mak.kons.keluaga
MODUL
PEDOMAN DAN MATERI KONSELING KELUARGA
PENANGGULANGAN NAFZA
BAGI FASILITATOR
DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA
DISUSUN OLEH
YUSI RIKSA YUSTIANA
BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, PROSTITUSI
JAWA BARAT
2000
A. PEDOMAN
APA ITU KONSELING KELUARGA
Proses komunikasi antara konselor dengan klien (Keluarga : remaja dan
orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu, sehingga keluarga
dan atau masing-masing anggota keluarga mampu membuat keputusan,
merubah perilaku secara positif dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan
potensi
masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai
anggota keluarga.
APA TAHAPAN KONSELING KELUARGA
Tahapan pada konseling keluarga adalah :
1. membangun relasi dengan keluarga dan masing-masing anggota
keluarga
2. mendiskusikan prinsip-prinsip konseling membuat komitmen
3. menetapkan tujuan konseling serta peran masing-masing anggota
keluarga untuk mencapai tujuan
4. menggali permasalahan
5. personalisasi
6. menyusun rancangan tindakan, monitoring dan evaluasi
TUJUAN
Klien (keluarga) memiliki pengetahuan, pemahaman dan ketahanan
keluarga berkenaan dengan nafza sehingga konstelasi keluarga berfungsi
optimal.
PRINSIP KONSELING KELUARGA
1. keluarga adalah suatu sistem, anggota keluarga adalah bagian integral
yang satu sama lain saling membutuhkan dan harus saling
mendukung
2. Penyimpangan perilaku atau gangguan emosional anggota keluarga
disebabkan oleh sistem keluarga yang sakit atau terganggu
3. keluarga adalah suatu kesatuan tetapi masing- masing anggota
keluarga adalah individu yang memiliki perbedaan individual
4. Landasan serta prinsip keluarga perlu dipahami dan disepakati
bersama oleh seluruh anggota keluarga
KONSELOR
1. konselor harus mampu mendorong setiap anggota keluarga untuk
berperan serta menciptakan keluarga yang harmonis, aman dan
tentram, penuh cinta kasih serta saling menghormati
2. konselor harus mengembangkan pribadi dan kemampuan : empati,
menjaga rahasia, hangat, respek, menghargai tanpa syarat dan
percaya diri.
3. Konselor harus memiliki keterampilan : berkomunikasi, dinamika
kelompok, sugesti, dan leadership.
SASARAN KONSELING KELUARGA
1. Keluarga
2. Anggota keluarga
KONSELOR KELUARGA PENANGGULANGAN NAFZA ADALAH
1. Konselor/ Guru pembimbing
2. Sosial Worker/ Pekerja sosial
3. Psikolog
4. Psikiater
5. Tokoh atau kader yang ada di masyarakat yang memahami konseling
TEMPAT
Dapat dilakukan dimana saja, dengan prasyarat : nyaman, aman, tenang,
menjamin privasi dan kerahasiaan serta dapat menampung seluruh
anggota keluarga
Teknik
Curah fikir, Curah hati, dinamika kelompok, bermain peran, assertif
training, kursi kosong, konfrontasi.
EVALUASI
1. bersifat langsung dalam bentuk lisan dan observasi
2. bentuk evaluasi :
a. proses dengan fokus keterlibatan seluruh anggota keluarga
dalam mengembangkan suasana keluarga dan menyelesaikan
masalah
b. Hasil dengan fokus keputusan tindakan dan pelaksanana
tindakan
3. Instrumen evaluasi : berbentuk portofolio bagi keluarga dan setiap
anggota keluarga yang didalamnya mendeskripsikan perkembangan
dan dampak konseling.
PENCATATAN
1. Dituliskan pada buku konsultasi, didalamnya memuat : hari, tanggal,
tempat, identitas, fokus atau bahasan konseling, proses konseling dan
rancangan tindak lanjut
2. pencatatan dilakukan segera setelah konseling berarhir
3. pencatatan digunakan sebagai catatan pelayanan dan bahan rujukan
konseling berikutnya.
B. MATERI
1. Definisi
Konseling keluarga adalah : proses komunikasi antara konselor dengan
klien (Keluarga : remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang
membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga
mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan
suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi
secara
keseluruhan,
meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan potensi masing-masing anggota keluarga sebagai
pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
Pada dasarnya konseling keluarga dilakukan terhadap individu
angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya klien
pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan
keluarga sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau
dipersepsi, dipahami dari aspek individu serta pendekatan sistem dalam
arti masalah keluarga adalah dilihat sebagai masalah sistem keluarga.
Hubungan yang membantu adalah hubungan yang dilandasi oleh
kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan memberikan bantuan bantuan
pada orang lain. Persyaratan yang harus terpenuhi agar terjalin hubungan
yang membantu adalah kesiapan dan kesediaan memberikan bantuan,
kepercayaan klien terhadap pemberi bantuan, saling menghargai, saling
pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk
terlibatan dalam kegiatan konseling merupakan tujuan yang harus dicapai
dalam hubungan yang membantu.
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling keluarga
adalah mendorong setiap anggota keluarga agar
mampu membuat
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
Fokus
konseling
keluarga
adalah
keberfungsian
konstelasi
keluarga sehingga keluarga dan anggota keluarga didalamnya dapat
memenuhi kebutuhan insani secara fisik, sosial emosional, psikologis,
pendidikan dan religius. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang
terdiri atas suami, istri dan anak yang terbentuk atas ikatan pernikahan
dalam rangka memelihara harkat dan martabat kemanusiaan, mencapai
kesejahteraan lahir dan batin serta kebahagiaan dunia akhirat.
Keluarga berperan dalam pengembangan pribadi anak, institusi
yang dapat memenuhi kebutuhan insani serta lingkungan yang kondusif
bagi perkembangan psikologis anak. Secara psisosiologis keluarga
berfungsi : memberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan, sumber
kasih sayang dan penerimaan, model pola perilaku bermasyarakat,
pengembangan perilaku sosial, tempat belajar memecahkan masalah,
menyesuaikan diri dalam kehidupan, keterampilan motor, verbal dan
sosial, stimulator pengembangan kemampuan/potensi untuk berprestasi,
menembangkan aspirasi dan sumber persahabatan.
Keluarga merupakan pranata sosial yang memberikan legalitas
memenuhi kebutuhan dasar biologis, berfungsi ekonomis, lingkungan
pendidikan pertama dan utama bagi anak, penyemaian masyarakat masa
depan karena keluarga adalah miniatur masyarakat, pelindung bagi
anggota keluarga dari acaman fisik maupun psikologis, lingkungan yang
memberi kenyamanan, kehangatan serta keceriaan, penanam nilai-nilai
agama kepada anggota keluarga agar memiliki pedoman hidup yang
benar.
2. Tahapan
1) membangun relasi. Kunci proses konseling adalah jalinan relasi yang
harmonis antara konselor dengan Konseli. Konselor harus mampu
menyapa Konseli dengan baik sehingga Konseli merasa dirinya
diterima. Semua atribut yang akan mengganggu harus diminimalkan,
baik itu berhubungan dengan tempat, pakaian, status sosial ekonomi,
persepsi dan pemikiran Konselor tentang Konseli. Observasi terhadap
keberadaan Konseli harus dilakukan dengan hati-hati sehingga Konseli
tidak merasa dinilai. Hal yang harus diobservasi dari Konseli adalah :
penampilan
fisik,
motivasi,
indikator-indikator
kecemasan
atau
penolakan. Melalui tahapan ini diharapkan konseli terlibat dalam proses
konseling, sehingga konseli mampu mengekpresikan dan menyatakan
apa yang terjadi dalam pikiran maupun perasaannya.
Membangun relasi dalam konseling keluarga harus dilakukan dengan
keluarga secara keseluruhan maupun dengan orang perorang anggota
keluarga. Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran karena minat
dan kepentingan individual masing-masing anggota keluarga akan
sangat beragam.
2) mendiskusikan prinsip-prinsip dan tujuan konseling. Konseli harus tahu
apa hak, kewajiban dan peran selama proses konseling, karena subjek
dna objek konseling adalah Konseli. Tujuan konseling harus ditetapkan
bersama-sama dengan Konseli, sehingga tumbuh rasa tanggung jawab
untuk
menyelesaikan
permasalahan,
mengubah
perilaku
dan
berkeinginan untuk mengembangkan diri. Berapa lama waktu konseling
dilakukan dan kapan konseling akan dilaksanakan perlu disepakati oleh
seluruh anggoat keluarga.
Pada tahap ini
kesepatan seluruh
anggota keluarga terhadap
permasalahan yang akan dibahas merupakan hal fokus kajian.
Menanamkan pemikiran dan perasaan bahwa permasalahan yang
dihadapi merupakan permasalahan bersama dan akan mengganggu
sistem keluarga manakala tidak diselesaikan. Kesediaan dan ketulusan
anggota
keluarga
untuk
terlibat,
bahu-membahu
saling
Bantu
menyelesaikan permasalahan keluarga merupakan modal awal untuk
menggali permasalahan secara komprehensif.
3) menggali
permasalahan.
Pada
tahapan
ini
konselor
harus
mengembangkan berbagai pertanyaan maupun pernyataan yang akan
mendorong Konseli untuk menggali permasalahan yang dihadapi.
Tujuan yang ingin dicapai melalui tahapan ini adalah pemahaman
Konseli tentang masalah yang dihadapi serta bagaimana hubungan
atau dampak masalah terhadap diri. Pertanyaan maupun pernyataan
dapat dikembangkan dari lima kata kunci yaitu 5WH, What (apa), why
(mengapa), when (kapan), where (dimana), who (siapa) dan How
(bagaimana). Pernyataan maupun pernyataan sebagai respon terhadap
ungkapan atau pernyataan Konseli serta umpan balik dapat berupa
sebab
akibat,
mengurutkan
berdasarkan
kepentingan
Konseli,
mengurutkan berdasarkan waktu kejadian serta makna peristiwa bagi
Konseli.
Melalaui
tahapan
ini
diharapkan
konseli
mampu
menggambarkan secara nyata situasi yang dihadapi, memberi makna
terhadap situasi tersebut serta menggali perasaan dalam peristiwa yang
dialami.
Penggalian
anggota
masalah
keluarga
diawali
dengan
memandang
bagaimana
permasalahan
masing-masing
dan
dampak
permasalahan terhadap dirinya secara pribadi. Langkah yang kedua
adalah mengembangkan persepsi dan saling keterkaitan atau hubungan
permasalahan tehadap masing-masing anggota keluarga dan langkah
yang ketiga adalah menarik simpulan akar permasalahan baik secara
individual maupun keluarga sebagai suatu sistem.
4) personalisasi.
Prinsip
personalisasi
adalah
kien
menyadari
permasalahan dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan. Besarnya
kecilnya permasalahan sangat tergantung pada persepsi Konseli
tentang masalah, sehingga kita dapat mengurangi kegelisahan, frustasi
ataupun stress dalam diri Konseli dengan menempatkan permasalahan
secara proporsional serta mendorong Konseli untuk berfikiran positif
tentang dirinya. Pada tahap ini diharapkan klien memiliki pemahaman
sehingga mampu menterjemahkan kesadaran, perasaan dan penalaran
kedalam makna yang lebih pribadi menurut perspektif sendiri. Dengan
kata lain konseli mampu memahami keadaan lack of psychological
strength serta merumuskan tujuan untuk mengatasinya.
Kesadaran akan pentingnya keluarga dan keberfungsian keluarga bagi
kelangsungan kehidupan anggota keluarga merupakan hal yang harus
dicapai pada tahapan ini. Masing-masing anggota keluarga harus
mampu melihat dan menempatkan diri dalam posisi peran dan tanggung
jawab sebagai anggota keluarga dan sebagai pribadi. Sebagai pribadi
tidak boleh kehilangan integritas diri tetapi sebagai anggota keluarga
harus memiliki konsep diri dan konsep anggota komunitas.
5) menyusun rancangan tindakan serta monitoring atau evaluasi tindakan.
Tugas konselor pada tahap ini adalah mendukung konseli untuk dapat
membuat rancangan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan
permasalahan
yang
dihadapi.
Dimulai
dengan
menetapkan tujuan yang ingin dicapai, tahapan kegiatan yang akan
dilakukan, waktu pelaksanaan, keterlibatan orang lain, penggunaan alat
bantu
serta
bagaimana
konselor
dapat
membantu
memonitor
ataumemberikan balikan terhadap usaha yang dilaksanakan oleh
Konseli. Konselor harus mampu memberikan support agar Konseli
memiliki kekuatan mental untuk dapat melakukannya. Secara tegas
menetapkan kapan kegiatan akan dimulai. Jika memungkinkan konselor
dapat membantu tanpa sepengetahuan Konseli menciptakan berbagai
kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan.
Perencanan yang disusun terdiri atas perencanaan : pertama pribadi
masing-masing anggota keluarga sesuai dengan peran dan tanggung
jawab masing-masing
dan kedua perencanaan keluarga untuk
membangun keberfungsian konstelasi keluarga serta memperbaharui
budaya keluarga.
3. Tujuan dan Prinsip
Konseling diarahkan terbentuknya keluarga yang fungsional.
Karakteristik Keluarga yang fungsional adalah : saling memperhatikan,
mencintai, menghormati, menghargai dan penuh kasih sayang; bersikap
terbuka dan jujur; orang tua
mendengarkan, menerima perasaan,
menghargai pendapat dan melindungi anak; anggota keluarga berbagi
permasalahan dan atau pendapat; mampu berjuang mengatasi masalah
kehidupan, beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan minimnya
perselisihan antara orang tua dan anak; anggota keluarga saling
menyesuiakan diri dan mengakomodasi; komunikasi antar anggota
keluarga berlangsung baik, ada kesempatan untuk menyatakan keinginan
dan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan; kesempatan untuk
bersikap mandiri dalam berperilaku, berdisplin; keluarga memenuhi
kebutuhan psikososial, mewariskan nilai-nilai budaya, berkecukupan
dalam bidang ekonomi, mengamalkan nilai-nilai moral dan agama dan
orang tua memiliki stabilitas ekonomi.
Keluarga yang mengalami disfungsi memiliki resik yang besar
untuk bermasalah baik sebagai suatu sistem maupun bagi individuindividu yang ada didalamya. Dampak pertama disfungsi keluarga adalah
terganggungnya proses tumbuh kembang anak. Hubungan interpersonal
dalam keluarga yang tidak sehat merupakan faktor utama permasalahan
mental.
Melalui Konseling, keluarga didorong untuk menjadi keluarga yang
efektif yaitu keluarga yang memiliki budaya keluarga yang indah. Budaya
keluarga yang indah ditandai dengan rasa memiliki dari seluruh anggota
keluarga dengan tulus dan penuh cinta kasih, pemberian kesempatan
bagi semua anggota untuk tumbuh dan berkembang, membangun masa
depan keluarga, menjadikan keluarga sebagai prioritas, anggota keluarga
saling mendukung dan menghormati dengan prinsip win-win solution,
mengembangkan
kekuatan
dan
ketahanan
keluarga
serta
selalu
memperbaharui semangat keluarga.
Prinsip peranan keluarga menurut Covey (Syamsu Yusuf, 2000:3537) adalah :
a. modeling, orang tua adalah contoh atau model yang pertama dan
terdepan serta merupakan pola bagi cara hidup anak.
Pada
kehidupan keluarga terjadi pewarisan cara berfikir dan bertindak
dari orang tua terhadap anak.
b. mentoring, kemampuan untuk menjalin
atau membangun
hubungan, investasi emosional atau pemberian perlindungan
kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak
bersyarat.
Terwujud dalam bentuk empati, berbagi, memebri
kepercayaanketegasan dan dorongan, mendoakan secara ikhlas
serta berkorban untuk orang lain.
c.
organizing, keluarag merupakan tim kerja, sehingga antar anggota
keluarga harus bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan
memenuhi kebutuhan keluarga.
d. teaching, orang tua berperan sebagai guru bagi anak-anak tentang
hukum-hukum
dasar
memberdayakan
memahami,
kehidupan.
prinsip-prinsip
melaksanakan
dan
Orang
kehidupan
tua
berusaha
sehingga
mempercayai
anak
prinsip-prinsip
tersebut dan pada akhirnya memiliki conscious competence atau
kemampuan untuk
4. Konselor
Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh/ dari seorang
konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus seimbang
dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
1). kepribadian :
a) menerima Konseli apa adanya, artinya konselor harus siap
menerima konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya.
Menerima dan menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa
label-label yang lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat
sesuatu yang positif pada konseli.
b) hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan
sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh
perhatian.
Menyapa
Konseli
dengan
ketulusan
hati
untuk
membantu
membuat
komunikasi
menjadi
menyenangkan.
Kehangatan tertampilkan melalui intonasi suara, ekspresi mata,
posture (sikap tubuh) dan gesture (mimik muka serta gerakangerakan fisik). Tingkatan emosinal konselor- maupun konseli dapat
dilihat dari keempat dimensi tersebut.
c) respek, menghormati Konseli dengan memperlakukan Konseli
sebagai
teman
dan
tamu
yang
diharapkan
kehadirannya.
Menghargai perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli.
d) Emphati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan
memahami apa yang difikirkan dan dirasakan oleh Konseli.
Mencoba
menempatkan
diri
melalui
suatu
kesadaran
dan
pemahaman tentang sesuatu yang terjadi pada diri klien, serta
sebagai orang yang siap untuk mendengarkan apa yang ingin
disampaikan oleh Konseli.
e) ramah, klie akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan
diri
jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu
menggunakan kata-kata serta mimik muka yang menentramkan
Konseli.
f) berteman/ bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang
difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Kehadiran konselor sebagai
teman atau sahabat yang siap untuk membantu.
g) mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari
Konseli adalah kemampuan menjaga rahasia, konselor tidak boleh
menceritakan apa yang disampaikan oleh Konseli tanpa seijin
Konseli atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus
memiliki kualiatas pribadi yang membuat orang lain percaya pada
dirinya dengan berkomunikasi secara confidential, menjamin
kebebasan pribadi dan jujur.
h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan
asli
i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli
sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi.
j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi
sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat
permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang
nampak saja.
2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki :
a) rasa percaya diri. Sulit bagi Konseli untuk mempercayai dan
memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak
percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain
dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang
dihadapi
b) berpengetahuan. Konselor harus memmiliki pengetahuan yang
cukup tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukan
untuk menghindari dan melepaskan diri adaru ketergantungan
terhadap nafza. Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang
luas tentang perilaku manusia, kondisi sosial budaya, norma dan
aturan agama, komunikasi dan menjalin relasi sosial, upaya
mengemas informasi serta penggunkan media komunikasi.
c) memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa
seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang
tepat untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa
yang harus tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikan
oleh seorang konsulatan pada saat memberikan konseling.
d) mampu memahami persepsi Konseli, konselor perlu memahami
kerangka fikir Konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa
landasan yang digunakan Konseli, prasangka-prasangka apa yang
difikirkan Konseli, kecemasan- ketakutan apa yang dialami oleh
Konseli, bagaimana Konseli memandang permasahannya serta
apa makna permasalahan bagi dirinya.
e) menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar
jika tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan
Konseli. Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang
digunakan akan membantu penciptaan suasana.
f)
Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau
perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak,
perkembangan
anak,
serta
upaya-upaya
mensejahterakan
keluarga.
Tabel I
Sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya
terhadap kepribadian anak
Pola perlakuan
Perilaku Orang tua
Profile Tingkah laku anak
orang tua
1. Overprotection
(terlalu
melindungi)
1. Kontak yang berlebihan
dengan anak
2. Perawatan/
2. Agresif dan dengki
pemberian
terus
meskipun
4. melarikan
menerus,
kenyataan
anak
sudah
mampu merawat dirinya
kegiatan
anak secara berlebihan
4. memecahkan
anak
diri
dari
5. sangat tergantung
6. ingin
menjadi
pusat
perhatian
sendiri
3. mengawasi
3. mudah merasa gugup
anak
bantuan kepada
yang
1. perasaan tidak aman
masalah
7. bersikap menyerah
8. lemah
egostrengh,
adalam
aspirasi
dan toleransi terhadap
frustasi
9. kurang
mampu
mengendalikan emosi
10. menolak
tanggung
jawab
11. kurang percaya diri
12. mudah terpengaruh
13. peka terhadap kritik
14. bersikap yesmen
15. egiois/selfish
16. suka bertengkar
17. troublemaker (pembuat
onar)
18. sulit untuk bergaul
19. mengalami homesick
2. permissiveness
1.
memberikan kebebasan
untuk
berfikir
jalan
2. dapat bekerja sama
menerima
gagasan/
pendapat
3.
mencari
keluar
atau
berusaha
2.
