5.6. Keluhan Kesehatan
Dari hasil wawancara peneliti memeroleh informasi bahwa semua informan mengatakan keluhan kesehatan yang mereka rasakan umumnya dikarenakan banyak
menghirup asap yang terdapat di lokasi kebakaran seperti batuk, sesak nafas, mual, muntah, pusing, dan mata perih.
Menurut Guidotti 1998, ketika petugas pemadam kebakaran memadamkan api, mereka sering terhirup karbon monoksida, hidrogen sianida, nitrogen dioksida,
dan senyawa organik seperti benzena. Namun, pada umumnya hanya karbon monoksida dan hidrogen sianida yang ditimbulkan dalam konsentrasi tinggi saat
kebakaran. Perbedaan campuran gas dapat menimbulkan derajat bahaya yang berbeda pula Guidotti, 1998.
Menurut DEPDAGRI 2005 asap memiliki 3 sifat yang merugikan bagi tubuh manusia, yaitu dapat mengurangi kadar kecukupan oksigen yang dibutuhkan
untuk kehidupan manusia, dapat memedihkan mata sehingga menggangu pandangan, serta mengandung gas-gas beracun, seperti CO karbon monoksida. Pada saat terjadi
kebakaran, persentase O
2
oksigen menurun, sementara persentase CO dan CO
2
meningkat. Seseorang yang tidak menggunakan alat bantu pernafasan didaerah kebakaran
akan bernafas lebih cepat, mengisap partikel-partikel didalam kandungan asap, dan gas-gas panas yang beracun. Apabila tingkat oksigen di udara yang digunakan untuk
bernafas menurun maka sejumlah O
2
yang masuk ke otak akan berkurang, dan perilaku orang akan menjadi tidak rasional. Ketika tingkat oksigen berkurang
dibawah 15, orang akan menjadi kehilangan kesadarannya atau pingsan
Universitas Sumatera Utara
DEPDAGRI, 2005. Maka dari itu petugas pemadam kebakaran harus dilengkapi dengan alat bantu pernafasan Self Contained Breathing Apparatus, khususnya bagi
mereka yang harus memasuki ruangan-ruangan tertutup dan mencari korban. Selain itu satu informan menambahkan bahwa badan terasa lemas dapat
terjadi akibat suhu panas ketika memadamkan api di lokasi kebakaran. Dalam penjalaran api, panas berpindah melalui konduksi, konveksi, dan radiasi. Dengan cara
yang sama panas dapat berpindah ke tubuh manusia. Panas dapat mengakibatkan pembakaran, keletihan tubuh, dan gangguan pernafasan DEPDAGRI, 2005.
Menurut Guidotti 1998 bahwa heat stress selama pemadaman kebakaran dapat berasal dari udara panas, pancaran panas atau kontak dengan permukaan panas.
Keadaan ini dapat diperparah dengan pakaian pelindung petugas pemadam kebakaran oleh sifat isolasi pakaian itu sendiri serta tenaga fisik petugas yang mengakibatkan
produksi panas dalam tubuh. Panas dapat mengakibatkan cedera lokal dalam bentuk luka bakar atau heat stress umum, dengan risiko dehidrasi, stroke dan gagal jantung
Guidotti, 1998. Untuk itu perlunya dilakukan pergantian petugas yang melakukan pemadaman agar tidak terpapar panas dalam waktu lama sehingga dapat terhindar
dari risiko tersebut. Informan lain juga berpendapat bahwa bekerja memadamkan api ketika shift
di malam hari dapat menyebabkan mereka masuk angin. Menurut Costa 2003, shift kerja malam berpengaruh negatif terhadap kesehatan fisik, mental dan sosial;
mengganggu psychophysiology homeostatis seperti circadian rhythms, waktu tidur dan makan; mengurangi kemampuan kerja, meningkatnya kesalahan dan kecelakaan;
menghambat hubungan sosial dan keluarga; dan adanya faktor resiko pada saluran
Universitas Sumatera Utara
pencernaan, sistem syaraf, jantung dan pembuluh darah Maurits dan Widodo, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan