HAMBATAN SOSIALISASI BAHASA LAMPUNG DI KALANGAN PELAJAR DI SLTP NUSANTARA BANDAR LAMPUNG

ABSTRAK

HAMBATAN SOSIALISASI BAHASA LAMPUNG DI KALANGAN PELAJAR
DI SLTP NUSANTARA BANDAR LAMPUNG

OLEH
ELIZHA

Bahasa Lampung adalah bahasa daerah yang hidup dan dipergunakan oleh penduduk
asli Lampung sebagai alat komunikasi antar anggotanya, baik dalam pergaulan sehari
hari maupun dalam upacara adat. Khususnya di daerah pedesaan, Bahasa Lampung
merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang diperoleh anak sejak kecil secara alami
dengan jalan mendengarkan dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari hari,
kemampuan berbahasa mereka berangsur angsur meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia dan pengalaman.
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor faktor apa yang
menghambat pelaksanaan sosialisasi Bahasa Lampung di kalangan pelajar. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor faktor penghambat
sosialisasi Bahasa Lampung di kalangan pelajar khususnya di SLTP Nusantara Bandar
Lampung.
Tipe penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini mengarah kepada

keadaan-keadaan dan individu-individu secara holistic atau utuh. Teknik penentuan
informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling atau
pemilihan secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan ditetapkan
berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria informan pada penelitian ini adalah siswa SLTP
Nusantara kelas 7,8 dan 9 serta guru yang khusus mengajar pelajaran Bahasa Lampung.
Untuk memudahkan pengumpulan data selanjutnya yang lebih akurat, peneliti
meenggunakan cara snowball yaitu melalui informasi yang diberikan oleh informan
sebelumnya yang sudah di wawancarai. Data dikumpulkan dengan menggunakan
metode wawancara mendalam (indepth interview) dan dipadu dengan menggunakan
pedoman wawancara dan didukung dengan studi pustaka, serta observasi. Teknik
analisis data melalui tiga tahapan yakni tahap reduksi data, penyajian data dan tahap
kesimpulan (verifikasi).
Berdasarkan hasil penelitian, ada 2 faktor yang menjadi hambatan dalam sosialisasi
Bahasa Lampung dikalangan pelajar, yakni faktor internal atau dalam diri siswa. Faktor

tersebut berupa (1) Adanya Rasa Malu Dalam Menggunakan Bahasa Lampung (2)
Rendahnya Minat Siswa Dalam Mempelajari Bahasa Lampung. Selain faktor internal
adapula faktor eksternal yakni faktor lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga,
sekolah dan lingkungan pergaulan.


I.

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto (1990:61), manusia diciptakan di
bumi sebagai mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya
orang lain. Manusia di dalam melakukan proses sosial antara sesama memerlukan adanya
interaksi sosial, karena tanpa adanya interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun antara
orang perorangan dengan kelompok manusia.
Bahasa digunakan untuk membentuk pikiran, perasaan, keinginan, dan juga perbuatan.
Bahasa menjadi suatu alat untuk mempengaruhi lingkungan. Pemakaian Bahasa
merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dipakai oleh setiap orang dalam suatu
masyarakat untuk berhubungan dengan sesama dan lingkungannya, melalui cara
berkomunikasi.

Bahasa merupakan

alat

atau mekanisme

yang dipergunakan manusia untuk

menyampaikan isi hatinya, dengan kegiatan menyampaikan isi hati tersebut yang dikenal
sebagai komunikasi. Kemudian Susanto menyatakan bahwa komunikasi yang efektif
hanyalah mungkin apabila isi pesan akan mempunyai bentuk jelas, memberikan makna
cukup kepada komunikan tentang apa yang dikatakan oleh komunikator dan selanjutnya
oleh komunikan dianggap akan berfungsi dalam hidupnya (Susanto, 1997:104).

Bahasa merupakan salah satu komponen terpenting sebagai media untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Definisi bahasa menurut Kridalaksana dalam Chaer (1994),
adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesa itu berasal dari bahasa
melayu, bahasa asing dan juga bahasa daerah, dengan demikian daerah-daerah yang

mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik, akan dihormati
dan dipelihara juga oleh negara. Demikian halnya dengan Bahasa Lampung yang
merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia (UU Pasal 33 tahun 1945).
Bagi masyarakat Indonesia, bahasa daerah umumnya merupakan bahasa pertama atau
bahasa ibu sedangkan Bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Kedua bahasa ini
dipergunakan secara berganti ganti sesuai dengan situasi yang dimasukinya. Sebagian
besar anak di sekolah telah berbahasa ibu (daerah) sebelum belajar Bahasa Indonesia.
Artinya, pendidikan di rumah dan masyarakat berlangsung lewat komunikasi bahasa
daerah (Alwasilah, 1985:161).
Bahasa daerah perlu dilestarikan dalam rangka mengembangkan serta memperkaya
pembendaharaan Bahasa Indonesia dan khasanah kebudayaan nasional sebagai salah satu
unsur kepribadian bangsa. Bahasa daerah perlu terus dipelihara agar tetap mampu
menjadi ungkapan budaya masyarakatnya yang mendukung kebhinekaan budaya sebagai
unsur kreativitas dan sumber kekuatan bangsa.
Setiap suku bangsa di dunia memiliki bahasa masing masing, sehingga tiap tiap suku
bangsa memiliki karakteristik dan dialek bahasa yang berbeda beda pula. Bahasa

merupakan salah satu komponen budaya yang terpenting, karena dengan bahasa kita
dapat mengetahui asal usul dari individu tersebut. Bahasa lokal/daerah saat ini mengalami
perubahan dan pergeseran nilai yang disebabkan berbagai macam faktor. Begitu juga

dengan Bahasa Lampung yang memiliki beberapa jenis dialek.
Bahasa Lampung adalah bahasa daerah yang hidup dan dipergunakan oleh penduduk asli
Lampung sebagai alat komunikasi antar anggotanya, baik dalam pergaulan sehari hari
maupun dalam upacara adat. Khususnya di daerah pedesaan, Bahasa Lampung
merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang diperoleh anak sejak kecil secara alami
dengan jalan mendengarkan dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari hari,
kemampuan

berbahasa

mereka

berangsur angsur

meningkat

sejalan

dengan


bertambahnya usia dan pengalaman.
Salah satu cara yang efektif dan efisien untuk pembinaan dan pengembangan bahasa
daerah Lampung adalah melalui pendekatan formal. Bertautan dengan itu, bahasa daerah
Lampung dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal di SD dan SLTP di
provinsi Lampung. Hal ini sesuai dengan keputusan Kepala Kanwil Depdikbud Provinsi
Lampung melaui surat keputusannya tanggal 18 april 1994, Nomor 2694/1.12.A/1994,
memutuskan, menetapkan, mengesahkan dan melakukan kurikulum muatan lokal yang
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran 1994- 1995, salah satu butir mata
pelajaran kurikulum muatan lokal pendidikan SD dan SLTP adalah Bahasa Lampung.
Bahasa Lampung itu terdiri dari bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan adalah
bahasa yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar.
Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam raga
bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air

muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Bahasa tulis adalah bahasa
yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.
Bahasa tulisan, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) disamping aspek tata
bahasa dan kosa kata. Dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur
tata bahasa seperti bentuk kata apapun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide (Depdikbud,

1996).
Penggunaan Bahasa Lampung merupakan salah satu upaya dalam pengembangan Bahasa
Lampung sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia seberapa besar usaha pembinaan dan
pelestarian Bahasa Lampung dilakukan secara formal di sekolah sekolah, tetapi jika
tidak diikuti penggunaan Bahasa Lampung baik di sekolah, lingkungan sosial, maupun
dalam praktik sehari hari maka usaha itu akan sia-sia saja.
Faktor yang mendorong pelajar etnis Lampung menggunakan Bahasa Indonesia dan
bukan Bahasa Lampung karena Bahasa Indonesia merupakan bahasa masyarakat umum.
Sulitnya penggunaan Bahasa Lampung dikalangan pelajar dikarenakan Bahasa Lampung
sulit untuk dimengerti. Bahasa Lampung yang terdiri dari dua dialek yakni dialek Api dan
Nyow membuat sebagian pelajar merasa sulit untuk memahami. Lampung merupakan
salah satu daerah transmigrasi, jadi ada percampuran penduduk didalamnya yang tidak
hanya masyarakat Lampung asli tetapi juga masyarakat pendatang.
Bahasa Lampung ini sekarang hanya merupakan bahasa kerabat yang terbatas
pemakaiannya, yaitu hanya dipakai di rumah, di kampung kampung penduduk asli antara
sesamanya, dan di waktu permusyawaratan adat. Banyak anak anak muda Lampung di

kota-kota besar sudah tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya dan hanya memakai
Bahasa Indonesia saja (Depdikbud Provinsi Lampung, 1986:52).
Menurut Hadikusuma (1989:109), menyatakan bahwa idealnya Bahasa Lampung sebagai

salah satu bahasa daerah harus tetap dipelihara agar dapat tumbuh dan berkembang
sehingga dapat lestari sampai kapan pun. Namun demikian sejauh usaha yang telah
ditempuh untuk melestarikan, Bahasa Lampung terdapat kenyataan besar bahwa
belakangan ini jumlah penutur Bahasa Lampung dirasakan semakin merosot. Selanjutnya
dikatakan banyak angkatan muda Lampung yang sudah kaku dan tidak lancar lagi
berbahasa Lampung, keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus karena
dikhawatirkan bahasa ini akan musnah. Oleh karena itu perlu adanya usaha pembinaan
dan pengembangan agar bahasa ini terus hidup dan berkembang.
Adapun hambatan sosialisasi Bahasa Lampung diantaranya ialah, guru yang kurang
berkompeten dibidangnya dikarenakan tidak semua guru yang mengajar Bahasa
Lampung itu merupakan orang Lampung asli, kemudian belum adanya kesepakatan
penetapan dialek yang digunakan, dialek Api (A) atau Nyow (O). Terkadang buku
panduan yang digunakan memang terdiri dari dialek Api (A) dan Nyow (O), tetapi
biasanya guru hanya menjelaskan salah satu dialek saja. Hal ini membuat para pelajar
mengalami kesulitan dalam memahaminya.
Selain terhambat pada tenaga pengajar yang kurang ahli dibidang Bahasa Lampung, ada
juga faktor keluarga yang ikut menjadi bagian dalam penggunaan Bahasa Lampung. Pada
keluarga yang bersuku Lampung, dalam berkomunikasi antar anggota keluarga jarang
sekali ditemukan penggunaan bahasa mereka sendiri. Komunikasi antara orang tua
dengan anak paling banyak dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia terutama


yang tinggal di perkotaan. Kurangnya penerapan Bahasa Lampung dalam lingkungan
keluarga membuat seorang anak kurang memahami bahasa sukunya sendiri. Adapun
faktor lain yang menghambat penggunaan Bahasa Lampung ialah dalam diri individu itu
sendiri, adanya logat dalam Bahasa Lampung membuat mereka merasa malu akan
ditertawakan oleh orang lain. Kemudian, lingkungan sekitar yang sudah tidak
menggunakan Bahasa Lampung, mereka lebih cenderung menggunakan bahasa-bahasa
gaul dalam berkomunikasi.
Penerapan Bahasa Lampung khususnya di SLTP Nusantara Bandar Lampung ialah siswa
harus

memiliki

pengetahuan

dan

keterampilan

dasar


berkomunikasi

dengan

menggunakan Bahasa Lampung yang baik dan benar serta dapat digunakan sesuai dengan
jenjang pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya, untuk mencapai tujuan tersebut siswa
merasa kesulitan. Hal tersebut muncul karena kurangnya penguasaan kosakata Bahasa
Lampung yang dimiliki siswa, baik dalam dialek A maupun dialek O. Oleh karena itu,
pembelajaran kosakata Bahasa Lampung hanya menjadi bagian materi pembelajaran saja.
Penerapan Bahasa Lampung di sekolah-sekolah khususnya di SLTP Nusantara Bandar
Lampung harus digalakkan. Jalur formal lewat pendidikan di sekolah bisa menjadi
langkah efektif. Bahasa daerah dan aksara Lampung mesti harus diperkenalkan disekolah
sehingga akhirnya bisa difungsikan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi
kenyataannya, Bahasa Lampung tidak menjadi mata pelajaran yang tetap, tetapi hanya
masuk dalam muatan lokal, sehingga setiap sekolah tidak berkewajiban mengadakannya.
Akhirnya, banyak pelajar yang merupakan penduduk asli Lampung tidak pernah
mempelajari bahasa dan adat Lampung secara utuh.

1.2


Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapat suatu rumusan masalah yaitu
faktor faktor apa yang

menghambat pelaksanaan sosialisasi Bahasa Lampung di

kalangan pelajar di SLTP Nusantara Bandar Lampung.

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor faktor
penghambat sosialisasi Bahasa Lampung di kalangan pelajar di SLTP Nusantara Bandar
Lampung.

1.4
a.

Kegunaan Penelitian
Secara Teoritis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan sosial khususnya dalam bidang Sosiologi Budaya berkaitan dengan
sosialisasi Bahasa Lampung dikalangan pelajar.

b.

Secara Praktis, dapat dipergunakan sebagai informasi pada masyarakat Lampung
mengenai hambatan sosialisasi Bahasa Lampung serta menumbuhkan kesadaran bagi
masyarakat Lampung dalam melestarikan budaya Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tinjauan Tentang Sosialisasi

1.

Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses seorang individu belajar berintegrasi dengan sesamanya dalam
suatu masyarakat menurut sistem nilai, norma, dan adat istiadat yang mengatur
masyarakat yang bersangkutan ( Suyono, 1985:379). Sedangkan menurut Suharto ( 1991:
112), sosialisasi atau proses memasyarakat adalah proses orang orang yang
menyesuaikan diri terhadap norma norma sosial yang berlaku, dengan tujuan supaya
orang yang bersangkutan dapat diterima menjadi anggota suatu masyarakat.
Sedangkan menurut Goslin dalam Ihrom (1999:30) sosialisasi adalah proses belajar yang
dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai nilai dan norma
norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota dalam kelompok masyarakat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah suatu proses belajar serta mengenal
norma dan nilai nilai sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berprilaku sesuai dengan
tuntunan atau perilaku masyarakatnya.

2.

Tahap

Tahap Sosialisasi

Sosialisasi dialami oleh individu sebagai mahluk sosial sepanjang kehidupannya sejak ia
dilahirkan sampai meninggal dunia. Berger dan Lukman dalam Ihrom (1999:32)
mengatakan bahwa sosialisasi dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu:
a. Sosialisasi Primer, sebagai sosialisasi yang pertama dijalani individu semasa kecil,
melalui bagaimana ia menjadi anggota masyarakat. Dalam tahap ini proses sosialisasi
primer membentuk kepribadian anak kedalam dunia umum, dan keluargalah yang
berperan sebagai agen sosialisasi.
b. Sosialisasi Sekunder, didefinisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan
telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarkatnya; dalam tahap ini
proses sosialisasi mengarah pada terwujudnya sikap profesionalisme (dunia yang lebih
khusus); dan dalam hal ini yang menjadi agen sosialisasi adalah lembaga pendidikan, per
grup, lembaga pekerjaan dan lingkungan dari keluarga.
Sementara itu, menurut Robert M.Z Lawang dalam Murdiyatmoko (2007:103) sosialisasi
dibedakan menjadi 2 tahap, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi
primer merupakan jenis sosialisasi yang terjadi pada saat usia anak masih kecil sekitar
usia 0 sampai 4 tahun. Pada saat ini, anak dapat mengenal lingkungan sosialnya, dan
orang orang yang biasa berinteraksi dengannya, seperti ayah, ibu, kakak, dan anggota
keluarga lainnya. Anak pun dapat mengenal dirinya sendiri. Ia diberi tahu namanya
sehingga secara bertahap ia dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Pada masa
sosialisasi primer, peranan orangtua dan anggota keluarga lainnya harus dapat
memberikan bimbingan dan layanan kepada anak usia balita semaksimal mungkin.
Sedangkan sosialisasi sekunder merupakan jenis sosialisasi yang terjadi setelah
sosialisasi primer berlangsung sampai akhir hayatnya. Jika dalam sosialisasi primer yang

berperan adalah keluarga, dalam sosialisasi sekunder yang berperan dalam mendidik
adalah orang lain seperti sekolah dan adat istiadat.

3.

Tipe Sosialisasi
Ada dua tipe sosialisasi, kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Formal
Sosialisasi yang dilakukan melalui lembaga-lembaga berwenang menurut ketentuan
negara atau melalui lembaga-lembaga yang dibentuk menurut undang-undang dan
peraturan pemerintah yang berlaku.
2. Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompokkelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.

Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan
pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam
lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya
dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia
mengalami proses sosialisasi. Dengan adanya proses sosialisasi tersebut, siswa akan
disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan
mempunyai kesadaran untuk menilai dirinya sendiri. Meskipun proses sosialisasi
dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisah

pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus
(Maryati, 2006: 109).

4.

Pola Sosialisasi
Pola sosialisasi menurut Jaeger dalam Sunarto (1993: 37) dibagi dalam dua pola, yaitu:
sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.

Sosialisasi represif (repressive

socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari
sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan
imbalan. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana
anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat
simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada
interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan
keperluan anak.
5.

Proses Sosialisasi
Proses sosialisasi adalah proses seorang individu berinteraksi dengan sesamanya dalam
suatu masyarakat menurut sistem nilai, norma dan adat istiadat yang mengatur
masyarakat yang bersangkutan.
Proses sosialisasi menurut Duncan Mitchel dalam A New Dictionary of Sociology
(Erliani, 2001: 12) adalah:
melalui mana organisme tumbuh dan menyatu serta berpartisipasi dengan kehidupan
sosial dari lingkungannya dan proses tersebut berlangsung terus menerus sepanjang

Sedangkan proses sosialisasi menurut Soekanto (1993:347) adalah proses dimana
seseorang mempelajari atau dididik untuk mengetahui dan memahami norma norma

serta nilai nilai yang berlaku. Dalam pengertian tersebut kita dapat melihat bahwa
seseorang (individu) mempelajari atau mengalami proses belajar. Individu tersebut
mengalami proses penyesuaian diri individu ke dalam kehidupan sosial.
Jadi, proses sosialisasi merupakan suatu proses yang dimulai sejak seseorang itu
dilahirkan untuk dapat mengetahui dan memperoleh sikap, pengertian, gagasan dan pola
tingkah laku yang disetujui masyarakat.
6.

Agen Sosialisasi
Media sosialisasi merupakan tempat dimana sosialisasi itu terjadi atau disebut agen
sosialisasi. Agen sosialisasi merupakan pihak pihak yang membantu seseorang individu
belajar terhadap segala sesuatu yang kemudian menjadikannya dewasa (Narwoko, 2004:
72).
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada
empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan
agen- agen lain.
a. Lembaga Pendidikan Sekolah
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan
satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Proses sosialisasi akan
berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak
bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi,
dimasyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena di
kacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

b. Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung,
dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam
suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas
(extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat
saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di
samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat
penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada diluar anggota kerabat
biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota
kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi.
c. Teman Pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia
ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan
sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam
proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa
remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak
sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat
dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari
peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga
mempelajari nilai-nilai keadilan.

d. Lembaga Pendidikan Formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca,
menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang
tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas
sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
e. Media Massa
Kelompok media

massa yang

termasuk

disini

adalah

media

cetak

(surat

kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video,film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
f. Agen-Agen Lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama, tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan
pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang
dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak
pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar
(green heroes,2010).

B.

Tinjauan Tentang Bahasa

1.

Pengertian Bahasa

Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa.
Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa
adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan
bendanya. Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi
bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols
and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai
kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep
melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang
diatur oleh ketentuan). Pendapat di atas mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan
(1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem
yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak
menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola
yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang
dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus
menguasai bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan dipakai oleh masyarakat unuk berkomunikasi, kerja sama dan identifikasi
diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa
sekunder.

2.

Fungsi Bahasa

Menurut Krech dalam Blake dan Haroldsen (2003:6), menetapkan fungsi utama bahasa
yaitu:

a. Alat utama dalam berkomunikasi
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan
perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia
mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan
masa depan kita.
b. Sebagai cermin kepribadian individu dan kebudayaan masyarakat sekaligus, pada
gilirannya bahasa membantu membentuk kepribadian dan kebudayaan manusia.
c. Dapat meningkatkan pertumbuhan dan pewarisan kebudayaan, kelangsungan masyarakat
dan fungsi pengawasan, serta pengendalian yang efektif dari kelompok

kelompok

masyarakat.
Menurut Mulyana (2004:242) fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menanami atau
menjuluki orang, Sedangkan menurut Martinet (1987:22) bahasa adalah untuk
berkomunikasi. Kemudian bahasa memiliki fungsi lain, pertama bahasa dapat dianggap
sebagai penunjang pikiran sehingga kita dapat mempertanyakan apakah kegiatan mental
yang kurang menggunakan bahasa patut disebut pikiran. Kedua, bahasa untuk
mengungkapkan diri, artinya untuk mengkaji apa yang dirasakan tanpa memperhatikan
sama sekali reaksi pendengarannya yang mungkin muncul.
Dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat utama dalam penamaan,
interaksi dan transmisi interaksi yang dapat disampaikan orang lain.

3.

Ragam Bahasa

Macam macam dan jenis jenis ragam/ keragaman bahasa menurut Walija (1996:41)
antara lain sebagai berikut :

a. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa
jurnalistik dan sebagainya.

b. Ragam bahasa pada perorangan atau dialek seperti gaya bahasa mantan presiden
Soeharto, gaya bahasa Benyamin S dan sebagainya.

c. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti
dialek bahasa Madura, dialek bahasa Medan, dialek bahasa Sunda, dialek bahasa Bali,
dialek bahasa Jawa dan sebagainya.

d. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam
bahasa orang akademisi berbeda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.

e. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.

4.

Bahasa dan Kultur

Bahasa dipahami sebagai kumpulan norma-norma perkataan dari komunitas tertentu, juga
termasuk bagian dari kultur yang lebih besar dari komunitas yang menggunakannya.
Manusia menggunakan bahasa sebagai cara memberikan sinyal identitas antara grup
kultur dan perbedaan dengan yang lainnya. Bahkan diantara pembicara dalam satu bahasa
beberapa cara berbeda dalam menggunakan bahasa masih ada, dan setiap nya digunakan
untuk memberikan sinyal pertalian antara subgrup dalam satu kultur yang besar. Linguis

dan antropologis, terutama sociolinguistic, ethnolinguists dan linguistic anthropologists
telah mengkhususkan mengkaji bagaimana cara berbicara bisa berbeda antar komunitas.
Cara komunitas menggunakan bahasa adalah bagian dari kultur komunitas tersebut,
seperti praktek-praktek lainnya. ia merupakan cara untuk menunjukkan identitas grup.
Cara-cara

berbicara

tidak

hanya

untuk

berkomunikasi,

tetapi

juga

untuk

mengidentifikasikan posisi sosial dari pembicara (Wikipedia,2011).
5.

Bahasa Lampung
Menurut Sumarsono dan Partama (2002:13) menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan
bahasa daerah adalah bahasa sekelompok masyarakat yang tinggal disuatu daerah tertentu
yang disebut juga dialek. Perbedaan dialek di dalam sebuah bahasa ditentukan oleh
geografis atau region kelompok pemakainya. Karena itu disebut dialek geografis atau
dialek regional. Batas batas alam seperti gunung, sungai, laut, hutan dan semacamnya
membatasi dialek yang satu dengan dialek yang lain.
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam dua sub dialek, yaitu dialek
Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:
1. Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di
Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh,
Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten
Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way
Lima, Padang cermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di
Kecamatan Kota agung, Semaka, Talang padang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong,

Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk
Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Rajabasa. Banten di
Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat
Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa,
Lemong , Bengkunat dan Ngaras.
3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan masyarakat Etnis Lampung yang
bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu,
Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di
Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedungtataan dan Tegineneng. Lampung
Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung
Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang berdomisili di
Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan
Sungkay Jaya.
7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh
masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung
Raja dan Kayu agung di Provinsi Sumatera Selatan.

B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:

1.

Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di
Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur
dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur,
Terbanggi

Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia.

Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan
Way Jepara. Lampung Selatan meliputi desa Muaraputih dan Negararatu. Kota Metro
di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung meliputi Kelurahan
Labuhanratu, Gedungmeneng, Rajabasa, Jagabaya, Langkapura, dan Gunung agung
(Kelurahan Segalamider).
2. Bahasa Lampung Logat Menggala dipertuturkan masyarakat Etnis Lampung yang
bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang
Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji (Pubianartikel,
2010).
Sedangkan Van der Tuuk mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam dua sub dialek,
Dialek Pubian dan Dialek Abung.
A. Masyarakat pengguna bahasa Lampung dialek A/Pubian/Api
1. Bahasa Lampung Pubian digunakan oleh Etnik Lampung yang ada di sebagian
Kabupaten Pesawaran, sebagian Kabupaten Lampung Selatan, sebagian Kabupaten
Lampung Tengah, sebagian Kabupaten Tanggamus, dan sebagian Kota Bandar
Lampung.
2. Bahasa Lampung Melinting mayoritas digunakan oleh Etnik Lampung yang ada di
sebagian Kabupaten Lampung Timur.

3. Bahasa Lampung Sungkai mayoritas digunakan oleh Etnik Lampung yang ada di
Kabupaten Lampung Utara, yang meliputi Kecamatan Sungkai Selatan (Ketapang) dan
Sungkai Utara (Negara Ratu) beserta pemekaran dua kecamatan tersebut.
4. Bahasa Lampung Pemanggilan Jelema Daya digunakan oleh mayoritas etnik yang ada di
Muaradua, Martapura, Komering Ilir, serta daerah Kayuagung yang memasuki Provinsi
Sumatra Selatan.
5. Bahasa Lampung Pesisir digunakan oleh Etnik Lampung yang ada pada sebagian Kota
Bandar Lampung, sebagian Kabupaten Lampung Selatan, sebagian Kabupaten Lampung
Barat, sebagian Kabupaten Tanggamus. Bahasa Lampung Pesisir juga banyak digunakan
di sekitaran Danau Ranau yang berbatasan dengan Provinsi Sumatra Selatan, daerah luar
Provinsi Lampung lainnya seperti di Cikoneng, Bojong, Salatuhur, dan Tegal.
6. Bahasa Lampung Way Kanan mayoritas digunakan oleh Etnik Lampung yang ada di
Kabupaten Way Kanan.
b. Masyarakat pengguna Bahasa Lampung dialek O/Abung/Nyow
1. Bahasa Lampung Abung digunakan oleh Etnik Lampung yang ada di sebagian Kota
Bandar Lampung, sebagian Kabupaten Lampung Selatan, Sebagaian Kabupaten
Lampung Tengah, Sebagian Kabupaten Lampung Utara, sebagian Kabupaten Lampung
Timur, dan sebagian Kota Metro.
2. Bahasa Lampung Menggala atau bahasa Lampung Tulangbawang mayoritas digunakan
oleh etnik Lampung yang ada di Kabupaten Tulang Bawang (Pubianartikel, 2010).

C

Tinjauan Tentang Teori Bahasa

Beberapa terminologi dasar dari sebuah teori bahasa diantaranya:
1. Alphabet
2. Concatination / penyambungan
3. String

Dalam teori bahasa, Istilah huruf = karakter = simbol dan istilah kalimat = kata =string.
a. Simbol / huruf / karakter
merupakan sebuah elemen alphabet yang memiliki makna unik /tunggal, misalnya
simbol A dan simbol B yang memiliki makna berbeda.
Dalam Tesaurrus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (2008:459), simbol diartikan sebagai
ikon, karakter, lambang, logo, markah, representasi, sinyal, tanda. Simbol adalah kata
serapan yang berpadanan dengan

kata Indonesia lambang. Simbol ataupun

lambang adalah suatu konsep yang berada di dunia ide atau pikiran kita (Chaer, 2002:38).
Rahmanto (Sumarto,1984:133) membedakan tiga simbol bahasa, yaitu (1) simbol
universal berkaitan

dengan arketipus, misalnya tidur sebagai lambang kematian; (2)

Simbol kultural yang melatarbelakangi suatu kebudayaan tertentu; dan (3) Simbol
individual di pakai ke dalam studi bahasa masyarakat dan lingkungan. Dalam kajian ini
simbol yang akan dikaji adalah simbol universal yang berkaitan dengan arketipus.
b. Alphabet
Dilambangkan dengan huruf capital miring, alphabet adalah himpunan tak kosong yang
berhingga dari simbol simbol.
c. Kata/kalimat/string

Kata merupakan dereten simbol simbol dari suatu alphabet (Triyanto, 2011)

D.

Tinjauan Tentang Pembelajaran Bahasa
Manusia pada hakikatnya adalah homo socius atau mahluk sosial. Maka manusia akan
hidup berkembang secara normal dan wajar hanya apabila dia bersama dengan
lingkungan sosialnya. Orang mungkin berargumentasi bahwa secara kodrati seorang anak
diperangkati dengan kemampuan berbahasa. Memang benar demikian adanya namun
kemampuan dasar yang diberikan tuhan tidak pernah tumbuh berkembang wajar kalau
tidak dibiarkan berada dalam suasana dan lingkungan sosial yang wajar. Banyak ahli
ilmu bahasa terapan terutama yang benyak berkiprah dalam hal ikhwal pembelajaran
bahasa, memperhatikan hasil percobaan menuasia itu dalam mengembangkan teorinya.
Ada beberapa model pembelajaran bahasa yang biasa diterapkan guru, yaitu : model
pembelajaran komunikatif, silent way, total physical response, community language
learning, dan grammar translation method. Setiap pendekatan dan model pembelajaran
bahasa berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan saling terkait satu sama lain.
Masing-masing berkembang seiring dengan kerangka teori bahasa dan teori pembelajaran
bahasa yang dianutnya. Maka. orang awam lalu tidak mudah mengerti pendekatan,
metode, dan tehnik belajar bahasa yang paling tepat untuk belajar bahasa.
Model pembelajaran bahasa yang paling efektif dalam belajar bahasa adalah kombinasi
dari setiap pendekatan dan metode yang ada, tentu saja dengan menyesuaikan,

mempertimbangkan, dan memperhitungkan keadaan sosial kultural yang berlaku lokal
terlebih untuk anak-anak usia belajar paling efektif adalah sejak usia 2 tahun sampai
menjelang masa pubernya. Model pembelajaran bahasa yang bersifat elektis inilah yang
paling tepat diterapkan. Oleh karena itu, tidak perlu memaksakan pendekatan, metode
dan tehnik tertentu karena bila terlalu dipaksakan, jangankan tingkat keberhasilan yang
gemilang seperti yang dibayangkan, orang malah tidak dapat berbicara secara normal dan
wajar.
Banyak contoh yang bisa kita temui di sekitar kita tentang penerapan model pembelajaran
yang terlalu dipaksakan untuk mengikuti satu jenis model pembelajaran yang dianggap
tepat namun akhirnya malah menjadi boomerang bagi anak. Peran aktif orang tua dan
orang-orang terdekat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan penguasaan
bahasa ( jogjacamp, 2010).
E.

Tinjauan Tentang Pelajar
Sebutan pelajar diberikan kepada peserta didik yang sedang mengikuti proses pendidikan
dan pembelajaran untuk mengembangkan dirinya melalui jalur, jenjang dan jenis
pendidikan. Peserta didik dalam arti luas adalah orang yang terkait dengan proses
pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang
belajar disekolah (Sinolungan, 1997).

F.

Kerangka Pemikiran
Bahasa dan aksara Lampung terancam punah apabila lambat laun masyarakatnya tidak
lagi terbiasa menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, pendidikan formal
perlu menggalakkan muatan lokal bahasa dan aksara Lampung agar selalu terpelihara.

Jalur formal lewat pendidikan di sekolah bisa menjadi langkah efektif. Bahasa Lampung
mesti terus diperkenalkan di sekolah sehingga akhirnya bisa difungikan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahasa Lampung saat ini hampir tidak ditemui lagi. Masyarakat lebih
memilih menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Bahkan, baik
para pelajar maupun orang dewasa, bahasa pergaulan dari Jakarta sering diadopsi,

Demikian pula yang terjadi di Lampung. Kian ramainya masyarakat pendatang yang
bermukim disini, tak pelak membuat Bahasa Lampung semakin bergeser dan terancam
punah. Terbukanya peluang bagi masyarakat daerah lain khususnya Jawa, untuk masuk
ke Lampung setidaknya disebabkan letak geografis Provinsi Lampung sebagai pintu
gerbang pulau Sumatera. Dampaknya bagi orang Lampung khususnya yang bermukim di
daerah perkotaan menjadi minoritas. Artinya, walaupun mereka ulun Lampung tetapi
tidak memungkinkan untuk berokunikasi dengan lingkungan sekitarnya yag jelas-jelas
tidak bisa berbahasa Lampung. Wajar jika mereka tidak pernah menggunakan Bahasa
Lampung.
Dalam dunia pendidikan, Bahasa Lampung tidak menjadi mata pelajaran yang tetap,
tetapi hanya masuk dalam muatan lokal, sehingga setiap sekolah tidak berkewajiban
mengadakannya. Ujung-ujungnya, banyak siswa yang benar benar orang lampung tidak
pernah mempelejari bahasa dan adat lampung secara utuh. Pada masa ini, kondisi Bahasa
Lampung dapatlah dikatakan mencapai tingkat yang cukup mengkhawatirkan. Sebab
banyak dari generasi muda suku Lampung yang enggan mempelajari seni budayanya
sendiri bahkan sudah sangat jarang menggunakan Bahasa Lampung dalam interaksi sosial
sehari-hari.

Skema Kerangka Pemikiran

Hambatan Sosialisasi Bahasa
Lampung di Kalangan Pelajar

Internal

Eksternal

Dalam Diri
1. Rasa Malu
2. Minat Siswa

Berkurangya kemampuan remaja dalam
mengunakan Bahasa Lampung

Lingkungan
1. Keluarga
2. Sekolah
3. Pergaulan

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan oleh peneliti
karena peneliti menganggap bahwa masalah yang diteliti tidak cukup hanya dikaji
menggunakan pendekatan lainnya. Pendekatan ini mengarah kepada keadaan- keadaan dan
individu-individu secara holistic atau utuh (Bogdan dan Taylor, 1993:220). Karena
sifatnya yang menekankan pada makna maka data atau informasi yang ditunjang
penelitian kualitatif dapat berbentuk gejala yang sedang berlangsung, ingatan, pendapat
atau praktis dan lain-lain, oleh karena itu analisis isi lebih penting. Sehingga pada
penelitian ini perlu penggambaran atau pendeskripsian runut yang jelas dan sesuai dengan
data yang di dapat di lapangan.

B.

Fokus Penelitian
Agar penelitian ini mendapatkan data yang valid dan dapat lebih terfokus, maka peneliti
merumuskan batasan-batasan yang harus di perhatikan pada saat berlangsungnya
penelitian. Seperti yang dikemukakan Bogdan dan Taylor (1993:220), fokus penelitian
dalam penelitian ini adalah:

Hambatan sosialisasi bahasa Lampung di kalangan pelajar
a.

Faktor Internal

Salah satunya adalah faktor dalam diri remaja itu sendiri, misalnya adanya rasa malu yang
timbul dikarenakan logat dalam Bahasa Lampung yang menurut suku lain terdengar
sangat aneh kemudian rendahnya minat siswa dalam mempelajari Bahasa Lampung.
b.

Faktor Eksternal
Salah satunya adalah faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
1. Keluarga
Dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga, Bahasa Lampung sudah jarang digunakan
oleh antar anggota keluarga, karena Bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa sehari-hari
khususnya keluarga yang tinggal di perkotaan.
2. Sekolah
Dalam lingkungan sekolah Bahasa Lampung bukan merupakan suatu pelajaran yang wajib
diterapkan di sekolah-sekolah. Kemudian guru-gurunya yang masih kurang menguasai
materi Bahasa Lampung.
3. Lingkungan Pergaulan

sehari-hari. Apalagi di keluarga sudah jarang menggunakan Bahasa Lampung kemudian di
sekolah juga Bahasa Lampung kurang di kuasai sehingga remaja itu sendiri kurang paham
dalam penggunaan Bahasa Lampung.

C.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana objek penelitian dapat di temukan. Penelitian ini
di lakukan di SLTP Nusantara kota baru Kecamatan Tanjung Karang Timur. Penelitian di

ambil di tempat ini di karenakan selain peneliti merupakan alumni SLTP tersebut juga
karena data tentang sosialisasi dan hambatan sosialisasi Bahasa Lampung dilembaga
pendidikan ini cukup tersedia sehingga dapat mempermudah dalam proses pengumpulan
data dalam penelitian ini.
D.

Penetuan Informan
Teknik penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling atau pemilihan secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan
ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria informan pada penelitian ini adalah
siswa SLTP Nusantara kelas 7,8 dan 9 serta guru yang khusus mengajar pelajaran Bahasa
Lampung.
Untuk memudahkan pengumpulan data selanjutnya yang lebih akurat, peneliti
meenggunakan cara snowball yaitu melalui informasi yang di berikan oleh informan
sebelumnya yang sudah di wawancarai. Keuntungan yang diperoleh melalui sistem ini
adalah peneliti tidak mengalami banyak kesulitan untuk menetukan informan yang akan di
wawancarai, karena data mengenai siapa saja orang yang di anggap bisa memberi
informasi tentang permasalahan yang di teliti sudah disediakan oleh para informan
sebelumnya.

E.

Teknik Pengumpulan Data

1.

Wawancara Mendalam
Wawancara

mendalam digunakan untuk memperoleh data-data mengenai hambatan

sosialisasi bahasa lampung di kalangan remaja. Wawancara mendalam akan dilakukan

dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang di
ajukan kepada informan. Hal ini di maksudkan agar pertanyaan yang di ajukan oleh
peneliti terarah tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan serta
suasana tetap terkesan dalam mengembangkan pertanyaan yang dialogis dan informal.
2.

Observasi
Teknik ini di gunakan untuk menghimpun keterangan yang di lakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena yang akan
di jadikan objek pengamatan. Teknik ini dapat mendukung data yang di peroleh melalui
wawancara, sehingga akan di ketahui apakah data yang di peroleh dari informan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.

3.

Studi Pustaka
Pengumpulan data yang di gunakan melalui teknik ini di sesuaikan dengan sumbersumber data yang di peroleh, misalnya berasal dari buku-buku, makalah, surat kabar
maupun tulisan ilmiah yang terkait dengan penelitian ini.

F.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami dan semuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Analisa data kualitatif menurut Milles dan Huberman (1992:16-19) meliputi tiga
komponen analisa yaitu:

1.

Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data-data
tertulis di lapangan.. Selain itu, reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan,

menggolongkan,

mengarahkan,membuang

yang

tidak

perlu

dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dan
diverifikasi, cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi yang panjang,
melalui ringkasan atau singkat menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas.
2.

Penyajian Data (Display)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan menganalisis. Penyajian data lebih baik merupakan suatu cara
yang utama bagi analisis kualitatif yang valid.

3.

Penarikan Kesimpulan (Verifikasi data)
Mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan, konfigurasikonfigurasi, dan alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan senantiasa diuji
kebenarannya, kekompakannya, dan kecocokan, yang merupakan validitasnya sehingga
akan memperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya.

VI.

6.1

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap kedelapan informan tentang hambatan sosialisasi Bahasa
Lampung dikalangan pelajar di SLTP Nusantara Bandar Lampung, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :

1.

Informan merasa malu dalam menggunakan Bahasa Lampung dikarenakan logat Bahasa
Lampung itu sendiri membuat orang yang mendengar merasa aneh, bahkan ada yang
menertawakan. Tidak hanya itu saja, Bahasa Lampung dianggap bahasa kuno dan tidak
gaul. Informan merasa lebih nyaman dan lebih pede dengan menggunakan Bahasa
Indonesia, dimana Bahasa Indonesia lebih mendominasi terhadap penggunaan Bahasa
Lampung itu sendiri dikalangan pelajar.

2.

Di lingkungan keluarga, informan yang bersuku Lampung dalam berkomunikasi antar
anggota keluarga jarang sekali ditemukan penggunaan bahasa mereka sendiri.
Komunikasi antara orang tua dengan anak paling banyak dilakukan dengan menggunakan
Bahasa Indonesia terutama yang tinggal di perkotaan. Kurangnya penerapan Bahasa
Lampung dalam lingkungan keluarga membuat seorang anak kurang memahami bahasa
sukunya sendiri.

3.

Dalam komponen pengelolaan belajar, sulitnya tercipta lingkungan belajar aktif. Dalam
arti, proses pembelajaran Bahasa Lampung berlangsung siswa lebih cenderung
menikmati apa yang diberikan guru secara pasif. Hal tersebut terjadi karena kurangnya
kemampuan siswa dalam menguasai kosa-kata Bahasa Lampung sehingga berdampak

pada sulitnya siswa menggunakan Bahasa Lampung dalam berkomunikasi. Interaksi yang
terjadi lebih kepada interaksi materi kebahasaan Bahasa Lampung dibandingkan kepada
bagaimana

menggunakan

Bahasa

Lampung.

tentunya

banyak

faktor

yang

melatarbelakangi hal tersebut, antara lain latar belakang siswa, keterbatasan media yang
sesuai, rendahnya rasa ingin tahu siswa, dan lain-lain.

6.2
1.

Saran
Perlu adanya kesadaran bagi para pelajar untuk menggunakan Bahasa Lampung dalam
kehidupan sehari-hari agar terjaga kelestarian penggunaan Bahasa Lampung dikalangan
generasi penerus bangsa.

2.

Agar Bahasa Lampung terus dapat dilestarikan hendaknya dapat dilakukan dengan
menerbitkan buku-buku tentang Bahasa Lampung, sehingga dapat menambah wawasan
bagi para pelajar khususnya agar lebih memahami Bahasa Lampung dengan baik.

3.

Bagi para lembaga-lembaga khususnya dibidang kebudayaan, hendaknya mengadakan
olimpiade yang berhubungan dengan kebudayaan Lampung.

4.

Hendaknya Bahasa Lampung tidak hanya di ajarkan sampai SLTP saja, tetapi diajarkan
pula sampai di tingkat SMA.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab V ini penulis akan memaparkan hasil dari proses wawancara mendalam
(indepth interview) dan pengamatan dengan informan-informan yang telah dikumpulkan
dan diolah secara sistematis menurut kaidah penulisan yang sesuai dengan panduan
dalam metode penelitian. Setelah diadakan penelitian terhadap delapan orang yakni
enam orang siswa yang terdiri dari kelas VII, VIII dan IX serta 2 dua orang guru
Bahasa Lampung yang menjadi objek kajian penelitian, yang berada di SLTP
Nusantara Bandar Lampung. Berikut ini akan dideskripsikan hasil dari penelitian yang
berisi tentang profil dan pembahasan mengenai hambatan sosialisasi Bahasa Lampung di
kalangan pelajar. Untuk data informan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Profil Informan

A.

NAMA
USIA
INFORMAN
Rika Rahayu 32 tahun

Guru Bahasa Lampung

Banten

Kholinawati

44 tahun

Guru Bahasa Lampung

Lampung

Eni

12 tahun

Siswi kelas VII

Lampung

Reza

12 tahun

Siswi kelas VII

Jawa

Anggi

13 tahun

Siswi kelas VIII

Lampung

Ahmad

13 tahun

Siswi kelas VIII

Lampung

Diah

15 tahun

Siswi kelas IX

Jawa

Anisa

14 tahun

Siswi