1. pandai
3. percaya diri
4. penuntut
membuat anak merasa
diterima
dan
dan
tidak
sabaran
merasa
kuat
4.
toleran dan memahami
kelemahan anak
5.
cenderung
lebih
suka
memberi yang diminta
anak daripada menerima
3. rejection
1.
bersikapmasa bodoh
2.
bersikap kaku
gelisah, tidak patuh/ keras
3.
kurang
kepala, suka bertengkar
1. Agresif
mempedulikan
kesejahteraan anak
4.
marah,
dan nakal)
menampilkan
sikap
permusuhan
atau
dominansi
(mudah
2. Submissive (kurang dapat
mengerjakan
terhadap
tugas,
pemalu,
suka
mengasingkan
anak
diri,
mudah tersinggung dan
penakut)
3. sulit bergaul
4. pendiam
5. sadis
4. Acceptance
1.
2.
Memberi perhatian dan
1.
mau bekerjasama
cinta kasih yang tulus
2.
bersahabat
kepada anak
3.
loyal
menempatkan
anak
4.
emosi stabil
dalam
yang
5.
ceria
posisi
penting di dalam rumah
optimis
dan
bersikap
3.
6.
mengembangkan
4.
bersikap
respek
terhadap anak
5.
7.
jujur
8.
dapat dipercaya
9.
memiliki
perencanaan
mendorong anak untuk
yang
menyatakan
mencapai masa depan
perasaan
berkomunikasi
jelas
untuk
10. bersikap
atau pendapatnya
6.
menerima
tanggung jawab
hubungan yang hangat
dengan anak
mau
realistic
(memahami
dengan
kekuatan
anak secara terbuka dan
dan kelemahan dirinya
mau
secara objektif)
mendengarkan
masalahnya
5. Domination
1. mendominasi anak
1.
bersikap
sopan
dan
sangat berhati-hati
2.
pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung
3.
tidak
dapat
bekerja
sama
6. Submission
1.
Senantiasa memberikan
1.
tidak patuh
sesuatu
2.
tidak bertanggung jawab
3.
agresif dan lalai
anak
4.
bersikap otoriter
berperilaku semaunya di
5.
terlalu percaya diri
1.
implusif
2.
tidak dapat mengambil
yang
diminta
anak
2.
membiarkan
rumah
7.
Punitiveness/
1.
overdisciplin
Mudah
memberikan
hukuman
2.
menanamkan
kedisplinan secara keras
keputusan
3.
nakal
4.
sikap bermusuhan atau
agresif
3) Selama proses konseling, konselor mendorong Konseli memiliki
kemampuan untuk :
a) mengungkap masalah, seseorang akan sanggup mengungkapkan
masalah jika merasa menemukan orang yang dapat dipercaya,
tidak berada dalam suasana yang tertekan, memperoleh stimulasi
atau arahan tentang apa yang harus dibicarakan
b) memahami masalah, penggalian masalah yang dilakukan melalui
pertanyaan atau pernytaan tentang 5 WH akan membantu Konseli
memahami proporsi masalah dalam kehidupannya,
c) mengambil keputusan yang tepat, Konseli perlu memperolah
gambaran yang komprehensif tentang apa yang dialaminya serta
berbagai alternatif solusi. Pembuatan keputusan harus didasarkan
pada kepentingan dan analisis sisi positif maupun negatif solusi
dalam pemikiran Konseli bukan pemikiran konselor.
2. Konseli
Seseorang yang datang pada konselor untuk meminta bantuan disebut
konseli. Konselor harus memahami kedaan konseli. Konseli datang pada
konselor karena menghadapi permasalahan atau hambatan psikologis
atau berada dalam kedaan lack of psychological strength. Dimensi dari
lack of psychological strength adalah :
a) pemenuhan kebutuhan, individu merasakan kebutuhan psikologis :
memberi dan menerima, merasa bebas menentukan pilihan, memiliki
kesenangan, menerima kemungkinan atau stimulasi baru, menemukan
harapan, menemukan tujuan yang jelas dalam hidup.
b) kompetensi intrapersonal, yaitu kemampuan untuk berhubungan
dengan
orang
lain.
Terdiri
atas
kompetensi
memahami
diri,
mengarahkan diri dan penerimaam diri.
c) kompetensi
interpersonal,
merupakan
kemampuan
dalam
berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik dan
saling memenuhi. Antara lain kepekaan, assertif, kenyamanan
berdampingan, bebas dari tekanan.
d) kompetensi religius, kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan
tuntutan kehidupan sebagai ibadah sesuai keyakinan.
Individu dan keluarga yang tidak memiliki kompetensi atau tidak mampu
memenuhi keempat dimensi tersebut berarti memiliki lack of psychological
strength.
5. Rujukan
Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster
Jones & Nelson, 1995, Counselling and Personality, Australia :Allen &
Unwin
Oā€¯Donohue & Krasner, 1995, Handbook of Psychological Skills Training,
Boston : Allyn and Bacon
Syamsu Y, Anne, Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan
Bimbingan dan konseling Pusdiktek DepKimbangwil, Bandung :
Jurusan PPB FIP UPI
PEDOMAN DAN MATERI KONSELING KELUARGA
PENANGGULANGAN NAFZA
BAGI FASILITATOR
DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA
DISUSUN OLEH
YUSI RIKSA YUSTIANA
BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, PROSTITUSI
JAWA BARAT
2000
A. PEDOMAN
APA ITU KONSELING KELUARGA
Proses komunikasi antara konselor dengan klien (Keluarga : remaja dan
orang tua remaja) dalam hubungan yang membantu, sehingga keluarga
dan atau masing-masing anggota keluarga mampu membuat keputusan,
merubah perilaku secara positif dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan
potensi
masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi maupun sebagai
anggota keluarga.
APA TAHAPAN KONSELING KELUARGA
Tahapan pada konseling keluarga adalah :
1. membangun relasi dengan keluarga dan masing-masing anggota
keluarga
2. mendiskusikan prinsip-prinsip konseling membuat komitmen
3. menetapkan tujuan konseling serta peran masing-masing anggota
keluarga untuk mencapai tujuan
4. menggali permasalahan
5. personalisasi
6. menyusun rancangan tindakan, monitoring dan evaluasi
TUJUAN
Klien (keluarga) memiliki pengetahuan, pemahaman dan ketahanan
keluarga berkenaan dengan nafza sehingga konstelasi keluarga berfungsi
optimal.
PRINSIP KONSELING KELUARGA
1. keluarga adalah suatu sistem, anggota keluarga adalah bagian integral
yang satu sama lain saling membutuhkan dan harus saling
mendukung
2. Penyimpangan perilaku atau gangguan emosional anggota keluarga
disebabkan oleh sistem keluarga yang sakit atau terganggu
3. keluarga adalah suatu kesatuan tetapi masing- masing anggota
keluarga adalah individu yang memiliki perbedaan individual
4. Landasan serta prinsip keluarga perlu dipahami dan disepakati
bersama oleh seluruh anggota keluarga
KONSELOR
1. konselor harus mampu mendorong setiap anggota keluarga untuk
berperan serta menciptakan keluarga yang harmonis, aman dan
tentram, penuh cinta kasih serta saling menghormati
2. konselor harus mengembangkan pribadi dan kemampuan : empati,
menjaga rahasia, hangat, respek, menghargai tanpa syarat dan
percaya diri.
3. Konselor harus memiliki keterampilan : berkomunikasi, dinamika
kelompok, sugesti, dan leadership.
SASARAN KONSELING KELUARGA
1. Keluarga
2. Anggota keluarga
KONSELOR KELUARGA PENANGGULANGAN NAFZA ADALAH
1. Konselor/ Guru pembimbing
2. Sosial Worker/ Pekerja sosial
3. Psikolog
4. Psikiater
5. Tokoh atau kader yang ada di masyarakat yang memahami konseling
TEMPAT
Dapat dilakukan dimana saja, dengan prasyarat : nyaman, aman, tenang,
menjamin privasi dan kerahasiaan serta dapat menampung seluruh
anggota keluarga
Teknik
Curah fikir, Curah hati, dinamika kelompok, bermain peran, assertif
training, kursi kosong, konfrontasi.
EVALUASI
1. bersifat langsung dalam bentuk lisan dan observasi
2. bentuk evaluasi :
a. proses dengan fokus keterlibatan seluruh anggota keluarga
dalam mengembangkan suasana keluarga dan menyelesaikan
masalah
b. Hasil dengan fokus keputusan tindakan dan pelaksanana
tindakan
3. Instrumen evaluasi : berbentuk portofolio bagi keluarga dan setiap
anggota keluarga yang didalamnya mendeskripsikan perkembangan
dan dampak konseling.
PENCATATAN
1. Dituliskan pada buku konsultasi, didalamnya memuat : hari, tanggal,
tempat, identitas, fokus atau bahasan konseling, proses konseling dan
rancangan tindak lanjut
2. pencatatan dilakukan segera setelah konseling berarhir
3. pencatatan digunakan sebagai catatan pelayanan dan bahan rujukan
konseling berikutnya.
B. MATERI
1. Definisi
Konseling keluarga adalah : proses komunikasi antara konselor dengan
klien (Keluarga : remaja dan orang tua remaja) dalam hubungan yang
membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota keluarga
mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan
suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi
secara
keseluruhan,
meningkatkan
ketahanan
keluarga
serta
mengembangkan potensi masing-masing anggota keluarga sebagai
pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
Pada dasarnya konseling keluarga dilakukan terhadap individu
angggota keluarga sebagai bagian dari sistem keluarga. Implikasinya klien
pada konseling keluarga adalah masing-masing anggota keluarga dan
keluarga sebagai satu kesatuan sistem. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan individual dalam arti masalah keluarga dilihat atau
dipersepsi, dipahami dari aspek individu serta pendekatan sistem dalam
arti masalah keluarga adalah dilihat sebagai masalah sistem keluarga.
Hubungan yang membantu adalah hubungan yang dilandasi oleh
kebutuhan untuk memperoleh bantuan dan memberikan bantuan bantuan
pada orang lain. Persyaratan yang harus terpenuhi agar terjalin hubungan
yang membantu adalah kesiapan dan kesediaan memberikan bantuan,
kepercayaan klien terhadap pemberi bantuan, saling menghargai, saling
pengertian dan kerjasama.. Keterlibatan seluruh anggota keluarga untuk
terlibatan dalam kegiatan konseling merupakan tujuan yang harus dicapai
dalam hubungan yang membantu.
Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan konseling keluarga
adalah mendorong setiap anggota keluarga agar
mampu membuat
keputusan, merubah perilaku dan mengembangkan suasana kehidupan
keluarga sehingga konstelasi keluarga berfungsi secara keseluruhan,
meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan potensi baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota keluarga.
Fokus
konseling
keluarga
adalah
keberfungsian
konstelasi
keluarga sehingga keluarga dan anggota keluarga didalamnya dapat
memenuhi kebutuhan insani secara fisik, sosial emosional, psikologis,
pendidikan dan religius. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang
terdiri atas suami, istri dan anak yang terbentuk atas ikatan pernikahan
dalam rangka memelihara harkat dan martabat kemanusiaan, mencapai
kesejahteraan lahir dan batin serta kebahagiaan dunia akhirat.
Keluarga berperan dalam pengembangan pribadi anak, institusi
yang dapat memenuhi kebutuhan insani serta lingkungan yang kondusif
bagi perkembangan psikologis anak. Secara psisosiologis keluarga
berfungsi : memberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan, sumber
kasih sayang dan penerimaan, model pola perilaku bermasyarakat,
pengembangan perilaku sosial, tempat belajar memecahkan masalah,
menyesuaikan diri dalam kehidupan, keterampilan motor, verbal dan
sosial, stimulator pengembangan kemampuan/potensi untuk berprestasi,
menembangkan aspirasi dan sumber persahabatan.
Keluarga merupakan pranata sosial yang memberikan legalitas
memenuhi kebutuhan dasar biologis, berfungsi ekonomis, lingkungan
pendidikan pertama dan utama bagi anak, penyemaian masyarakat masa
depan karena keluarga adalah miniatur masyarakat, pelindung bagi
anggota keluarga dari acaman fisik maupun psikologis, lingkungan yang
memberi kenyamanan, kehangatan serta keceriaan, penanam nilai-nilai
agama kepada anggota keluarga agar memiliki pedoman hidup yang
benar.
2. Tahapan
1) membangun relasi. Kunci proses konseling adalah jalinan relasi yang
harmonis antara konselor dengan Konseli. Konselor harus mampu
menyapa Konseli dengan baik sehingga Konseli merasa dirinya
diterima. Semua atribut yang akan mengganggu harus diminimalkan,
baik itu berhubungan dengan tempat, pakaian, status sosial ekonomi,
persepsi dan pemikiran Konselor tentang Konseli. Observasi terhadap
keberadaan Konseli harus dilakukan dengan hati-hati sehingga Konseli
tidak merasa dinilai. Hal yang harus diobservasi dari Konseli adalah :
penampilan
fisik,
motivasi,
indikator-indikator
kecemasan
atau
penolakan. Melalui tahapan ini diharapkan konseli terlibat dalam proses
konseling, sehingga konseli mampu mengekpresikan dan menyatakan
apa yang terjadi dalam pikiran maupun perasaannya.
Membangun relasi dalam konseling keluarga harus dilakukan dengan
keluarga secara keseluruhan maupun dengan orang perorang anggota
keluarga. Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran karena minat
dan kepentingan individual masing-masing anggota keluarga akan
sangat beragam.
2) mendiskusikan prinsip-prinsip dan tujuan konseling. Konseli harus tahu
apa hak, kewajiban dan peran selama proses konseling, karena subjek
dna objek konseling adalah Konseli. Tujuan konseling harus ditetapkan
bersama-sama dengan Konseli, sehingga tumbuh rasa tanggung jawab
untuk
menyelesaikan
permasalahan,
mengubah
perilaku
dan
berkeinginan untuk mengembangkan diri. Berapa lama waktu konseling
dilakukan dan kapan konseling akan dilaksanakan perlu disepakati oleh
seluruh anggoat keluarga.
Pada tahap ini
kesepatan seluruh
anggota keluarga terhadap
permasalahan yang akan dibahas merupakan hal fokus kajian.
Menanamkan pemikiran dan perasaan bahwa permasalahan yang
dihadapi merupakan permasalahan bersama dan akan mengganggu
sistem keluarga manakala tidak diselesaikan. Kesediaan dan ketulusan
anggota
keluarga
untuk
terlibat,
bahu-membahu
saling
Bantu
menyelesaikan permasalahan keluarga merupakan modal awal untuk
menggali permasalahan secara komprehensif.
3) menggali
permasalahan.
Pada
tahapan
ini
konselor
harus
mengembangkan berbagai pertanyaan maupun pernyataan yang akan
mendorong Konseli untuk menggali permasalahan yang dihadapi.
Tujuan yang ingin dicapai melalui tahapan ini adalah pemahaman
Konseli tentang masalah yang dihadapi serta bagaimana hubungan
atau dampak masalah terhadap diri. Pertanyaan maupun pernyataan
dapat dikembangkan dari lima kata kunci yaitu 5WH, What (apa), why
(mengapa), when (kapan), where (dimana), who (siapa) dan How
(bagaimana). Pernyataan maupun pernyataan sebagai respon terhadap
ungkapan atau pernyataan Konseli serta umpan balik dapat berupa
sebab
akibat,
mengurutkan
berdasarkan
kepentingan
Konseli,
mengurutkan berdasarkan waktu kejadian serta makna peristiwa bagi
Konseli.
Melalaui
tahapan
ini
diharapkan
konseli
mampu
menggambarkan secara nyata situasi yang dihadapi, memberi makna
terhadap situasi tersebut serta menggali perasaan dalam peristiwa yang
dialami.
Penggalian
anggota
masalah
keluarga
diawali
dengan
memandang
bagaimana
permasalahan
masing-masing
dan
dampak
permasalahan terhadap dirinya secara pribadi. Langkah yang kedua
adalah mengembangkan persepsi dan saling keterkaitan atau hubungan
permasalahan tehadap masing-masing anggota keluarga dan langkah
yang ketiga adalah menarik simpulan akar permasalahan baik secara
individual maupun keluarga sebagai suatu sistem.
4) personalisasi.
Prinsip
personalisasi
adalah
kien
menyadari
permasalahan dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan. Besarnya
kecilnya permasalahan sangat tergantung pada persepsi Konseli
tentang masalah, sehingga kita dapat mengurangi kegelisahan, frustasi
ataupun stress dalam diri Konseli dengan menempatkan permasalahan
secara proporsional serta mendorong Konseli untuk berfikiran positif
tentang dirinya. Pada tahap ini diharapkan klien memiliki pemahaman
sehingga mampu menterjemahkan kesadaran, perasaan dan penalaran
kedalam makna yang lebih pribadi menurut perspektif sendiri. Dengan
kata lain konseli mampu memahami keadaan lack of psychological
strength serta merumuskan tujuan untuk mengatasinya.
Kesadaran akan pentingnya keluarga dan keberfungsian keluarga bagi
kelangsungan kehidupan anggota keluarga merupakan hal yang harus
dicapai pada tahapan ini. Masing-masing anggota keluarga harus
mampu melihat dan menempatkan diri dalam posisi peran dan tanggung
jawab sebagai anggota keluarga dan sebagai pribadi. Sebagai pribadi
tidak boleh kehilangan integritas diri tetapi sebagai anggota keluarga
harus memiliki konsep diri dan konsep anggota komunitas.
5) menyusun rancangan tindakan serta monitoring atau evaluasi tindakan.
Tugas konselor pada tahap ini adalah mendukung konseli untuk dapat
membuat rancangan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan
permasalahan
yang
dihadapi.
Dimulai
dengan
menetapkan tujuan yang ingin dicapai, tahapan kegiatan yang akan
dilakukan, waktu pelaksanaan, keterlibatan orang lain, penggunaan alat
bantu
serta
bagaimana
konselor
dapat
membantu
memonitor
ataumemberikan balikan terhadap usaha yang dilaksanakan oleh
Konseli. Konselor harus mampu memberikan support agar Konseli
memiliki kekuatan mental untuk dapat melakukannya. Secara tegas
menetapkan kapan kegiatan akan dimulai. Jika memungkinkan konselor
dapat membantu tanpa sepengetahuan Konseli menciptakan berbagai
kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan.
Perencanan yang disusun terdiri atas perencanaan : pertama pribadi
masing-masing anggota keluarga sesuai dengan peran dan tanggung
jawab masing-masing
dan kedua perencanaan keluarga untuk
membangun keberfungsian konstelasi keluarga serta memperbaharui
budaya keluarga.
3. Tujuan dan Prinsip
Konseling diarahkan terbentuknya keluarga yang fungsional.
Karakteristik Keluarga yang fungsional adalah : saling memperhatikan,
mencintai, menghormati, menghargai dan penuh kasih sayang; bersikap
terbuka dan jujur; orang tua
mendengarkan, menerima perasaan,
menghargai pendapat dan melindungi anak; anggota keluarga berbagi
permasalahan dan atau pendapat; mampu berjuang mengatasi masalah
kehidupan, beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan minimnya
perselisihan antara orang tua dan anak; anggota keluarga saling
menyesuiakan diri dan mengakomodasi; komunikasi antar anggota
keluarga berlangsung baik, ada kesempatan untuk menyatakan keinginan
dan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan; kesempatan untuk
bersikap mandiri dalam berperilaku, berdisplin; keluarga memenuhi
kebutuhan psikososial, mewariskan nilai-nilai budaya, berkecukupan
dalam bidang ekonomi, mengamalkan nilai-nilai moral dan agama dan
orang tua memiliki stabilitas ekonomi.
Keluarga yang mengalami disfungsi memiliki resik yang besar
untuk bermasalah baik sebagai suatu sistem maupun bagi individuindividu yang ada didalamya. Dampak pertama disfungsi keluarga adalah
terganggungnya proses tumbuh kembang anak. Hubungan interpersonal
dalam keluarga yang tidak sehat merupakan faktor utama permasalahan
mental.
Melalui Konseling, keluarga didorong untuk menjadi keluarga yang
efektif yaitu keluarga yang memiliki budaya keluarga yang indah. Budaya
keluarga yang indah ditandai dengan rasa memiliki dari seluruh anggota
keluarga dengan tulus dan penuh cinta kasih, pemberian kesempatan
bagi semua anggota untuk tumbuh dan berkembang, membangun masa
depan keluarga, menjadikan keluarga sebagai prioritas, anggota keluarga
saling mendukung dan menghormati dengan prinsip win-win solution,
mengembangkan
kekuatan
dan
ketahanan
keluarga
serta
selalu
memperbaharui semangat keluarga.
Prinsip peranan keluarga menurut Covey (Syamsu Yusuf, 2000:3537) adalah :
a. modeling, orang tua adalah contoh atau model yang pertama dan
terdepan serta merupakan pola bagi cara hidup anak.
Pada
kehidupan keluarga terjadi pewarisan cara berfikir dan bertindak
dari orang tua terhadap anak.
b. mentoring, kemampuan untuk menjalin
atau membangun
hubungan, investasi emosional atau pemberian perlindungan
kepada orang lain secara mendalam, jujur, pribadi dan tidak
bersyarat.
Terwujud dalam bentuk empati, berbagi, memebri
kepercayaanketegasan dan dorongan, mendoakan secara ikhlas
serta berkorban untuk orang lain.
c.
organizing, keluarag merupakan tim kerja, sehingga antar anggota
keluarga harus bekerjasama dalam menyelesaikan tugas dan
memenuhi kebutuhan keluarga.
d. teaching, orang tua berperan sebagai guru bagi anak-anak tentang
hukum-hukum
dasar
memberdayakan
memahami,
kehidupan.
prinsip-prinsip
melaksanakan
dan
Orang
kehidupan
tua
berusaha
sehingga
mempercayai
anak
prinsip-prinsip
tersebut dan pada akhirnya memiliki conscious competence atau
kemampuan untuk
4. Konselor
Aspek penting yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh/ dari seorang
konselor adalah kepribadian dan keterampilan. Keduanya harus seimbang
dan harus terintegrasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
1). kepribadian :
a) menerima Konseli apa adanya, artinya konselor harus siap
menerima konseli bagaimanapun kondisi dan latar belakangnya.
Menerima dan menghargainya sebagai menusia yang utuh tanpa
label-label yang lebih bersifat negatif tentang dirinya, tetapi melihat
sesuatu yang positif pada konseli.
b) hangat, seseorang akan memiliki keberanian untuk menyampaikan
sesuatu jika orang yang dihadapinya bersikap hangat dan penuh
perhatian.
Menyapa
Konseli
dengan
ketulusan
hati
untuk
membantu
membuat
komunikasi
menjadi
menyenangkan.
Kehangatan tertampilkan melalui intonasi suara, ekspresi mata,
posture (sikap tubuh) dan gesture (mimik muka serta gerakangerakan fisik). Tingkatan emosinal konselor- maupun konseli dapat
dilihat dari keempat dimensi tersebut.
c) respek, menghormati Konseli dengan memperlakukan Konseli
sebagai
teman
dan
tamu
yang
diharapkan
kehadirannya.
Menghargai perbedaan dan kemampuan yang dimiliki konseli.
d) Emphati (pemahaman), menunjukkan sikap menghargai dan
memahami apa yang difikirkan dan dirasakan oleh Konseli.
Mencoba
menempatkan
diri
melalui
suatu
kesadaran
dan
pemahaman tentang sesuatu yang terjadi pada diri klien, serta
sebagai orang yang siap untuk mendengarkan apa yang ingin
disampaikan oleh Konseli.
e) ramah, klie akan merasa terganggu dan kehilangan kepercayaan
diri
jika merasa dirinya di tolak. Konselor harus mampu
menggunakan kata-kata serta mimik muka yang menentramkan
Konseli.
f) berteman/ bersahabat, sikap bahwa konselor peduli akan apa yang
difikirkan dan dirasakan oleh Konseli. Kehadiran konselor sebagai
teman atau sahabat yang siap untuk membantu.
g) mampu menjaga rahasia, kunci memperoleh kepercayaan dari
Konseli adalah kemampuan menjaga rahasia, konselor tidak boleh
menceritakan apa yang disampaikan oleh Konseli tanpa seijin
Konseli atau dianggap membahayakan jiwa. Konselor harus
memiliki kualiatas pribadi yang membuat orang lain percaya pada
dirinya dengan berkomunikasi secara confidential, menjamin
kebebasan pribadi dan jujur.
h) Kejujuran, konselor merupakan orang yang transparan, otentik dan
asli
i) Kekongkritan, konselor merespon apa yang disampaikan konseli
sesuai dengan kebutuhan, tanpa banyak basa-basi.
j) Sensitif, memiliki kepekaan yang tajam terhadap kondisi-kondisi
sosial psikologis yang dialami konseli, sehingga mampu melihat
permasalahan secara lebih tajam buka hanya gejala-gejala yang
nampak saja.
2) Konselor yang efektif adalah konselor yang memiliki :
a) rasa percaya diri. Sulit bagi Konseli untuk mempercayai dan
memperoleh jaminan konselor dapat membantu jika konselor tidak
percaya diri. Percaya diri artinya siap untuk menghadapi orang lain
dan percaya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan apa yang
dihadapi
b) berpengetahuan. Konselor harus memmiliki pengetahuan yang
cukup tentang nafza dan berbagai upaya yang dapat dilakukan
untuk menghindari dan melepaskan diri adaru ketergantungan
terhadap nafza. Konselor juga harus memiliki pengetahuan yang
luas tentang perilaku manusia, kondisi sosial budaya, norma dan
aturan agama, komunikasi dan menjalin relasi sosial, upaya
mengemas informasi serta penggunkan media komunikasi.
c) memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Bagaimana menyapa
seseorang, kalimat apa yang harus digunakan, kapan waktu yang
tepat untuk menyampaikan sesuatu, sikap dan bahasa tubuh apa
yang harus tertampilkan adalah hal-hal yang harus diperhatikan
oleh seorang konsulatan pada saat memberikan konseling.
d) mampu memahami persepsi Konseli, konselor perlu memahami
kerangka fikir Konseli tentang apa yang sedang dihadapinya. Apa
landasan yang digunakan Konseli, prasangka-prasangka apa yang
difikirkan Konseli, kecemasan- ketakutan apa yang dialami oleh
Konseli, bagaimana Konseli memandang permasahannya serta
apa makna permasalahan bagi dirinya.
e) menciptakan suasana yang bersahabat, relasi akan berjalan lancar
jika tercipta atmosfir yang bersahabat diantara konselor dengan
Konseli. Pemilihan tempat, pakaian, waktu serta alat bantu yang
digunakan akan membantu penciptaan suasana.
f)
Memahami prinsip dan konsep tentang keluarga, sikap atau
perlakuan orang tua dan dampaknya terhadap kepribadian anak,
perkembangan
anak,
serta
upaya-upaya
mensejahterakan
keluarga.
Tabel I
Sikap atau perlakuan orang tua dan dampaknya
terhadap kepribadian anak
Pola perlakuan
Perilaku Orang tua
Profile Tingkah laku anak
orang tua
1. Overprotection
(terlalu
melindungi)
1. Kontak yang berlebihan
dengan anak
2. Perawatan/
2. Agresif dan dengki
pemberian
terus
meskipun
4. melarikan
menerus,
kenyataan
anak
sudah
mampu merawat dirinya
kegiatan
anak secara berlebihan
4. memecahkan
anak
diri
dari
5. sangat tergantung
6. ingin
menjadi
pusat
perhatian
sendiri
3. mengawasi
3. mudah merasa gugup
anak
bantuan kepada
yang
1. perasaan tidak aman
masalah
7. bersikap menyerah
8. lemah
egostrengh,
adalam
aspirasi
dan toleransi terhadap
frustasi
9. kurang
mampu
mengendalikan emosi
10. menolak
tanggung
jawab
11. kurang percaya diri
12. mudah terpengaruh
13. peka terhadap kritik
14. bersikap yesmen
15. egiois/selfish
16. suka bertengkar
17. troublemaker (pembuat
onar)
18. sulit untuk bergaul
19. mengalami homesick
2. permissiveness
1.
memberikan kebebasan
untuk
berfikir
jalan
2. dapat bekerja sama
menerima
gagasan/
pendapat
3.
mencari
keluar
atau
berusaha
2.
1. pandai
3. percaya diri
4. penuntut
membuat anak merasa
diterima
dan
dan
tidak
sabaran
merasa
kuat
4.
toleran dan memahami
kelemahan anak
5.
cenderung
lebih
suka
memberi yang diminta
anak daripada menerima
3. rejection
1.
bersikapmasa bodoh
2.
bersikap kaku
gelisah, tidak patuh/ keras
3.
kurang
kepala, suka bertengkar
1. Agresif
mempedulikan
kesejahteraan anak
4.
marah,
dan nakal)
menampilkan
sikap
permusuhan
atau
dominansi
(mudah
2. Submissive (kurang dapat
mengerjakan
terhadap
tugas,
pemalu,
suka
mengasingkan
anak
diri,
mudah tersinggung dan
penakut)
3. sulit bergaul
4. pendiam
5. sadis
4. Acceptance
1.
2.
Memberi perhatian dan
1.
mau bekerjasama
cinta kasih yang tulus
2.
bersahabat
kepada anak
3.
loyal
menempatkan
anak
4.
emosi stabil
dalam
yang
5.
ceria
posisi
penting di dalam rumah
optimis
dan
bersikap
3.
6.
mengembangkan
4.
bersikap
respek
terhadap anak
5.
7.
jujur
8.
dapat dipercaya
9.
memiliki
perencanaan
mendorong anak untuk
yang
menyatakan
mencapai masa depan
perasaan
berkomunikasi
jelas
untuk
10. bersikap
atau pendapatnya
6.
menerima
tanggung jawab
hubungan yang hangat
dengan anak
mau
realistic
(memahami
dengan
kekuatan
anak secara terbuka dan
dan kelemahan dirinya
mau
secara objektif)
mendengarkan
masalahnya
5. Domination
1. mendominasi anak
1.
bersikap
sopan
dan
sangat berhati-hati
2.
pemalu, penurut, inferior
dan mudah bingung
3.
tidak
dapat
bekerja
sama
6. Submission
1.
Senantiasa memberikan
1.
tidak patuh
sesuatu
2.
tidak bertanggung jawab
3.
agresif dan lalai
anak
4.
bersikap otoriter
berperilaku semaunya di
5.
terlalu percaya diri
1.
implusif
2.
tidak dapat mengambil
yang
diminta
anak
2.
membiarkan
rumah
7.
Punitiveness/
1.
overdisciplin
Mudah
memberikan
hukuman
2.
menanamkan
kedisplinan secara keras
keputusan
3.
nakal
4.
sikap bermusuhan atau
agresif
3) Selama proses konseling, konselor mendorong Konseli memiliki
kemampuan untuk :
a) mengungkap masalah, seseorang akan sanggup mengungkapkan
masalah jika merasa menemukan orang yang dapat dipercaya,
tidak berada dalam suasana yang tertekan, memperoleh stimulasi
atau arahan tentang apa yang harus dibicarakan
b) memahami masalah, penggalian masalah yang dilakukan melalui
pertanyaan atau pernytaan tentang 5 WH akan membantu Konseli
memahami proporsi masalah dalam kehidupannya,
c) mengambil keputusan yang tepat, Konseli perlu memperolah
gambaran yang komprehensif tentang apa yang dialaminya serta
berbagai alternatif solusi. Pembuatan keputusan harus didasarkan
pada kepentingan dan analisis sisi positif maupun negatif solusi
dalam pemikiran Konseli bukan pemikiran konselor.
2. Konseli
Seseorang yang datang pada konselor untuk meminta bantuan disebut
konseli. Konselor harus memahami kedaan konseli. Konseli datang pada
konselor karena menghadapi permasalahan atau hambatan psikologis
atau berada dalam kedaan lack of psychological strength. Dimensi dari
lack of psychological strength adalah :
a) pemenuhan kebutuhan, individu merasakan kebutuhan psikologis :
memberi dan menerima, merasa bebas menentukan pilihan, memiliki
kesenangan, menerima kemungkinan atau stimulasi baru, menemukan
harapan, menemukan tujuan yang jelas dalam hidup.
b) kompetensi intrapersonal, yaitu kemampuan untuk berhubungan
dengan
orang
lain.
Terdiri
atas
kompetensi
memahami
diri,
mengarahkan diri dan penerimaam diri.
c) kompetensi
interpersonal,
merupakan
kemampuan
dalam
berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara yang baik dan
saling memenuhi. Antara lain kepekaan, assertif, kenyamanan
berdampingan, bebas dari tekanan.
d) kompetensi religius, kemampuan untuk melaksanakan kewajiban dan
tuntutan kehidupan sebagai ibadah sesuai keyakinan.
Individu dan keluarga yang tidak memiliki kompetensi atau tidak mampu
memenuhi keempat dimensi tersebut berarti memiliki lack of psychological
strength.
5. Rujukan
Bolton, Robert. 1988, People Skills, Australia : Simon & Schuster
Jones & Nelson, 1995, Counselling and Personality, Australia :Allen &
Unwin
Oā€¯Donohue & Krasner, 1995, Handbook of Psychological Skills Training,
Boston : Allyn and Bacon
Syamsu Y, Anne, Yusi, 2000, Bimbingan Keluarga, Makalah Pelatihan
Bimbingan dan konseling Pusdiktek DepKimbangwil, Bandung :
Jurusan PPB FIP UPI