Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding

KARAKTERISASI FISIK, MEKANIK, DAN TERMAL PADA
BERBAGAI KOMPOSISI MATERIAL COCO-CONBLOCK
(BETON SERAT SABUT KELAPA) UNTUK DINDING

CAESAR RIYADHO WALAD

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakterisasi Fisik,
Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton
Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013
Caesar Riyadho Walad
NIM F14090106

ABSTRAK
CAESAR RIYADHO WALAD. Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada
Berbagai Komposisi Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk
Dinding. Dibimbing oleh SRI MUDIASTUTI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio penggunaan sabut kelapa
yang optimal dan mutu yang diperoleh sebagai bahan penyusun beton serat
dengan menguji sifat fisik, mekanik, dan termalnya. Perbandingan semen dan
pasir yang digunakan ialah 1:3 dan 1:5 dengan variasi konsentrasi penambahan
serat sebesar 0%; 10%; 20%; 30%; dan 40% terhadap massa semen. Benda uji
untuk pengujiannya berbentuk balok dengan ukuran berkisar 16 x 4 x 4 cm.
Pengujian dilakukan pada benda uji berumur 3, 7, dan 28 hari. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa dengan penambahan serat serabut kelapa menyebabkan
penurunan nilai kuat tekan sebesar 30-80% dan kuat lentur sebesar 30-66%.

Proporsi serat 10% menghasilkan nilai tertinggi dibandingkan beton dengan
konsentrasi serat lainnya. Coco-conblock mampu menghemat pemakaian energi 744% dibandingkan batu bata.
Kata kunci: Beton serat, serat sabut kelapa, sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat
termal.

ABSTRACT
CAESAR RIYADHO WALAD. Physical, Mechanical, and Thermal Properties on
Various Material Composition of Coco-conblock (Coco Fiber Concrete) for the
Wall. Supervised by SRI MUDIASTUTI.
This study was aimed to determine the optimal ratio of using coco fiber and
quality materials were obtained as fiber concrete by testing the physical,
mechanical, and thermal properties. Used ratio cement and sand was 1:3 and 1:5
with the addition of fiber concentration variation was 0%, 10%, 20%, 30%, and
40% by weight of cement. Specimens shape for the test was beam with 16 x 4 x 4
cm size range. Tests carried out on specimens from 3, 7, and 28 days. The results
showed that the addition of coir fibers decrease 23-80% of compressive strength
and 30-66% of flexural strength. Coco-conblock with 10% of fibers produce the
highest value than the others. Coco-conblock could save 7-55% energy
consumption than the brick.
Keywords: Coconut coir fiber, fiber concrete, the physical properties, mechanical

properties, and thermal properties.

KARAKTERISASI FISIK, MEKANIK, DAN TERMAL PADA
BERBAGAI KOMPOSISI MATERIAL COCO-CONBLOCK
(BETON SERAT SABUT KELAPA) UNTUK DINDING

CAESAR RIYADHO WALAD

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi: Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Tennal pada Berbagai Komposisi
m。エセイゥャ@
Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk
Dinding
: Caesar Riyadho Walad
Nama
NIM
: F14090106

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Mudiastuti. MEng

Pembimbing

Tanggal Lulus:

[' -0 DEC 2013

Judul Skripsi : Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi

Material Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk
Dinding
Nama
: Caesar Riyadho Walad
NIM
: F14090106

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Mudiastuti, MEng

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya dan shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam sehingga skripsi yang berjudul
“Karakterisasi Fisik, Mekanik, dan Termal pada Berbagai Komposisi Material
Coco-conblock (Beton Serat Sabut Kelapa) Untuk Dinding” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir. Sri Mudiatuti, MEng selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, nasihat, dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan sebaikbaiknya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir. M. Faiz Syuaib,
MAgr dan Ir. Agus Sutejo, MSi selaku dosen penguji atas masukannya dalam
penyempurnaan skripsi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Ahmad
Djuwaini dan Ibunda Nurhasanah yang telah membesarkan dan mendidik penulis
dengan penuh ketulusan dan kasih sayang. Terima kasih kepada adik-adikku
Hafni Iqbalil Lailika dan Merfatul Musyarofah, serta seluruh keluarga atas do’a,
dukungan, dan kasih sayangnya yang tiada putus kepada penulis.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan
konstribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Mesin
dan Biosistem. Terima kasih.


Bogor, Desember 2013
Caesar Riyadho Walad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Beton Serat

2


Serat Sabut Kelapa

4

Sifat Mekanis

6

Sifat Termal

7

METODOLOGI PENELITIAN

9

Alat dan Bahan

9


Waktu dan Tempat

9

Metode Penelitian

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Hasil Pengujian Bahan

15

Hasil Pengujian Sampel

16


SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Luas areal dan produksi kelapa di Indonesia
Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
Perbandingan sifat sabut kelapa, kayu sengon, dan akasia
Sifat mekanis serat sabut kelapa
Data komposisi percobaan dan jumlah sampel pengujian
Data kalor yang terserap dan biaya pemakaian energi

1
5
5
6
11
22

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir proses pembuatan coco-conblock
2 Set up uji lentur coco-conblock
3 Histogram massa jenis terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan
perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5
4 Nilai kuat tekan terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan perbandingan
semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5
5 Nilai kuat lentur terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan
perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5
6 Pola keretakan pada sampel (a) kontrol dan (b) perlakuan sabut

10
13
16
17
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel analisis gradasi dan kurva distribusi partikel ayakan pasir
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tabel massa jenis coco-conblock
Data kuat tekan coco-conblock
Data kuat lentur coco-conblock
Grafik kuat tekan
Grafik kuat lentur
Hasil analisis statistik kuat tekan dengan perbandingan semen pasir 1:3
Hasil analisis statistik kuat tekan dengan perbandingan semen pasir 1:5
Hasil analisis statistik kuat lentur dengan perbandingan semen pasir 1:3
Hasil analisis statistik kuat lentur dengan perbandingan semen pasir 1:5
Tabel perubahan moisture content dan dimensi semen pasir 1:3
Tabel perubahan moisture content dan dimensi semen pasir 1:5
Persamaan dan nilai R2 dari grafik kuat tekan coco-conblock
Persamaan dan nilai R2 dari grafik kuat lentur coco-conblock
Tabel termal coco-conblock
Dokumentasi penelitian

