Pengujian Produk Baru dan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan (studi kasus: Produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy Produksi Lab Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika)

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor yaitu sub sektor tanaman Pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Hortikultura terutama buah-buahan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian di Indonesia. Pada tahun 2010, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku dari subsektor hortikultura diproyeksikan mencapai Rp 88,851 triliun, dimana kontribusi dari produk buah-buahan sebesar Rp 46,721 triliun atau sekitar 52,6 persen dari total PDB subsektor hortikultura. Hal ini terjadi karena peningkatan produksi dan peningkatan luas areal panen disamping nilai ekonomi produk Hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya.

Hortikultura, khususnya buah-buahan merupakan subsektor yang perlu terus dikembangkan, karena berdasarkan data Dirjen Hortilkultura Departemen Pertanian (2009), neraca ekspor impor hortikultura Indonesia masih negatif (Tabel 1), akan tetapi ekspor komoditas horlikultura terutama buah-buahan di pasar dunia tergolong pada kelompok high growth dengan laju pertumbuhan rata-rata 11 persen per tahun (FAO, 2009).

Tabel 1. Perkembangan Neraca Ekspor Impor Hortikultura, 2005-2009 (US $)

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan

( % )

Ekspor Impor Neraca

252.577 397.908 -145.331

211.932 577.679 -365.747

240.349 760.386 -519.992

403.403 837.229 -433.826

303.542 929.660 -626.118

21,72 28,97 59,09 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2009

Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki iklim tropis memiliki potensi besar untuk dapat menghasilkan aneka macam buah-buahan. Berbagai jenis buah-buahan yang dihasilkan di Indonesia mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi produk olahan, seperti buah dalam kaleng, minuman sari


(2)

2 buah, selai dan produk olahan lainnya. Berdasarkan pada potensi buah dan peluang ekspor maka pengembangan industri pengolahan buah mendapatkan prioritas untuk dikembangkan sebagai upaya untuk peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Pada lampiran 1 dapat dilihat pohon industri pengolahan buah.

Produk buah-buahan berpotensi untuk memasuki pasar domestik maupun internasional, hal ini dikarenakan jumlah produksi buah yang beragam dan berlimpah, oleh karena itu buah-buahan dapat dijadikan salah satu sub sektor unggulan baru untuk memperoleh devisa dari sektor pertanian. Di Indonesia buah-buahan merupakan komoditas yang strategis, baik dilihat dari keragaman jenisnya, keterlibatan masyarakat dalam proses on-farm dan off-farm, Selain itu, hal tersebut juga didukung dengan meningkatnya produksi buah Indonesia (Tabel 2) setiap tahunnya dan meningkatnya luas lahan panen buah-buahan (Tabel 3).

Tabel 2. Produksi Buah-buahan Indonesia. Tahun 2005 – 2009

Sumber : Departemen Pertanian, 2010

Komoditi Produksi (Ton/Tahun)

2005 2006 2007 2008 2009

Alpukat 227.577 239.463 201.635 244.215 257.642

Belimbing 65.966 70.298 59.984 72.397 72.443

Duku 163.389 157.655 178.026 158.649 195.364

Durian 566.205 747.848 388.806 682.323 797.798 Jambu Air 110.704 128.648 94.015 111.495 104.885 Jambu Biji 178.509 196.180 179.474 212.260 220.202 Jeruk 2.214.020 2.565.543 2.625.884 2.467.632 2.131.768 Jeruk Siam 2,150,219 2,479,852 2,551,635 2,391,011 2.025.840 Mangga 1.412.884 1.621.997 1.818.619 2.105.085 2.243.440 Nangka 712.693 683.904 601.929 675.455 653.444 Nenas 925.082 1.427.781 2.237.858 1.433.133 1.558.196 Pepaya 548.657 643.451 621.524 717.899 772.844 Pisang 5.177.608 5.037.472 5.454.226 6.004.615 6.373.533 Rambutan 675.578 801.077 705.823 978.259 986.841


(3)

3

Tabel 3. Luas Panen Buah-Buahan Indonesia. Tahun 2005 – 2009

Sumber : Departemen Pertanian, 2010

Menurut laporan mengenai keberhasilan dan kinerja agribisnis Hortikulura. Peningkatan produksi terjadi sebagai akibat pertambahan luas areal tanaman, semakin banyaknya tanaman yang berpoduksi, berkembangnya teknologi produksi yang diterapkan petani, semakin intensifnya bimbingan dan fasilitas yang diberikan kepada petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha yang diterapkan pelaku usaha, dan adanya penguatan kelembagaan agribisnis petani.1

Meningkatnya produksi dan luas lahan panen buah-buahan, diikuti juga dengan peningkataan konsumsi masyarakat terhadap buah-buahan dari tahun ke tahun (Tabel 4). Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi, dimana salah satunya dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi buah-buahan.

Dengan peningkatan produksi yang tinggi seharusnya tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia sesuai dengan standar FAO (Food Agriculture Organization), akan tetapi tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia

1

Keberhasilan dan Kinerja Hortikultura.http://www.hortikultura.deptan.go.id. [15 Februari 2011]

Komoditi Luas panen (Hektar/Tahun)

2005 2006 2007 2008 2009

Alpukat 17.133 15.629 17.224 19.802 19.979

Belimbing 2.554 2.590 2.439 2.906 2.898

Duku 21.886 13.656 22.021 19.041 20.547

Durian 45.556 48.212 47.674 56.655 61.849

Jambu Air 13.189 11.918 12.095 12.656 13.119

Jambu Biji 9.766 8.857 8.866 10.800 10.330

Jeruk 67.883 72.390 67.592 68.673 60.190

Jeruk Siam 62.578 67.152 63.431 63.983 55.425

Mangga 176.000 195.503 203.997 190.793 215.387

Nenas 9.962 21.368 18.957 14.271 12.611

Pepaya 7.879 8.021 7.984 9.388 9.571

Pisang 101.465 94.144 98.143 107.791 119.018


(4)

4 masih di bawah standar yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan tingkat konsumsi buah-buhan per kapita dari tahun 2004-2008.

Tabel 4. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2004-2008

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008

Menurut Food Agriculture Organization (FAO) idealnya dibutuhkan tiga porsi buah setiap harinya supaya manfaat buah didapatkan secara optimal dan untuk mencapai keseimbangan gizi makanan, maka paling tidak mengkonsumsi buah harus mencapai 75 kilogram per tahun per kapita.2 Dari data tersebut terdapat Gap sebesar 39,68 kg yang artinya tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia masih rendah, terutama konsumsi buah nenas yang tingkat konsumsinya cenderung semakin menurun (Tabel 5). Dibandingkan Negara lain di Asia Tenggara jumlah konsumsi buah di Indonesia termasuk rendah. Malaysia sudah mengkonsumsi buah 52 kg perkapita/tahun, Filipina 67 kg perkapita/tahun, sedangkan Thailand sudah mencapai 92 kg perkapita/tahun.

Tabel 5. Perkembangan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2004 – 2008 No Komoditas Konsumsi per kapita (kg/kapita/tahun)

2004 2005 2006 2007 2008

1. Rambutan 5.72 6.66 0.26 5.10 5.98

2. Salak 1.04 1.61 1.04 1.09 1.09

3. Pisang 7.96 7.59 8.89 7.54 7.80

4. Durian 1.56 0.94 0.21 0.78 1.92

5. Jambu 0.21 0.16 0.21 0.21 0.42

6. Jeruk 2.44 2.70 6.14 3.07 3.85

7. Mangga 3.12 1.04 0.26 0.16 0.36

8. Rambutan 5.72 6.66 0.26 5.10 5.98

9. Nenas 0.47 0.52 0.47 0.42 0.31

10. Pepaya 2.44 2.34 3.28 2.03 1.61

Sumber : Ditjen Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian. 2009

2

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/31/eko09.htmililiter. [15 Februari 2011]

No Kelompok

Komoditas

Konsumsi Perkapita (Kg/tahun)

2004 2005 2006 2007 2008

1. Buah-buahan 27,19 25,17 23,56 34,06 35,32


(5)

5 Buah Nenas merupakan salah satu jenis buah yang diproduksi dan tersedia setiap saat, namun kecenderungan konsumsi masyarakat terhadap buah nenas semakin menurun, akan tetapi produksinya semakin meningkat. Masalahnya karena ukuran, warna, citra rasa dan bentuknya yang belum sesuai dengan preferensi konsumen. Buah nenas merupakan buah yang mudah rusak, voluminious, dan mudah busuk busuk seperti sifat produk pertanian pada umumnya, akan tetapi buah nenas sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena memiliki kandungan vitamin A dan C yang berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan konsumsi dan memperpanjang masa simpan (shelf live) buah-buahan terutama buah nenas sangat diperlukan.

Dalam menunjang peningkatan konsumsi, mutu dan kualitas buah-buahan khususnya komoditas buah nenas dapat dilakukan dengan peningkatan terhadap pengolahan pasca panen, agar komoditas tersebut mempunyai nilai tambah. Karena seiring berkembangnya waktu, tidak hanya kualitas buah yang menjadi tuntutan masyarakat, tetapi juga kepraktisan dalam mengkonsumsi. Selain itu, Berdasarkan data Ditjen Industri Agro dan Kimia pada tahun 2010, pemenuhan permintaan buah olahan domestik masih mengalami defisit sebesar 28.419 ton. Artinya hal ini merupakan peluang bagi petani dan industri pengolahan buah untuk meningkatkan produksi buah-buahan dan produk olahan buah nenas dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar, karena pada umumnya buah hanya dikonsumsi dalam kondisi segar dan masih sedikit yang dibuat dalam bentuk olahan.

Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah nenas (shelf live), saat ini LPPM PKBT (Lab Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika) yang merupakan salah satu pusat kajian di bawah Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor melalui kegiatan-kegiatan riset yang terpadu, intensif dan terintregatif telah menemukan salah satu produk olahan buah nenas dalam bentuk permen lunak buah (soft candy). Saat ini LPPM PKBT telah memproduksi dan mengembangkan produk permen lunak buah (soft candy) dalam kemasan dengan merek “fruit talk pineapple soft candy”. Permen lunak buah fruit talk pineapple Soft Candy merupakan produk olahan buah nenas


(6)

6 yang dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (cemilan) yang sehat atau produk antara untuk membuat produk olahan lain. Selain itu produk ini mempunyai nilai tambah yang lebih baik karena bentuk dan tampilannya lebih menarik, praktis mudah dibawa dan mudah dikonsumsi, serta memiliki rasa yang sama dengan produk buah segarnya.

1.2. Perumusan Masalah

Dipasaran luas produk olahan nenas banyak dijumpai dalam berbagai macam produk misalnya jus, buah kaleng, puree, selai, jelly, dan manisan yang banyak dijual di pusat perbelanjaan dengan berbagai merek. Akan tetapi untuk Produk soft candy khususnya fruit talk pineapple soft candy nenas merupakan produk yang bisa dikategorikan sebagai produk baru yang masih belum ada di pasaran secara luas.

Dalam melakukan kegiatan pengembangan dan mensosialiasikan produk Fruit Talk pineapple Soft Candy sampai saat ini LPPM PKBT masih memiliki permasalahan diantaranya yaitu belum adanya sistem manajemen pemasaran produk Fruit Talk Soft Candy yang terorganisir dengan baik yang dilakukan oleh LPPM PKBT. Oleh karena hal tersebut menyebabkan proses produksi dan penjualan tidak berlangsung secara kontinu. Hal tersebut bisa dilihat pada Gambar 2 dimana penjualan itu penjualan produk Fruit Talk pineapple Soft Candy yang fluktuatif dari tahun 2008 sampai dengan 2011. Penjualan produk hanya terdapat di Serambi Botani yang ada di Botani Square Bogor dan penjualan curah dilakukan di Pabrik pembuatan Fruit Talk pineapple Soft Candy LPPM PKBT tajur.

Pada Gambar 2 yang merupakan grafik penjualan produk Fruit Talk pineapple Soft Candy, dimana adanya kenaikan penjualan produk Fruit Talk pineapple soft candy yang paling signifikan terlihat pada bulan Agustus, September dan November 2009. Hal ini dikarenakan pada bulan Agustus, September dan November 2009 LPPM PKBT mengikuti pameran yang diadakan di Kota Bogor dan Senayan, dalam pameran tersebut respon konsumen terhadap pembelian soft candy cukup baik sehingga hal ini berdampak pada penjualan soft candy yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 sampai


(7)

7 dengan bulan Mei 2011 dimana penjualan produk Fruit Talk pineapple soft candy terus mengalami penurunan penjualan.

Sumber : LPPM PKBT (2011)

Selain itu dalam melakukan kegiatan pengembangan produk Fruit Talk pineapple Soft Candy LPPM PKBT belum mengetahui apakah atribut produk Fruit Talk pineapple Soft Candy sudah sesuai dengan harapan konsumen. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu produk dipasar sekalipun kualitas produk tersebut dikategorikan berkualitas, salah satu diantaranya adalah atribut produk dan minat konsumen. Maka dari itu hal tersebut perlu di perlu diketahui, terutama Produsen perlu sekali mengetahui alasan pada sikap ini, terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti tipe ciri dan tipe manfaat. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengetahui harapan konsumen terhadap setiap atribut produk Fruit Talk pineapple Soft Candy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian produk Fruit Talk pineapple Soft Candy terutama di wilayah Bogor yang merupakan LPPM PKBT memproduksi dan mengembangkan produk tersebut.

Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan studi untuk mengetahui apakah setiap atribut produk Fruit Talk pineapple Soft Candy sudah sesuai dengan harapan konsumen dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembelian produk Fruit Talk pineapple Soft Candy. Dengan melakukan penelitian tersebut

Gambar 1. Grafik Penjualan Soft Candy per Bulan Juli 2008 - Desember 2010. Rp


(8)

8 diharapakan dapat diketahui penilaian dari setiap atribut produk dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembelian produk, yang kemudian dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada pihak LPPM PKBT. Untuk itu harus dilakukan studi, mencari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan atribut produk, minat dan penilaian terhadap produk “Fruit Talk pineapple Soft Candy”.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, secara sistematis perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penilaian konsumen terhadap atribut produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy ?

2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Menganalisis penilaian konsumen terhadap tingkat kepentingan dan kinerja atribut produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy.

2. Menganalisis kepuasan terhadap atribut produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy.

3. Mengidentifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi permintaan Fruit Talk Pineapple Soft Candy

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat Penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bagi pihak LPPM PKBT diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi penelitian dan proses pengembangan produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy.

2. Kegunaan penelitian bagi pembaca diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis karya ilmiah ini adalah sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dari kegiatan perkuliahan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada


(9)

9 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Sehubungan dengan terbatasnya waktu, biaya dan kemampuan dalam melakukan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada studi untuk mengetahui penilaian terhadap atribut produk fruit talk Pineapple soft candy dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi pembelian produk fruit talk Pineapple soft candy.


(10)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Ekonomi Nenas Indonesia

Nenas merupakan salah satu dari empat komoditi buah tropika yang paling banyak diperdagangkan secara internasional. Produksi nenas dunia lebih dari 13 juta ton, dengan volume perdagangan internasional mencapai 1 juta ton. Volume perdagangan internasional nenas adalah terbesar kedua setelah pisang. Pada tahun 2000 produksi nenas dunia adalah sekitar 13,5 juta ton, dimana sepertiganya diolah dalam industri dan sebagian lagi dikonsumsi langsung secara segar.

Produsen utama nenas pada tahun 2005 adalah Thailand (2,28 juta ton), India (1,44 juta ton), Filipina (1,52 juta ton), Brazil (1,35 juta ton), dan Indonesia (925.000 ton). Perdagangan internasional nenas pada tahun 1999 mencapai 1,05 juta ton, dengan pengekspor utama adalah Kosta Rika (353.000 ton), Pantai Gading (183.000 ton) dan Filipina (127.000 ton). Ekspor nenas Indonesia baru mencapai seribu ton. Sedangkan negara pengimpor nenas terbesar adalah Uni Eropa (445.000 ton), Amerika Serikat (283.000 ton) dan Jepang (90.000 ton).

Selama tahun 2000 – 2005 perkembangan produksi nenas Indonesia rata-rata sebesar 6.145.382 ton dengan sedikit berfluktuasi, produksi tertinggi sebesar 925.000 ton terjadi pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 produksi nenas terus mengalami peningkatan yang cukup besar dimana produksi nenas nasional sebesar 2,24 juta ton, dengan potensi produksi di Lampung sebesar 1,24 juta ton dan Jawa Barat dengan potensi produksi sebesar 0,54 juta ton.

Total ekspor nenas (yang terbagi dalam nenas segar dan nenas olahan), ekspor terbesar untuk nenas segar ditujukan ke negara Malaysia dengan share 74 persen, sementara ke Jepang 24,54 persen. Sementara untuk nenas olahan share terbesar berturut-turut adalah ke negara Amerika Serikat (22,62 persen), Belanda (15,19 persen), Singapura (13,94 persen), Jerman (13,86 persen), dan Spanyol (10,58 persen). Rata- rata volume ekspor ke Amerika sejak tahun 1999 – 2005 sebesar 52.054 ton dan relatif stabil setiap tahunnya, tetapi ekspor ke negara Belanda, Singapura dan Jerman serta Spanyol terus menunjukkan trend yang meningkat. Pada tahun 2007, Indonesia mengekspor buah dalam kaleng, terutama nenas dengan nilai US$ 144,3 juta dan sari buah sebesar US$ 22,12 juta. Namun


(11)

11 dalam tahun yang sama Indonesia juga mengimpor buah dalam kaleng dengan nilai U$ 0,43 juta dan sari buah sebesar US$ 7,6 juta.

Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Daerah-daerah yang menjadi sentra produksi untuk komoditi nenas di Indonesia selama ini adalah Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Subang dan Bekasi), Jawa Timur (Surabaya) NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung. Adapun daerah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan produksi adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTT, NTB, Sulawesi Selatan dan Lampung. Propinsi Lampung merupakan daerah penanaman nenas utama, dengan beberapa pabrik pengolahan nenas juga terdapat di sana. Nenas (Anenas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl.

