UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.7 Analisis
Differential Scanning Calorimetry DSC
Untuk mengetahui sifat termal dari nanopartikel, dilakukan analisis menggunakan teknik differential scanning calorimetry DSC. Analisis ini
dilakukan pada nanopartikel kering ketiga formula serta pektin dan diltiazem hidroklorida sebagai standar. Dari hasil pengujian dapat diketahui adanya transisi
gelas, suhu lebur dan perubahan entalpi dari suatu sampel.
Gambar 4.7 Perbandingan termogram nanopartikel kering dan pektin
Hasil analisis DSC diltiazem hidroklorida dapat dilihat pada lampiran 19. Termogram diltiazem hidroklorida menunjukkan puncak endotermik tajam yang
dimulai pada temperatur sekitar 213
o
C. Puncak tersebut berhubungan dengan pelelehan kristal diltiazem hidroklorida murni. Pada temperatur sekitar 213
o
C, diltiazem menyerap kalori sebesar 71,86 Jg yang menyebabkan molekulnya
bergerak lebih intensif sehingga terjadi pelelehan.
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Temp [C]
Peak 151.35 C
Heat -41.39 Jg Tg
33.20 C Peak
120.06 C Heat -1.13 Jg
Tg 64.66 C
Tg 84.15 C
Tg 32.51 C
Peak 121.88 C
Heat -4.75 Jg Tg
79.14 C Tg
37.38 C Peak
122.03 C Heat -2.08 Jg
Tg 78.58 C
Tg 33.05 C
Peak 120.15 C
Heat -3.09 Jg Tg
88.59 C
Pektin Formula 1
Formula 2 Formula 3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada termogram pektin, menunjukkan adanya tiga temperatur transisi gelas Tg yaitu 33,20
o
C, 64,66
o
C, dan 84,15
o
C. Temperatur transisi gelas tidak muncul sebagai puncak yang jelas namun sebagai perluasan anomali dari baseline pada
kurva DSC. Temperatur transisi gelas Tg merupakan salah satu sifat fisik penting dari polimer di mana pada saat temperatur luar mendekati temperatur transisi
gelasnya maka suatu polimer mengalami perubahan dari keadaan yang keras kaku menjadi lunak seperti karet Karelson dkk., 1997. Selain itu, termogram pektin
menunjukkan dua puncak endotermik pada suhu 120,06
o
C dengan entalpi penyerapan 1,13 Jg dan suhu 151,35
o
C dengan entalpi penyerapan 41,39 Jg. Berbeda dengan pektin, termogram formula 1, 2 dan 3 hanya menunjukkan
dua temperature transisi gelas Tg yaitu pada temperatur berkisar 30
o
C dan 80
o
C, serta satu puncak endotermik pada temperatur berkisar 120
o
C dengan entalpi penyerapan yang beragam. Lai, Sung Chien 2000 menyebut Tg pada temperatur
sekitar 30
o
C dengan istilah sub Tg sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi disebut Tg. Nilai sub Tg dapat berhubungan dengan kandungan lembab dari sampel
yang dianalisis Lai, Sung Chien, 2000, di mana penurunan nilai tersebut berhubungan dengan peningkatan aktivitas air pada sampel. Air memiliki efek
plastisasi pada temperatur transisi gelas di mana hal ini dapat menyebabkan peningkatan volume bebas dan interaksi inter-rantai polimer selama penyimpanan
Roos Karel 1990. Hampir semua nilai sub Tg formula dan pektin tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan kandungan lembab yang hampir
sama, kecuali pada formula 2 dengan sub Tg lebih tinggi 37,38
o
C yang menunjukkan kandungan lembabnya lebih rendah.
Pektin dan nanopartikel zink pektinat semua formula memiliki jumlah dan titik Tg yang berbeda. Perbedaan Tg ini disebabkan oleh berbagai faktor yang
meliputi panjang molekul polimer, berat molekul polimer, efek elektrostatik seperti polarisabilitas, momen dwi kutub, stereokimia dan stereoregularitas rantai polimer
maupun interaksi intermolekuler dari polimer melalui ikatan hidrogen dan gaya London Steven, 1975. Efek sambung silang selalu dikaitkan dengan perubahan
sifat mekanik polimer akibat perubahan beberapa parameter di atas yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan Tg. Efek ini dapat dilihat dari peningkatan Tg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nanopartikel semua formula yang nilainya selalu berada di antara atau lebih besar dari dua nilai Tg pektin.
Sampel pektin dan nanopartikel formula 1, 2 dan 3 memberikan titik leleh endotermik sekitar 120
o
C. Tidak ada perubahan signifikan pada titik leleh pektin dengan nanopartikel sambung silang. Namun demikian, terjadi peningkatan
ketinggian puncak pada pektin setelah proses sambung silang seperti yang telah diteliti Shaikh dkk. 2012. Mereka menghubungkan ketinggian puncak dengan
derajat sambung silang, di mana nilai ketinggian yang lebih tinggi memiliki derajat sambung silang lebih besar.
Formula 2 memiliki ketinggian puncak yang lebih rendah dari formula 1. Hal ini berarti penambahan diltiazem hidroklorida dapat menurunkan derajat
sambung silang Zn terhadap pektin. Selain itu, formula 2 juga memiliki ketinggian puncak yang lebih rendah dari formula 3, yang berarti penambahan NaCl juga dapat
menurunkan derajat sambung silang Zn terhadap pektin. Hal ini karena ion monovalen seperti natrium juga dapat bereaksi dengan gugus karboksil bebas
Sriamornsak, 2003 sehingga dapat mengurangi reaksi sambung silang. Iijima, Nakamura, Hatakeyama dan Hatakeyama 2000, menguji transisi
fase pektin dengan DSC pada temperatur -150 sampai 180
o
C. Mereka menemukan puncak endotermik pada sekitar 150
o
C dan menjelaskan hal tersebut sebagai fase transisi dari struktur kristal ke amorf. Pada penelitian ini, termogram nanopartikel
zink pektinat formula 1, 2 dan 3 tidak memberikan puncak serupa seperti pada pektin. Hal ini menunjukkan bahwa pektin memiliki sebagian struktur kristal
sedangkan nanopartikel sepenuhnya berstruktur amorf.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN