Kerjasama keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura dalam mengatasi masalah pembajakan di perairan Selat Malaka 2004-2009

Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi
Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka
2004-2009

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial

Oleh :
Achmad Insan Maulidy
NIM : 106083003638

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Jurusan Hubungan Internasional
Jakarta
2011

Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi
Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka
2004-2009


SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Hubungan Internasional

oleh :

ACHMAD INSAN MAULIDY
NIM. 106083003638

di Bawah Bimbingan

Pembimbing

Penasehat Akademik

M. Adian Firnas, M.Si

Ali Munhanif, Ph.D

NIP. 196512121992031004

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura
Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat Malaka 20042009” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 20 Juni
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan Ilmu Hubungan Intenasional.
Jakarta, 20 Juni 2011

Sidang Munaqasyah
Ketua Jurusan


Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D
NIP. 1973041199032002

Agus Nilmada Azmi, M.Si.
NIP.197808042009121002

Pembimbing

M. Adian Firnas, M.Si.

Penguji I

Dina Afrianty, Ph.D
NIP. 1973041199032002

Penguji II

Arisman, M.Si.


LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri yang asli dibuat dan diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sangsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

Mei 2011

Achmad Insan Maulidy

106083003638

i

ABSTRAK

Selat Malaka merupakan perairan di kawasan Asia Tenggara yang
menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selat Malaka terletak di
antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Melayu. Oleh kerena itu selat ini di sebut
sebagai jalur pelayaran internasional, beberapa negara menggunakan selat ini
sebagai jalur perlintasan kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri
berbagai negara, hingga menyebabkan beberapa negara bergantung pada kondisi
keamanan serta keselamatan di Selat malaka. Selat Malaka dilintasi 50.000 kapal
berbagai tipe setiap tahunnya, dengan 30% kapal merupakan kapal niaga yang
mengangkut barang-barang perdagangan dunia. Selat Malaka juga merupakan
jalur pelayaran yang digunakan oleh kapal tanker untuk mengangkat separuh
pasokan energi dunia.
Strategisnya serta padatnya jalur pelayaran di Selat Malaka menyebabkan
selat ini rawan akan terjadinya gangguan keamanan dan tindak kejahatan di laut.
Gangguan keamanan yang sering terjadi di selat ini adalah pembajakan/

perompakan, penyeludupan serta terorisme, dalam penulisan karya ilmiah ini
menitik beratkan pada masalah pembajakan (piracy). Tercatat pada tahun 2004
terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kasus pembajakan di selat ini yaitu
berjumlah 38 kasus, berdasarkan laporan IMB (international maritime bureau),
lalu terbentuklah patroli terkoordinasi tiga negara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura dalam mengatasi keamanan di Selat Malaka.
Penelitian ini memiliki hasil bahwa patroli terkorrdinasi tiga negara
tersebut berhasil meminimalisir tindak kejahatan pambajakan di Selat Malaka.
Keberhasilan patroli terkoordinasi ini tercipta kerena adanya kekompakan dan
mementingkan kepentingan bersama untuk mengamankan Selat Malaka dari pada
kepentingan nasional (national interest) masing-masing negara anggota patroli
terkoordinasi.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan di dukung oleh teori-teori dan juga
data-data sekunder sehingga dalam penelitian ini di peroleh suatu bukti kebenaran
hasil temuan. Patroli terkoordinasi tiga negara Selat Malaka sudah berhasil
menurunkan tingkat kejahatan bajak laut di perairan Selat Malaka, terbukti dengan
tingkat kejahatan yang menurun akibat dari intensifnya kegiatan patroli
terkoordinasi yang dilakukan oleh tiga negara Indonesia, Malaysia, dan
Singapura. Selain itu, keberhasilan kerjasama keamanan yang beranggotakan tiga
negara pantai Selat Malaka Indonesia, Malaysia dan Singapura membuat negara

tetangga tertarik untuk bergabung dalam patroli tersebut contohnya seperti
Thailand yang ikut bergabung dalam patroli tersebut karena posisi negaranya yang
bersinggungan dengan Selat Malaka.

Kata Kunci: Selat Malaka, Patroli terkoordinasi, Pembajakan (piracy)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, karena dengan
hidayah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
"Kerjasama Keamanan Indonesia, Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah
Pembajakan di Perairan Selat Malaka 2004-2009". Penulis sepenuhnya menyadari
bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan baik yang bersifat teknis maupun mated. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kritik dan
saran yang diberikan, akan penulis jadikan bahan dalam penyempurnaan skripsi
ini.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu membantu penyelesaian
skripsi ini. Dimana dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menemui
hambatan dan ritangan yang dihadapi penulis tetapi berkat bantuan yang diberikan
berbagai pihak, terutama dosen pembimbing, semua permasalah dan kendala
dapat teratasi. Oleh kerena itu, penulis dengan tulus menguncapkan terima kasih
atas bantuannya baik langsung dan tidak langsung kepada:
1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional dan
Agus Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

iii

3. M. Adian Firnas, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang
telah memberikan ilmu, saran dan arahannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
4. AH Munhanif, Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis.
5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah mengajarkan berbagai ilmu dan telah membantu penulis dalam
meyelesaikan tugasnya sebagai mahasiwa.
6. Armein Daulay, M.Si., terima kasih atas waktu dan pikirannya untuk dapat
memberikan masukan kepada penulis dalam menulis skripsi ini.
7. Bapak Amaly, sebagai staf di Jurusan Hubungan Internasional yang telah
membantu penulis dalam mengurus segala bentuk yang berhubungan
dengan nilai kuliah.
8. Kedua orang tua, Mama dan Bapak terima kasih atas do'a, kasih sayang,
dan dukungan baik moril maupun materi sehingga skripsi ini dapat
Selesai.
9. Ka Irma dan Ka Aan, terima kasih atas pengertian dan dukunganya pada
saat penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman terbaik penulis di HI A angkatan 2006: Beben, Firman,
Fikri, Umam, Nanda, Alvi, lean, Kawe, Adnan, Julian, dan Irfan. Lima
tahun yang luar biasa bersama kalian, penuh suka dan duka dalam
berjuang bersama-sama dari awal hingga akhir kuliah ini. Sukses selalu ya
kawan-kawanku dan jangan pernah lelah untuk mengejar cita-citamu.

iv


11. Teman-teman dari HI A angkatan 2006 lainnya dan teman-teman dari HI
B angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta temanteman HI angkatan 2007, 2008, dan 2009.
12. Raudhatul Jannah, terima kasih atas waktunya, dukungan, semangat dan
doanya dalam penyusunan skripsi ini, semoga engkau diberikan kesehatan
selalu.
13. Teman-teman rumah: Budi Jawa, Kocrot, Onting, Pi'i, Azis, terima kasih
atas dukunganya dalam penulisan skripsi ini.
14. Staf Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, KEMLU,
LEMHANAS, Perpustakaan Freedom.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas
dukungan dalam penulisan skripsi ini. Semoga mendapatkan balasan dari
Allah SWT atas kebaikan yang diberikan kepada penulis.
Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kekurangan atau ketidak sempurnaan yang terdapat dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan studi Hubungan
Internasional dan Indonesia.

Jakarta, Mei 2011


Achmad Insan Maulidy

v

DAFTAR ISI

Abstrak....................................................................................................................…….i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………..v
Daftar Tabel . ……………………………………………………………………….…vii
Daftar Istilah dan Singkatan.........................................................................................viii

Bab I

Pendahuluan
A. Latar belakang masalah…………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...... 8
C. Tinjauan Pustaka………………………………………………………… 9
D. Kerangka Teori………………………………………………………….. 12
E. Metodologi penelitian…………………………………………………… 20
F. Sistematika Penulisan……………………………………………….…… 21

BAB II

Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka
A. Definisi Bajak Laut................................................................................... 23
A.1. Tiga Tipe Perompakan/ Bajak Laut di Zaman Moderen…………... 28
B. Bajak Laut sebagai Ancaman Keamanan di Selat Malaka…………….... 37
C. Faktor-faktor yang Mendorong Meningkatnya Bajak Laut…………….. 42
C.1. Faktor Geografis…………………………………………………… 42
C.2. Faktor Ekonomi……………………………………………………. 44
C.3. Faktor Politik………………………………………………………. 45

vi

BAB III Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura sebagai Upaya
Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka
A. Persepsi tentang Kerjasama Keamanan di Selat Malaka……………..….49
B. Kerjasama Penanganan Laut Indonesia, Malaysia dan Singapura…….…52
B.1. Patroli Terkoordinasi di Selat Malaka………………………….…...54
C. Analisis Masalah Keamanan di Selat Malaka Melalui
Patroli Terkoordinasi……………………………………………………..65
C.1. Keuntungan dari Patroli Terkoordinasi…………………….……….65
C.2. Kelemahan Patroli Terkoordinasi…………………………………...69
C.3. Hambatan atas Patroli Terkoordinasi…………………………….…72
C.4. Keberhasilan dari Patroli Terkoordinasi……………………………75

BAB IV

Kesimpulan
D. Kesimpulan………………………………………………………...…....78

Daftar pustaka…………………………………………………………………………x
Lampiran

vii

Daftar Tabel

I.

Serangan bajak laut di Asia Tenggara 2000-2005………………………….27

II. Perompakan dan pembajakan di Selat Malaka tahun 2007………………...28
III. Perompakan dan pembajakan di Selat Malaka tahun 2008………………...28

viii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Ad hoc = Sementara
AEC = ASEAN Economic Community
APSC = ASEAN Political Security Community
ASC = ASEAN Security Community
AscC = ASEAN Socio-cultular Community
ASEAN = Association of Southeast Asian Nations
Binpotnaskuatmar = Pembinaan Potensi Nasional Kekuatan Maritim
Choke point = Pintu masuk selat
Cooperative security = Kerjasama keamanan
Coordinated patrol = Patroli terkoordinasi
CSCE = Conference on Security Cooperation in Europe
Forward presence = Meneruskan kehadiran
GAP = Grey-area Phenomena
Illegal fishing = Penangkapan ikan secara illegal
Illegal logging = Pencurian kayu/Penjulan kayu secara illegal
Illegal migrant = Pengungsi yang tidak sah
IMB = International Maritime Bureau
IMO = International Maritime Organization
KASAL = Kepala Staf Angkatan Laut
Littoral States = Negara yang memiliki pantai berdampingan/negara pantai
MIMA = Maritime Institute of Malaysia
MSSP = Malacca Straits Sea Patrols
National interest = Kepentingan nasional
Piracy = Pembajakan
Point control = Titik pengawasan
Press secretary = Tekanan sekertaris
RSN = Republic of Singapore Navy
Safety at sea = Keselamatan di laut
Sea robbery = Pembajakan di laut

ix

Security community = Komunitas keamanan
SLOC = Sea Lines of Community
SLOT = Sea Lines of Trade
Special taks force = Tugas pasukan khusus
Speed boat = Kapal dengan kecepetan tinggi
The narrowest point = Wilayah sempit
TNI AL = Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
Transnational crimes = Kejahatan lintas negara
UNCLOS = United Nations Convention on the Law of the Sea

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Selat Malaka secara geografis membentang sepanjang 500 mil laut berada

diantara sepanjang Malaya dan pulau Sumatra. Lebar alur masuk di sebelah utara
adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada ujung sebelah selatan yang
merupakan wilayah

tersempit yaitu sekitar 8 mil laut. Selat Malaka juga

tersambung dengan selat Singapura yang mempunyai panjang selat 60 mil, dan
sejak jaman dahulu Selat Malaka merupakan jalur transportasi yang di layari
kapal-kapal.
Perairan Asia Tenggara memiliki peran strategis karena menghubungkan
Samudera Pasifik dan Samudra Hindia. Selat Malaka merupakan salah satu jalur
SLOC (Sea Line Of Communication) dan SLOT (Sea Line Of Trade) sekaligus
choke point armada angkatan laut dalam forward presence ke seluruh penjuru
dunia. Sebagai jalur SLOC Selat Malaka di lewati 72% kapal-kapal tanker yang
melintas dari Samudera Hindia ke Pasifik.1
Selat Malaka yang masuk ke dalam jalur SLOC dan SLOT yang sangat
berperan penting bagi Dunia. Ini merupakan hal yang menjadi tugas negaranegara pantai Selat Malaka seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura untuk
menjaga keamanan di selat tersebut. Karena Selat Malaka yang menjadi jalur
SLOT yang merupakan jalur perdagangan Internasional di mana dunia sangat
tergantung pada keamanan selat tersebut.
1

S.Y.Pailah, Tantangan dan perubahan maritime; konflik perbatasan di wilayah
perairan negara kesatuan Republic Indonesia jilid I, Manado; Klub Studi Perbatasan, 2007, h. 3.

2

Secara umum, Selat Malaka dan Selat Singapura yang mempunyai alur
pelayaran sempit dan terdapat pulau-pulau kecil memberikan peluang kepada
munculnya tindak kejahatan di perairan Selat Malaka yang merupakan salah satu
dari sembilan selat dan terusan strategis dunia yaitu: Selat Babel Mandab yang
menghubungkan

Laut

Merah dan

Laut

Arabia, Selat

Bosporus

yang

menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara, Selat Dardanelles di Turki, Selat
Dover yang menghubungkan terusan Inggris dan Laut Utara, Selat Hormus yang
menghubungkan semenanjung Oman dan Laut Arabia, Selat Jiblaltar sebagi
pemisah antara Benua Afrika dan Benua Eropa, terusan Suez di Mesir dan terusan
Panama. Di perairan kawasan Asia Pasifik, jalur SLOC yang terdapat adalah Selat
Malaka.2
Di kawasan Asia Pasifik, perairan Asia Tenggara memiliki peranan yang
sangat penting, kerena merupakan penghubung antara dua samudra besar, Pasifik
dan Hindia. Jalur yang terpadat adalah Selat Malaka dilewati 72% tanker yang
melintas dari samudra Hindia ke pasifik dan hanya 28% yang melewati selat lain,
yaitu Selat Lombok, Selat Makasar dan laut Sulawesi. Di perkirakan sekitar
50.000 kapal dalam setahunya melintasi Selat Malaka, sehingga apabila terjadi
interdiksi di Selat Malaka, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh negara-negara
di Asia Tenggara, melainkan juga akan memberikan dampak yang luar biasa bagi
Negara lain.3

Edhi Nuswantoro, “Pengelolaan keamanan Selat Malaka,” keynote speech pada
workshop : pertemuan kelompok ahli tentang kebijakan terpadu pengelolaan keamanan Selat
Malaka, Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Kementrian Luar negeri, Medan, 19-20
juli 2005, h. 1.
3
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era Dinamika
Global, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2003, h. 349.
2

3

Betapa penting Selat Malaka bagi dunia sehingga banyak negara yang
ingin mengukuhkan pengaruhnya di wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan
Singapura. Di samping itu negara-negara seperti AS (Amerika Serikat) dan Jepang
memanfaatkan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional untuk
kebutuhan dalam dan luar negeri. Apabila terjadi insiden di Selat Malaka seperti
adanya perompakan ataupun pembajak kapal-kapal yang bermuatan barang,
dampaknya bermuara ke seluruh penjuru dunia. Jepang akan kehilangan 16%
pasokan minyak bumi dan 80% pasokan gas alam, hal ini tentu mengancam
stabilitas perekonomian Jepang.4
Ancaman serius yang ada di Selat Malaka adalah kegiatan terorisme dan
pembajakan. Pembajakan maritim telah endemik ke daerah bagian Asia Tenggara
sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam pembahasannya dari pembajakan, L. Wright
dalam bukunya “Piracy in the Southeast Asian Archipelago” memperlihatkan
bagaimana saat itu bangsa Belanda mencoba memonopoli perdagangan rempahrempah melalui Selat Malaka dari tahun 1670. Perdagangan yang dilakukan oleh
Belanda dianggap telah menyimpang oleh penduduk lokal, sehingga menciptakan
atau meningkatnya pembajakan di Asia Tenggara khususnya diperairan Selat
Malaka. Pada abad ke-19, perampokan/ pemerusakan telah menjadi endemik di
banyak dunia Melayu, sebagian besar ini adalah penting kerena dinamika politik,
dengan peperangan antar suku dan membangun kekaisaran di nusantara.
Perompakan adalah salah satu masalah yang tidak pernah habis selama periode
kolonial.5

4

S.Y Pailah, Tantangan dan perubahan maritime, h. 4.
L. Wright, “Piracy in the Southeast Asian Archipelago”, dalam buku, Peter Chalk,
Grey-Area Phenomena In Southest Asia: Piracy, Drug Trafficking and political terrorism,
5

4

Dalam Kongres AS (April 2004) Panglima Komando Armada Pasifik,
Laksamana Thomas Fargo manguraikan rencana untuk mengerahkan pasukan
marinir dan armada kapal berkecepatan tinggi di Selat Malaka. Hal ini murni
merupakan prakarsa Washington dalam rangka memerangi terorisme di Asia
Tenggara.

Inisiatif

keamanan

laut

regional

merupakan

prakarsa

yang

dipergunakan oleh militer AS dalam memerangi ancaman transnasional seperti
proliferasi nuklir, terorisme, lalulintas perdagangan manusia dan obat-obatan
terlarang serta pembajakan.6
Inisiatif AS untuk turut memelihara dan menjaga keamanan Selat Malaka
dari ancaman teroris adalah positif, tetapi inisiatif itu sangat sepihak. Sebenarnya
apabila AS memahami kultur dan budaya pimpinan di Asia Tenggara, AS dapat
mengutarakan dengan bijaksana. Inisiatif AS yang tampak sepihak tidak dapat di
salahkan kerena keinginan AS untuk memerangi terorisme termasuk di perairan
Selat Malaka, juga di dasari faktor Psikologis.7 Dalam hal ini, AS melihat Selat
Malaka sebagai salah satu wilayah yang menjadi tempat tumbuhnya terorisme.8
Selain AS, Jepang juga menyatakan sikapnya melalui press secretary
kementrian luar negeri Jepang, Mitsuo Sakaba dengan mengatakan bahwa Jepang
akan berpartisipasi dalam keamanan laut dengan pemertintah Indonesia, Malaysia
dan Singapura. Perspektif Jepang sesungguhnya ingin menjadikan Selat Malaka
sebagai urusan internasional bagi negara pantai dan negara pengguna selat. Akan
tetapi, pandangan ini di tentang oleh Indonesia

dan Malaysia yang belum

Canberra: strategic and defence studies centre research school of pacific and Asian studies the
Australian national University, 1997, h. 23.
6
Edhi Nuswantoro, Pengelolaan keamanan Selat Malaka, h. 3.
7
Peristiwa 11 September yang menghantam New york dan Washington telah mengubah
perspectif AS terhadap terorisme secara signifikan.
8
Huala Adolf, “Tanggung Jawad RI atas Selat Malaka”, Kompas, 26 april 2004.

5

sepenuhnya menjadi anggota kerjasama pengamanan laut di Selat Malaka yang di
prakarsai oleh Jepang walaupun disetujui oleh Singapura serta negara pengguna
selat lainya.9
Berdasarkan fakta yang ada, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent
Sondakh menyatakan penolakannya atas rencana kehadiran armada kapal perang
Amerika. KASAL menegaskan bahwa penegakan kedaulatan di wilayah perairan
Selat Malaka merupakan tanggung jawab bersama negara pantai, yakni Indonesia,
Malaysia dan Singapura.10
Pasal 2 ayat 2 konvensi 1982 menyatakan bahwa kedaulatan suatu negara
pantai meliputi ruang udara diatas serta dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.
Dalam pelaksanaan kedaulatanya negara pantai mempunyai beberapa macam
wewenang yang diatur oleh pasal 25 konvensi 1982.11 Oleh karena itu, tidak
perlu melibatkan pihak asing untuk menjaga keamanan wilayah perairan Selat
Malaka dari serangan perompak dan ancaman yang ditujukan oleh para pengguna
Selat Malaka. Akan tetapi, kerjasama keamanan antara negara pantai Indonesia,
Malaysia Dan Singapura dalam upaya mengamankan Selat Malaka dengan
menciptakan patroli terkoordinasi negara pantai Salat Malaka.

9

Yan Santosa EP, dalam Koran Harian Republika. 23 Juni 2004
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan FungsiDlam Era Dinamika
Global., h. 347. Dengan diadakannya perundingan Indonesia dengan Malaysia pada tanggal 17
febuari 1970, ditandatanganilah perjanjian garis batas laut wilayah antara dua negara yang
dilanjutkan menjadi UU RI No. 2 tahun 1971 dan sebagi akibat dari perjanjian garis batas laut
wilayah masing-masing negara yang lebarnya 12 mil , ilah bahwa pada bagian-bagian tertentu dari
laut yang merupakan laut bebas sekarang telah menjadi laut-laut wilayah Indonesia dan Malaysia.
Ini berarti bahwa di bagian-bagian laut yang telah menjadi laut wilayah ini akan berlaku
kedaulatan negara-negara pantai yaitu Indonesia dan Malaysia.
11
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, h. 334.
10

6

B.

Rumusan Masalah
Ancaman maritim regional Selat Malaka telah berkembang menjadi

kegiatan sindikat internasional serta dilakukan secara rapi dan terkoordinir.
Masalah ini telah menjadi masalah maritim yang perlu ditangani secara serius
seperti masalah pembajakan yang semakin meningkat di perairan Selat Malaka.
Dalam menangani masalah pembajakan di perairan Selat Malaka tidak bisa hanya
diselesaikan oleh satu pihak negara saja. Akan terapi harus bekerja sama dalam
mengamankan selat malaka, terutama bagi tiga negara pantai tersebut Indonesia,
Malaysia dan Singapura. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahannya yaitu,
Bagaimana upaya yang dilakukan tiga negara pantai Indonesia, Malaysia,
dan Singapura dalam mengamankan Selat Malaka dari tindak kejahatan
pembajakan di laut?

C.

Tinjauan Pustaka
Keamanan di Selat Malaka terutama masalah penyerangan bajak laut yang

terjadi di Selat Malaka telah menjadi topik pembahasan baik di tingkat
pemerintah, pengambil kebijakan politik, praktisi militer maupun akademis
masing-masing pandangan memiliki terminologi yang berbeda berdasarkan
presepsi dan penempatan sebagai isu keamanan. Adapun penelitian sebelumnya
yang menjadi acuan penulis dalam penulisan skripsi ini, yang berkaitan dengan
keamanan Selat Malaka dan pembajakan di selat tersebut yaitu:
1. Syamsumar Dam, “Politik Kelautan”, Bumi Aksara, Jakarta, April 2010.
Sub bab, Masalah Pengamanan Pelayaran Di Selat Malaka-Singapura.
Dalam buku ini di jelaskan bahwa dasar dari kerjasama keamanan yang

7

dilakukan oleh negara pantai Selat Malaka adalah keamanan yang
semakin memburuk di selat tersebut. Melalui Cooperation On
Cooperation against piracy and other theats to maritime security di
Pnom Penh, menghasilkan suatu kesimpulan bahwa untuk dalam
membasmi pembajakan perlunya kerjasama maritime bilateral maupun
multilateral yang di tingkatkan dan latihan militer bersama. Akan tetapi
kelemahan dari latihan militer bersama yang lebih banyak di rugikan
adalah Indonesia

karena lebih banyak melakukan latihan di daerah

perairan Indonesia yang notabennya banyak terjadi pembajakan.
2. S. Y pailah, “Tantangan dan Perubahan Maritime (Konflik Perbatasan
di Wilayah Perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia)”, Klub Studi
Perbatasan, Manado, 2007. Dalam buku ini di jelaskan bahwa dengan
situasi Selat Malaka yang rawan terhadap pembajakan, bayak negara
besar seperti AS dan jepang yang ingin memberikan bantuan berupa
pasukan militernya yang langsung terjun ke selat tersebut. Jika pasukan
asing seperti AS terlibat langsung dalam penanganan Selat Malaka akan
mengganggu kedaulatan negara pantai oleh kerena itu cukup negara
pantailah Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang mengamankan Selat
Malaka tersebut, tanpa pasukan asing dengan kepentingan yang berbeda.
3. Jusuf Dharma Senoputro, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita
Indonesia, Jakarta 2005. “Pengelolaaan Bersama Keamanan Di Wilayah
Perairan Selat Malaka (Studi Kasus Masalah Perompakan Di Perairan
Selat Malaka periode 2003-2004)”.

8

Tesis ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Tesis ini
menghasilkan fokus pembahasan mengenai permasalahan tindak
pembajakan di perairan Selat Malaka, yang menghasilkan kerjasama
keamanan antara negara-negara pantai Selat Malaka Indonesia,
Malaysia, dan Singapura yang tergabung dalam patroli terkoordinasi.
Kerjasama ini sebelumnya juga sudah terbentuk akan tetapi hanya
tingkat bilateral dan berkembang menjadi trilateral. Patroli terkoordiansi
tiga negara pantai Selat Malaka ini dapat menurunkan tingkat tindak
kejahatan pembajakan yang terjadi di Selat Malaka selama periode 20032004.
3. Steven Yohanes Pailah, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Pasca Sarjana, Universita
Indonesia, Jakarta 2008. “Pengelolaan Isu-Isu Keamanan Di Selat
Malaka Periode 2005-2006”. Tesis ini menggunakan metode penelitian
deskriptif. Dalam pembahasan di tesis ini memfokuskan isu-isu
keamanan yang ada pada Selat Malaka, seperti internasionalisasi Selat
Malaka oleh pihak asing, pembajakan sehingga dapat mengancam
negara-negara pantai Selat Malaka, ancaman yang ada di Selat Malaka
juga membuat ASEAN gerah sehingga menghasilkan persetujuan dalam
seminar ASEAN-Japan yaitu: Regional Cooperation Agreement On
Combating anti Armed Robbery Against Ship and Piracy in Asia
(ReCAAP). Pada bulan September 2006 di Kuala Lumpur. Akan tetapi di
tolak Indonesia, Malaysia dan China. Ancama yang terjadi di Selat
Malaka membuat negara pantai berinisiatif untuk membuat kerjasama

9

keamanan yang berangotakan negara-negera pantai, untuk mengatasi isuisu keamanan yang terjadi di Selat Malaka periode 2005-2006.
Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah:
a. Dalam penelitian ini terdapat, keuntungan, kelemahan, hambatan, dan
keberhasilan dari terselenggaranya patroli terkoordinasi tiga negara
Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
b. Rentan waktu yang digunakan dalam penelitian ini sampai pada tahun
2009 dengan melajutkan penelitian yang sudah ada, dan pada tahun ini
pun terjadi penurunan tindak kejahatan pembajakan di perairan Selat
Malaka.

D.

Kerangka Teori
Teori adalah upaya memberi makna pada fenomena yang terjadi.

Pernyataan yang disebut teori itu berwujud sekumpulan generalisasi dan karena
generalisasi itu terdapat konsep-konsep, bisa juga diartikan bahwa teori adalah
pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep secara logis. Pada dasarnya teori
berfungsi membantu kita mengorganisasikan dan menata fakta-fakta yang kita
teliti.12
Teori yang dipergunakan adalah teori Grey-area phenomena (GAP), teori
ini digunakan untuk menjelaskan penomena bajak laut yang terjadi di perairan
Selat Malaka, terutama ketika akhirnya bajak laut mendapat perhatian khusus dari
pembuat kebijakan dikawasan, yang kemudian timbul gagasan menjaga keamanan

Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi, Jakarta: PT Pustaka
LP3ES, 1990, h. 186-187.
12

10

bersama perairan Selat Malaka. Peter Chalk menyebutkan bahwa GAP dapat
diartikan sebagai ancaman terhadap suatu negara berdaulat, ancaman ini muncul
dari aktor non-negara dan timbul dari luar proses yang berkaitan dengan struktur
pemerintahan.13 GAP bukanlah pemikiran yang baru, GAP merupakan bagian dari
spektrum keamanan namun biasanya di tempatkan pada posisi yang rendah dalam
pembahasan keamanan, dan pada dasarnya sangat membahayakan keamanan dan
tentunya mengganggu kedaulatan suatu negara.
GAP kadang disertai dengan kekerasan, bila penggunaan kekerasan cukup
menonjol dimana biasanya GAP tersebut terorganisir. Motif utama yang melatar
belakanginya adalah politik atau ekonomi atau kedua-duanya sekaligus. GAP
dengan karakter seperti ini muncul dalam bentuk kejahatan transnasional
terorganisir.14 Dapat dikatakan seperti terorisme maritim, perdagangan obat bius,
perdagangan manusia, dan bajak laut. Akan tetapi pembajakan yang terjadi di laut
tidak selalu terjadi secara terorganisir, namun terdapat peningkatan dalam kasus
yang mengindikasikan keterlibatan organisasi kejahatan transnasional.
GAP menantang kemampuan negara untuk menjamin penegakan hukum di
teritorinya dan keamanan tatanan sosial, terutama keamanan terhadap individu
warga negara. GAP berbeda dengan dangan ancaman konvensional, seperti agresi
eksternal yang lawannya jelas. Di sebukan bahwa, karakter GAP menyebabkan
terjadinya pengabaian terhadap keberadaan isu GAP dan dampak yang di
akibatkannya. Negara baru akan memberikan perhatian terutama dalam bentuk
kebijakan apabila pengaruh GAP besar atau pada tingkat ekstrem telah
13

Peter Chalk, Grey-Area Phenomena in Soultheast Asia, Canberra: Strategic and
Defence Studies Center Research School of Pasific and Asian Studies The Australian National
University, 1997, h 5-7.
14
Philips Jusario Vermonte, “Transnasional Organized Crime: Isu dan Permasalahan”
Analisis CSIS tahun XXXI/2002, no. 1, h. 18.

11

menyebabkan krisis.15 Dan perhatian yang diberikan oleh negara adalah kebijakan
untuk mengamankan perairan Selat Malaka dalam masalah ini pembajakan.
Konsep keamanan yang dikemukakan oleh Barry Buzan merupakan
pandangan awal dari pokok permasalahan yang dikemukakan khususnya
keamanan di perairan Selat Malaka. Menurut Barry Buzan, kemananan
merupakan suatu konsep yang relative sifatnya, namun dalam pengertian yang
lebih luas, keamanan dapat diartikan sebagai kemerdekaan atas suatu ancaman
tertentu, dan kemampuan negara dan masyarakat untuk mempertahankan identitas
kemerdekaan dan integritas fungsional mereka terhadap kekuatan-kekuatan
tertentu yang dianggap musuh. Dasar utama dari keamanan adalah bertahan hidup,
yang dapat mencangkup tradisi dan eksistensi suatu negara.16
Pengertian lain dari keamanan menurut Barry Buzan adalah keamanan
sebagai suatu gagasan yang lebih luas dibandingkan dengan kekuasaan, yang
mempunyai bentuk atau pola yang lebih bermanfaat di dalam melakukan
kerjasama.17 Dalam hal ini patroli terkoordinasi yang dilakukan oleh Indonesia,
Malaysia, dan Singapura adalah suatu kerjasama keamanan regional dalam tingkat
Asia Tenggara. Menurut Barry Buzan, keamanan regional adalah unsur-unsur
yang pada prinsipnya harus ditambahkan di dalam hubungan antar negara, yang
merupakan bentuk persahabatan antar negara.18
Oleh karena itu,

keamanan mutlak hanya dapat diperoleh melalui

kooperasi bertingkat (lokal, regional maupun global) dan dalam berbagai dimensi

15

Ibid, h. 19.
Barry Buzan, People, State and Fear: The National Security Problem in International
Relations, Sussex: Wheatsheaf Book, 1993, h. 93.
17
Ibid, h. 189.
18
Barry Buzan, People, states and fear: an agenda for international security studies in
the post cold war area, London: Harvester Wheatsheaf 1991, h. 189
16

12

seperti ekonomi, pertahanan dan lingkungan.19 Konsep keamanan tepat digunakan
untuk masalah Selat Malaka, yang tergolong berbahaya kerena adanya
pembajakan. Hal ini membuat Indonesia sebagai negara pantai wajib menjaga
keamanan perairan Selat Malaka, tetapi dalam konsep ini Indonesia tidak dapat
bergerak sendiri, melainkan dengan bekerja sama dalam bidang keamanan oleh
negara-negara pantai seperti Malaysia dan Singapura.
Selat Malaka sebagai suatu wilayah strategis di kawasan Asia Tenggara,
membuat negara-negara yang berada di sepanjang wilayah selat tersebut menjadi
ketergantungan sehingga untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan
mereka (Indonesia, Malaysia, Singapura) dibutuhkan suatu keamanan kolektif
regional (kerjasama keamanan), dimana beban dan tanggung jawab untuk
mempertahankan stabilitas keamanan dapat dipikul bersama-sama oleh negaranegara kawasan Asia Tenggara agar lebih memadai.
Selain itu, keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut aman dan
bebas dari ancaman berupa pelanggaran terhadap ketentuan hukum nasional dan
internasional yang berlaku di wilayah perairan, serta ancaman terhadap keamanan
negara prilaku subjek hukum di laut yang berpotensial mengancam keamanan
negara atau disintegrasi wilayah negara. Dari perkembangan lingkungan strategis,
baik global, regional maupun nasional, dapat diidentifikasi adanya berbagai
bentuk ancaman, yaitu ancaman potensial yang bersumber dari masalah batas
wilayah perairan yuridiksi nasional, masalah penyalahgunaan alur laut kepulauan
Indonesia, masalah sumber daya alam dan energi, serta ancaman faktual berupa
kegiatan perikanan illegal, penyeludupan, perompakan, pencurian harta karun,
19

Barry Buzan, People, State and Fear: The National Security Problem in International
Relations, h. 43.

13

pelanggaran wilayah, pelanggaran imigrasi, penelitian ilmiah tanpa izin, seta
pelanggaran terhadap kelestarian lingkungan laut.20
Menurut Bernard Kent Sondakh, keamanan laut bukan semata-mata
menegakan hukum di laut. Lebih tegasnya lagi, keamanan laut tidak sama dengan
penegakan hukum di laut, karena keamanan laut mempunyai cangkupan yang luas
dan kompleks. Dalam pandangan TNI AL, keamanan laut mengandung pengertian
bahwa laut aman dan terkendali serta bebas dari empat hal pokok, yaitu: Laut
bebas dari ancaman kekerasan, Laut bebas dari ancaman navigasi, Laut bebas dari
ancaman terhadap sumberdaya laut, dan Laut bebas dari pelanggaran hukum, baik
hukum nasional maupun internasional.21
Konsep cooperative security dapat menjelaskan bentuk kerjasama yang
paling mungkin diterapkan oleh tiga negara pantai di Asia Tenggara Indonesia,
Malaysia dan Singapura, yaitu, untuk menangani bajak laut yang terjadi diperairan
Selat Malaka. Davit Dewitt menyebutkan bahwa, model cooperative security
mengandalkan mekanisme dialog. Model kerjasama cooperative security pertama
kali muncul di kawasan Eropa lewat keberadaan Conference on Security
Cooperation in Europe (CSCE).22
Menurut Muthiah Alagappa, dalam “Asian Security practices (Material
and Ideational Influences)”, Konsep cooperative security ini ditandai oleh
beberapa karakter. Pertama, pemahaman bahwa ancaman keamanan bersifat luas,
tidak hanya bersifat militer tetapi bisa juga bersifat non-militer. Kedua,
Uray Asnol Kabri, “Kerjasama Keamanan Regional ASEAN Ditinjau Dari Perspektif
Kepantingan Keamanan Laut Nasional”, Dharma Wiratama, Majalah Resmi Sekolah Staf Dan
Komando TNI AL No. DW/112/2001, h. 85.
21
Rajab Ritonga, Biografi Laksamana Bernard Kent Sondakh Mengibarkan Bendera
Kewajiban, Jakarta: Penerbit Dinas Penerangan Angkatan Laut, 2004, h. 154-155.
22
Davit Dewitt, “Common, Comprehensive and Cooperative Security”, Pacific Affairs,
vol. 7 no.1 tahun 1994, h. 7-12.
20

14

pendekatan bersifat inklusif artinya, cooperative security bersifat fleksibel
terhadap bentuk-bentuk hubungan aliansi, termasuk hubungan-hubungan bilateral
dan perimbangan kekuatan yang sudah ada dalam menciptakan keamanan
regional. Kompetisi dan perbedaan antar negara tetap ada dalam suatu sistem yang
menganut cooperative security, namun kondisi perbedaan tersebut berlangsung
dalam koridor yang telah disepakati oleh semua negara yang berpartisipasi dalam
kerjasama keamanan yang memakai model cooperative security koridor yang
dimaksud disini adalah norma dan proses yang telah disepakati oleh negaranegara tersebut. Dengan penekanan kepada mekanisme dialog, cooperative
security memungkinkan pembentukan multilateralisme yang bersifat ad hoc,
informal dan proses-proses yang fleksibel sampai kondisi untuk pembentukan
institusi multilateral lebih memungkinkan.23
Pada dasarnya manusia menginginkan keamanan yang bersifat kolektif
(Universal). Hal ini sangat beralasan kerena masing-masing negara pada dasarnya
tidak mampu untuk menanggulangi masalah secara individual, sehingga
diperlukan pengamanan secara bersama-sama. Keamanan kolektif sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu militer, ekonomi, sosial dan lingkungan.24
Kelima faktor seperti: militer, ekonomi, sosial dan lingkungan sangat
mempengaruhi sistem hubungan internasional dengan negara sebagai sentralnya
dan akan menentukan stabilitas sistem internasional. Untuk itu diperlukan suatu
kerjasama dalam bidang keamanan, faktor ancaman dapat memunculkan suatu
bentuk kerjasama antar negara baik dalam bentuk kerjasama bilateral, trilateral,
Muthiah Alagappa, “Asian Security practices (Material and Ideational Influences)”,
dalam skripsi Ilham Sani, “Perang Mengatasi Bajak Laut di SLOC I”, Depok: Universitas
Indonesia, 1999, h. 35
24
Barry Buzan and Ole Waever, Regions and Powers, The Structure of International
Security, Cambridge: Cambridge University Press, 2004, h. 45.
23

