Sekilas tentang Mathla’ul Anwar, bab ini akan menjelaskan

BAB II SEKILAS TENTANG MATHLA’UL ANWAR

A. Sekilas Berdirinya Mathla’ul Anwar Tahun 1916 Di Menes

Mathla’ul Anwar MA merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan ormas terbesar ketiga setelah Nahdlatul Ulama NU dan Muhammadiyah yang masih eksis hingga kini, MA secara kuantitas sudah tersebar di 26 pengurus wilayah dan 215 pengurus daerah.di Indonesia. 8 Kelahiran MA, seperti juga ormas-ormas lain pada awal abad ke-20, telah menandai perjuangan kebangkitan nasional. Karena itu, semangat pendidikan, dakwah dan sosial yang dibangun pada periode tersebut menekankan semangat pembebasan atau rasa kemerdekaan, yang saat itu dibawah penindasan kolonialisasi Belanda dengan segala dampak politiknya. Organisasi kemasyarakatan Ormas atau keagamaan Mathla’ul Anwar bahasa Arab, yang artinya tempat munculnya cahaya sejak didirikannya pada tahun 1334 H atau 10 Juli tahun 1916 oleh sepuluh tokoh ulama lokal diantaranya adalah Kiyai Moh Tb Soleh, Kiyai Moh Yasin 1860-1937, Kiyai Tegal, Kiyai Mas Abdurrahman bin Mas Jamal 1868-1943, KH Abdul Mu’ti, KH Soleman Cibinglu, KH Daud, KH Rusydi, E. Danawi, KH Mustaghfiri di Menes- Pandeglang bagian selatan Banten. 9 Tujuan didirikannya MA adalah membebaskan umat dari segala bentuk penindasan, kebodohan dan kemiskinan. Pada abad ke-19, kondisi masyarakat 8 Wawancara Pribadi dengan Ketua PBMA KH. Ahmad Sadeli Karim. Menes, 7 Agustus 2010. 9 M. Irsjad Djuwaeli, Sejarah dan Khittah Mathla’ul Anwar, h. 10 12 Banten Selatan dan khususnya Menes-Ujung Kulon merupakan masyarakat dengan tingkat buta huruf yang cukup tinggi. Dimana masyarakat Banten khususnya dari segi pendidikan dan sosial ekonomi memang sangat memprihatinkan, sekolah–sekolah yang dibangun oleh penjajah Belanda tidak disiapkan untuk pribumi, hanya golongan tertentu yang bisa masuk disekolah tersebut politik etis Belanda. 10 Selain itu, rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Menes-Ujung Kulon terhadap pendidikan juga ajaran Islam, salah satunya disebabkan proses Islamisasi yang dilakukan di zaman Kesultanan Banten Selatan belum terbukti dalam mengamalkan ajaran agama Islam secara benar, karena proses dakwah tidak berlangsung secara gencar, konsep pengembangan Islam pada zaman Kerajaan atau Kesultanan Banten hanya gencar dilakukan ke daerah-daerah yang menyetorkan upeti pajak. 11 Karena itu Kesultanan atau Kerajaan justeru lebih tertarik dalam memperluas kekuasaan teritorialnya dengan cara menundukan kerajaan-kerajaan yang belum masuk Islam dibandingkan dengan upaya mengintensifkan dakwahnya. 12 Hal itu terbukti, dengan masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Menes terhadap ajaran agama Islam yang menyebabkan adanya penyimpangan- penyimpangan akidah seperti adanya TBC takhayul, bid’ah dan khurafat dan percaya kepada benda-benda keramat animisme lainnya yang diyakini akan 10 Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1888 Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, Cet I , h. 157 11 Wawancara Pribadi dengan Mohammad Zen, Ciputat, 17 Mei 2010. 12 Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan, Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX, Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2004, h. 63, 69