Penguasaan Lahan Sosial Ekonomi

32 5.5.2.Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk suatu masyarakat merupakan faktor penting untuk melihat mutu sumber daya manusia. Tingkat pendidikan dapat menentukan kemajuan pembangunan suatu masyarakat, karena pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk. Dalam pembangunan pertanian,pendidikan merupakanfaktor pelancar tingkat pendidikan formal kepala rumah tangga penduduk di Badung Utara dan Badung Selatan berturut-turut 9,4 tahun dan 7,2 tahun atau dengan kata lain tingkat pendidikannya masih rendah Pendidikan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah BPS, 1998. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempersulit untuk mendapat pekerjaan di luar sektor pertanian serta mempersulit difusi suatu inovasi pada rnasyarakat. Hariandja 1979 mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu sumber kemiskinan selain kurangnya tanah sebagai sumber penghasilandan jumlah anggota yang besar.

5.5.3. Penguasaan Lahan

Besar kecilnya pendapatan masyarakat terutama petani tergantung dari luas penguasaan lahannya., kesuburan lahan, jenis lahan, jenis komoditi yang diusahakan, serta tingkat penerapan teknologi. Rata-rata luas penguasaan lahan penduduk cli Badung Utara dan Badung Selatan sebesar 33,39 dan 24.38 are 33 sedangkan luas pemilikannya ternyata lebih besar dibandingkan dengan luas penguasaannya yaitu 50.87 dan 48,61 are. Baik penguasaan maupun pemilikan tanah penduduk di Badung Utara lebih besar dan di Backing Selatan. Hal ini disebabkan karena Badung Utara merupakan daerah pertanian sementara Badung Selatan adalah daerah pariwisata. Untuk menentukan luas tanah yang ideal bagi seseorang terutama petani tidakmudah, karena hal ini tergantung dari banyak faktor seperti kemampuan lahan untuk berproduksi, topografi, jenis tanah, penggunaan lahan, serta jauh tidaknya letak lahan dari pasar. Baik di Badung Utara maupun di Badung Selatan penguasaannya tanahnya lebih rendah dan rata- rata penguasaan lahan rumah tangga di Bah. Dari sensuspertanian 1993 dilaporkan rata-rata luas penguasaan lahan rumah tangga petani di Bali 72 areSensus Pertanian, 1993. Singarimbun dan Penny 1976, dalam Sudana, 1984 menyatakan bahwa, suatu rumah tangga petani untuk dapat hidup dengan cukupan paling sedikit harus memiliki 70 are sawah dan 30 are tegalan atau pekarangan. Sedangkan menurut Direktorat Jendral Transmigrasi dalam Raharjo, 1979, dikatakan suatu rumah tangga untuk dapat hidup secara layak harus memiliki tanah minimal 200 are 2 hektar, yang terdiri atas satu hektar sawah, 0,75 hektar tegalan, dan 0,25 hektar pekarangan. Kalau mengikuti pendapat tersebut dan terutama di Badung Selatan sebagian besar lahan pertanian telah beralih fungsi ke non pertanian, serta tanah banyak yang merupakan tanah kapur, maka kesimpulan untuk menyatakan penduduk hidup di bawah garis kecukupan perlu ditinjau kembali. 34 Penguasaan dan pemilikan lahan erat kaitannya dengan status penguasaan lahan. Sebagai akibat terjadinya perubahan dalam status penguasaan lahan. maka rata-rata luas pemilikan berbeda dengan luas lahan garapan pertanian rumah tangga. Luas pemilikan berarti luas milik yang digarap ditambah dengan luas milik yang tidak digarap disakapkan, disewakan dan sebagainya, sedangkan luas garapan berarti luas lahan yang disakap ditambah luas milik yang digarap tidak termasuk luas milik yang digarap orang lain. Di daerah penelitian pemilikan lebih luas dari penguasaan lahan, ini berarti ada sebagian tanah miliknya yang dikerjakan orang lain disakapkan, disewakan, dan sebagainya. 5.6.Pendapatan Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran dan atau kesejahteraan sesorang atau masyarakat, sehingga pendapatan mencerminkan kemajuan ckonomi suatu masyarakat. Tujuan pokok dan pembangunan nasional adalah meningkatkanpendapatan, masyarakat, ini berarti bahwa pendapatan masyarakat dapat dipakai untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi. Keberhasilan ini dapat dilihat dari tiga aspek yaitu besarnya, pertumbuhan dan distribusinya. Untuk mengkaji pendapatan dalam penelitian ini dilakukan dengan dua dua pendekatan yaitu: 1. Pendekatan produksi production approach, yaitu dengan menghitung sernua nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam suatu periode tertentu. 35 2. Pendekatan pendapatan income approach yaitu dengan menghitung sernua nilai keseluruhan balas jasa yang dapat diterima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode tertentu. Dalam tulisan ini pendapatan yang dicari adalah pendapatan yang berasal dariusahatanidan non usahatani. Pendapatan dari usahatanidihitung berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga per unit produksi yang berlaku di daerah penelitian kemudian dikurangi dengan biaya-biaya riil yang dikeluarkan selama proses produksi. Sedangkan pendapatan dari luar pertanian dihitung berdasarkan hasil riil yang diterima sebagai imbalan tenaga kerja yang dicurahkan di tempat mereka bekerja. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan yang intensif berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Pembangunan yang intensif berarti terjadi penanaman modal investasi yang intensif. Dari hasil penelitian diperoleh, pendapatan rumah tangga penduduk di Badung. Utara sebagai daerah pertanian sebesar Rp. 22.766.192,12 dan Badung Selatan sebagai daerah pariwisata Rp. 22.172.715,15. Dengan membagi pendapatan rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga, maka diperoleh pendapatan per kapita sebesar Rp. 3,871.801,38.tahun di wilayah Badung Utara dan Rp.5.472,329tahun di wilayah Badung Selatan. Dengan memakai uji statistik t.test, ternyata secara statistik pendapatan masyarakat di wilayah Dadung Utara sangat berbeda nyata dengan pendapatan masyarakat di wilayah Badung Selatan Ini berarti bahwa masyarakat di wilayah Badung Utara sangat membutuhkan perhatian dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakatnya. 36 Besarnya pendapatan masyarakat di wilavah Badung Selatan ini karena Badung Selatan merupakan pusat pariwisata sehingga perekonomian masyarakatnya lebih baik dibanding dengan masyarakat, di Badung Utara. Bila dibandingkandengan Pendapatan Daerah Regional Bruto PDRB Kabupaten Badung tahun 2001, ternyata baik pendapatan masyarakat di wilayah Badung Utara maupun Badung Selatan lebih kecil. di mana PDRB perkapita berdasarkan alas harga konsyan 1993 sebesar Rp 5,591 .260,67 BPS, 2002. 5.7.Distribusi Pendapatan Di samping besarnya pendapatan, distribusi pendapatan yang merupakan salah satu bagian dan Trilogi Pembangunan merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator untuk menentukanmengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Pembagian pendapatan yang tidak merata tidak saja mengganggu stabilitas ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, dan politik Pareto dkk., dalam Hasibuan, 1993. Salah satu sebab terjadinya tingkat kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah keadaan struktur kegiatan ekonomi yang senjang misalnya di sektor pertanian terdapat tenaga kerja setengah menganggur yang tinggi dan tingkat pendapatan pekerja yang relatif rendah. sedangkan di pihak lain sektor manufaktur dengan teknologi yang relatif modern dan tingkat upah pekerja relatif tinggi. 37 Sektor pertanian adalah sektor yang menampung sebagian besar tenaga kerja dengan tingkat produktivitas yang rendah, sektor mi kebanyakan bersifat tradisional dengan tingkat pendidikan tenaga kerja yang relatif tertinggal, Banyak para ahli yang meneliti tentang kesenjangan pembagian pendapatan personal pada sektor pertanian. Dari tulisan tersebut diperoleh bahwa beberapa variabel yang berkaitan dengan kesenjangan pembagian pendapatan yaitu luas tanah, kesempatan kerja, kesempatan dalam memperoleh irigasi, status pemilikan tanah, dan tingkat pertumbuhan Hasibuan, 1993. Sedangkan Bellante dan Jakson 1990 menyebutkan sumber ketidaksamaan pendapatan adalah perbedaan dalam human capital yang pada akhimya membawa perbedaan dalam penghasilan. Lebih lanjut disebutkan bahwa perbedaanitukarenaperbedaan citarasa dan preferensi seseorang,kesediaan menggantikan pekerjaan dengan waktu untuk leisure, jenis serta jumlah pekerjaan, dan motivasi. Untuk mengukur keberhasilan pembangunan, hendaknya tidak hanya diukur dengan besarnya pendapatan tetapi juga dilihat dari bagaimana penyebaran pendapatan tersebut di masyarakat. Distribusi pendapatan merupakan suatu konsep yang empiris untuk menentukan atau menilai bagaimana pendapatan total populasi itu terbagi diantara satuan-satuan yang menerima pendapatan Soejono, 1978. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan distribusi pendapatan dalam tulisan ini adalah suatu keadaan yang menunjukkan bagaimana penyebaran total pendapatan diantara penerima pendapatan di Badung Utara dan Badung Selatan. Didalam menghitung distribusi pendapatan ini dipakai satuan pendapatan per kapita. 38 Dari hasil perhitungan dengan formula Gini Ratio diperoleh bahwa distribusi pendapatan per kapita per tahun untuk wilayah Badung Utara dan Badung Selatan tergolong dalam ketimpangan sedang dengan Gini Ratio sebesar 0,62 dan 0,65.dan Gini Ratio di negara-negara sedang berkembang rata-rata 0,467 sedangkan untuk negara-negara maju 0,392 Irawan dan Suparmoko, 1992. Ini berarti tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah Badung Utara maupun Badung Selatan masih perlu mendapat perhatian dan berbagai pihak. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Artini 1996 di Kecamatan Abang di mana distribusi pendapatan petani di Kecamatan Abang tergolong dalam ketimpangan ringan dengan Gini Ratio sebesar 0,229. Dari hasil penelitian Artinidkk, 2001 sebelumnya menunjukkan bahwa Gini Ratio pendapatan masyarakat Di Badung Utara dan Badung Selatan sebesar 0,64 dan 0,73. Ini berarti setelah meledaknya Bom Bali tahun 2002 pendapatan masyarakat di Daerah penelitian mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan pendapatan ini sekaligus menurunkan angka Gini perbaikan penyebaran pendapatan. 39 VI.KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan