Simpulan Tataran Empirik SIMPULAN DAN REKOMENDASI

VII. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1. Simpulan Tataran Empirik

1. Migrasi internasional perempuan dari Desa Panyingkiran dan Ciherang untuk bekerja sebagai pembantu rumahtangga PRT di luar negeri, khususnya ke Negara Arab Saudi, merupakan coping dan survival strategy keluarga miskin di kedua desa telah mampu meningkatkan ekonomi keluarga dan menaikan status sosial keluarga di pedesaan. Migrasi yang berlangsung sejak tahun 1980-an sampai sekarangmemiliki tiga periode yaitu: 1 migran perintis atau ngabaladah, yaitu mereka yang berangkat dari tahun 1980-an sampai 1990-an; 2 migran pengikut atau nuturkeun, sebutan bagi mereka yang mengikut jejak migran perintis berangkat ke Arab Saudi setelah melihat keberhasilan tetangga, teman, atau saudara. Migran pengikut berangkat pada tahun 1990-an sampai tahun 2000-an; dan 3 migran penerus atau neruskeun, adalah sebutan bagi migran perempuan yang berangkat sejak tahun 2000-an sampai saat ini. Perbedaan paling nyata dari ketiga tipe migran adalah dalam hal etos kerja berupa keuletan, daya tahan, rasional bermigrasi, keinginan untuk bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, yang menghasilkan keberhasilan yang berbeda-beda. Sikap tersebut umumnya dimiliki oleh migran generasi perintis atau ngabaladah, sehingga mereka lebih berhasil jika dibandingkan dengan migran generasi berikutnya. 2. Keterkaitan migrasi dengan lahan ditunjukkan dengan pemanfaatan remitan yang memiliki pola yang khas. Remitan hasil kepergian pertama hanya mampu untuk mencukupi berbagai kebutuhan dasar yaitu untuk makan sehari-hari, membayar hutang-hutang bekas ongkos keberangkatan, dan membayar hutang keluarga. Remitan hasil kepergian berikutnya dipakai untuk merenovasi dan membangun rumah secara bertahap milik orangtua atau milik sendiri. Pada kepergian ketiga atau keempat, sebagian migran perempuan mulai mampu membeli lahan, memodali usaha. Dengan demikian, migran mampu membeli lahan – tanah darat dan sawah – pada keberangkatan ketiga atau pada tahun kelima atau keenam. 3. Rasionalitas penguasaan lahan antara lain didasarkan kepada pertimbangan bahwa lahan memiliki nilai ekonomi, sosio-religius yang tinggi, antara lain berupa; 1 sebagai bekal makan sehari-hari; 2 persiapan membangun rumah; 3 modal berusaha, berdagang kecil- kecilan; 4 saving ketika suatu saat tidak bisa bekerja lagi di luar negeri; 5 supaya tidak lagi menjadi buruh tani; 6 bekal ”ngamumule-mulasara‟ ketika ada anggota keluarga yang meninggal 7 biaya pendidikan anggota keluarga; dan 8 menaikkan status sosial keluarga dalam komunitas pedesaan. 4. Rendahnya pendidikan dan keterampilan migran perempuan menyebabkan mereka hanya menjadi PRT yang masuk kategori dirty, difficult and dangerous 3D yang sangat rawan dieksploitasi. Meskipun negara Arab Saudi termasuk negara yang paling sering memperlakukan migran perempuan secara tidak manusiawi, tetapi migran Jawa Barat sudah sejak lama tetap memilih bekerja di sana karena pertimbangan: persyaratan yang mudah, jaringan kerja yang banyak tersedia, sebagian migran perempuan – terutama generasi ngabaladah dan yang memiliki ketaatan pada agama lebih tinggi - memilki keinginan melaksanakan ibadah haji dan umroh. Rendahnya pendidikan dan keterampilan migran perempuan diwariskan kepada anak- anak mereka. Hal ini terbukti dari gejala ”migran perempuan hanya mereproduksi migran perempuan yang tetap bodoh dan tidak terampil”, alias ”babu hanya melahirkan babu lagi”. 5. Menguatnya posisi ekonomi migran perempuan menyebabkan terbentuknya kesetaraan gender pada keluarga dan rumahtangga di pedesaan. Perempuanmengambil alih peran sebagai the bread winner keluarga, mereka juga terlibat dalam pengambilan keputusan penting seperti merenovasi dan membangun rumah, pendidikan anggota keluarga, dan membeli lahan. Pembagian kerja dan pengambilan keputusan di dalam keluarga dan rumahtangga sudah mengarah kesetaraan gender, suami mau terlibat dalam peran reproduktif-domestik, dan hal yang sebaliknya terjadi, perempuan mulai masuk kedalam peran-peran produktif-publik. Ketika migran perempuan kembali ke desa asal, berbagai pekerjaan reproduktif-domestik kembali dikerjakan perempuan karena mereka juga tidak memiliki pekerjaan lain pasca kepulangan dari luar negeri, dan pekerjaan tersebut sewaktu- waktu bisa ditinggalkan ketika mereka harus kembali lagi bekerja di luar negeri.

7.2. Simpulan Tataran Teoritik