15

regional dan sebagainya. Hal ini juga dapat diwujudkan dengan pembentukan
suatu komunitas keamanan di kawasan/wilayah. Menurut Karl Deutsch,
komunitas keamanan (security community) adalah kerjasama transnasional dalam
kawasan yang terdiri atas negara-negara berdaulat yang saling sepakat untuk
memelihara kondisi saling ketergantungan dalam melakukan perubahan secara
damai.25
Menurut Adler, Suatu komunitas itu sendiri dapat di definisikan atas tiga
karakteristik:
1. Anggota suatu komunitas mempunyai persamaan identitas, nilai
dan cara.
2. Suatu komunitas memiliki banyak sisi dan hubungan langsung;
interaksi tidak terjadi secara langsung dan hanya dalam wewenang
khusus dan terpisah, tetapi lebih melalui beberapa pertemuan tatap
muka dan hubungan dalam banyak latar.
3. Komunitas memperlihatkan suatu hubungan timbal balik yang
menyatakan beberapa tingkatan kepentingan dalam jangka waktu
yang lama dan bahkan altruism (altruism dapat dipahami sebagai
rasa kewajiban dan tanggung jawab).26
Dalam ikatan komunitas keamanan, saling menolong menjadi hal
kebiasaan dan identitas dan identitas nasional dinyatakan melalui penggabungan
usaha. Hak untuk menggunakan perubahan kekuatan dari satuan kepada
kebersamaan kedaulatan Negara-negara dan menjadi sah hanya pada ancaman dari
luar atau terhadap anggota komunitas keluar dari norma inti komunitas.
25

Emanuel Adler and Michael Barnett, Security Community, Cambridge: Cambridge
University Press 1998, h. 54.
26
Emanuel Adler and Michael Barnett, Security Community, h. 31.

16

Keseimbangan kekuatan, pencegahan nuklir dan ancaman pembalasan menguasai
berarti dan tugas fungsional, tetapi hanya untuk menjaga komunitas dari orang
luar, komunitas keamanan sebagai sistem keamanan bersama atau bahkan sebagai
organisasi pertahanan militer yang terpadu.
Pada hakekatnya, keamanan suatu wilayah bukanlah semata-mata untuk
kepentingan suatu negara saja, tetapi menyangkut kepentingan semua negara dan
bangsa di dunia terutama di sekitar kawasan, baik untuk kepentingan ekonomi
maupun politik secara global. Untuk itu, menjaga stabilitas keamanan di kawasan
tersebut bukan monopoli satu negara semata, melainkan tanggung jawab bersama.
Dalam kondisi keterbatasan kemampuan masing-masing negara, upaya terpadu
negara kawasan secara sinergi merupakan kebutuhan mendesak yang perlu
diwujudkan.27

E.

Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara untuk memudahkan terkumpulnya data-data

yang diperlukan dalam penulisan suatu karya ilmiah. Disamping itu juga bisa
digunakan untuk memudahkan perumusan suatu kesimpulan dan memeriksa
kebenaran pernyataan yang disimpulakan.28
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data yang menjelaskan fakta-fakta yang diperoleh
dalam penelitian. Data diperoleh melalui kajian pustaka atas buku-buku, jurnal
ilmiah, maupun surat kabar, dokumen-dokumen dan melalui media elektronik
seperti internet yang berkaitan dengan “Kerjasama Keamanan Indonesia,
27

28

Uray Asnol Kabri, Kerjasama Keamanan Regional ASEAN, h. 80-81.
Moch Nasir, metode penilitian, Jakarta: Ghalia Press, 1998, h. 51.

17

Malaysia, Singapura Dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Perairan Selat
Malaka Periode 2004-2009”. Melalui studi perpustakaan ini diharapkan dapat
dipelajari konsepsi kerjasama keamanan negara pantai dalam menjaga keamanan
wilayah perairan Selat Malaka.

F.

Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan.
Terdiri atas latar belakang masalah tentang kondisi keamanan wilayah perairan
Selat Malaka, tujuan penulisan, kerangka teori yang berisikan

konsep dan

perspektif para ahli mengenai definisi keamanan, metode penelitian yang bersifat
deskriptif dan sistematika penulisan.
Bab II : Permasalahan Bajak Laut Di Selat Malaka
Bab ini menjelaskan definisi dan tipe-tipe tentang bajak laut di Perairan Selat
Malaka,bajak laut sebagai ancaman yang dapat mengganggu aktivitas di Selat
Malaka dan faktor-faktor yang menyebabkan populasi bajak laut di Selat Malaka
meningkat.
Bab III : Patroli Terkoordinasi Indonesia, Malaysia dan Singapura Sebagai
Upaya Menjaga Keamanan di Perairan Selat Malaka
Bab ini membahas mengenai kerjasama yang di lakukan oleh tiga negara pantai
indoneisa, Malaysia dan Singapura untuk mengatasi keamanan di Selat Malaka
melalui patroli terkoordinasi, dalam bab ini juga akan dimuat analisis tentang
kerjasama patroli terkoordinasi.
Bab IV : Penutup
Bab ini berisi hasil kesimpulan dari bab-bab sebelumnya.

18

BAB II
Permasalahan Bajak Laut di Selat Malaka

Pada abad ke-17 dan 18, perjalanan di lautan bagi awak dan penumpang
kapal sangatlah berbahaya. Banyak di antara mereka yang meninggal atau sakit di
perjalanan karena lingkungan yang kurang sehat dan terbatasnya bahan makanan.
Keadaan ini memperhitungkan datangnya badai atau topan yang menyebabkan
perjalanan menjadi lebih lama dan menyengsarakan. Tetapi, sekalipun keadaan di
atas merupakan ancaman serius yang ditakutkan, namun ancaman datangnya
bajak lautlah yang ternyata paling ditakuti. Sebab, bajak laut biasanya bertempur
habis-habisan, membunuh semua awak dan semua penumpang kapal untuk
memastikan kemenangan dan keamanan. Kalaupun ada beberapa diantaranya
yang diselamatkan, biasanya adalah mereka yang di anggap berguna oleh para
perompak.29
Ancaman terhadap jalur perdagangan internasional di perairan Asia
Tenggara adalah aksi pembajakan yang berdasarkan ilustrasi dan dokumen sejarah
bahwa ancaman terhadap keamanan itu berasal dari aktor-aktor non-negara atau
ancaman non-konvensional yang bukan merupakan fenomena baru. Perompakan
tercatat menjadi perhatian sejak Abad ke-4 Masehi di laut Cina dan berangsurangsur menyebar dan berkembang selama berabad-abad, dan berkembang luas di
laut Mediterania dari abad ke-16 sampai ke-18.

Jean-Michel Chalier & Victor Hubinon, “Le Roi Des Sept Mers, Dargaud Editeurs”,
dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro, “Pengelolaan Kerjasama Keamanan di Wilayah Perairan
Selat Malaka”, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005. h. 33.
29

19

A.

Definisi Bajak Laut
Motif dari para bajak laut untuk melakukan pembajakan di laut dari pada

di darat membuat negara-negara bekerja kerja keras dalam menghadapi mereka.
Pembajakan mewakili perhatian klasik dari hukum internasional, yang secara
tradisional terfokus pada masalah-masalah yang tidak langsung berada dalam
hukum negara-negara. Sejumlah konvensi internasional telah di ratifikasi sejak
abad ke-19 untuk melawan pembajakan di laut lepas dan mencapai puncaknya
pada konvensi Genewa di tahun 1958 yang mengizinkan setiap negara untuk
menangkap para pembajak tanpa mempedulikan kebangsaan pelaku pembajakan
tersebut.30
Keberhasilan konvensi-konvensi ini telah menghasilkan dalam hubungan
internasional, dengan efektifitas penegakan hukum yang tidak terkarakterisasi
agar para pelaku kriminal dapat dikenai tindakan hukum lokal. Pembajakan di
zaman moderen cendrung tidak beroperasi di laut lepas, karena mereka pasti akan
berhadapan langsung dengan kekuatan angkatan laut yang besar dan lebih
menyukai tantangan otoritas kedaulatan negara yang kurang kuat dengan
membajak kapal-kapal di laut territorial sedang berlabuh atau berada di
pelabuhan.
Menurut International Maritime Organization (IMO) piracy atau
pembajakan adalah suatu tindakan dari percobaan pada kapal laut dengan maksud
untuk melakukan pencurian atau kejahatan kepada orang lain dan dengan
percobaan atau dengan kemampuan untuk menggunakan kekuatan/kekerasan

30

Peter Hough, Understanding Global Security, dalam tesis Jusuf Dharma Senoputro,
“Pengelolaan Bersama Keamanan di Wilayah Perairan Selat Malaka” Jakarta: Universitas
Indonesia, Desember 2005, h. 34.

20

dalam tindakan tersebut.31 Pada dasarnya bajak laut akan membunuh habis
korbannya dengan alasan tidak meninggalkan jejak, jika ada yang selamat
biasanya digunakan untuk budak atau dijual oleh para bajak laut.
Sedangkan menurut prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh
TNI AL, tindak pidana pembajakan didefinisikan sebagai setiap tindakan
kekerasan/perampasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan
memusnahkan terhadap orang lain atau barang, yang dilakukan untuk tujuan
pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal.32
Kualifikasi tindak pidana dan pasal-pasal yang dilanggar:
1. Pembajakan (piracy) melangar pasal 438 KUHP, Pasal 103, pasal
110, pasal 105, pasal 107 UNCLOS 1982
2. Pembajakan di laut (piracy at sea), Melanggar pasal 439 KUHP
3. Pembajakan di pesisir, Melanggar pasal 442 KUHP
4. Pembajakn di sungai, melanggar pasal 441KUHP
5. Nahkoda bekerja sebagai

atau

menganjurkan melakukan

pembajakan, melanggar pasal 442 KUHP
6. Bekerja sebagai ABK pembajak, Melanggar pasal 443 KUHP
7. Menyerahkan kapal untuk dibajak, melanggar pasal 448 KUHP
8. Penumpang merampas kapal, melanggar pasal 448 KUHP
9. Melarikan kapalnya dan pemilik kapal, melanggar pasal 449
KUHP

Graham Gerard Ong-Webb, “Piracy, Maritime Terorism and Securing the Malacca
Straits, Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2006, h. xii.
32
Prosedur tetap penanganan tindak pidana di laut oleh TNI AL, Jakarta: Markas Besar
TNI AL, Juni 2003, h. 13.
31

21

10. Tanpa izin pemerintah bekerja sebagai Nahkoda atau ABK kapal
pembajak, melanggar pasal 450 dan 451 KUHP.33
Pembajakan di perairan Asia Tenggara juga semakin berbahaya dan
terorganisir, laporan IMB (International Maritime Bireau) yang berpusat di
London. Direktur IMB Kapten Pottengal Mukun dalam laporan tengah tahunan
biro maritim, mengenai laporan 182 serangan pada semester pertama 2004 turun
22%, dari tahun lalu sebanyak 234 serangan. Berbanding jauh dengan negara
Bangladesh dan India mengalami penurunan besar dengan total 17 kasus
sedangkan sebelumnya 41 kasus. Namun 30 orang terbunuh pada tahun 2004,
dibandingkan dengan 2003 jumlah korban tewas 16 orang. "Pelabuhan Tanjung
Priok dan Balikpapan di Indonesia, Lagos di Nigeria, dan Chennai di India yang
termasuk kedalam kategori pelabuhan dengan jumlah penyerangan yang tinggi",
sedangkan Selat Malaka menghadapi 20 serangan, naik dari tahun lalu dengan 15
serangan.34
Dari laporan IMB di atas masalah pembajakan semakin meningkat apa lagi
di wilayah Asia Tenggara, jika dilihat sejarahnya masalah pembajakan di laut
sudah terjadi sejak manusia mulai mempergunakan kapal bagi kepentingan
kehidupannya melalui laut. Apalagi dengan bermunculannya kerajaan-kerajaan di
sepanjang pantai, penggunaan kapal semakin meningkat, tidak saja untuk
keperluan penangkapan ikan di laut, tetapi juga sudah dijadikan sebagai sarana
transportasi bagi pedagang yang terus meningkat pula juga. Dalam sejarah, sudah

33

Ibid, h. 13.
Pottengal Mukun, “Selat Malaka di Hantui Perompak”, Kuala Lumpur,
http://www.gatra.com/2004-07-26/artikel.php?id=42236 di akses tanggal 20 Oktober 2010, pukul
22.00.
34

22

diketahui bahwa di wilayah Asia Tenggara sejak awal abad Masehi sampai abad
ke-13 Masehi sudah terdapat kerajaan-kerajaan

besar maritim besar seperti

kerajaan Funan, Champa, Sriwijaya dan Majapahit. Perkembangan ke-4 kerajaan
itu telah menyebabkan meningkatkan perdagangan Cina ke Selatan (Nanyang)
dengan mempergunakan kapal-kapal layar. Bersamaan dengan itu telah
berkembang pula pembajakan di laut seperti yang di catat oleh Ban Gu (32-29 M)
bahwa pembajakan sudah terjadi sepanjang rute kapal-kapal dagang Cina ke
Srilangka (Yichenghu) Melalui Singapura (Duyuan Go).35 Pada dasarnya para
pembajak itu ada karena melihat dari aktifitas laut yang meningkat, dengan kapalkapal yang membawa barang komoditif, sehingga terjadi pembajakan pada kapalkapal yang akan melakukan transaksi dagang.
Berikut ini diuraikan mengenai sejarah bajak laut di perairan Asia
Tenggara. Perhatian akan ditunjukan pada aksi bajak laut di perairan Asia
Tenggara bagian barat yaitu mulai dari Selat Malaka s