing-masing botol sebanyak 8 ml.
Selanjutnya, media yang telah ditanam bakteri
diletakkan di inkubator bergoyang yang
disinari cahaya lampu (UV atau warna).
Penggunaan Sumber Pencahayaan
Sumber
cahaya
untuk
perlakuan
pencahayaan didapatkan dari berbagai lampu
yang mewakili beberapa panjang gelombang.
Beberapa lampu yang digunakan adalah
lampu merah, kuning, biru, dan ultraviolet.
Panjang gelombang dari masing-masing
lampu diperoleh dengan cara mengukur
serapannya menggunakan alat USB2000 VisNIR
Spectrophotometer
yang
telah
dihubungkan dengan software Spectra Suite
pada komputer. Puncak yang dihasilkan dari
serapan masing-masing lampu merupakan
panjang gelombang lampu tersebut.
Kurva Pertumbuhan R. marinum pada
Pencahayaan Berbeda
R. marinum yang ditumbuhkan ke dalam
media pembibitan diamati pertumbuhannya
dengan mengukur OD setiap 24 jam
menggunakan spektrofotometer UV-VIS
(Pharmaspec 1700) pada panjang gelombang
660 nm. Kenaikan OD sebanding dengan
kenaikan absorban. OD yang didapat dibuat
plot dengan waktu menghasilkan kurva
pertumbuhan bakteri. Kurva pertumbuhan
untuk setiap perlakuan cahaya UV dan warna
didapatkan dengan mengamati pertumbuhan
bakteri yang disinari cahaya UV dan warna.
Sentrifugasi
dilakukan ketika
OD
mencapai ±1. Sentrifugasi menggunakan
sentrifus RC26 rotor GSA dengan kecepatan
6000 rpm pada suhu 7 ˚C selama 15 menit.
Sentrifugasi bertujuan memanen bakteri untuk
digunakan pada produksi hidrogen.
Pembuatan Media Produksi Hidrogen
D-glukosa sebanyak 10 gram dan 3 gram
ekstrak khamir ditimbang menggunakan
neraca analitik kemudian dimasukkan ke
dalam botol Schott. Ke dalam botol Schott
1000 ml dimasukkan 10 ml Bassal medium
lalu ditambahkan akuades 1000 ml kemudian
diaduk. Pengkondisian pH menjadi 6.8
dengan menambahkan beberapa tetes NaOH

2N dan HCl 2N. Untuk menghilangkan
oksigen dalam media, dilakukan penambahan
gas N2
selama 1 jam. Setelah itu,
ditambahkan 1.5 g NaHCO3. Media
disterilisasi di dalam autoklaf pada suhu
121˚C selama 15 menit. Media didinginkan
kemudian ditambahkan 5 ml vitamin B12 0.01
%. Penambahan vitamin ke dalam media
dilakukan di dalam laminar.
Fotofermentasi
pada
Pencahayaan
Berbeda
Dua buah botol serum skala 100 ml
disiapkan masing-masing untuk 2 ulangan R.
marinum. Pelet R. marinum yang diperoleh
dari hasil pemanenan sel dengan sentrifugasi,
kemudian dilarutkan ke dalam media
produksi. R. marinum dimasukkan ke media
produksi dengan konsentrasi 10 %, yaitu
dengan menambahkan ke dalam masingmasing botol sebanyak 8 ml ke media
produksi yang berisi 72 ml. Selanjutnya,
kultur diletakkan di inkubator bergoyang
yang diberi perlakuan cahaya untuk proses
fermentasi.
Fotofermentasi untuk setiap
perlakuan cahaya (merah, kuning, biru, dan
UV) masing-masing menggunakan 2 ulangan.
Sistem fermentasi yang digunakan pada
penelitian
ini
adalah
fotofermentasi
diskontinyu.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel baik medium
maupun
gas dilakukan setiap 24 jam.
Sebanyak 1 ml medium diambil dari masingmasing botol serum menggunakan syringe
untuk diukur OD, pH, dan kadar glukosa.
Setiap 24 jam juga dilakukan pengukuran
pertambahan volum gas yang dihasilkan, yaitu
dengan cara melihat langsung perubahan
volume air tabung di dalam penampung gas
akibat tekanan dari gas yang dihasilkan.
Setelah jumlah gas dicatat, kemudian gas
diambil menggunakan syringe khusus, lalu
dimasukkan ke dalam botol serum yang telah
divakumkan. Satu ml gas tersebut diambil
menggunakan syringe khusus untuk diukur
gas hidrogennya dengan alat kromatografi
gas.
Pengukuran Kandungan Glukosa
Sampel medium diambil sebanyak 0.005
ml, kemudian ditambahkan 0.75 ml glukosa
kit merk WAKO, lalu campuran diaduk
dengan vortex. Setelah diaduk, campuran
diinkubasi di dalam inkubator 37˚C selama 5
menit.
Selanjutnya,
campuran
diukur
serapannya menggunakan spektrofotometer

9

UV-VIS (Pharmaspec 1700) pada panjang
gelombang 505 nm. Sebelumnya dibuat
standar glukosa dengan konsentrasi 1000,
2000, 3000, 4000, 5000, dan 6000 ppm.
Kadar glukosa sampel dihitung dengan
memasukkan data serapan ke persamaan
kurva standar glukosa.
Analisis
Gas
Hidrogen
dengan
Kromatografi Gas (Modifikasi Kawaguchi
et al. 2002)
Pengukuran
gas hidrogen selain
menggunakan sensor hidrogen H2 scan model
2240 juga diukur menggunakan alat
kromatografi gas. Detektor yang digunakan
adalah TCD (Thermal Conductivity Detector
atau detektor konduktivitas termal). Adapun
kolom yang digunakan adalah kolom poropak,
dengan temperatur injektor, detektor, dan
kolom masing-masing adalah 150, 250, dan
80˚ C. Gas pembawa yang dipakai adalah gas
nitrogen (N2). Sampel diinjeksikan sebanyak
1 ml ke dalam kolom kemudian hasil analisis
berupa kromatogram yang menampilkan
puncak analit dan luas area dilihat pada layar
monitor (Kawaguchi et al. 2002). Sebelumnya
telah ditentukan luas area puncak untuk gas
hidrogen dengan konsentrasi 100 %.
Konsentrasi hidrogen sampel ditentukan
dengan membandingkan luas area puncak
sampel terhadap luas area gas hidrogen
konsentrasi 100 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber Pencahayaan
Cahaya memiliki sifat sebagai gelombang
dan partikel. Cahaya juga memancarkan
radiasi elektromagnetik yang dikenal dengan
spektrum elektromagnetik dan sebagai
gelombang elektromagnetik. Gelombang
elektromagnetik dapat terbentuk secara ilmiah
dari pancaran atom, molekul, atau inti atom
dari materi (Jones 2010).
Cahaya merupakan salah satu faktor
penting bagi pertumbuhan organisme
fotosintetik.
Organisme
fotosinteik
menggunakan energi cahaya untuk proses
biosintesis (Kim & Gadd 2008). Bakteri
fotosintetik menggunakan cahaya salah
satunya untuk sintesis hidrogen. Penggunaan
lampu sebagai sumber pencahayaan pada
penelitian ini meliputi lampu merah, kuning,
biru, dan UV. Lampu-lampu tersebut
mewakili beberapa panjang gelombang. Hasil
pengukuran panjang gelombang maksimum
dari lampu merah, kuning, biru, UV masingmasing adalah 613, 544, 440, dan 360 nm.

Sinar UV memiliki panjang gelombang
lebih pendek bila dibandingkan dengan sinar
tampak. Radiasi UV didefinisikan sebagai
bagian dari spektrum elektromagnetik di
antara sinar x dan cahaya tampak (40-400
nm). Spektrum UV dibagi menjadi UV
vakum (40-190 nm), UV jauh (190-220),
UVC (220-290 nm), UVB (290-320 nm), dan
UVA (320-400 nm). Lampu UV yang
digunakan pada penelitian ini memiliki
panjang gelombang maksimum 360 nm.
Dengan mengetahui nilai panjang gelombang
maksimum, maka lampu UV tersebut
digolongkan jenis UVA. UVA merupakan
jenis yang biasa ditemui dari sinar UV. Sinar
UVA sering disebut cahaya hitam dan
memiliki frekuensi paling tinggi di antara
jenis UV lainnya (Zeman 2009). Radiasi
UVA dapat menyebabkan kerusakan sel. Pada
sel manusia, radiasi UVA memberikan
pengaruh terhadap pigmentasi, penuaan dini,
dan kanker kulit (Alatas 2004).
Cahaya tampak merupakan bagian radiasi
spektrum elektromagnetik yang dapat terlihat
oleh mata manusia. Daerah spektrum cahaya
tampak yaitu dari 400 nm sampai 700 nm.
Daerah tersebut dikenal sebagai spektrum
cahaya optik. Spektrum cahaya tampak terdiri
atas cahaya: merah, jingga, kuning, hijau, biru
dan ungu. Dari berbagai spektrum cahaya
tersebut,
jenis spektrum cahaya yang
digunakan pada penelitian ini adalah merah,
kuning, dan biru.
Spektrum cahaya merah merupakan
spektrum yang memiliki panjang gelombang
tertinggi di antara spektrum cahaya tampak
lainnya, merupakan cahaya monokromatik,
daerah panjang gelombangnya berkisar antara
624-740 nm, memiliki kemampuan dalam
menstimulasi proliferasi sel keratinosit dan
fibroblast
bersama
induksi
faktor
pertumbuhan, dan juga dapat menstimulasi
pertumbuhan kembali sel saraf (Lembeck
2010). Spektrum cahaya kuning memiliki
panjang
gelombang
lebih
pendek
dibandingkan cahaya merah, merupakan
cahaya monokromatik, dan daerah panjang
gelombangnya antara 565-590 nm. Spektrum
cahaya biru memiliki panjang gelombang
paling pendek di antara cahaya merah dan
kuning, merupakan cahaya monokromatik,
daerah panjang gelombangnya antara 435-500
nm (Jones 2010), dan dapat membunuh
beberapa bakteri penyebab infeksi seperti
Staphylococcus aureus resisten meticilin
(Liebert 2009).
Berdasarkan hasil pengukuran panjang
gelombang maksimum, lampu cahaya merah

10

Kurva Pertumbuhan R. marinum pada
Pencahayaan Berbeda
Pertumbuhan sel mikrob dapat diukur dari
pertambahan sel baik secara langsung maupun
tidak langsung. Pertumbuhan R. marinum
diamati secara tidak langsung dengan
mengukur kerapatan optik (OD) pada panjang
gelombang 660 nm menggunakan alat
spektrofotometer. Pengamatan OD terhadap
waktu
akan
menghasilkan
kurva
pertumbuhan.
Pertumbuhan
R. marinum terhadap
berbagai macam pencahayaan (merah, kuning,
biru, dan UV) menghasilkan kurva
pertumbuhan yang berbeda-beda (Gambar 1).
Fase pertumbuhan logaritma (fase log) bakteri
pada perlakuan cahaya merah dan UV terjadi
pada awal ditumbuhkan sampai jam ke-24,
sedangkan pada perlakuan cahaya kuning dan
biru, fase log terjadi setelah jam ke-24 sampai
jam ke-48. Pola berbeda ditunjukkan bakteri
ketika mendapat perlakuan cahaya kuning dan
biru. Ketika ditumbuhkan sampai jam ke-24,
bakteri tidak mencapai fase log,
tetapi
pertumbuhan bakteri menurun, kemudian
terjadi peningkatan pertumbuhan setelah jam
ke-24.
Fase stasioner bakteri pada perlakuan
cahaya merah dan UV terjadi pada jam ke-24
sampai jam ke-72. Pada perlakuan cahaya
biru, fase stationer terjadi dari jam ke-48
sampai jam ke-72, sedangkan pada perlakuan
cahaya kuning fase stasioner baru terjadi pada
jam ke-72 sampai jam ke-96.
Fase kematian tidak terlihat pada
perlakuan UV, setelah terjadi fase stationer,
pertumbuhan bakteri meningkat. Pada
perlakuan cahaya biru, pertumbuhan bakteri
juga meningkat setelah fase stasioner, namun
saat jam ke-216 bakteri terjadi fase kematian.
Fase kematian untuk perlakuan cahaya merah
terjadi setelah jam ke-72, sedangkan untuk
perlakuan cahaya kuning fase kematian terjadi
setelah jam ke-96.
Hasil penelitian Habibi (2009) pada R.
marinum yang diberi cahaya putih,
menunjukkan bahwa fase log bakteri terjadi
pada jam ke-2 sampai jam ke-18 dan fase
stasioner terjadi pada jam ke-30. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berbagai
pencahayaan
menghasilkan
kurva

pertumbuhan berbeda-beda. Berdasarkan hasil
keempat pencahayaan, didapatkan
pola
pertumbuhan yang hampir sama untuk
perlakuan cahaya merah dan UV, yaitu mulai
awal bakteri ditumbuhkan sampai melewati
fase stasioner, tetapi pada perlakuan cahaya
UV bakteri tidak mencapai fase kematian.
Bakteri pada umumnya memperbanyak
diri dengan pembelahan biner, sehingga
pembelahan sel tersebut menghasilkan
pertambahan jumlah sel. Kurva pertumbuhan
R. marinum didapatkan dengan menentukan
OD berdasarkan prinsip turbiditas terhadap
cairan medium bakteri yang diukur dengan
alat spektrofotometer. Semakin banyak
populasi atau jumlah bakteri meningkat, maka
cahaya yang diteruskan semakin sedikit.
Secara tidak langsung pengukuran OD dapat
menentukan jumlah sel (Sumarsih 2007).
Jumlah bakteri yang dihitung diplotkan
dengan
waktu
sehingga
memberikan
gambaran kurva pertumbuhan yang terdapat
fase-fase pertumbuhan. Fase pertumbuhan
bakteri terdiri atas: fase lag, fase log, fase
stasioner, dan fase kematian (Sumarsih 2007).
Fase lag ditandai dengan perubahan
ukuran sel, sel membelah diri dengan lambat
karena sel baru beradaptasi dengan
lingkungannya. Sel mikrob mulai membelah
diri dengan laju yang cepat pada fase log.
Pembelahan sel dengan laju cepat akan
mengakibatkan nutrien habis terpakai untuk
sintesis bahan
sel
sehingga
terjadi
penimbunan h