Kabupaten Subang di Jawa Barat sebagai salah satu sentra produksi nenas di Indonesia. Berdasarkan informasi daerah setempat bahwa permintaan ekspor buah nenas asal Kabupaten Subang Jawa Barat, terus meningkat. Pada tahun 2007, jumlah ekspor nenas baru 95,663 ton. Pada Januari hingga Maret tahun 2011 adalah 124,160 ton. Beberapa bulan terakhir sudah meningkat sekitar 30 persen. Pangsa pasar tujuan negara ekspor adalah di Timur Tengah, Iran, Mesir dan Korea. Diharapkan dengan banyak permintaan pasar ekspor ini, para pelaku usaha agribisnis Indonesia untuk komoditas nenas dapat lebih baik lagi di dalam mutu dan standarisasi untuk pangsa ekspor.

Saat ini ragam varietas nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, bahan pakan ternak, dan bahan baku industri. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan beberapa produk lain seperti makanan kering dalam bentuk keripik. Konsentrat nenas untuk skala besar telah diproduksi di Kalimantan Barat. Di daerah Kubu Raya Kalimantan Barat telah dibangun pabrik konsentrat nenas berkualitas tinggi yang di ekspor ke China, Eropa, dan USA. Kubu Raya mempunyai kapasitas produksi nenas 450 ton per hari atau 30 ton per


(12)

12 jam, sedangkan pabrik tersebut dapat mengolah konsentrat nenas berkualitas tinggi 3 ton per jam. Bahan baku diperoleh dari inti seluas 3.000 ha dan lahan plasma seluas 650 ha dari luas keseluruhan 10.000 ha. Pengolahan nenas dapat menjadi alternatif pada saat produksi buah melimpah, sehingga harga jual tetap menguntungkan.

Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana. Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak.

Indonesia memliki potensi besar dalam pengembangan produk buah olahan yang dapat dijadikan produk andalan ekspor. Indonesia memiliki iklim tropis yang memungkinkan berbagai jenis tanaman buah dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, seperti : mangga, nenas, markisa, jeruk, jambu biji, sirsak dan rambutan. Ketersediaan lahan yang cukup tidak didukung oleh kepemilikannya oleh masyarakat yang masih dalam skala kecil, belum dalam skala perkebunan. Jika dilihat dari berbagai sisi maka terdapat faktor pendukung dan penghambat pengembangan produk olahan buah. Dari sisi permodalan, suku bunga pinjaman investasi relatif tinggi serta rendahnya minat investor untuk menanamkan modalnya di bidang perkebunan buah dan industri pengolahan buah menjadi faktor penghambat pengembangan industri produk olahan buah ini. Walaupun, peluang investasi untuk pengembangan industri pengolahan buah masih cukup besar.


(13)

13

2.2. Kecenderungan Global Industri Pengolahan Buah 2.2.1. Kecenderungan yang Telah Terjadi

Kecenderungan Yang Telah Terjadi pada industri pengolahan buah yaitu dimana total ekspor buah olahan Indonesia pada tahun 2006 menurut International Trade Centre adalah sebesar US$. 175,7 juta dan pada tahun 2007 turun menjadi US$. 171,8 juta turun sebesar 2,2. Sementara nilai ekspor buah olahan dunia pada tahun 2006 adalah sebesar US$. 31.615 juta dan meningkat menjadi US$.35.766 juta atau mengalami peningkatan sebesar 10 persen pada tahun 2007. Sehubungan dengan data tersebut maka share ekspor buah olahan Indonesia terhadap nilai ekspor buah olahan dunia baru mencapai 0,6 tahun 2006 dan turun menjadi 0,5 tahun 2007. Walaupun share ekspor buah olahan Indonesia masih kecil terhadap ekspor dunia maka dalam jangka panjang Indonesia dapat lebih meningkatkan ekspor buah olahan melalui peningkatan produksi buah-buahan dan lahan usaha perkebunan yang terpadu dengan industri pengolahan buah.

2.2.2. Kecenderungan yang Akan Terjadi

Sementara kecenderungan yang akan terjadi dimana permintaan buah-buahan tropis di masa depan cenderung meningkat baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah meningkatnya tingkat pendapatan per kapita penduduk dunia; meningkatnya jumlah penduduk dunia, dan meningkatnya penguasaan teknologi pengolahan buah. Dimasa yang akan datang juga akan terjadi perubahan permintaan berbagai produk buah, diantaranya seperti :

• Permintaan buah-buahan tropis organik (green product, Eco production), hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan dan kelestarian lingkungan. Hal ini merupakan peluang untuk Indonesia, karena sebagian besar masih diproduksi secara tradisional tanpa atau minimal penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia lainnya.

• Permintaan buah-buahan yang diproses minimal (minimally processed) yang masih mempunyai cita rasa asli buah tropis. Permintaan produk baru dari buah-buahan sebagai obat, minuman/makanan kesehatan dan bahan kosmetik.


(14)

14 Kecenderungan masyarakat sampai saat ini masih lebih menyukai mengkonsumsi buah dalam keadaan segar dari pada mengkonsumsi buah olahan, karena harganya yang mahal sehingga ada persaingan pasar antara sari buah olahan yang asli dengan minuman buah essence dengan harga yang relatif terjangkau. Hal untuk mengkonsumsi buah dalam bentuk segar dan diproses minimal merupakan peluang bagi petani untuk memproduksi buah dengan konsistensi di bidang mutu dan ukuran. Adanya perubahan perilaku masyarakat modern yang lebih menyukai buah dalam kemasan praktis khususnya kemasan kecil dan mempunyai masa kadaluarsa lebih lama dari pada buah segar yang panjang. Hal ini dapat menjadi peluang bagi petani buah untuk meningkatkan produksi buah-buahan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar

2.2.3. Permasalahan yang Dihadapi Industri Pengolahan buah

Industri pengolahan buah saat ini didominasi oleh industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Pengembangan industri pengolahan buah di wilayah pedesaan yang umumnya industri kecil tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun berasal dari luar. Beberapa permasalahan industry pengolahan buah yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Bahan Baku

• Pasokan bahan baku tidak kontinyu karena produksi buah-buahan bersifat musiman, konsistensi mutu dan ukuran serta tingkat kematangan buah tidak merata disebabkan masih terbatasnya investasi budidaya perkebunan buah skala komersial.

• Sebaran peta potensi buah secara komprehensif terbatas pada produk buah-buahan tertentu di Indonesia.


(15)

15 • Terbatasnya penanganan teknologi pasca panen produksi buah-buahan dan penguasaan teknologi proses produksi di tingkat usaha skala kecil dan menengah masih rendah.

b. Produksi

• Rendahnya kemampuan inovasi produk di bidang pengolahan buah; • Belum optimalnya peran litbang untuk kegiatan R & D bidang pengolahan

buah.

• Buah olahan umumnya diproduksi oleh industri skala menegah kecil yang masih terkendala dalam kemasannya.

c. Pemasaran

• Kurangnya promosi pemasaran produk buah olahan di dalam negeri dan luar negeri.

d. Infrastruktur

• Rendahnya kemampuan penyediaan modal khususnya bagi pelaku industri skala kecil.

Rendahnya mutu buah-buahan Indonesia merupakan persoalan yang serius. Rendahnya mutu ini terkait sangat erat dengan sistem produksi buah-buahan, sistem panen, penanganan pasca panen dan terutama pasar yang dapat menyerap produk buah-buahan. Karena itu untuk bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri dan global, masalah mutu buah-buahan harus ditangani. Penerapan jaminan mutu terutama pasca panen buah-buahan harus dikembangkan agar dapat diterapkan oleh petani buah.

2.3. Buah Nenas

Nenas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Anenas comosus. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.


(16)

16 Nenas (Anenas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl. Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini, kini ditanam luas di Indonesia. Sentra produksinya terdapat di beberapa daerah seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4 jenis golongan nenas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar), Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish (daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar) dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida). Varietas cultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang.

Nenas yang dikembangkan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) LPPM IPB adalah varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang. PKBT didirikan sebagai peran serta IPB dalam mendukung pengembangan buah‐buahan Indonesia melalui kegiatan‐kegiatan riset yang terpadu intensif dan terintegratif. Peningkatan dayasaing buah nasional dilaksanakan melalui pengembangan varietas unggul dan teknologi untuk menghasilkan buah berkualitas serta membangun suatu sistem penelitian dan pengembangan jaringan kerjasama strategis yang mendukung agribisnis buah‐buahan unggulan Indonesia melalui koordinasi dan penyatuan sumberdaya. Karakteristik nenas varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang dapat dilihat pada Tabel 6.


(17)

17

Tabel 6. Karakteristik Nenas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang

Karakteristik Varietas

Mahkota Bogor Delika Subang

Tinggi tanaman (cm) 101 ± 10 101 ± 10

Lebar tajuk (cm) 86 ± 10 86 ± 10

Umur panen (bst) 16 ± 4 14 ± 2

Potensi hasil / Ha (ton) 50 ± 5 80 ± 8

Berat buah (gram) 1000 ± 300 2000 ± 500

PTT (˚Brix) 18 ± 2 16 ± 2

TAT ( ) 11,7 6,93

Rasio PTT/TAT 1,54 2,67

Ca‐oksalat (ppm) 640 704

Bromelain (unit/gram) 1,78 1,31

Sumber : PKBT LPPM IPB, 2009

Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nenas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nenas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga Berencana.

Buah nenas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak. Riset terkini menunjukkan nenas sarat dengan antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat mengatasi penuaan dini, wasir, kanker, serangan jantung, dan penghalau stres. Sebagai salah satu famili Bromeliaceae, buah nenas mengandung vitamin C dan vitamin A (retinol) masing-masing sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram bahan (Tabel 7). Kedua vitamin sudah lama dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari berbagai serangan penyakit, termasuk kanker, jantung koroner dan penuaan diri.


(18)

18

Tabel 7. Kandungan Gizi Buah Nenas Segar (100 gram bahan)

No Kandungan Gizi Jumlah

1 Kalori 52,00 kal

2 Protein 0,40 g

3 Lemak 0,20 g

4 Karbohidrat 16,00 g

5 Fosfor 11,00 mg

6 Zat Besi 0,30 mg

7 Vitamin A 130,00 SI

8 Vitamin B1 0,08 mg

9 Vitamin C 24,00 mg

10 Air 85,30 g

Sumber : Buletin Teknopro Hortikultura Edisi 71 Juli 2005. Manfaat Nenas

Tingkat kematangan buah nenas yang baik untuk dikonsumsi dapat dilihat dari warna buahnya yaitu bila warna kuning telah mencapai 25 (dari total permukaan buah). Pada tingkat ini buah mempunyai total padatan terlarut yang tinggi dan keasamannya rendah. Demikian pula tingkat kematangan buah dapat dilihat dari warna pada mata dan kulit buah yaitu tidak kurang dari 20 tetapi tidak lebih dari 40 mata mempunyai bercak kuning. Umur simpan buah-buahan segar antara 1 sampai 7 hari pada 21,11oC, sedangkan buah-buahan kering umur simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih, sedangkan kadar air buah kering antara 18 sampai 25 persen. Nenas tidak tahan lama disimpan, nenas yang dipanen pada tingkat setengah matang dapat disimpan pada suhu 7-13oC selama 2 minggu. Buah yang telah matang sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 7oC, buah nenas dapat mengalami kerusakan dingin pada suhu lebih rendah dari 7 oC .

2.2. Penelitian Terdahulu

Mengkaji penelitian terdahulu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang pernah dilakukan. Penelitian terdahulu dapat dijadikan acuan dan bahan Informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Emil Abdilla A (2009) dengan judul “Analisis Persepsi dan Kepuasan Anggota Terhadap Pelayanan KUD Giri Tani


(19)

19 Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat” dimana dalam penelitiannya Emil menggunakan metode peneltian Importance Performance Analysis (IPA) dan Costumer Satisfaction Index (CSI) dimana hasil yang didapat dari penelitian tersebut ialah dari pengukuran yang dilakukan terhadap persepsi anggota KUD Giri Tani bahwa tingkat kepentingan rata-rata terhadap atribut pelayanan KUD Giri Tani diperoleh nilai sebesar 4,27. Atribut yang memiliki skor tingkat kepentingan yang paling tinggi yaitu Jasa Inseminasi Buatan dengan skor terbesar ialah 4,27 dan tingkat kepentingan terendah ialah Penampilan (kerapian) pengurus dengan skor 3,81.

Pengukuran untuk tingkat persepsi kinerja seluruh atribut diperoleh hasil skor rata-rata sebesar 3,33. Atribut pelayanan yang mendapatkan skor paling tinggi yaitu, Waktu Ketersediaan Pakan, dengan skor kinerja mencapai 4,81. Atribut dengan skor yang paling rendah yaitu, Bantuan Kredit dari Koperasi yang mendapat skor sebesar 1,28. Sedangkan hasil pengukuran dari metode IPA dan CSI menunjukkan hasil yang konsisten. Jika pada pengukuran CSI terdapat selisih kepuasan yang cukup besar (33,32 persen) maka pada IPA menunjukkan hasil kinerja atribut (10 atribut) berada dibawah nilaii rata-rata tersebut.

Penelitian Hasanah (2007) dengan judul “Analisa Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Terhadap Restoran Ayam Bakar Ganthari (Studi Kasus Restoran Ayam Bakar Ganthari Cabang Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan)”. Penelitian dilakukan dengan membagi responden menjadi dua, yaitu pelanggan baru (responden B) dan pelanggan tetap (responden A), tujuanya untuk mengetahui konsumen dengan kategori apa yang lebih sering berkunjung di restoran tersebut, selanjutnya dilihat perbandingan penilaian kedua jenis pelanggan terhadap restoran Ayam Bakar Ganthri. Menurut penelitian Hasanah, sebagian besar responden A maupun responden B adalah wanita dan belum menikah. Jakarta selatan adalah domisili dengan jumlah responden terbesar, dimana suku Jawa dan Sunda merupakan proporsi terbesar pada masing-masing responden A dan responden B. Kelompok umur dengan persentase terbesar adalah 16-22 dan 23-29 pada responden A, dan 23-29 pada responden B. Sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir sarjana. Citarasa dan masakan yang enak dan kondisi sedang lapar merupakan motivasi masing-masing responden A dan


(20)

20 responden B. Secara keseluruhan berdasarkan nilai indeks kepuasan pelanggan (Costumer Satisfaction index) baik responen A dan responden B puas terhadap restoran Ayam Bakar Ganthari. Hal ini tercermin dari banyaknya atribut yang telah memenuhi harapan konsumen, yakni 12 dari 26 atribut yang diuji. Dari keduabelas atribut tersebut terdapat kesamaan antar kedua responden, meliputi citarasa masakan, aroma masakan, kebersihan makanan dan perlengkapan makanan, porsi hidangan, harga yang murah, jaminan keamanan, kecepatan dan kemudahan transaksi pembayaran, kenyamanan ruang dan lokasi yang strategis. Konsumen restoran Ayam Bakar Ganthari termasuk konsumen yang loyaly, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya responden A yang termasuk kriteria clients dan advocates dimana dalam penelitian ini Hasanah menggunakan alat analisis Costumer Satisfaction index, IPA dan validitas dan reabilitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Wicaksana (2009) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor buah-buahan Indonesia ke China. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perkembangan ekspor beberapa buah-buahan Indonesia ke China selama dua belas tahun terakhir dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi apa saja yang mempengaruhi volume ekspor komoditi buah-buahan Indonesia ke China. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda, dengan kriteria pengujian statistik yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (Rsq adj), uji F dan uji t.

Hasil analisis menunjukan bahwa peluang potensi ekspor china untuk buah manggis dan mangga serta rambutan sangat besar dimasa yang akan datang. Penurunan ekspor terjadi pada buah jeruk dan papaya. Secara keseluruhan variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor buah-buahan Indonesia ke China selama dua belas tahun terakhir adalah harga domestic, harga ekspor dan nilai tukar rupiah.

Penelitian yang dilakuakan oleh Juita (2008) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam Supply Chain Management (SCM) Manggis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM berdasarkan karakteristiknya serta menganlisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani untuk


(21)

21 berpartisipasi dalam SCM dengan menggunakan alat analisis deskriptif dan analisis regresi logistic (logit).

Berdasarkan karakteristik petani responden yang diteliti, diperoleh bahwa petani responden yang bersedia berpartisipasi dalam SCM berjumlah 25 orang dan yang tidak bersedia berjumlah 12 orang. Berdasarkan analisis regresi logistik diketahui bahwa ada lima variabel bebas yang mempengaruhi tingkat kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM yaitu jumlah tanaman manggis yang diusahakan (X1), harga yang diterima (X2), keanggotaan koperasi (X3), pendidikan terakhir (X4), dan jumlah tanggungan dalam keluarga (X5). Pada taraf nyata (α) sebesar lima persen, diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM adalah kenggotaan koperasi dan jumlah tanggungan keluarga. Hal tersebut didasarkan pada nilai p (p-value) lebih besar dari nilai taraf nyata (α) lima persen. Persentase kebenaran model sebesar 89 persen, artinya sebesar 89 persen kesediaan petani untuk berpartisipasi dalam SCM dapat dijelaskan oleh vaiabel harga yang diterima petani, keanggotaan koperasi, jumlah tanaman mangga yang di usahakan, jumlah tanggungan keluarga dan pendidikan terakhir. Sisanya sebesar 11 persen dijelaskan oleh faktor lain diliar model.

Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah alat analisis yang digunakan yaitu, menggunakan alat analisis Index Performance Analysis (IPA), Costumer Satisfaction Index dan analisis regresi berganda. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik responden dilakukan dengan analisis deskriptif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada beberapa metode dan alat analisis yang digunakan, selain itu variabel yang digunakan juga berbeda dengan penelitian lainnya, karena variabel penelitian ditentukan berdasarkan obyek yang diteliti.


(22)

22

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Pemasaran

Pemasaran sangat memegang peranan penting dalam daur produk dari produsen ke tangan konsumen. Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain (kottler, 2000). Menurut Boyd (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran. Menurut kotler (2005), pemasaran (marketing) adalah proses penciptaan nilai dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan memperoleh nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

3.1.2. Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran (marketing management) merupakan seni dan ilmu memilih target pasar serta menciptakan hubungan yang menguntungkan dengan target pasar tersebut. Dengan kata lain yaitu menemukan, menarik, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan sasaran dengan menciptakan, memberikan, dan mengkomunikasikan keunggulan nilai bagi pelanggan (Kotler, 2005). Manajemen pemasaran didefinisikan sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi. Manajemen pemasaran berisi pengelolaan permintaan, yang akhirnya berisi pengelolaan hubungan dengan pelanggan.

Dewasa ini kegiatan pemasaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia usaha. Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan yang belum pernah terpenuhi, mengidentifikasi dan mengukur besarnya, menentukan pasar sasaran yang paling baik yang dapat dilayani, menentukan produk, jasa dan program yang sesuai untuk melayani


(23)

23 pasar-pasar ini dan meminta setiap orang dalam organisasi untuk berfikir dan melayani pelanggan.

3.1.3. Perilaku dan Karakteristik Konsumen

Menurut Engel et al. (2002), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk. 2000. diacu dalam Hasanah 2007).

Menurut Guiltinan dan Paul (1994. diacu dalam Hasanah 2007) terdapat tiga karakteristik konsumen yang dapat digunakan untuk menguraikan konsumen dari segi bentuk produk, yaitu lokasi, demografis dan gaya hidup. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa tingkat pembelian dari berbagai bentuk produk dapat dipengaruhi keadaan lokasi dimana konsumen itu berada, keadaan lokasi tersebut antara lain, iklim, kerapatan penduduk, tradisi budaya dan faktor-faktor lain yang bervariasi menurut wilayah. Begitu juga faktor-faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan serta ukuran keluarga merupakan faktor-faktor yang dapat mencirikan pembeli atau konsumen dari bentuk atau kelas produk yang dibeli. Selain itu ukuran gaya hidup dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian produk dengan pola hidup normal konsumen dengan cara menelaah bagaimana konsumen menggunakan waktu, apa yang penting menurut konsumen dan apa pendapat konsumen tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Ukuran gaya hidup tersebut mencerminkan pengaruh kekuatan sosial terhadap proses konsumsi.

3.1.4. Sikap Pembelian Konsumen

Proses pemasaran mengharuskan pemasar untuk memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, sehingga dapat menawarkan berbagai jenis produk yang diminati oleh konsumen dan mengembangkan pesan-pesan promosi yang


(24)

24 akan menarik perhatian calon konsumen. Untuk alasan tersebut, mengapa perilaku konsumen sangat penting untuk dipelajari oleh seorang pemasar.

Perilaku konsumen mempelajari di mana, dalam kondisi macam apa, dan bagaimana kebiasaan seseorang membeli produk tertentu dengan merek tertentu. Kesemuanya ini sangat membantu manajer pemasaran di dalam menyusun kebijakan pemasaran perusahaan.

Kanuk dan Schiffman (2000) menjelaskan bahwa :

“Customer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for purchasing, using and evaluating product, source, and idea which they satisfy their needs.”

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam rangka bereaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Merupakan keinginan pemasar untuk mendapatkan tanggapan kognitif dan afektif untuk membentuk perilaku konsumen atas komunikasi pemasaran yang dilakukannya.

Salah satu perspektif riset yang digunakan sebagai pedoman pemikiran dan pengidentifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah perspektif pengalaman (experiental perspective). Perspektif pengalaman menyatakan bahwa pembelian akan dilakukan karena dorongan hati dan mencari variasi. Konsumen membeli produk atau jasa untuk memperoleh kesenangan, menciptakan fantasi, atau perasaan emosi saja. Akar dari pengalaman ini akan membentuk motivasi konsumen atas sikap pembelian konsumen.

Motivasi dimulai dengan timbulnya rangsangan yang memacu pengenalan kebutuhan. Rangsangan dapat berupa dari dalam diri konsumen (contoh : rasa lapar atau rasa ingin mencari sesuatu yang lain) dan rangsangan dari luar konsumen (contoh : store atmosphere).

Ada beberapa definisi tentang sikap, antara lain :

1. Menurut Rakhmat (2003), sikap merupakan kategorisasi objek pada rangkaian kesatuan evaluatif.


(25)

25 2. Menurut Swastha (2001), sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak berwujud tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa sikap pembelian konsumen akan tercipta akibat reaksi afektif pada diri konsumen. Afeksi (affect) atau perasaan, menurut Mowen dan Minor (2002), adalah fenomena kelas mental yang secara unik dikarakteristikkan oleh pengalaman yang disadari, yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama dengan emosi dan suasana hati. Jadi, afeksi mencakup rasa marah, tertekan, takut, gembira, minat, keheranan dan masih banyak lagi bentuk perasaan positif (minat, heran, atau gembira) apabila konsumen terpuaskan dan menjadi negatif (marah, muak, terhina, atau tertekan) jika konsumen tidak puas akan rangsangan atau objek yang diciptakan pemasar.

Terdapat tiga mekanisme yang menjelaskan bagaimana sikap terbentuk secara langsung, antara lain proses pembelajaran perilaku, proses eksposure nyata, dan suasana hati. Jadi secara tidak langsung, sikap dapat membentuk perilaku pembelian konsumen. Hubungan ini membentuk hierarki pengaruh (hierarchies of effect) yang melukiskan urutan terjadinya kepercayaan, sikap, dan perilaku, yang membentuk proses pembelian.

Tabel 8. Proses Pembelian dan Hirarki Pengaruh yang Mungkin Terjadi

Proses Pembelian Hierarki Pengaruh

Keterlibatan Tinggi Hierarki pembelajaran standar Kepercayaan – afeksi – perilaku Keterlibatan Rendah Hierarki keterlibatan rendah

Kepercayaan – perilaku – afeksi Eksperiensial/imlusif Hierarki eksperiensial :

Afeksi – perilaku – kepercayaan Pengaruh Perilaku Hierarki pengaruh perilaku

Perilaku – kepercayaan - afeksi Apabila konsumen berada dalam situasi keterlibatan tinggi, maka hierarki pembelajaran standar berlaku : perilaku terjadi setelah kepercayaan terbentuk dan sikap diciptakan. Pada keterlibatan rendah, perilaku hierarki


(26)

26 kelihatannya terjadi setelah sejumlah kepercayaan terbatas terbentuk sikap hanya memainkan peran yang kecil dalam mempengaruhi perilaku dan hanya terbentuk setelah konsumen membeli serta menggunakan produk. Pada hierarki eksperiensial, afeksi terjadi pertama kali dilanjuti adanya perilaku. Hierarki pengaruh perilaku biasanya diikuti dengan situasi dimana kekuatan situasional atau lingkungan menggerakkan konsumen untuk terlibat dalam berperilaku.

Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan peran masing-masing. Menurut Swastha dan Handoko (1997), peran yang dilakukan tersebut adalah:

1. Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu.

2. Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian.

3. Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya.

4. Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya.

5. User, yaitu individu yang mempergunakan produk atau jasa yang dibeli. Proses konsumen membuat keputusan pembelian harus dipahami dalam pengembangan aplikasi strategik. Pengambilan keputusan konsumen bukan proses tunggal. Terdapat dua dimensi dalam keputusan pembelian konsumen yaitu derajat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan dalam pembelian.

Dimensi pertama menunjukkan keberlanjutan dari pengambilan keputusan pada suatu kebiasaan. Konsumen dapat mendasarkan keputusan mereka pada proses kognitif pencarian informasi dan evaluasi alternatif merek dagang. Sebaliknya, sedikit atau tidak ada proses keputusan dapat terjadi ketika konsumen merasa puas dengan merek tertentu dan membelinya secara konsisten. Dimensi kedua menggambarkan secara berkelanjutan pembelian keterlibatan tinggi ke rendah. Pembelian keterlibatan tinggi terjadi untuk produk yang penting bagi konsumen. Pembelian seperti ini menunjukkan ego


(27)

27 konsumen serta cerminan diri dan melibatkan resiko keuangan, sosial dan pribadi. Pembelian keterlibatan rendah tidak terlalu penting bagi konsumen dan resiko keuangan, sosial dan psikologi.

Menurut Mowen dan Minor (2002), pelanggan atau konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk ada 2 (dua) kepentingan utama yang diperhatikannya yaitu:

1. Keputusannya pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya.

2. Keputusan pada hubungan dari produk atau jasa, konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.

Kotler (2000), menjelaskan bagaimana seseorang dalam mengambil keputusan dalam pembelian suatu produk. Keputusan pembeli yang dilakukan oleh konsumen melalui beberapa tahap yaitu:

1. Tahap pengenalan kebutuhan.

Pembeli mengenal suatu masalah atau kebutuhan, kebutuhan ini dipicu oleh stimuli intern dan ekstern. Stimuli intern yakni dorongan yang muncul dari diri pribadi pembeli, sedangkan stimuli ekstern adalah dorongan yang berasal dari pengaruh luar pembeli. Hal inilah yang akan memunculkan kebutuhan dari seorang konsumen.

2. Tahap pencarian informasi.

Setelah tersentuh oleh stimuli tersebut, seorang konsumen akan berusaha untuk mencari informasi yang sebanyak-banyaknya tentang produk tersebut. Informasi itu bisa bersumber dari pribadi (keluarga, teman, tetangga), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara dan lain-lain) dan sumber umum (media massa, organisasi ranting konsumen) serta sumber pengalaman (penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk).

3. Tahap evaluasi alternatif.

Dari berbagai informasi yang diperoleh, selanjutnya diproses untuk mendapatkan keputusan atau pertimbangan nilai akan suatu produk, dan


(28)

28 akan menghasilkan beberapa atribut yang akan muncul, setelah itu baru diberi bobot dari berbagai alternatif.

4. Tahap keputusan pembelian.

Ada 2 (dua) faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian yaitu: Pertama adalah sikap atau pendirian orang lain. Kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Konsumen membentuk suatu maksud pembelian atas dasar faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diinginkan.

5. Tahap perilaku setelah pembelian.

Setelah membeli suatu produk seorang konsumen mungkin akan menemukan kekurangan, cacat dan sebagainya, ataupun mungkin lebih baik dari apa yang diharapkan. Sehingga dapat dibagi tingkat kepuasan tersebut menjadi dua yaitu puas dan tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari seberapa dekat antara harapan pembeli atas suatu produk dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna dari produk tersebut berada di bawah harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut merasa dikecewakan (tidak puas) dan jika memenuhi harapannya maka pelanggan tersebut merasa puas.

3.1.4. Definisi Kepuasan

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Sedangkan menurut Kotler (2002: 42) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya.


(29)

29 Pelanggan yang puas akan setia lebih lama kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya.

3.1.5 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan Kotler (2004) mengidentifikasikan 4 (empat) metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu:

a. Sistem keluhan dan saran

Pengukuran kepuasan pelanggan dilakukan melalui media komunikasi dengan pelanggan yaitu: kotak saran, call center,website,dan lain-lain. Informasi yang diperoleh dapat menjadi masukakn dan ide bagi perusahaan. Metode ini bersifat pasif karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan menyampaikan keluhan atau pendapat.

b. Mysteri shopping (belanja siluman)

Pengukuran dilakukan dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial produk perusahaan atau pesaing lalu berinteraksi dengan karyawan pelayanan. Hasil temuan biasanya tekait dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing. c. Lost custumer analysis

Pengukuran dilakukan melalui hubungan dengan pelanggan yang sudah keluar untuk melakukan interview keterkaitanya dengan alasan keluar.

d. Survei kepuasan pelanggan

Pengukuran dilakukakn melaliu pos. telpon. email. website atau wawancara langsung. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan langsung dari pelanggan.

Terdapat lima faktor utama yang mendorong kepuasan konsumen (Irwan. 2004). Faktor pendorong utama tersebut adalah kualitas produk, service quality, harga, emotional factor dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa.


(30)

30 a. Kualitas produk

Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Menurut Kotler (2000) kepuasan pelanggan berkaitan erat dengan kualitas. Kualitas atau mutu mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja produk dan dengan kepuasan pelanggan. Mutu adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.

b. Service quality

Service quality atau kualitas pelayanan ini merupakan komponen atau driver pembentuk kepuasan konsumen terutama untuk industri jasa. Pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan harapanya. Dalam banyak hal kualitas pelayanan sering kali mempunyai daya differensiasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kualitas produk.

c. Harga

Harga merupakan salah satu faktor pendorong kepuasan konsumen yang dianggap paling sensitif bagi konsumen. Menurut Irwan (2004), faktor harga merupakan faktor yang penting bagi pelanggan untuk evaluasi tingkat kepuasan karena produk mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif murah dan akan memberikan value lebih tinggi kepada pelangganya.

d. Emotional factor

Kepuasan yang ditimbulkan oleh konsumen bukan kerena kualitas dari produk tersebut tetapi Self-esteem atau social value yang membuat pelanggannya menjadi puas terhadap merek atau produk tertentu.

e. Kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa

Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cendrung puas terhadap produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan semakin merasa puas apabila dapat memperoleh produk atau jasa yang mereka inginkan relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkanya.


(31)

31

3.1.6. Produk

3.1.6.1. Definisi Produk

Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang bertujuan untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup lebih dari sekadar barang-barang yang berwujud (tangible). Dalam arti luas, produk meliputi objek-objek fisik, jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide atu bauran dari entitas-entitas tersebut (Kotler, 2005).

Penawaran pasar perusahaan sering kali meliputi barang dan jasa yang berwujud. Masing-masing komponen bisa menjadi bagian kecil atau bagian utama dari penawaran. Pada satu sisi, penawaran bisa terdiri dari barang yang sepenuhnya terwujud, tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut. Pada sisi yang lain, ada jasa sepenuhnya, dimana penawaran hanya terdiri dari jasa. Namun, diantara dua sisi ini, banyak kombinasi barang dan jasa yang mungkin (Kotler, 2005).

Secara luas produk juga dapat didefinisikan meliputi sesuatu yang dapat dipasarkan seperti pengalaman, organisasi, orang, tempat, dan ide. Menurut Kotler (2005) berdasarkan konsumen yang menggunakannya, produk dibedakan menjadi dua kategori yaitu produk konsumen dan produk industri. Produk konsumen (consumer product) adalah semua produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumen akhir untuk dikonsumsi secara pribadi. Produk konsumsi ini diklarifikasikan oleh para pemasar berdasarkan cara konsumen membelinya, yaitu menjadi :

1. Produk sehari-hari (convenience product) adalah produk yang dibeli oleh konsumen secara teratur, cepat, dan dengan perbandingan dengan produk lain yang minimal serta usaha untuk mendapatkan produk tersebut yang juga minimal.

2. Produk belanja (shopping product) adalah barang yang frekuensi pembeliannya tidak sesering produk sehari-hari dan dalam pembeliannya konsumen melakukan perbandingan dengan produk lain berdasarkan kecocokan, kualitas, harga, dan gaya.


(32)

32 3. Produk khusus (speciality priduct) adalah produk konsumen yang mempunyai karakteristik dan identifikasi merek yang unik sehingga kelompok pembeli yang cukup signifikan bersedia melakukan usaha pembelian yang khusus.

4. Produk yang tidak dicari (unsought product) adalah produk konsumen yang konsumen tidak menyadari ataupun mengetahuinya sehingga konsumen biasanya tidak terpikirkan untuk membeli produk tersebut. Produk Industri (industrial product) adalah produk yang dibeli dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut atau digunakan untuk menjalankan bisnis. Perbedaan antara produk konsumen dan produk industri adalah terletak pada tujuan pembelian produk itu.

3.1.6.2. Atribut Produk

Atribut menurut Kotler (2005) adalah mutu ciri dan model produk. Sementara menurut Engel et al 2002, keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik perhatian konsumen. Keunikan ini dapat terlihat dari atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluasi selama pengambilan keputusan dimana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujunannya. Atribut terdiri dari tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Penjual perlu mengetahui sikap konsumen yang mendukung atau tidak mendukung produk mereka. Penjual perlu sekali mengetahui alasan pada sikap ini, terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti tipe ciri dan tipe manfaat.

Atribut pada tipe ciri dapat berupa ukuran, karakteristik suatu produk (rasa, warna, harga), komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, service atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trademark atau tanda merek dan lain-lain. Sementara tipe manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan indera dan non material seperti kesehatan dan kemudahan serta kenyamanan. Menurut Kotler (2005) pengembangan produk memerlukan pendefinisian manfaat-manfaat yang ingin ditawarkan. Manfaat-manfaat tersebut kemudian dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut-atribut produk, seperti kualitas, fitur serta gaya dan desain. Kualitas produk


(33)

33 didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan, ketelititian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan.

Fitur produk menurut Kotler (2005) didefinisikan sebagai alat persaingan untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dengan produk pesaing. Sebuah produk dapat ditawarkan dengan berbagai fitur. Sebuah model standar awal tanpa tambahan yang menyertai produk tersebut dapat menjadi awal pengembangan produk. Kemudian selanjutnya perusahaan dapat menciptakan model tingkatan yang lebih tinggi dengan menambahkan berbagai fitur baru yang dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah satu cara yang efektif untuk bersaing.

Gaya dan desian produk, yang khas adalah sala satu cara untuk menambahkan nilai pada produk yang ditawarkan. desain dapat menjadi alat persaingan yang sangat baik armada pemasaran perusahaan. Beberapa perusahaan mempunyai reputasi yang baik dalam hal gaya desain. Untuk kualitas yang tidak terlalu jauh berbeda pada produk-produk tertentu maka desain dan gaya sangat mempengaruhi konsumen ingin membeli.

Konsep desain lebih luas dari gaya. Gaya semata-mata menjelaskan penampilan produk tertentu, maksudnya gaya mengedepankan tampilan luar dan berpotensi lebih besar untuk membuat orang bosan. Gaya yang sensasional mungkin akan mendapat perhatian dan mempunyai nilai seni, tetapi tidak selalu membuat produk tertentu berkinerja lebih baik. Berbeda dengan gaya, desain tidak hanya sebatas tampilan luar produk, desain masuk kedalam jantung produk. Desain yang baik dapat memberikan kontribusi dalam hal kegunaan produk dan juga penampilannya.


(34)

34

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Analisis CSI Analisis

IPA

Saran

Prioritas atribut yang diperbaiki

Tingkat kepentingan

Tingkat kinerja

Tingkat kepuasan Analisis Deskriptif

faktor yang mempengaruhi frekuensi pembelian Analisis Regresi Berganda

(Software SPSS)

Lab Percontohan Pabrik Mini (LPPM) Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT)

Memproduksi dan mengembangkan Produk Nenas Fruit Talk Pineapple Soft Candy

Analisis penilaian konsumen

• Bagaimanakah penilaian konsumen terhadap atribut produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy

• Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan produk Fruit Talk Soft Candy

Atribut :

Rasa Manis, Rasa Asam,Rasa khas buah,Aroma khas buah, Bentuk &ukuran,Warna,Kekenyalan,Tekstur, Bentuk Kemasan, Bahan Kemasan,Manfaat produk, Volume produk / ukuran saji, Label Halal MUI, Perizinan BPOM / Kemenkes,Kejelasan Tanggal Analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan • Harga produk,

• Usia Responden, • Pekerjaan respoden, • Pendapatan responden


(35)

35

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di tempat wisata yang ada di Bogor, diantaranya yaitu kebun raya Bogor, taman wisata mekarsari, taman matahari, dan taman safari Indonesia. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Objek wisata tersebut merupakan objek wisata yang paling banyak dikunjungi dan merupakan pasar potensial untuk produk fruit talk pineapple soft candy. Proses pengumpulan data Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan september 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak perusahaan antara lain data gambaran umum Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), data penjualan, dan data aktivitas PKBT yang didapat dari hasil wawancara. Data yang digunakan adalah data terbaru dan terlengkap yang ada LPPM PKBT. Selain itu, data juga diperoleh melalui pengamatan wawancara serta kuesioner yang diberikan kepada responden. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), laporan penjualan dan produksi PKBT, serta literatur dan tulisan yang dianggap relevan dalam penelitian ini.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1) melakukan observasi yaitu melihat dan mengamati objek penelitian secara langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian; 2) melakukan wawancara yaitu dengan memberikan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak LPPM PKBT yang bertujuan untuk memperoleh keterangan sesuai dengan penelitian serta menganalisis data yang diberikan perusahaan berupa data produksi, data penjualan dan lain-lain; 3) memberikan kuesioner kepada responden. Responden yang dipilih adalah pengunjung Kebun Raya Bogor,


(36)

36 Taman Wisata Mekarsari, Taman Matahari, dan Taman Safari Indonesia. 4) melakukan pencatatan semua data.

4.4. Metode Penarikan Sampel dan Jumlah Sampel

Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah judgement sampling, dimana metode ini merupakan metode penarikan sampel non probabilitas (non probability methodi). Metode penarikan sampel non probabiltas yaitu cara penarikan sampel berdasarkan pertimbangan pribadi semata. Dengan metode penarikan sampel secara judgemental, responden dapat langsung dipilih di lokasi penelitian pada saat penelitian dilakukan asalkan responden tersebut memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti.

Sebelum melakukan pengambilan sampel terlebih dahulu merumuskan kriteria yang digunakan sebagai acuan untuk penarikan sampel. Kriteria yang digunakan adalah responden yang berusia di atas 17 tahun, karena dianggap dapat mengerti isi dari pertanyaan kuesioner. Berdasarkan keterbatasan waktu, biaya, dan kemudahan dalam melakukan penelitian ini Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebanyak 25 orang untuk setiap tempat wisata. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya adalah 100 orang responden. Menurut Guilford dalam supranto (2001), sampel sebanyak 30 orang responden sudah cukup, akan tetapi semakin besar sampel maka hasil yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga diambil 100 orang responden.

4.5. Metode Pengolahan Data dan Analisis data

Penelitian ini mengunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap kondisi penjualan produk fruit talk pineapple soft candy di LPPM PKBT. Analisis kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis. Sebelum data dianalisis langkah awal yang dilakukan yakni mengolahnya terlebih dahulu. Caranya yakni dengan melakukan pengeditan dan pentabulasian data mentah. Data tersebut kemudian dikelompokan sesuai indikator-indikator yang akan dijadikan ukuran penelitian. Data kuantitatif yang terkumpul diolah dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan bantuan


(37)

37 computer melalui program Microsoft excel 2007 dan software SPSS. Setelah data diolah selanjutnya data dianalisis.

4.5.1. Analisis Deskriptif

Metode ini bergunan untuk menggambarkan sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Analisis deskriptif digunakan dalam mendeskripsikan profil responden, nilai harapan dari setiap atribut produk fruit talk pineapple soft candy dan mendeskriptifkan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi pembelian produk fruit talk pineapple soft candy dengan cara mentabulasikan secara sederhana data yang diperoleh. Analisis deskriptif ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah mentabulasikan data, lalu tahap kedua menginterprestasikan data hasil tabulasi.

4.5.2. Important and Performance Analysis (IPA)

Important and Performance Analysis (IPA) digunakan untuk menganalisis penialaian konsumen terhadap atribut fruit talk soft candy dengan cara membandingkan kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan kinerja (performa) atribut produk fruit talk soft candy. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting nilai dari suatu atribut yang dianggap penting oleh konsumen atau dapat dikatakan sebagai seberapa besar nilai kepentingan (harapan) konsumen terhadap suatu atribut. Sedangkan tingkat kinerja atau performa disini maksudnya adalah nilai aktual suatu atribut yang dirasakan oleh konsumen.

Dalam metode ini digunakan dua variable, yaitu X yang mewakili tingkat performa dan Y yang mewakili tingkat kepentingan (harapan). Skor penilaian terhadap kedua variabel tersebut menggunakan skala Likert

Option Performa Bobot jawaban Option Kepentingan

Sangat Baik 5 Sangat Penting

Baik 4 Penting

Cukup Baik 3 Cukup Penting

Tidak Baik 2 Tidak Penting


(38)

38 Masing-masing skor/bobot tersebut akan diperoleh penilaian tingkat kepentingan dan tingkat performa dari masing-masing atribut yang ditetapkan. Nilai tersebut diperoleh dengan cara mengalikan skor masing-masing skala dengan jumlah jawaban responden yang memilih pada skala tersebut. Kemudian nilai hasil masing-masing perkalian tersebut dijumlahkan, sehingga akan didapatkan total skor penilaian tingkat kepentingan (∑Yi) dan tingkat performa (∑Xi) untuk masing-masing atribut.

Skor penilaian tingkat performa dan kepentingan konsumen hasilnya berupa rata-rata skor masing-masing atribut untuk performa dan rata-rata skor masing-maing atribut untuk kepentingan dengan formulasi sebagai berikut :

Keterangan : n = Jumlah responden

Xi = Skor rata-rata tingkat penilaian performa untuk atribut ke-i Yi = Skor rata-rata tingkat penilaian kepentingan untuk atribut ke-i

4.5.3. Analisis Diagram Cartesius

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Analisis Importance Performance Analysis (IPA) diatas dapat dibuat menjadi Diagram Cartecius, yaitu diagram yang menunjukan atribut-atribut mana dari produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy yang telah memenuhi harapan konsumen (kesesuaian antara kepentingan dan performa). Diagram ini dibagi menjadi empat bagian yang berpotongan dengan dua garis lurus pada tititk ( X, Y ). Perhitungan tersebut dilakukan dengan formulasi sebagai berikut :

∑Xi ∑Yi

X = dan Y =

K K

Keterangan : K = banyaknya atribut dari produk fruit talk soft candy yang dianalisis.

X = skor rata-rata dari rata-rata tingkat penilaian performa seluruh atribut.

Y = skor rata-rata dari rata-rata tingkat penilaian kepentingan seluruh atribut.


(1)

90 Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Berganda

Regression

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Umur

responden, Pekerjaan responden, Pendapatan /bulan, Harga produk(a)

. Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Frekuensi pembelian/bulan

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .852 .726 .713 10.90278

a Predictors: Umur responden, Pekerjaan responden, Pendapatan/bulan, Harga produk

ANOVA

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1

Regression 24932.225 4 623.056 5.436 .000a

Residual 9390.775 79 118.871

Total 34323.000 83

a Predictors: Umur responden, Pekerjaan responden, Pendapatan/bulan, Harga produk b Dependent Variable: Frekuensi pembelian/bulan

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1

Constant 24.052 7.113 3.381 .001

Harga produk -.001 .001 -.259 -.789 .023

Pendapatan/bulan 3.419 1.431 .624 2.389 .019 Pekerjaan responden 1.584 .754 .435 2.102 .432

Umur responden .032 .149 .059 .216 .829


(2)

91

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN PENGUJIAN PRODUK BARU DAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PRODUK

FRUIT TALK SOFT CANDY

Responden Yth,

Kuesioner ini diberikan sebagai bahan penelitian dalam penyusunan skripsi, yang dilakukan oleh : Nama / NRP : Reza fauzian / H34096088

Departemen / Fakultas : Agribisnis / Ekonomi dan Manajemen / Institut Pertanian Bogor

Oleh karena itu, peneliti memohon kesediaan saudara/i meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis.

Atas kerjasama dan partisipasinya, saya mengucapkan terimakasih. A. Identitas Responden

Nama :

Alamat :

Usia :

Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Status : a. Menikah b. Belum Menikah Pendidikan Terakhir :

a. SD b. SMA/STM c. Diploma d. Sarjana (S1, S2, S3)

Pekerjaan : a. Pelajar/Mahasiswa d. Pegawai Negeri Sipil g. Lainnya …. b. Wiraswasta e. Pegawai Swasta

c. Ibu Rumah Tangga f. TNI / POLRI

Pendapatan (Rp) /Bulan : a.1.000.000 – 2.000.000 d. 4.000.000 – 5.000.000 b. 2.000.000 – 3.000.000 e. ≥ 5.000.000

c.3.000.000 – 4.000.000

Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Buah-buahan/Makanan Per Bulan :

a.500.000 - 1.000.000 d. 2.000.000 – 2.500.000 b. 1.000.000 - 1.500.000 e. ≥ 2.500.000

c. 1.500.000 - 2.000.000


(3)

92

B. Evaluasi Kepentingan Atribut dugaan terhadap produk Fruit Talk Soft Candy

No. Atribut

Penilaian STP

Sangat tidak penting

TP

Tidak penting

CP

Cukup penting

P

Penting

SP

Sangat penting

1 Rasa Manis 2 Rasa Asam 3 Rasa khas buah 4 Aroma khas buah 5 Bentuk & ukuran 6 Warna

7 Kekenyalan 8 Tekstur

9 Bentuk & Desain Kemasan 10 Bahan Kemasan

11 Manfaat produk

12 Volume produk / ukuran saji 13 Label Halal MUI

14 Perizianan BPOM ataupun Kemenkes 15 Kejelasan Tanggal Kadaluarsa 16 Harga

Setelah Mencoba produk fruit talk soft candy, apakah anda berminat untuk membelinya? a. Ya b. Tidak

Harga jual produk yang telah ditetapkan adalah Rp.7.500/pcs Jika Anda berminat untuk membeli produk fruit talk soft candy, Pada tingkat harga berapa anda bersedia untuk membayar produk ini dan berapa jumlah yang akan dibeli?

Harga Jumlah yang dibeli

jumlah/Hari jumlah/Minggu jumlah/Bulan Rp. 8.000

Rp. 8.500 Rp. 9.000 Rp. 9.500 Rp.10.000 Lainnnya (sebutkan)


(4)

93

B. Penilaian Responden terhadap kinerja produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy Tuliskan penilaian sikap Anda dengan menggunakan angka berdasarkan skala likert

No. Atribut

Penilaian

Penilaian 1 2 3 4 5

1 Rasa Manis Sangat tidak manis Tidak manis Cukup manis Manis Sangat manis

2 Rasa Asam Sangat tidak asam Tidak asam Cukup asam Asam Sangat asam

3 Rasa khas buah Sangat tidak terasa Tidak terasa Cukup terasa Terasa Sangat terasa 4 Aroma khas buah Sangat tidak terasa Tidak terasa Cukup terasa Terasa Sangat terasa 5 Bentuk & ukuran Sangat tidak menarik Tidak menarik Cukup menarik Menarik Sangat menarik

6 Warna Sangat tidak menarik Tidak menarik Cukup menarik Menarik Sangat menarik

7 Kekenyalan Sangat tidak kenyal Tidak kenyal Cukup kenyal Kenyal Sangat kenyal

8 Tekstur Sangat tidak lembut Tidak lembut Cukup lembut Lembut Sangat lembut

9 Bentuk dan Desain Kemasan Sangat tidak menarik Tidak menarik Cukup menarik Menarik Sangat menarik 10 Bahan Kemasan Sangat tidak praktis Tidak praktis Cukup praktis Praktis Sangat praktis 11 Manfaat produk Sangat tidak bermanfaat Tidak bermanfaat Cukup bermanfaat Bermanfaat Sangat bermanfaat 12 Volume produk / ukuran saji Sangat sedikit Sedikit Cukup banyak Banyak Sangat banyak 13 Label Halal MUI Sangat tidak jelas Tidak jelas Cukup jelas Jelas Sangat jelas 14 Perizianan BPOM ataupun Kemenkes Sangat tidak jelas Tidak jelas Cukup jelas Jelas Sangat jelas 15 Kejelasan Tanggal Kadaluarsa Sangat tidak jelas Tidak jelas Cukup jelas Jelas Sangat jelas

16 Harga Sangat mahal Mahal Cukup murah Murah Sangat murah


(5)

ii

RINGKASAN

REZA FAUZIAN. Pengujian Produk Baru dan Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan (Studi kasus : Produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy

ProduksiLab Percontohan Pabrik Mini, Pusat Kajian Buah Tropika). Skripsi Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS)

Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan. Hortikultura terutama buah-buahan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian di Indonesia. Pada tahun 2010, Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku dari subsektor hortikultura diproyeksikan mencapai Rp 88,851 triliun, dimana kontribusi dari produk buah-buahan sebesar Rp 46,721 triliun atau sekitar 52,6 dari total PDB subsektor hortikultura dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam menunjang peningkatan konsumsi, mutu dan kualitas buah-buahan khususnya komoditas buah nenas dapat dilakukan dengan peningkatan terhadap pengolahan pasca panen agar komoditas tersebut mempunyai nilai tambah. Karena seiring berkembangnya waktu, tidak hanya kualitas buah yang menjadi tuntutan masyarakat, tetapi juga kepraktisan dalam mengkonsumsi. Selain itu, Berdasarkan data Ditjen Industri Agro dan Kimia pada tahun 2010, pemenuhan permintaan buah olahan domestik masih mengalami defisit sebesar 28.419 ton.

Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah nenas, Saat ini LPPM PKBT (Lab Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika) yang merupakan salah satu pusat kajian di bawah Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor melalui kegiatan-kegiatan riset yang terpadu, intensif dan terintregatif telah menemukan salah satu produk olahan buah nenas dalam bentuk permen lunak buah (soft candy). Saat ini LPPM PKBT telah memproduksi dan mengembangkan produk permen lunak buah (soft candy) dalam kemasan dengan merek “fruit talk pineapple soft candy”. Permen lunak buah fruit

talk pineapple Soft Candy merupakan produk olahan buah nenas yang dapat

dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (cemilan) yang sehat atau produk antara untuk membuat produk olahan lain. Selain itu produk ini mempunyai nilai tambah yang lebih baik karena bentuk dan tampilannya lebih menarik, praktis mudah dibawa dan mudah dikonsumsi, serta memiliki rasa yang sama dengan produk buah segarnya.

Dalam melakukan kegiatan pengembangan dan mensosialiasikan produk

Fruit Talk pineapple Soft Candy sampai saat ini LPPM PKBT belum memiliki

sistem manajemen pemasaran produk Fruit Talk pineapple Soft Candy yang terorganisir dengan baik yang dilakukan oleh LPPM PKBT. Oleh karena hal tersebut menyebabkan proses produksi dan penjualan tidak berlangsung secara kontinu. Selain itu dalam melakukan kegiatan pengembangan produk Fruit Talk

pineapple Soft Candy LPPM PKBT belum mengetahui apakah atribut produk

Fruit Talk pineapple Soft Candy sudah sesuai dengan harapan konsumen. Banyak

faktor yang menyebabkan kegagalan suatu produk dipasar sekalipun kualitas produk tersebut dikategorikan berkualitas, salah satu diantaranya adalah atribut produk dan minat konsumen.


(6)

iii Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penilaian responden terhadap setiap atribut dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan

Fruit Talk Pineapple Soft Candy. Dalam penelitian ini analisis data yang

digunakan ialah: 1) analisis Importance Peformance Analysis (IPA) untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepentingan suatu atribut produk serta seberapa besar tingkat persepsi kinerja terhadap atribut produk tersebut, 2) analisis

Costumer Satisfaction index yang bertujuan untuk mencari nilai kepuasan

konsumen terhadap produk dan tingkat kepuasan responden terhadap atribut produk Fruit Talk Pineapple Soft Candy. Atribut-atribut yang digunakan dalam penelitian ini ialah seluruh atribut yang ada pada produk fruit talk Pineapple soft

candy yang diantaranya adalah sebagai berikut rasa Manis, rasa asam, rasa khas

buah, aroma khas buah, bentuk & ukuran, warna, kekenyalan, tekstur, bentuk & desain kemasan, bahan kemasan, manfaat produk, volume produk / ukuran saji, harga, perizinan BPOM / kemenkes, kejelasan tanggal , kadaluarsa, label halal MUI dan harga. 3) Analisis regresi berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan produk fruit talk pineapple soft candy, faktor-faktor yang di duga mempengaruhi frekuensi pembelian produk fruit talk pineapple soft

candy, yaitu harga produk, pendapatan responden, pekerjaan responden dan usia

responden.

Hasil pemetaan yang dilakukan pada diagram cartesius didapat hasil pada kuadran I sebagai priorotas utama adalah atribut bentuk dan desain kemasan, bentuk dan ukuran, harga, dan label halal MUI. Pada kuadran II prioritas pertahankan prestasi adalah atribut rasa manis, kekenyalan, manfaat produk, perizinan BPOM atau kemenkes, dan kejelasan tanggal kadaluarsa. Pada kuadran III prioritas rendah adalah atribut rasa asam, warna, dan volme produk/ukuran saji. Pada kuadran IV Berlebihan adalah atribut rasa khas buah, aroma khas buah, tekstur, dan bahan kemasan. Berdasarkan hasil analisi Costumer Satisfaction

Index diperoleh kepuasan konsumen terhadap produk fruit talk pineapple soft

candy sebesar 65,8 persen. Hal ini berarti indeks kepuasan responden fruit talk

pineapple soft candy yang dihitung berdasarkan atribut produk berada pada

kriteria puas. Sisanya 34,2 persen harapan konsumen belum mampu dipenuhi oleh LPPM PKBT.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan produk fruit talk pineapple soft candy yaitu harga produk dengan nilai probabilitas 0.023 pendapat per bulan dengan nilai probabilitas 0.019. Sedangkan besarnya pengaruh harga produk, pendapatan responden, pekerjaan responden, dan usia responden, secara bersama-sama terhadap permintaan dapat diartikan bahwa pengaruhnya cukup kuat dan variasi dalam variabel harga produk, pendapatan responden, pekerjaan responden, dan usia responden dapat menjelaskan sebesar 71,3 persen dari variasi permintaan

fruit talk pineapple soft candy, sisanya 28,7 persen dipengaruhi oleh faktor lain