PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GAYA BELAJAR

  

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN, GAYA BELAJAR, DAN

KEMAMPUAN MEMBACA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SD

DI KOTA SURABAYA

Luthfiyah Nurlaela

  

Abstract: This study aims at: (1) gaining empirical findings of the effectiveness

of thematic instructional model as compared to conventional instruction, and (2)

gaining empirical findings concerning the potential capacity of thematic

instructional model in accomodating or serving different learning styles and

reading abilities. This study employed an experimental research design with

factorial design (2x2x2). The subjects were determined by using multi stage

cluster random sampling technique (Babbie, 1989; Anitah, 2002). The data were

collected by means of achievement test, learning style questionnaire, and reading

comprehension test. The analysis was done by using ANAVA, making use of

SPSS v. 10 program. The study reveals the following findings: (1) There is a

significant difference in achievement between students who use thematic

instructional model and those using conventional model, (2) there is a significant

difference in achievement between students with visual learning style and those

having auditorial learning style, (3) there is a significant difference between

students with high reading ability and those with low reading ability, (4)

student’s achievement is influenced by the interaction between instructional

model and student’s learning style, (5) student’s achievement is not influenced by

the interaction between instructional model and student’s reading ability, (6)

student’s achievement is not influenced by the interaction between student’s

learning style and student’s reading ability, and (7) student’s achievement is not

influenced by the interaction among instructional model, learning style and

student’s reading ability.

  

Kata kunci: Model pembelajaran, gaya belajar, kemampuan membaca, hasil

belajar, sekolah dasar

  Kualitas proses dan produk pendidikan dalam arti kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang mendorong anak secara aktif mempelajari keterampilan dasar seperti 3M + O (membaca, menulis, menghitung, dan observasi) di sekolah dasar masih jauh dari harapan kehendak kurikulum (Dimyati, 2002). Lulusan SD pada umumnya juga belum memiliki kecakapan hidup yang memadai. Saryono (2002) mengemukakan, kecakapan yang dimiliki lulusan pendidikan dasar dan menengah umum, termasuk SD, sangat minim dan terbatas. Kecakapan yang dimaksud meliputi kecakapan proses, penguasaan konsep dasar keilmuan, dan kecakapan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

  Selama ini, pembelajaran cenderung terciutkan menjadi suatu penyajian yang sekedar pemberian informasi (content-transmission model) belaka (Joni, 2000).

  Bagaimana pemahaman anak terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru, belum terlihat. Menurut Depdiknas (2002:1), sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Berkaiatan dengan hal tersebut, Nurhadi dan Senduk (2003) melontarkan beberapa pertanyaan, antara lain: (1) bagaimana setiap mata pelajaran bisa dipahami oleh siswa sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh, dan (2) bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, atau siswa dapat membuka wawasan berpikirnya sendiri, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata, serta dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya?

  Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah perlunya peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu pendekatan tersebut adalah pembelajaran terpadu. Loepp (2005) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu mengacu pada konstruktivisme, yang mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, karena siswa dihadapkan pada masalah- masalah yang perlu mereka pecahkan. Berkaitan dengan pemecahan masalah tersebut, Jenson (1998) dan Caine & Caine (2002) berpendapat bahwa cara yang terbaik untuk meningkatkan kemampuan otak adalah melalui problem solving, karena hal ini menyebabkan hubungan-hubungan dendrit yang baru, yang akan menghasilkan lebih banyak hubungan-hubungan.

  Dalam penelitian ini, pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model terjala

  (webbed model) yang umumnya disebut pembelajaran tematik (Forgaty, 1991; Pappas,, Kiefer & Levstik, 1995). Model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik, dan cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-tema yang diangkat dipilih dari hal-hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need) (Joni, 1996). Menurut Kovalik dan McGeehan (1999), tema yang dipilih dalam pembelajaran terpadu menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang penting yang membantu siswa melihat pola serta membuat hubungan-hubungan di antara fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda.

  Salah satu hasil penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik terpadu, adalah program yang dinamakan CLASS—suatu program di Indiana yang menggunakan model tematik terpadu dan diimplementasikan oleh pengajar yang telah dilatih dengan pembelajaran tematik terpadu. Penelitian ini menganalisis kinerja 100 SD dalam hal pengujian kemajuan belajar yang dinamakan ISTEP (Indiana Statewide

  

Testing for Educational Progress). Hasil yang diperoleh melaporkan bahwa sekolah

  CLASS mempunyai skor ISTEP lebih tinggi daripada SD yang lain di negara tersebut, dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu (Buechler, 1993). Penelitian lainnya yang melibatkan 32 siswa yang diikutkan dalam “pilot CLASS school” dari TK sampai tingkat 5, menemukan bahwa skor ISTEP kelompok ini mencapai nilai satu standar deviasi di atas rata-rata dalam bidang membaca, seni- bahasa, dan matematika (Grisham, 1995). Penelitian mengenai persepsi terhadap pengaruh program CLASS pada kinerja menemukan bahwa, kebanyakan guru percaya CLASS mempunyai pengaruh positif pada motivasi dan kinerja siswa, khususnya pada keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Semua siswa menyatakan CLASS memberikan pengaruh positif pada kehadiran dan sikap siswa, iIklim sekolah, dan moral serta profesionalisme guru (Morgan, 1998).

  Pada tahun 1998, sebuah disertasi meneliti perbandingan antara skor membaca siswa pada SD yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu dengan skor siswa pada sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor siswa sekolah eksperimen menunjukkan peningkatan sebesar 16%, sedangkan sekolah kontrol hanya mencapai peningkatan sebesar 3% (Ruth, 1998). Lebih lanjut, penelitian Nurkhoti’ah dan Kamari (2002), menemukan bahwa pembelajaran terpadu model tematik efektif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS di SD kelas IV. Pembelajaran IPS dengan pendekatan tematik merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Hal ini relevan dengan pendapat Oddleifson (1997), yang mengemukakan bahwa sebagai keutuhan, siswa tidak hanya mengerjakan sesuatu sesuai ukuran tes baku, namun penting untuk dapat mengerjakan sesuatu dengan ukuran kehidupan nyata secara baik.

  Model pembelajaran tematik selain mengaktifkan siswa, juga mengaktifkan guru, dan tentu saja menuntut kemampuan yang cukup baik pada guru untuk meningkatkan kemampuan kolektif dalam mengkonseptualisasikan dan mengoperasionalkan usaha-usaha peningkatan pembelajaran secara lebih baik (Case, 1994). Walmsley (2003) menyebut pembelajaran yang mensyaratkan adanya persekutuan (partnership) antara siswa dan guru semacam ini termasuk dalam

  

partnership-centered learning. Menurutnya, model tersebut dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan kognitif siswa.

  Pembelajaran tematik yang diterapkan dalam penelitian ini disandingkan dengan pembelajaran konvensional, yang pada umumnya masih digunakan di SD.

  Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang masih menggunakan pemisahan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum yang pelaksanaannya disajikan dalam mata pelajaran yang satu terpisah dari yang lain (Nasution, 1978; Nurkhoti’ah dan Kamari, 2002). Rooijakkers (1984) mengemukakan bahwa belajar dengan pendekatan konvensional adalah pendekatan belajar yang terutama dilakukan dengan komunikasi satu arah, sehingga situasi belajarnya terpusat pada pengajar. Menurut Johnson (2002) yang menyebut pembelajaran konvensional sebagai pembelajaran tradisional, pembelajaran biasanya berlangsung selama 47-50 menit, sehingga guru tidak bisa memberi cukup waktu bagi siswa untuk menemukan, berdiskusi, mengeksplor, berpikir kritis, atau melakukan proyek nyata atau memecahkan masalah. Pembelajaran yang sangat teoritis tersebut akan menyebabkan siswa sulit memahami materi ajar secara komprehensif. Banyak penelitian menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, kekomprehensifan pemahaman sangat penting, sehingga lebih baik sedikit topik tetapi dapat dipahami siswa secara komprehensif, dibanding banyak topik tetapi kurang dipahami atau dipahami secara parsial (Halpern, 1992). Pemahaman yang komprehensif terhadap suatu topik itulah yang diharapkan menjadi transferable knowledge, ketika yang bersangkutan mempelajari topik lainnya (Deese, 1985).

  Pembelajaran akan berhasil baik bila perbedaan-perbedaan siswa dan proses kognitifnya dipahami dengan baik oleh guru (Slavin, 2000; Winkel, 1991; Reisman dan

Payne, 1987). Siswa dengan berbagai gaya belajarnya (visual  atau auditorial), akan belajar sesuai dengan tipenya (DePorter dan Hernacki, 1992; Anam, 2003). Cara mereka

  belajar akan berpengaruh pada prestasi belajarnya (Diptoadi, dkk, 2003; Zainuddin, 2002; Ismanoe, 1988). Dalam pembelajaran tematik, yang menyajikan pembelajaran berdasarkan tema-tema yang menghubungkan berbagai mata pelajaran terkait, mungkin akan memberikan hasil belajar yang berbeda bagi setiap anak dengan gaya belajar yang berbeda. Gaya belajar siswa dalam memahami keterkaitan tersebut diasumsikan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang dipelajari (Anitah, 2002).

  Faktor lain yang juga harus diperhatikan pada diri siswa, khususnya siswa kelas

  1 SD, adalah kemampuan awal dalam hal membaca, mengingat mereka pada umumnya masih pada tahap awal belajar membaca atau membaca permulaan. Aktivitas membaca dan menulis akan memberdayakan siswa untuk mengadakan eksplorasi, meneliti, dan menikmati isi pengetahuan menurut kebutuhan dan minat mereka sendiri sebagai pembelajar yang independen (Eaness, 1997). Membaca juga merupakan peristiwa yang kompleks dan bersifat interaktif. Kegiatan membaca dapat mengintegrasikan pengalaman-pengalaman siswa yang telah diperoleh sebelumnya (DeFine, et al., 1991). Kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pembelajaran bahasa, tapi juga bagi semua mata pelajaran. Kesulitan dalam membaca menjadi salah satu penyebab utama rendahnya kemajuan dan hasil belajar siswa (Kartika, 2004; MacGilchrist, 1997).

  Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskan pada pengaruh model pembelajaran, gaya belajar siswa, dan kemampuan siswa dalam membaca terhadap hasil belajar siswa kelas 1 SD di Kota Surabaya. Model pembelajaran meliputi model tematik dan konvensional, sedangkan gaya belajar siswa dikategorikan gaya visual dan auditorial. Selanjutnya kemampuan siswa dalam membaca dikategorikan tinggi dan rendah. Baik model pembelajaran, gaya belajar siswa, maupun kemampuan siswa dalam membaca, merupakan hal-hal yang diduga mempengaruhi hasil belajar siswa.

  METODE

  Rancangan penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan desain faktorial (2x2x2) (Tuckman, 1999). Eksperimen melibatkan 2 kelompok subjek.

  Kelompok eksperimen mendapat perlakuan dengan model pembelajaran tematik, dan kelompok kontrol mendapat perlakuan dengan model konvensional. Pada awal pembelajaran, kedua kelompok mendapat tes kemampuan awal (pretes) untuk mengetahui apakah kedua kelompok tersebut memiliki kemampuan yang sama.

  Selanjutnya dilakukan tes kemampuan membaca, di mana siswa diminta membaca sebuah wacana satu per satu, dan kemudian dua orang observer yang sudah dilatih, menilai kemampuan membaca mereka. Angket gaya belajar diisi oleh guru kelas, dengan asumsi guru kelas cukup mengenal setiap siswa dengan baik, mengingat mereka telah mengajar di kelas tersebut sejak semester 1. Alasan mengapa guru yang mengisi angket gaya belajar siswa, karena diasumsikan siswa kelas 1 SD belum cukup memiliki kemampuan untuk memahami item-item angket gaya belajar yang dikembangkan dalam penelitian ini, sehingga pengisian yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, dimungkinkan justru dapat menimbulkan bias.

  Variabel bebas adalah model pembelajaran, yang dibedakan menjadi 2, yaitu: model pembelajaran tematik dan model pembelajaran konvensional. Variabel moderator adalah gaya belajar dan kemampuan siswa dalam membaca. Gaya belajar dibedakan menjadi 2, yaitu: visual dan auditorial. Kemampuan membaca juga dibedakan menjadi 2, yaitu: tinggi dan rendah. Variabel terikat adalah hasil belajar, yaitu hasil belajar kognitif yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge) dan pemahaman (comprehension).

  Pengaruh variabel latar belakang subjek dikontrol dengan pengacakan subjek secara multi stage cluster random sampling atau sampel random bertahap (Babbie, 1989; Anitah, 2002). Skema teknik pengambilan sampel tersebut dapat dicermati pada Gambar 1, sedangkan macam variabel kontrol dan cara pengendaliannya digambarkan pada Tabel 1.

  Tes hasil belajar pada pembelajaran konvensional yang dibuat mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, matematika, sains dan pengetahuan sosial. Sedangkan tes yang dibuat pada pembelajaran terpadu mengacu pada tema-tema yang dikembangkan, meliputi: Makanan dan Hewan. Tes tersebut sebelum digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya, diujicobakan dahulu pada kelas 1 SD Wonokromo 1, untuk menguji validitas isi (content validity) dan reliabilitas instrumen.

  TIMUR, BARAT, SELATAN, UTARA) Diambil 2 wilayah secara random Surabaya Surabaya

  Selatan Timur Dipilah SD-SD yang memiliki kelas 1 pararel Diambil masing-masing 2 SD dari tiap wilayah secara random

  Surabaya Selatan Surabaya Timur SD Medokan S. 1

  SD Wonokromo 1 SD Kebonsari SD Semolowaru

  3

  2 Uji coba Kelompok Kelompok Kelompok instrumen eksperime eksperime eksperime n dan n dan n dan kontrol kontrol kontrol

  Gambar 1 Skema Teknik Pengambilan Sampel

  

Tabel 1: Macam Variabel Kontrol dan Pengendaliannya

No. Macam Variabel Kontrol Cara Pengendaliannya

  1. Latar belakang subjek penelitian Pengacakan subjek secara multi stage cluster random sampling.

  2. Peringkat sekolah Pemilahan sekolah yang memiliki sarana prasarana yang relatif sama.

  • 3. Pengalaman/kemampuan guru Pemilihan guru-guru yang memiliki masa kerja hampir sama (10-15 tahun).

  Diberikan pelatihan tentang - cara menerapkan rancangan pembelajaran.

  4. Suasana kelas Jam belajar yang sama (pagi hari).

  Pengujian validitas digunakan rumus korelasi Pearson, sedangkan pengujian reliabilitas digunakan teknik split-half dengan rumus Spearman-Brown. Instrumen gaya belajar dikembangkan berdasarkan karakteristik untuk tiap gaya belajar, yaitu visual dan auditorial, yang diidentifikasi oleh DePorter dan Hernacki (1992), serta dimodifikasi dari instrumen gaya belajar oleh Bradway dan Hills (Anam, 2003). Tes kemampuan membaca pada siswa menggunakan kriteria yang diajukan Kartika (2004), berupa tes keterampilan membaca teknis (membaca bersuara). Alasan pemilihan tes ini adalah karena sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dari siwa SD kelas 1, yang dalam pelajaran membacanya ditekankan pada kemampuan membaca teknis (Kartika, 2004; Godfrey dan Galloway, 2004). Reliabilitas instrumen tes keterampilan mengajar dicari dengan menggunakan teknik interobserver agreemen (Grinnel, 1988). Instrumen dikatakan reliabel jika nilai reliabilitas yang diperoleh ≥ 0,75 (Borich, 1994). Analisis data dalam rangka pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan Analisis Varian (Anava) Tiga Jalur (Anastasi, 1982) yang menggunakan fasilitas program SPSS v. 10 .

  HASIL

  Hasil analisis data dengan Anava dapat dilihat pada Tabel 2. Hipotesis nol (Ho) ditolak jika p<0,05. Berdasarkan tabel tersebut, maka dapat dideskripsikan hasil pengujian hipotesis dengan df = 1 dan taraf signifikansi 5%, diperoleh: (1) F = 9,651 dan angka signifikansi p = 0,002, berati bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi model pembelajaran, (2) F = 13,844 dan angka signifikansi p = 0,000, berarti bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi gaya belajar, (3) F = 6,428 dan angka signifikansi p = 0,012, berarti bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara variasi kemampuan membaca. (4) F = 6,768 dan angka signifikansi p = 0,010, berarti hasil belajar dipengaruhi oleh adanya interaksi antara model pembelajaran dengan gaya belajar siswa, (5) F = 0,055 dan angka signifikansi p = 0,814, berati hasil belajar tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan membaca siswa. Meskipun secara sendiri-sendiri, model pembelajaran mempengaruhi hasil belajar, begitu juga dengan kemampuan membaca; namun ternyata interaksi antara keduanya tidak berpengaruh, (6) F = 0,207 dan angka signifikansi p = 0,650, berarti bahwa hasil belajar tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan membaca siswa., dan (7) F = 0,977 dan angka signifikansi p = 0,325, berarti hasil belajar tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara model pembelajaran, gaya belajar dan kemampuan membaca siswa.

  Tabel 2. Ringkasan Hasil Anava

  

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: POSTES 4096.543 a

  7 585.220 5.295 .000 767132.858 1 767132.858 6941.462 .000 1066.533 1 1066.533 9.651 .002 1529.920 1 1529.920 13.844 .000 710.437 1 710.437 6.428 .012 747.910 1 747.910 6.768 .010 6.111 1 6.111 .055 .814 22.912 1 22.912 .207 .650 107.943 1 107.943 .977 .325 14587.926 132 110.515

  804130.810 140 18684.469 139 Source Corrected Model Intercept MODEL GAYA_BEL KEM_BACA MODEL * GAYA_BEL MODEL * KEM_BACA GAYA_BEL * KEM_BACA MODEL * GAYA_BEL * KEM_BACA Error Total Corrected Total

  Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

  R Squared = .219 (Adjusted R Squared = .178) a.

  PEMBAHASAN

  Dari hasil pengujian hipotesis penelitian di antaranya diperoleh bukti bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model tematik berbeda secara signifikan dengan hasil belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model tematik lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran tematik secara signifikan berpengaruh lebih tinggi terhadap pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran dengan model konvensional. Temuan ini konsisten dengan temuan-temuan penelitian sebelumnya, di antaranya penelitian Ruth (1989), Buechler (1993), Grisham (1995), Morgan (1998), Nurkhoti’ah dan Kamari (2002), serta Anitah (2002), yang menunjukkan keunggulan pembelajaran tematik. Benson (2005) juga mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktivitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa area kurikulum. Tema menyediakan lingkungan yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher, 1991). Tema juga membangun minat siswa dan prior knowledge dengan memusatkan perhatian pada topik yang relevan dengan kehidupan mereka. Tema membantu siswa berhubungan dengan pengalaman hidup yang nyata (real-life experiences) dan mengembangkan apa yang mereka tahu. Manfaat lain penggunaan tema dalam pembelajaran anak SD, meliputi: belajar informasi faktual secara mendalam, terlibat secara fisik dengan belajar, belajar keterampilan proses, memadukan belajar dalam cara yang holistik, meningkatkan keeratan kelompok, memusatkan perhatian pada kebutuhan individual, dan memotivasi siswa dan guru (Kostelnik, Soderman, Whiren, 2004).

  Berdasarkan pengujian hipotesis, diketahui bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh adanya interaksi antara model pembelajaran dengan gaya belajar siswa. Dari hasil analisis deskriptif, hasil belajar siswa yang bergaya visual lebih tinggi daripada hasil belajar siswa bergaya auditorial, baik pada kelompok tematik maupun konvensional.

  Karakter anak visual menurut Bradway dan Hill (2003) adalah ia sangat bersandar pada penglihatan ketika menyerap informasi. Secara alami, anak visual tertarik pada pemandangan-pemandangan yang akrab, dan mengingatkan tanda-tanda visual seperti gerak, warna, bentuk, dan ukuran. Sebaliknya, anak auditorial lebih mengutamakan suara dan kata atas informasi yang diberikan dibandingkan pandangan maupun sentuhan (Bradway dan Hill, 2003). Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, bisa dipahami kalau dalam penelitian ini, hasil belajar anak visual cenderung lebih baik daripada anak auditorial. Ini tidak berarti gaya belajar visual lebih baik daripada auditorial. Dalam konteks ini, bahan pembelajaran yang dirancang dalam bentuk Buku Siswa adalah lebih menguntungkan bagi anak visual, karena dia mempunyai keunggulan dalam membaca dan mencermati isi buku, apalagi dilengkapi dengan media berupa poster, yang juga memerlukan kemampuan visual untuk menyerap dan mengingatnya. Kemudian pembelajaran yang berbasis tema dengan menampilkan peta konsep, juga merupakan bantuan berarti bagi anak visual untuk mengingatnya. Peta konsep atau peta pembelajaran merupakan cara dinamik untuk menangkap butir-butir pokok informasi yang signifikan.

  Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, juga diketahui ternyata hasil belajar tidak dipengaruhi oleh adanya interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan membaca siswa. Meskipun secara sendiri-sendiri, model pembelajaran mempengaruhi hasil belajar siswa, demikian juga dengan kemampuan membaca; namun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh terhadap hasil belajar. Hal ini menyiratkan bahwa anak yang memiliki kemampuan membaca tinggi akan mencapai hasil belajar yang juga tinggi, apapun model pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran yang diterapkan di kelas akan sangat membantu bagi anak yang memiliki kemampuan membaca rendah, namun tidak terlalu berpengaruh pada anak yang berkemampuan membaca tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, oleh karena membaca pada anak

  

kelas 1 SD masih merupakan proses yang alamiah, seperti halnya anak belajar

berbicara, maka penyediaan bahan bacaan dan aktivitas yang telah dikenali

siswa adalah penting, karena anak-anak harus berurusan dengan konsep dan

struktur yang telah sedikit mereka mengerti (Calfee dan Drum, 1986). Model

  

pembelajaran tematik yang mengangkat tema dari hal-hal di sekitar dunia anak,

merupakan scaffolding bagi anak. Tema-tema tersebut mengantarkan anak

kepada aktivitas dan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat

perkembangan mereka. Hal inilah yang harus ditekankan dalam pembelajaran

membaca di sekolah. Pembelajaran yang “lepas konteks”, sebagaimana yang

masih banyak ditemukan di lapangan selama ini, tentu menjadi kendala bagi

pengembangan keterampilan membaca anak.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan temuan penelitian, kesimpulan penelitian ini dirangkum menjadi tujuh butir sebagai berikut: (1) Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang menggunakan model pembelajaran tematik dan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran tematik lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, (2) Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang bergaya belajar visual dan siswa yang bergaya belajar auditorial. Hasil belajar siswa yang bergaya belajar visual lebih tinggi daripada siswa yang bergaya belajar auditorial, (3) Ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang mempunyai kemampuan membaca tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan membaca rendah. Hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan membaca tinggi lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan membaca rendah, (4) Ada interaksi antara model pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap hasil belajar, (5) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan membaca siswa terhadap hasil belajar, (6) Tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan membaca siswa terhadap hasil belajar, dan (7) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran, gaya belajar dan kemampuan membaca siswa terhadap hasil belajar.

  Saran

  Saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

(1) Pentingnya pembelajaran tematik untuk diterapkan dalam pembelajaran di SD khususnya kelas rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasl belajar siswa yang menggunakan pembelajaran tematik lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran tematik juga diketahui lebih akomodatif terhadap perbedaan gaya belajar dan kemampuan membaca, oleh sebab itu penerapan pembelajaran tematik sebagaimana yang menjadi tuntutan kurikulum supaya benar-benar dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.

(2) Pentingnya memperhatikan perbedaan individual siswa, khususnya gaya belajar. Oleh karena siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, pembelajaran sebaiknya dirancang untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar tersebut, karena siswa akan belajar dengan efektif sesuai dengan gaya belajarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang bergaya belajar visual hasil belajarnya lebih baik daripada siswa yang bergaya belajar auditorial. Hal ini tidak berarti anak auditorial harus “dipaksa” untuk menjadi visual, namun harus diupayakan supaya pembelajaran yang dilaksanakan dapat mengakomodasi semua modalitas gaya belajar anak. Karakteristik pembelajaran tematik yang menguntungkan bagi anak visual, sebaiknnya dilengkapi dengan sumber belajar dan media (misalnya media audio-visual) yang cukup memadai untuk dapat mengakomodasi anak auditorial.

(3) Kemampuan membaca siswa juga harus menjadi perhatian, mengingat siswa SD pada umumnya masih pada tahap awal belajar membaca atau membaca permulaan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa anak dengan kemampuan membaca tinggi hasil belajarnya lebih baik daripada anak yang kemampuan membacanya rendah. Oleh sebab itu, pembelajaran yang mampu mendorong anak untuk gemar membaca harus diupayakan, sehingga membaca dapat dibudayakan dan menjadi kebiasaan anak sehari- hari.

  DAFTAR PUSTAKA Anam, K. 2003. (Penerjemah). Pola-pola belajar. Jakarta; Inisiasi Press.

  Anastasi, A. 1982. Psychological testing. Fifth Edition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Anitah, S. 2002. Pengorganisasian isi pembelajaran terpadu model multi disiplin dan pengaruhnya terhadap perolehan belajar konsep pada pebelajaran sekolah dasar.

  Jurnal Teknologi Pembelajaran Teori dan Penelitian. 10 (1): 4-10.

  Benson, T. R. 2005. The issues: Integrated teaching units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm. Diakses tanggal 10 April 2004.

  Borich, G. D. 1994. Observation Skills for Effective Teaching. Englewood Cliffs: Merril Publishers. Brand, SR. (ed). 1991. Integrating the curriculum: Educational leadership. Journal of ASCD, 49 (2). Buechler, M. 1993. Connecting learning assures successful students: a study of the CLASS program. Bloomington, IN: Indiana Education Policy Center. http://www.kovalik.com. Diakses tanggal 10 April 2004. Caine, R. N. & Caine, G. 2002. Mind/brain learning principles. New horizons for learning. http://www.newhorizons.org. Diakses tanggal 10 April 2004. Calfee, R. & Drum, P. 1986. Research on teaching reading. Handbook of research on teaching. Edisi ke-3. New York: Macmillan Publishing Company. Campbell, L. 1997. Variation on a theme—how teachers interpret MI theory.

  Educational leadership. 55 (1): 1-9.

  Case, R. 1994. Our Crude Handling of Educational Reforms: The case of curricular integration. Canadian journal of education. 19 (1): 80-93. Cheng, N. Y. & Lo-Fu, Y. W. 2002. Interdisciplinary curriculum: A case study of general studies teaching. Subject teaching and teacher education in the new century.

  Editor: Yin Cheong Cheng et. al. The Hongkong Institute of Education: Kluwer Academic Publisher. Deese, J., Hulse, S. dan Egeth, H. 1995. The psychology of learning. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha Ltd. DeFine, A.A., Anstendig, L.L. & De Lawter, K. 1991. Alternative integrated reading/writing assesment and curriculum design. Journal of reading. 34 (5): 17-

  24. DePorter, B. & Hernacki, M. 1992. Quantum learning: Unleasing the genius in you.New York: Dell Publishing.

  Dimyati, M. 2002. Keilmuan pendidikan Sekolah Dasar Problem paradigma teorisasi dan orientasi praktis dilematis. Malang: Vendy Press. Diptoadi, V. L., Teopilus, S. & Tedjakusuma, H. 2003. The influence of learning style and learning strategies on the reading achievement of persons using English as a foreign language. Jurnal Teknologi Pembelajaran Teori dan Penelitian. 11 (1). 27-36. Eanes, R. 1997. Content area literacy: Teanching for today and tomorrow. Albany: Delmar Publisher. Fisher, B. 1991. Joyful learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N. H.: Heinemann. Fogarty, R. 1991. The mindful school: How to integrate the curricula. Illinois: Skylight Publishing. Halpern, D. F. (Ed). 1992. Enhanching thinking skills in the sciences and mathematics.

  New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Grinnel, Jr. Richard M. 1988. Social Work Research and Evaluation. Third Edition.

  Itasca, Illinois: F.E Peacock. Grisham, D.L. 1995, April. Integrating the curriculum: The case of an award-winning

  elementary school. Paper presented at the annual meeting of the American Educational Research Association, Berkeley, CA. http://www.kovalik.com.

  Diakses tanggal 4 September 2005. Godfrey, J. R. & Galloway, A. 2004. Assesing early literacy and numeracy skills among indigenous children with the performance indicators in primary schools test.

  Educational Research. 14. 2004. http://education.

  curtin.edu.au/iier14/godfrey.html Diakses tanggal 13 April 2006. Guilford & J.N.A. Fruchter. 1973. Fundamental statistic in psychology and education.

  Edisi 6. New York: Mc Graw Hill. Jensen, E. 1998. Teaching with the brain in mind. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

  Johnson, E. B. 2002. Contextual teaching and learning. California: Sage Publication Company. Joni, T. R. 1996. Pembelajaran terpadu. Naskah Program Pelatihan Guru Pamong, BP3GSD PPTG Ditjen Dikti, 1996.

  Joni, T. R. 2000. Rasional pembelajaran terpadu. Makalah disajikan dalam Seminar Regional: Implementasi Pembelajaran Terpadu dalam Menyongsong Era Indonesia Baru. Malang: PPS Universitas Negeri Malang, 20 Mei 2000.

  Kartika, E. 2004. Memacu minat membaca siswa sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Penabur. 3 (III): 113-128. Kostelnik, M.J., Soderman, A. K & Whiren, A.P (2004). Developmentally appropriate

  curriculum: Best practice in early childhood education. Upper Saddle River, N. J.: Merrill.

  Kovalik, S. J. & McGeehan, J. R. 1999. Integrated thematic instruction: from brain research to application. Instructional-Design Theories and Models. II. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. 371-396 Kovalik, S. J. & Olsen, K. D. 1994. ITI: The model integrated thematic instructuon. Susan Kovalik and Associates. Kent. W.A. Lake, K. 2000. Integrated curriculum. School Improvement Research Series (SIRS). http://www.nwrel.org/scpd/sirs/8/C016.html. Diakses tanggal 20 Maret 2006. Lawton, Ed. 1994. Integrating curriculum: A slow but positive process. School in the middle. 4 (2). November 1994: 27-30. Leppanen, U., Niemi, P., Aunola, K. & Nurmi, J.E. 2004. Development of reading skills among prescholl and primary school children. Reading Research Quartely. 39.

  72-93. Loepp, F. L. 1999. Models of curriculum integration. The Journal of Technology

  Studies. http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JOTS/ Summer-Fall-1999/ Loepp.html. Diakses tanggal 2 Februari 2006.

  MacGilchrist, B. 2005. Reading and achievement—some lesson for the future. www.

  Literacytrust.org.uk. Diakses tanggal 11 Juli 2006. Martin, J. R. 1995. A philosophy of education for the year 2000. Phi Delta Kappan. 76 (5). Januari, 1995: 355-359.

  Messick, S. 1994. The matter of style: Manifestations of personality in cognition, learning, and teaching. Educational Psychologist. 29 (3): 121-136. Morgan, W. 1998. The impact of CLASS on teaching and learning in Indiana.

  Bloomington, IN: Indiana University. Diakses tanggal 25 Oktober 2004. Nasution, S. 1978. Berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar. Jakarta: PT Bina Aksara. Nurkhoti’ah, S. & Kamari. 2002. Pembelajaran terpadu: Solusi meningkatkan prestasi

  belajar IPS. http://202.159.18.43/jp/ 41sitinur.htm. Diakses tanggal 18 Agustus 2005. Nurhadi, B. Y., & Senduk, A. G. 2003. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press. Oddleifson, E. 1997. Boston public schools as arts-integrative learning organizations.

  New horizon of learning. Info@newhorizon.org. Diakses tanggal 1 Desember 2004.

  Pappas, C. C., Kiefer, B. Z., & Levstik, L. S. 1995. An integrated language perspective

  in the elementary school. USA: Longman Publiser

  Reisman, F. & Payne, B. 1987. Elementary education. Columbus, Ohio: Merril Publishing Company. Riding, R. & Rayner, S. 1998. Cognitive styles and learning strategies: Understanding style differences in learning and behaviour. London: David Fulton Publishers. Rooijakkers. 1984. Mengajar dengan sukses. Jakarta: Gramedia.

  st

  Rose, C. & Nicholl, M. J. 1997. Accelerated learning for the 21 century. London: Judy Piatkus. Ruth, N.S. 1998. A comparative study of Integrated Thematic Instruction (ITI) and non- integrated thematic instruction. Doctoral dissertation, Texas A&M University. http://www.kovalik.com. Diakses tanggal 11 April 2005. Saryono, D. 2002. Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsepsi dan Implementasinya di

  Sekolah. Makalah dalam Workshop Pengembangan Sistem Pendidikan Dasar

  dan Menengah Berorientasi Kecakapan Hidup di Jawa Timur, 11 November 2002, Universitas Negeri Malang. Shoemaker, B. 1989. Integrative Education: A Curriculum for the Twenty-First Century.

  Oregon School Study Council 33/2. Sequero, W. 1988. A ready-made reading class: “Warming-up for reading”. Forum.

  36(4): 29-33. Sheldon, S. B. 2002. Parent’s social networks and beliefs as predictors of parent involvement. The Elementary School Journal. 102. 301-316.

  Silberman, M. 1996. Active learning: 101 strategies to teach any subject. Boston: Allyn and Bacon. Slavin, R. E. 2000. Educational psychology: Theory and practice. Sixt Edition. Boston: Allyn and Bacon. Soleste, H. R. & Roland G., T. 2003. Theoritical perspectives, research findings, and

  classroom implications of the learning styles of American Indian and Alaska Native Students. ERIC Digest. http://www.ericdigest.org/2003-3/alaska.htm.

  Diakses tanggal 15 April 2007. Tobias. 1994. Interest, prior knowledge, and learning. Review of Educational Research.64 (1): 37-54.

  

Tong, S. S. 2003. Some reflection on the design of contextual learning and teaching

material.

  Torgesen, J. K. 1998. Catch them before they fail: Identification and assessment to prevent reading failure in young children. American Educator. 32-39. Tuckman, B. W. 1999. Conducting educational research. USA: Harcort Brace College Publishers. Walmsley, B. 2003. Partnership-centered learning: The case for pedagogic balance in technology education. Journal of Technology Education. 14 (2): 12-24. Waras. 2003. Pengaruh model pembelajaran dan gaya belajar terhadap kecakapan

  akademik, teknikal dan pemecahan masalah bidang permesinan. Disertasi tidak diterbitkan. UniversitasNegeri Malang.

  Wardani, I.G.A.K. 2000. Guru sebagai pekerja profesional: Satu renungan tentang sosok guru abad 21 serta implikasinya bagi Universitas Terbuka. Jurnal Pendidikan 1 (1): 288-45. Winihasih. 1999. Faktor penentu minat baca anak usia sekolah dasar. Sekolah Dasar, kajian teori dan praktik pendidikan. 8 (1): 31-37. Winkel, W. S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo. Zainuddin. 2002. Studi tentang penerapan belajar kooperatif model STAD dengan konsentrasi gaya kognitif FI dan FD. Jurnal teknologi pembelajaran teori dan

  penelitian. 10 (1): 26-36.

  Zinicola, D., & Devlin-Scherer, R. 2003. Learning to teach elementary science.

  Teaching & learning: The journal of natural inquiry and reflective practice. 18 (1): 16-23.