26
27
28
29
30
32
34
35
36
37
38
39
40
41
42
42

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peningkatan kebutuhan pembangunan perumahan, perhubungan, dan
industri berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan-bahan pendukungnya.
Hampir setiap bangunan memiliki elemen struktur berupa bata, kayu, ataupun
beton. Secara umum yang paling dominan penggunaannya ialah batu bata.
Pembuatan batu bata memerlukan tanah yang biasanya diambil dari lahan
produktif. Pengambilan yang berlebihan akan mengakibatkan luas lahan produktif
berkurang yang selanjutnya juga akan mengurangi produksi hasil pertanian. Untuk
mengurangi pemakaiannya sebaiknya dicari alternatif pengganti batu bata yang
bermanfaat sebagai bahan bangunan. Sejalan dengan perkembangan teknologi,
pemakaian beton sebagai bahan bangunan mulai menjadi pilihan masyarakat.
Alasan terkuat untuk menggunakan beton sebagai pengganti batu bata
karena bahan bakunya dari bahan material lokal yang mudah didapat dan ringan.
Dalam beberapa jenis beton, dikenal adanya beton serat. Salah satu tujuan
membuat beton serat ialah mengurangi massa yang ditimbulkan oleh agregat
dengan menggantikannya dengan bahan lain yang dapat mendukung elemen
konstruksi, dalam peneltian ini sabut kelapa yang merupakan limbah atau hasil
samping buah kelapa. Limbah sabut kelapa sebagai limbah organik ini apabila
kurang bijak pengelolaannya akan memberikan dampak lingkungan seperti
penumpukan sampah, pencemaran air, tanah, dan lainnya yang perlu diturunkan
kadar toksinnya. Upaya ini sangat bermanfaat untuk melestarikan lingkungan
hidup.
Sabut kelapa merupakan hasil samping dan merupakan bagian yang terbesar
dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan
demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar
3-4 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan.
Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Tabel 1 Data luas areal dan produksi kelapa di Indonesiaa
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
a

Luas areal (ha)
3 788 892
3 787 989
3 783 074
3 799 124
3 739 350

Produksi (ton)
3 131 158
3 193 266
3 239 672
3 257 969
3 166 666

sumber: BPS 2010

Serat sabut kelapa atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai coco fiber,
coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs masih secara tradisional dimanfaatkan
untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain.
Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk
kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan

2
baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard.
Serat sabut kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk pengendalian erosi.
Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang
potensial ini, maka perlu dilakukan pengujian yang memanfaatkan sabut kelapa
seperti mencampurnya dengan bahan adukan menjadi beton sehingga
menghasilkan beton serat atau coco-conblock yang ringan, kuat, murah karena
memanfaatkan limbah, awet, mudah dikerjakan, dan dapat digunakan sebagai
bahan partisi/dinding pada bangunan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian adalah :
1. Mengetahui karakteristik yang dimiliki conblock dari campuran limbah serat
sabut kelapa dengan variasi konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% dari
segi
a. Fisik
: Dimensi dan massa jenis
b. Mekanik : Kuat tekan dan kuat lentur
c. Termal : Konduktivitas, panas spesifik, difusivitas, dan kalor terserap.
2. Mengetahui rasio penggunaan coco fiber terhadap pasir dan semen untuk
menghasilkan coco-conblock yang murah dan durable.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh
perbandingan komposisi bahan adukan beton dan serat sabut kelapa yang terbaik
pada coco-conblock agar dapat digunakan dengan layak oleh masyarakat.
Karakteristik dan mutu beton yang dihasilkan perlu diketahui dengan mencari
sifat fisik, mekanik, dan termal. Sifat fisik dilihat dari perubahan dimensi dan
massa jenisnya, sifat mekanis dilihat dari kuat tekan dan kuat lentur yang
dihasilkan, dan sifat termal dapat dilihat dari konduktivitas, difusivitas termal, dan
besar energi kalor yang hilang terserap pada dinding secara konduksi.

TINJAUAN PUSTAKA
Beton Serat
ACI (American Concrete Institute) memberikan definisi beton serat yaitu
suatu konstruksi yang tersusun dari bahan semen, agregat halus, agregat kasar
serta sejumlah kecil serat (fiber). Banyak sifat-sifat beton yang dapat diperbaiki
dengan penambahan serat, diantaranya adalah meningkatnya daktilitas, ketahanan
impact, kuat tekan dan kuat lentur, ketahanan terhadap kelelahan, ketahanan
terhadap susut, ketahanan abrasi, ketahanan terhadap pecahan (fragmentation),
dan ketahanan terhadap pengelupasan (spalling). Kelecakan (workability) beton
akan berkurang dengan adanya penambahan serat, yang sejalan dengan
pertambahan konsentrasi serat (volume friction) dan aspek rasio serat, yaitu

3
panjang serat dibagi diameter serat (1/d). Penurunan workability dapat diatasi
dengan memperbesar jumlah air semen atau pemakaian bahan tambahan (additive).
Beton serat adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan
lain yang berupa serat. Materi yang bisa digunakan sebagai bahan serat seperti
yang telah dilaporkan ACI Committee 544. 1 R – 82 serta Soroushian dan Bayasi
(1987) antara lain baja (steel), plastik (polypropylene), gelas (glass), dan karbon
(carbon). Sementara menurut Tjokrodimuljo (1996) bahan serat bisa berupa
asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, dan serat tumbuhan (rami, ijuk, bambu, sabut
kelapa).
Menurut Suhendro (1999) beton serat dengan kandungan udara dan ukuran
diameter pori yang sangat kecil, kira-kira 0.1-1 mm, tersebar merata menjadikan
beberapa sifat beton lebih baik, misalnya sebagai penghambat panas (heat
insulation) dan lebih kedap suara (sound insulation) dibandingkan dengan bahan
dinding yang umum dipakai seperti batu bata dan batako. Untuk memperbaiki
performance beton, maka perlu penambahan serat pada campuran beton.
Suhendro (1991) mengatakan bahwa penambahan serat memperbaiki sifatsifat struktural beton. Serat bersifat mekanis sehingga tidak akan bereaksi secara
kimiawi dengan bahan pembentuk beton lainnya. Serat membantu mengikat dan
menyatukan campuran beton setelah terjadinya pengikatan awal dengan pasta
semen. Pasta beton akan semakin kokoh atau stabil dalam menahan beban karena
aksi serat (fiber bridging) yang saling mengikat di sekelilingnya. Serat yang
tersebar secara merata dengan posisi acak dalam adukan beton diharapkan dapat
mencegah terjadinya retakan – retakan yang terlalu dini baik akibat panas hidrasi
maupun akibat beban – beban yang bekerja pada beton maka diharapkan
kemampuan beton untuk mendukung tegangan-tegangan internal (aksial, lentur,
dan geser) akan meningkat.
Suhendro (1999) juga mengatakan penggunaan serat dengan dosis tinggi,
umumnya menjadi masalah dalam pengerjaan beton dan menimbulkan kesulitan
dalam pengadukan, pengecoran, pemadatan dan finishing yang optimal.
Kemudahan pengerjaan akan menurun sesuai dengan semakin besarnya
konsentrasi dan aspek ratio serat (l/d; panjang serat/diameter serat).
Concrete Block (Conblock) atau beton cetak dibuat dengan cara
mencampurkan dan mengaduk bahan baku dan air sesuai water ratio dalam
sebuah mixer sesuai dengan komposisi. Wadah pengaduk yang digunakan
sebaiknya selalu bersih, memiliki tutup, dan juga memiliki alas agar tidak
bercampur dengan tanah. Pencampuran dapat dilakukan secara manual, dan
setelahnya ditambahkan air secukupnya (Frick 1988).
Takaran berdasarkan massa menghilangkan kesalahan yang disebabkan
variasi rongga dalam proporsi yang berisi suatu volume tertentu, suatu hal khusus
yang penting adalah hubungannya dengan takaran pasir. Pengukuran massa
bersifat logis karena alat penimbang memberikan ketelitian di lapangan dan
kesalahan dalam proporsi harus diabaikan. Bagaimanapun, bila perawatan yang
baik dan teratur dipraktekkan, takaran massa lebih disukai daripada takaran
volume. Suatu keuntungan penting dari takaran massa adalah sangat seragam
diantara takaran beton yang berturut-turut (Murdock et al. 1986).
Setelah semua bahan dimasukkan sesuai komposisi, selanjutnya adonan siap
untuk dicetak. Pencetakan dapat dilakukan secara manual dengan cara
menuangkan adonan menggunakan sekop ke dalam cetakan dan di-press dengan

4
menggunakan lempengan besi khusus hingga padat seukuran dengan cetakannya.
Hal ini sangat penting karena conblock yang dihasilkan dengan sistem produksi
ini mempunyai bentuk lebih bagus, permukaan lebih rata, dan pori-porinya lebih
rapat sehingga kuat tekan dan tegangan tekannya lebih tinggi, tidak mudah retak
(LIPI 2004).
Setelah semua adonan selesai dicetak, langkah selanjutnya adalah
pengerasan dengan menyimpannya dalam suhu ruang kamar yang kelembabannya
tidak jenuh. Conblock akan mengeras sesuai bertambahnya hari. Waktu minimum
pengerasan conblock biasanya dalam 3 hari. Tetapi untuk hasil yang lebih baik
conblock akan disimpan selama 28 hari agar strukturnya tersusun secara sempurna
dan siap untuk diuji coba.
Pada waktu yang sama, yaitu 28 hari Rustendi (2004) menyatakan dalam
hasil penelitiannnya bahwa dengan penambahan serat dari tempurung kelapa
sebesar 5-15% dapat menurunkan nilai kuat tekan sebesar 19-40% dari beton
tanpa serat. Hasil dari penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa
penambahan serat tempurung kelapa pada campuran beton dapat menurunkan kuat
tekan sebesar 33.34%, 43%, dan 45.83% dari beton normal, tetapi terjadi
peningkatan pada kuat tarik sebesar 12.39%, 19.18% dan 27.96% dari beton
normal (Putra DE dan Karolina R 2013).
(Mulyono 2004) menyatakan bahwa agregat memiliki konstribusi nilai
massa dalam beton yang besar. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai bahan pembuat
beton serat diharapkan lebih praktis, dimana sabut kelapa sebagai bahan campuran
(mix design) yang digunakan sebagai agregat diharapkan dapat memberikan
konstribusi yang berarti dalam meringankan beban beton. Suarnita IW dan
Rupang N (2009) telah menggunakan tempurung kelapa sebagai pengganti bahan
agregat kasar pada beton serat dan menghasilkan massa jenis 1.781 g/cm3 dan kuat
tekan sebesar 13.02 MPa. Eniarti M (2005) juga sudah melakukan penelitian
tentang serat ijuk pada beton serat, konsentrasi serat 25% dari volume campuran
beton menghasilkan kuat tekan optimum sebesar 21.65 MPa.

Serat Sabut Kelapa
Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30 cm bahkan lebih. Setiap butir
buah kelapa rata-rata mempunyai massa sekitar 1.8 kg yang terdiri dari sabut 35%,
tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut
kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat
diperoleh 227.8 gram serat kering, yang terdiri dari 62.6 gram serat panjang
(bristle), 38.2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut.
Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas 35.3% serat panjang dan
sedang, 6.9% serat pendek, 49% gabus (serbuk sabut), dan 16.8% bagian yang
hilang (Van-Dam 1997).
Menurut Suhardiyono (1999), serabut kelapa adalah bahan berserat dengan
ketebalan sekitar 5 m (micro meter), merupakan bagian terluar dari buah kelapa.
Buah kelapa sendiri terdiri atas serabut 35%, tempurung 12%, daging buah 28%,
dan air buah 25%. Adapun sabut kelapa terdiri atas 78% dinding sel dan 22.2%
rongga. Salah satu cara mendapatkan serat dari sabut kelapa yaitu dengan
ekstraksi menggunakan mesin. Serat yang dapat diekstraksi diperoleh 40% serabut

5
berbulu dan 60% serat matras. Dari 100 gram serat sabut yang diekstraksikan
diperoleh sekam 70 bagian, serat matras 18 bagian, dan serat berbulu 12 bagian.
Dari segi teknis sabut kelapa memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, antara lain
mempunyai panjang 15-30 cm, tahan terhadap serangan mikroorganisme,
pelapukan dan pekerjaan mekanis (gosokan dan pukulan), dan lebih ringan dari
serat lain.
Panjang serat panjang antara 150 - 350 mm atau lebih, panjang serat
medium antara 50 sampai 150 mm dan panjang serat pendek adalah kurang dari
50 mm. Ukuran diameter serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 m. Serat
kelapa terdiri dari sel serat kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran
diameter 5-8 m (Van Daam 2002). Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapab
Komponen
Sabut (%)
Serat sabut (%)
Air
26.00
5.25
Pektin
14.25
3.00
Hemiselulosa
8.50
0.25
Lignin
29.23
45.84
Selulosa
21.07
43.44
b

Sumber: Joseph dan Kindangen (1993).

Kandungan lignin serat sabut kelapa sangat tinggi bila dibandingkan dengan
kayu yaitu antara 42–45%. Beberapa sifat serat sabut kelapa dibandingkan serat
kayu sengon dan akasia disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan sifat serat sabut kelapa, kayu sengon, dan akasiac
Sifat
Sabut kelapa Kayu Sengon Kayu Akasia
Diameter ( m)
100-450
307.70
211.80
Kandungan seluosa (%)
37-43
48.07
46.98
Kandungan lignin (%)
42-45
21.58
22.40
c

Sumber: Massijaya (1992).

Kaw et al (1997) menyatakan bahwa serat dapat dianalisis dalam tiga hal,
yaitu:
1. Nilai aspect ratio dari fiber yang menyatakan rasio dari panjang dan lebar serat.
Agar matriks/zat penyusun dapat meneruskan gaya dari satu serat ke serat
lainnya dengan sempurna maka tegangan geser yang terjadi antara permukaan
serat dan matriks harus kecil. Jika panjang fiber konstan, maka nilai aspect
ratio akan semakin besar dengan semakin kecilnya diameter serat. Dengan
begitu semakin kecil serat maka sifat mekanik dari komposit akan semakin
baik.
2. Luas interface, semakin kecil dimensi serat maka interface dari fiber dalam
laminat akan semakin besar. Dengan semakin kecil serat maka interface serat
dengan matriks akan semakin besar sehingga gaya yang disalurkan matriks ke
serat dapat semakin baik.

6
3. Semakin kecil ukuran serat maka cacat yang terdapat dalam padatan besar bisa
semakin berkurang, dengan demikian kekuatannya akan semakin besar.
Struktur serat ditentukan oleh dimensi, pengaturan sel-sel berbagai unit, dan
yang juga mempengaruhi sifat serat. Serat adalah sel memanjang dengan ujung
runcing dan sangat tebal dinding sel berlignin. Bagian penampang dari sel unit
dalam serat memiliki pusat berongga yang dikenal sebagai lumen dan bahwa
bentuk dan ukuran tergantung pada dua faktor seperti ketebalan dari dinding sel
dan sumber serat. Rongga berfungsi sebagai isolator akustik dan termal sehingga
menurunkan bulk density serat (Ramires 2010).
Sifat mekanis seperti modulus young, tegangan, dan regangan serat
dipengaruhi oleh struktur, komposisi, dan jumlah cacat pada serat yang
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Sifat mekanis serat sabut kelapad
Mechanical Properties Coconut Coir Fibre
Density (g/cm3)
1.15
Elongation at break (%)
15-40
Tensile strength (N/m2)
131-175
Young modulus (N/m2)
4-6
Water absorption (%)
130-180
d

Sumber: Satyanarayana (1982).

Untuk meningkatkan performance beton dilakukan penambahan serat,
sehingga menjadi suatu bahan komposit yaitu beton dan serat. Serat pada
campuran beton diharapkan dapat menjadi tulangan mikro, dimana saat terjadi
retak-retak kecil ditahan oleh serat sebelum retak yang cukup besar terjadi
disebabkan peningkatan beban sehingga pada akhirnya beton mengalami
keruntuhan (Sudarmoko 1990).

Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan kekuatan bahan
dan merupakan ukuran kemampuan bahan untuk mengubah bentuk dan ukurannya
yang disebabkan oleh gaya luar. Sifat mekanik material merupakan salah satu
faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan.
Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian
mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test).
Pengujian tersebut akan menghasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan
dari material tersebut. Sifat mekanik tersebut meliputi: kekuatan tekan, kekuatan
lentur, kekuatan tarik, kekuatan patah, ketangguhan, kelenturan, keuletan,
kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impact, kekuatan mulur, kekuatan leleh dan
sebagainya.
Kuat Tekan
Kekuatan tekan (Compressive Strength) yaitu besarnya tegangan untuk
mendeformasi material atau kemampuan material untuk menahan deformasi. Kuat
tekan beton serat selain berhubungan dengan perencanaan campuran adukan beton

7
serat, juga mempunyai hubungan yang unik dengan karakteristik beton serat yang
lainnya seperti massa isi, kuat tekan, modulus elastisitas, kuat tarik belah, kuat
lentur dan kuat lekat tulangan. Kuat tekan merupakan gambaran mutu beton.
Menurut SNI 03-1974-1990 yang dimaksudkan dengan kuat tekan beton adalah
besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila
dibebani dengan gaya tekan tertentu.yang dihasilkan oleh mesin uji tekan.
Pengukuran kuat tekan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

�=
[1]

Keterangan:
� = Kuat Tekan (N/cm2)
F = Beban yang Diberikan (kgf)
A = Luas Penampang (cm2)
Kuat Lentur
Kuat lentur beton adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua
perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang
diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal
(MPa) atau gaya tiap satuan luas (N/cm2). Pengukuran kuat lentur dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut:

[2]
�=

Keterangan:
� = Kuat lentur (N/cm2)
F = Gaya yang diberikan (kgf)
A = Luas Penampang (cm2)
Modulus Runtuh
Kuat tarik dalam lentur dikenal sebagai modulus runtuh (Modulus of
Rupture). Untuk batang yang mengalami lentur yang dipakai dalam desain adalah
besarnya modulus runtuh. Patahnya benda uji di daerah pusat pada 1/3 jarak titik
perletakan dan bagian tarik beton.
Pengukuran MOR (Modulus of Rupture) dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
[3]
��� =
ℎ²
Keterangan:
P
= Beban maksimum yang diberikan (kgf)
L
= Jarak kedua titik tumpu (cm)
b, h
= Lebar dan tinggi benda uji (cm)

Sifat Termal
Sifat termofisik merupakan sifat yang berhubungan dengan pindah panas
dan massa, yang terkandung dalam suatu produk serta mencirikan karakteristik
dari produk tertentu. Pengujian termofisik produk meliputi ukuran panas jenis,
kondukivitas panas, difusivitas, koefisien pindah panas konveksi dan sebagainya.
Pengetahuan tentang sifat termofisik material juga penting agar penggunaannya
dapat maksimal.

8
Konduktivitas Panas
Konduktivitas panas didefinisikan sebagai jumlah panas yang mengalir
secara konduksi dari suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang
diakibatkan karena adanya perbedaan suhu. Prinsip dasar teknik pengukuran
Thermal Conductivity Meter adalah sebagai pengembangan dari metode kawat
pemanas (heater) yang disisipkan lurus di dalam pusat bahan yang akan diukur,
dimana bahan berbentuk silinder atau balok simetris. Pengembangan metode
tersebut disebut metode Probe dimana sebagian dari bahan digantikan oleh suatu
material yang diketahui harga konstannya.
K = ρ Cp

[4]

Keterangan:
K
= Konduktivitas termal (W/m ͦK)
ρ
= massa jenis (kg/m3)
Cp
= panas jenis (J/kg ͦK)

Panas Jenis
Panas jenis suatu bahan dinyatakan sebagai kebutuhan energy untuk
menaikan satu satuan suhu bahan per satuan massa bahan, dengan satuan kJ/ kg ͦK.
panas jenis (specific heat) suatu benda juga didefinisikan sebagai perbandingan
antara kapasitas panas dengan massa bahan benda tersebut. Adapun kapasitas
panas didefinisikan sebagai perbandingan antara banyaknya panas yang diberikan
Q, dengan kenaikan suhu T sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut:
Kapasitas Panas =
Cp =

� �





ΔT

Keterangan:
Q = Kalor (Joule)
ΔT = perbedaan suhu ( ͦK)
m = massa bahan (kg)

=

[5]

Δt

m

=

Δt

[6]

Difusivitas Panas
Difusivitas panas didefinisikan sebagai laju perambatan panas secara
difusi dalam suatu bahan (Mohsenin 1980). Dalam hubungannya dengan sifat
panas yang lain, difusivitas panas merupakan perbandingan dari konduktivitas
panas (k) dengan kapasitas panas volumetrik (Cw), dimana kapasitas panas
volumetrik merupakan hasil kali antara massa jenis () dengan panas jenis (Cp).
Sehingga difusivitas panas (α) dapat diformulasikan denganμ
α=



ρ Cp

Keterangan:
α = difusivitas bahan (m2/s)

[7]

9
Besar Kalor yang Diserap
Besar kalor yang hilang terserap oleh dinding secara konduksi terlihat dari
transfer kalor yang terjadi. Transfer kalor adalah sejumlah kalor yang mengalir
per unit waktu. Bila kalor mengalir dari daerah yang memiliki suhu lebih tinggi
(T2) ke daerah yang memiliki suhu lebih rendah (T1) maka laju transfer panas
secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q = U. A. Δt
[8]
Ketahanan termal (Thermal resistance) R adalah kebalikan dari U untuk
setiap luas yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Kutz 2006)
�=

;�=

[9]

λ

Keterangan:
Q
= transfer kalor dalam Watt (W)
U
= koefisien transfer kalor dalam W/m2 ͦK
A
= luas permukaan material dalam m2
ΔT = T2 − T1 = perbedaan suhu dalam Kelvin
= konduktivitas termal material (W/m ͦK)
w
= tebal dinding (m)

METODE
Alat dan Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian untuk menghasilkan beton
serat, yaitu:
a. Semen
b. Pasir
c. Serat sabut kelapa
d. Air
e. Oli (pelumas cetakan)
Adapun peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain:
a. Testing Mixer
b. Perangkat Cetakan Sampel
c. Timbangan
d. Seperangkat ayakan
e. Universal Testing Machine
f. Flexural and Transversting Machine
g. Thermal Conductivity Meter
h. Jangka Sorong
Alat bantu yang digunakan adalah batang pengaduk/sendok semen, bak air,
kuas pelumas, dan karung.

10
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama empat bulan terhitung dari minggu ke-4
bulan Mei sampai dengan minggu ke-4 bulan September 2013 di Laboratorium
Kekuatan Bahan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian
Bogor.
Metode Penelitian
Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu
tahap persiapan dan pengujian bahan, pengerjaan coco-conblock, dan pengujian.
Persiapan dan pengujian bahan meliputi penyediaan bahan baku, pengujian dan
analisis bahan baku, pasir, semen. Pengerjaan coco-conblock meliputi
pencampuran bahan, pencetakan, dan pengerasan. Sedangkan pengujian beton
berupa kekuatan tekan, kekuatan lentur, dan uji termal. Setelah data-data
diperoleh, kemudian data diolah dan dianalisis.

pasir

air

semen

pencacahan

pengayakan

penimbangan

serat sabut
kelapa

penimbangan

penimbangan

penimbangan

pencampuran

pencetakan

penyimpanan

pengujian
Gambar 1 Diagram alir proses pembuatan coco-conblock
Persiapan dan Pengujian Bahan Penelitian
Bahan baku yang digunakan merupakan serat sabut kelapa. Untuk dapat
mencampur sempurna, sabut kelapa dicacah dengan ukuran 3-5 cm. Bahan-bahan
penelitian seperti pasir, semen, dan serat sabut kelapa diuji terlebih dahulu untuk
mengetahui karakteristik bahan tersebut. Pengujian dilakukan berupa analisis ayak
(gradasi), massa satuan, dan massa jenis pada pasir, serta uji termal pada setiap

11
bahan (K, ρ, Cp pada pasir, semen, maupun serat sabut kelapa). Persiapan dan
pemeriksaan bahan yang dimaksudkan untuk mengetahui spesifikasi alat maupun
bahan.
Pengerjaan Coco-conblock
1. Pencampuran Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan
perencanaan. Berdasarkan percobaan (trial and error) pada penelitian pendahuluan,
untuk mendapatkan kuat beton 17.5 MPa diperoleh kombinasi komposisi
perbandingan semen dan pasir 1:3 dan 1:5 yang dihitung berdasarkan bobotnya.
Adapun jenis campuran dan jumlah benda uji baik pada perbandingan semen dan
pasir 1:3 maupun 1:5 seperti terlihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Data komposisi percobaan dan jumlah sampel pengujian
Konsentrasi
Serat
0%
10%
20%
30%
40%
Total

Jumlah Pengujian
Kuat Tekan Kuat Lentur Uji Termal
18
18
6
18
18
6
18
18
6
18
18
6
18
18
6
90
90
30

Secara bertahap pasir, semen, dan sabut kelapa dimasukkan ke dalam
Testing Mixer dan diaduk terlebih dahulu agar bahan-bahan tersebut teraduk
merata. Setelah itu air dimasukkan menggunakan gelas ukur sesuai kebutuhan
perencananaan ke dalam Testing Mixer dan diaduk selama 3-5 menit sampai
kondisi adonan berbentuk pasta dengan kekentalan tertentu. Untuk pencampuran
serat sabut kelapa dilakukan dengan cara disebar dan dicampur sedikit demi
sedikit hingga rata dengan cara manual. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya penggumpalan serat.
2. Pencetakan
Setelah proses pengadukan selesai, adukan segar dimasukkan ke dalam
cetakan sesuai dengan benda uji berupa balok berukuran 16 x 4 x 4 cm.
Pemasukan/pengisian adukan ke dalam cetakan secara bertahap dalam 3 lapisan
sehingga tiap lapisan mempunyai volume yang sama. Selanjutnya setiap lapisan
dipadatkan dengan menggunakan tongkat besi pemadatan sebanyak 25 kali
tusukan dan diratakan ke seluruh bagian cetakan sampel uji. Hal ini dilakukan
agar tercapainya pemadatan yang sempurna.
3. Pengerasan
Proses pengerasan sampel yang baru dicetak dilakukan dengan
menyimpannya di ruangan yang terlindung dari sinar matahari secara langsung
dan tidak terkena getaran. Pembukaan cetakan benda uji setelah berumur 24 jam.
Beton dirawat pada suhu ruangan sampai dilakukan pengujian yaitu hari ke- 3, 7,
dan 28 terhitung saat beton selesai dicetak.

12
Pengujian
Karakteristik sampel yang diuji adalah sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat
termal. Sifat fisik terdiri dari dimensi dan massa jenis, sifat mekanik meliputi kuat
tekan dan kuat lentur, dan mengukur konduktivitas termal, kapasitas jenis,
difusivitas, dan besar kalor yang diserap untuk sifat termalnya serta analisis
statistik.
Sifat Fisik
A. Dimensi dan Massa jenis
Sampel berbentuk balok kecil diukur panjang, lebar, dan tingginya
menggunakan jangka sorong. Setelah mengetahui dimensinya, maka volume
bahan dapat dihitung. Kemudian dilakukan penimbangan pada tiap bahan yang
diukur volumenya. Dengan begitu diketahui massa jenis pada bahan tersebut
melalui persamaan:

�=

[10]

Keterangan:
ρ = massa jenis (g/cm3)
m = massa sampel (g)
v = volume sampel (cm3)
Sifat Mekanis
A. Uji Kuat Tekan
Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing
Machine (UTM) merk Shimadzu kapasitas 30 ton., dengan model cetakan cococonblock yang telah didiamkan 3, 7, dan 28 hari dengan bentuk balok. Prosedur
pengujian kuat tekan adalah sebagai berikut:
1. Sampel diletakkan secara tegak vertikal, dalam hal ini lebar dan tingginya
menjadi luas penampang sampel.
2. Atur tegangan supply sebesar 40 volt untuk menggerakkan motor penggerak ke
arah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, pastikan alat telah
terkalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.
3. Tempatkan sampel tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, switchon alat, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan
konstan sebesar 4 mm/menit.
4. Apabila sampel telah pecah, switch-off alat, kemudian catat besar gaya yang
ditampilkan pada panel display saat sampel tersebut rusak. Dengan persamaan
(1) kuat tekan coco-conblock dapat ditentukan.
B. Uji Kuat Lentur
Sama halnya dengan uji tekan, balok yang sudah siap diuji lentur yaitu
balok beton yang sudah berumur 3, 7, dan 28 hari dengan Universal Testing
Machine. Prosedur pengujian kuat patah yaitu mula-mula sampel diletakkan
dengan posisi rebah. Kemudian diberikan gaya tekan aksial (tegak lurus sumbu).
Pengujian dihentikan jika benda uji telah mengalami kerusakan dengan nilai gaya
yang dicatat saat sampel akhirnya patah. Tegangan lentur dihitung dengan
menggunakan rumus berikut dan besar nilai MOR dihitung dengan menggunakan
persamaan 3.

13
�=
0 0.
Keterangan:
b = tegangan lentur (kg/cm2)
w = massa wadah + biji besi (kg)

[11]

Gambar 2 Set up uji lentur coco-conblock
Sifat Termal
Perpindahan panas melalui benda padat disebut konduksi. Panas tersebut
bergerak dari partikel yang lebih panas (memiliki energi lebih tinggi) ke molekul
yang lebih dingin (memiliki energi yang lebih rendah). Perpindahan panas ini
tidak menyebabkan perpindahan molekul benda. Kecepatan aliran panas pada
suatu benda padat ditunjukkan dari nilai konduktivitas termal material tersebut.
Semakin besar nilai konduktivitas termal suatu material maka material tersebut
semakin baik dalam memindahkan panas, dan sebaliknya. Konduktivitas termal
adalah laju aliran panas (dalam Watt) melalui suatu luasan material yang homogen
dengan ketebalan 1 m yang menyebabkan perbedaan suhu 1 K. Konduktivitas
termal memiliki satuan W/m ͦK. Konduktivitas merupakan ukuran keefektifan
suatu material dalam menghantarkan panas. Konduktivitas termal beton
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis agregat, porositas beton (tipe pori,
volume pori, jarak pori, arah pori), dan kadar kelembaban
Material insulasi panas memiliki konduktivitas termal yang rendah sehingga
dapat menahan aliran kalor. Aliran kalor ditahan oleh udara yang terjebak dalam
material insulasi. Udara yang terjebak dalam ukuran mikroskopik dan dalam
jumlah banyak sehingga dapat disebut sel mikroskopis. Sel mikroskopis ini juga
mampu mengurangi efek penyaluran panas secara radiasi. Efek radiasi tersebut
dipatahkan sehingga gelombang radiasi yang panjang menjadi pendek. Pendeknya
gelombang radiasi panas dapat diserap udara yang terjebak dalam material
insulasi.
A. Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal diukur dengan menggunakan alat Thermal
Conductivity Meter. Adapun prosedur penggunaannya adalah sebagai berikut:
1. Sampel berbentuk balok kecil tersebut diletakkan di tempat yang datar.
2. Alat pengukur konduktivitas Kemtherm QTM-D3 dihidupkan dan dibiarkan selama
30 menit untuk pemanasan.
3. Sebelumnya alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu dengan plat standar yang
memiliki nilai tertentu.

14
4. Konstanta K 1 , H 1 , K2, dan H2 diperiksa apakah sudah sesuai dengan petunjuk yang
ada.
5. Mode pengukuran dipilih "Auto Normal” dengan jumlah repetisi yang
diinginkan, sedang arus pada pemanasan dipilih yang sesuai dengan pendugaan
selang konduktivitas bahan.
6. Permukaan bahan tadi diperiksa kembali dan dibersihkan dari debu dan cairan yang
menempel. Selanjutnya probe diletakkan di atas bahan dan pengukuran dimulai
dengan menekan tombol START. Pengukuran berlangsung hingga pada layar peraga
(display) ditampilkan nilai konduktivitas panas sampel (dengan satuan W/m ͦK).
Probe kemudian dipindahkan ke atas lempeng pendingin selama 15 menit.
7. Pengukuran dilanjutkan dengan meletakkan kembali probe ke permukaan sampel,
Alat akan kembali bekerja setelah tombol RESET ditekan dan diikuti dengan
menekan tombol START.
8. Pengukuran dilakukan dengan 3 kali ulangan untuk memperoleh nilai rataan.
B. Panas spesifik
Tahapan pengukuran panas spesifik sebagai berikut:
1. Air dingin 100 gram dimasukkan ke dalam kalorimeter dan diukur suhunya
sampai suhu air konstan lalu dimasukkan air panas sebanyak 100 gram.
2. Suhu air diukur pada wadah sebelum dimasukkan ke kalorimeter.
3. Aduk selama 1 menit agar tercampur merata.
4. Suhu dicatat pada saat dimasukkan setiap 10 detik hingga mencapai suhu
konstan. Lalu dimasukkan ke rumus untuk mendapatkan konstanta kalorimeter
(C).
5. Untuk menghitung panas spesifik beton menggunakan metode yang sama,
namun air panas diganti dengan beton yang sudah dihaluskan terlebih dahulu.
Pengukuran ini dilakukan dengan minimum 3 kali pengamatan, dan diambil
nilai rerata yang diperoleh.
C. Moisture Content
Perubahan kadar air (moisture content) yang terjadi pada balok beton
sekaligus berpengaruh pada dimesi sampel. Perubahan kadar air terjadi terhadap
waktu penyimpanan coco-conblock. Hal tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:




= �

�²

� ²

+

�²

� ²

+

�²

� ²

Keterangan:
∂M
= perubahan massa (kg)
∂t
= perubahan waktu (s)
∂x
= perubahan panjang (m)
∂y
= perubahan lebar (m)
∂z
= perubahan tinggi (m)

[12]

D. Besar Kalor yang Terserap
Besar kalor terserap dihitung dengan persamaan 8 dan 9. Dengan begitu
akan diperoleh besar biaya akibat kehilangan energi yang dihitung dengan
mengalikan harga Q dengan harga listrik perkKWh yaitu Rp 979/kWh. Harga

15
tersebut diperuntukkan golongan R-1 dengan batas daya 2200 VA dimana
golongan R-1 berjumlah 93.1% dari total pelanggan listrik PLN di Indonesia
(PLN 2010).
Analisis Statistik
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap kelompok. Faktor yang
diamati ada dua buah yaitu perbandingan komposisi serat sabut dan lama
penyimpanan. Faktor perbandingan komposisi serat terdiri dari 5 taraf
perbandingan, yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, sedangkan lama penyimpanan
terdiri dari 3 taraf perbandingan, yaitu 3, 7, 28 hari. Jadi keseluruhan yang didapat
ialah sebanyak 15 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan dibuat
sebanyak 3 ulangan.
Model matematik dari rancangan acak lengkap yang digunakan adalah:
Yijk = + Ai +Bj + (AB) ij+ ε
Keterangan:
Yij
= nilai rata-rata harapan
Ai
= pengaruh faktor A pada taraf ke-i
Bj
= pengaruh faktor B pada taraf ke-j
(AB) ij = pengaruh interaksi faktor A dan B pada taraf ke-i dan ke-j
i, j
= 1,2
faktor A = perbandingan komposisi serat (0%, 10 %,20%, 30% dan 40%)
faktor B = perlakuan lama penyimpanan (3, 7, dan 28 hari)
ε
= faktor gallat
Untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh perlakuan A, B, dan C
dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) sedangkan untuk melihat taraf
perlakuan yang berbeda dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%,
dengan analisis kesetaraan dimana perlakuan yang diberikan merupakan
kombinasi anatara perbedaan komposisi dan lama penyimpanan dan hasil yang
diperoleh merupakan nilai yang akan disajikan pada masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Bahan
Pasir dan semen yang digunakan dalam penelitian ini ialah pasir Cimangkok
dan semen Portland tipe I sedangkan limbah sabut kelapa didapat dari Tangerang
Selatan.
Data Pengujian Pasir Cimangkok:
Massa jenis = 2.54 gr/cm3
Modulus kehalusan = 3.38
Analisis ayakan dan kurva distribusi partikel dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada pengujian semen diperoleh massa jenis semen 3.55 gr/cm3
Data Pengujian Serat Sabut Kelapa:
Daya serap air = 2.1%

16
Bentuk Dimensi = (panjang 3-5 cm, tebal 0.05-0.1 cm dan ada juga yang
berbentuk serbuk)
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa bobot dari bahan baku yang
digunakan pada penelitian ini sangat ringan. Maka bobot sampel yang dihasilkan
juga lebih ringan dibandingkan dengan beton tanpa campuran lainnya sehingga
bila digunakan sebagai bahan bangunan, biayanya lebih murah.
Hasil Pengujian Sampel
Pengujian Dimensi dan Massa jenis
Pengujian bobot dan dimensi dilakukan dengan timbangan dan jangka
sorong pada saat sampel akan diuji yaitu pada saat berumur 3, 7, dan 28 hari.
Pengujian bobot menunjukkan adanya penurunan bobot sampel dengan semakin
bertambahnya waktu dan konsentrasi sabut kelapa. Sedangkan pada pengujian
dimensi (panjang, lebar, dan tebal) didapat ukuran yang hampir seragam, dimana
sampel tidak mengalami perubahan yang besar. Setelah diketahui massa dan
dimensi coco-conblock, maka didapatkan nilai massa jenis.
Penambahan serat sabut kelapa diikuti dengan penurunan densitas cococonblock. Pada gambar 3 terlihat bahwa dengan bertambahnya konsentrasi serat,
maka nilai densitas beton serat yang dihasilkan semakin menurun. Nilai massa
jenis tertinggi pada saat berumur 28 hari dimiliki oleh kontrol sebesar 1.97 g/cm³
untuk perbandingan semen pasir 1:3 dan 1.96 g/cm³ untuk pebandingan semen
pasir 1:5. Selanjutnya diikuti penambahan sabut 10%, 20%, 30%, dan 40%
berturut-turut sebesar 1.85, 1.73, 1.59, 1.41 g/cm³ untuk perbandingan 1:3 dan
1.82, 1.71, 1.58, dan 1.41 g/cm³.
2.4

2.00
1.50

1.971.85
1.73
1.59
1.41

1.7

1.00
0.50
0.00

Konsentrasi sabut
0%
30%
beton ringan

10%
40%

2.4

2.50

20%
teoritis

Massa jenis (g/cm³)

Massa jenis (g/cm³)

2.50

2.00
1.50

1.96
1.821.71
1.58
1.40

1.7

1.00

0.50
0.00

Konsentrasi sabut
0%
30%
beton ringan

10%
40%

20%
teoritis

(a)
(b)
Gambar 3 Histogram massa jenis terhadap konsentrasi sabut pada perbandingan
semen pasir (a) 1:3 dan (b) 1:5
Penurunan nilai densitas ini disebabkan adanya sebagian massa/volume
pasir tereliminasi dari adukan beton dan posisinya ditempati oleh serat sabut
kelapa sehingga ketika serat sabut ditambahkan ke dalam adonan beton maka akan
memakan volume yang besar. Keadaan ini berlainan dengan keberadaan serat
jenis lainnya, seperti serat kawat baja (berupa batangan sangat kecil) yang tidak

17
mempunyai kecenderungan mengeliminasi keberadaan agregat. Karena massa
jenis serat sabut kelapa lebih rendah daripada agregat, secara otomatis massa jenis
betonnya pun rendah. Selain itu ukuran serat yang lebih besar dibandingkan bahan
penyusun lainnya mengakibatkan kontak yang lemah antar partikel sehingga tidak
semua partikel serat terikat dengan baik oleh semen dan rongga diantara partikelpartikel dengan mudah bisa terbentuk. Rongga yang terbentuk diakibatkan oleh
kurangnya kemampuan partikel serat untuk mengisi ruang kosong berakibat pada
turunnya nilai kerapatan beton serat sehingga nilai densitasnya menurun.
Gambar 3 memperlihatkan perbedaan massa jenis yang didapat pada
penelitian dengan massa jenis teoritis menurut SNI. Hal tersebut disebabkan
karena perencanaan mix desain yang digunakan ialah dengan trial and error, tidak
sebagaimana yang seharusnya SNI anjurkan. Jika dibandingkan dengan massa
jenis beton ringan, maka massa jenis beton serat dengan serat sabut kelapa yang
didapat sudah dapat dikatakan beton ringan. Berat jenis coco-conblock yang lebih
ringan dibandingkan beton pada umumnya memungkinkan fungsinya untuk
dijadikan sebagai bahan bangunan tahan gempa sehingga saat terjadi gempa pada
bangunan tersebut, beban runtuh yang dihasilkan tidak terlalu membahayakan
penghuni dalam bangunan tersebut.
Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mencari konsentrasi penambahan
serat yang optimum terhadap kuat tekan coco-conblock. Alat yang digunakan
adalah Universal Testing Machine, benda uji berupa balok kecil berukuran 160 x
40 x 40 mm. Pengujian dilakukan setelah benda uji berusia 3, 7, dan 28 hari. Hal
itu dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perkembangan/perubahan kuat
tekan pada sampel terhadap bertambahnya hari. Uji tekan dengan posisi sampel
berdiri tegak. Beban vertikal dikerjakan sepanjang luas permukaan balok dan
secara berangsur-angsur dinaikkan pembebanannya hingga dicapai nilai
maksimum dan sampel pecah terbelah oleh gaya tekan.
Data yang diperoleh berupa beban P saat hancur untuk tiap-tiap benda uji,
nilai kuat tekan beton dihitung dengan persamaan (1). Saat berumur 28 hari kuat
tekan pada beton tanpa serat sabut kelapa mencapai 175.97 dan 127.65 kg/cm2.
Nilai kuat tekan bahan akan turun bersamaan dengan penambahan serat sabut
kelapa. Pada konsentrasi 10% kuat tekan coco-conblock 124.01 dan 99.34 kg/cm2.
Hal tersebut menurun hingga konsentrasi serat sabut 40% yang hanya mencapai
33.56 dan 10.94 kg/cm2. Hasil pengujian pada berbagai variasi proporsi serat
serabut kelapa dapat dilihat pada gambar 4. Lampiran 5 memperlihatkan grafik
hubungan antara kuat tekan dan pertambahan hari. Nilai kuat tekan bahan akan
bertambah dengan semakin bertambahnya waktu dan akan menurun sesuai dengan
penambahan serat sabut kelapa sesuai yang tertera pada lampiran 3. Nilai-nilai
tersebut sudah mendekati kebenaran karena nilai R2 yang didapat sebesar 0.9
mendekati nilai 1 sebagaimana yang ditunjukkan pada lampiran 13.

200.00

175.97

150.00

124.01
78.76
59.18
33.56

100.00
50.00
0.00

Kuat tekan (kg/cm²)

Kua tekan (kg/cm²)

18
200.00
150.00

127.65
99.34

100.00
49.2245.57
10.94

50.00
0.00

Konsentrasi sabut
0%

10%

(a)

20%

30%

Konsentrasi sabut
40%

0%

10%

20%

30%

40%

(b)

Gambar 4 Nilai kuat tekan terhadap konsentrasi sabut kelapa dengan
perbandingan semen pasir a) 1:3 dan b) 1:5
Semakin banyak serat yang dimasukkan ke dalam adukan beton maka akan
mengurangi volume beton yang seharusnya diisi oleh pasta semen sehingga
lekatan antar bahan penyusun beton tidak mampu bekerja secara maksimal. Pada
hakikatnya antara semen dengan serat sabut kelapa memiliki ikatan yang kurang
baik. Hal tersebut didukung oleh besar dan ketidakseragaman ukuran serat itu
sendiri.
Dari hasil pengujian silinder beton pada umur 28 hari milik Putra DE dan
Karolina R (2013) juga diperoleh hasil bahwa terjadi penurunan kuat tekan beton
pada setiap penambahan kadar penggunaan tempurung kelapa. Hal tersebut berarti
posisi dari tempurung kelapa dan serat sabut kelapa sebagai pengganti sebagian
agregat kasar mengakibatkan sebagaian massa/volume kerikil tereliminasi dari
adukan beton dan posisinya digantikan oleh tempurung dan serat sabut kelapa.
Karena kekuatan keduanya lebih rendah daripada kerikil, maka akibatnya ialah
kuat tekan beton cenderung turun. Makin besar kandungan serat sabut maupun
tempurung kelapanya makin besar penurunan kuat tekan betonnya.
Pada saat ditekan benda uji mampu menahan beban sampai terlepasnya
ikatan pasta dengan agregat sehingga benda uji mengalami hancur dan retak. Pada
saat itu juga terjadi pengembangan pada sisi-sisi bagian tengah benda uji sesaat
sebelum terjadi keretakan. Ketika beton masih dalam keadaan basah, terjadi
proses kembang susut agregat sabut kelapa dalam beton serat. Akibat dari proses
pengembangan agregat, dimensi dari agregat sabut kelapa bertambah sehingga
memungkinkan terjadinya desakan oleh agregat sabut kelapa dalam campuran.
Susut agregat terjadi akibat penguapan air pada beton sesuai bertambahnya
hari. Hal ini yang mengakibatkan pengecilan dimensi agregat sabut kelapa dan
memungkinkan tercipta rongga – rongga baru pada ruang yang ditempatinya saat
proses kembang dalam beton yaitu pada saat beton masih segar. Sehingga pada
saat proses penekanan benda uji beton serat sabut kelapa cepat mengalami
keretakan.
Hasil analisis dan Uji Duncan pada lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa
konsentrasi sabut kelapa dan lama penyimpanan berpengaruh secara nyata
(p≤0.05) terhadap kekuatan tekan beton serat dan interaksi antara keduanya juga
berpengaruh nyata terhadap kuat tekan beton baik pada perbandingan semen pasir
1:3 maupun 1:5. Pengaruh lama penyimpanan (hari) baik pada perbandingan
semen dan pasir 1:3 maupun 1:5 menghasilkan perbedaan nyata pada masingmasing harinya dengan 3 hari memiliki nilai kuat tekan yang paling lemah dan

19
pada 28 hari yang memiliki kuat tekan paling baik. Pengaruh penambahan
konsentrasi sabut juga menghasilkan perbedaan