Hubungan Patron–Klien Patron-Client Relationship dalam

2.2 Hubungan Patron–Klien Patron-Client Relationship dalam

Masyarakat Pertanian. Istilah patron berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara entimologis berarti seseorang yang memilki kekuasaan power, status, wewenang dan pengaruh, sedangkan klien berarti bawahan atau orang yang diperintah dan disuruh. Selanjutnya pola hubungan patron klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, wewenang, kekuasaan maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi. Berdasarkan paparan-paparan yang diulas dari pengertian diatas maka kemudian terdapat satu hal penting yang dapat digaris bawahi, yaitu bahwa terdapat unsur pertukaran barang atau jasa bagi pihak- pihak yang terlibat dalam pola – pola relasi antara patron dan klien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola – pola relasi yang semacam ini dapat dimasukan kedalam bentuk dan pola hubungan pertukaran yang lebih luas. Menurut Scott dalam Hariadi 1987, relasi patron klien merupakan hubungan yang antara dua pihak yang menyangkut persahabatan, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi patron menggunakan pengaruh dan sumber-sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan atau keuntungan bagi seseorang yang statusnya lebih rendah klien, dan sebaliknya si klien membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum termasuk pelayanan pribadi kepada patron. Dalam hubungan ini pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya baru terhapus dalam jangka panjang. Scott, 1976 Universitas Sumatera Utara dalam Hariadi, 1987: 48. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Si patron tidak akan mengharapkan materi atau uang dari klien tapi mengharapkan imbalan lainnya yang dibutuhkan si patron. Ikatan-ikatan sosial yang khas antara patron dan klien menekankan ide moral, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban timbal balik yang memberikan kekuatan sosial kepada ikatan-ikatan itu. Sudah tentu tidak mungkin barang dan jasa yang dipertukarkan antara patron dan klien itu akan identikan oleh karena sifat dari pola hubungan itu disesuaikan atas kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda. Suatu sifat yang persis dengan pertukaran itu akan mencerminkan kekhasan dari kebutuhan-kebutuhan dan sumber-sumber kekayaan baik dari patron maupun dari klien dalam jangka waktu tertentu. Maka pada umumnya patron diharapkan untuk melindungi kliennya dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan materinya. Sedangkan klien mengimbalinya dengan tenaga kerja dan loyalitasnya Scott , 1994 : 257. Scott dalam Ramadhan 2009, mengemukakan bahwa hubungan patronase mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan hubungan sosial lain. Pertama, yaitu terdapatnya ketidaksamaan inequality dalam pertukaran; kedua, adanya sifat tatap-muka face-to-face character, dan ketiga adalah sifatnya yang luwes dan meluas diffuse flexibility Ramadhan, 2009 : 15. Menguraikan ciri yang pertama Scott mengatakan bahwa terdapat ketimpangan pertukaran atau ketidakseimbangan dalam pertukaran antara dua pasangan, yang mencerminkan perbedaan dalam kekayaan, kekuasaan, dan kedudukan. Dalam pengertian ini seorang klien adalah seseorang yang masuk Universitas Sumatera Utara dalam hubungan pertukaran yang tidak seimbang unequal, di mana dia tidak mampu membalas sepenuhnya. Suatu hutang kewajiban membuatnya tetap terikat pada patron. Ketimpangan terjadi karena patron berada dalam posisi pemberi barang dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh klien beserta keluarganya agar mereka bisa tetap hidup. Rasa wajib membalas pada diri si klien muncul lewat pemberian ini, selama pemberian itu masih dirasakan mampu memenuhi kebutuhannya yang paling pokok atau masih dia perlukan. Sifat tatap-muka relasi patronase menunjukkan bahwa sifat pribadi terdapat di dalamnya. Hubungan timbal-balik yang berjalan terus dengan lancar akan menimbulkan rasa simpati affection antar kedua belah pihak, yang selanjutnya membangkitkan rasa saling percaya dan rasa dekat. Dekatnya hubungan ini kadangkala diwujudkan dalam penggunaan istilah panggilan yang akrab bagi partnernya. Dengan adanya rasa saling percaya ini seorang klien dapat mengharapkan bahwa si patron akan membantunya jika dia mengalami kesulitan, jika dia memerlukan modal dan sebagainya. Sebaliknya si patron juga dapat mengharapkan dukungan dari klien apabila pada suatu saat dia memerlukannya. Ciri terakhir yaitu sifat relasi yang luwes dan meluas. Seorang patron misalnya, tidak saja dikaitkan oleh hubungan sewa-menyewa tanah oleh kliennya, tetapi juga karena hubungan sebagai sesama tetangga, atau mungkin teman sekolah di masa yang lalu, atau orang-orang tua mereka saling bersahabat, dan sebagainya. Juga bantuan yang diminta dari klien dapat bemacam-macam, mulai dari membantu memperbaiki rumah, mengolah tanah, mengurus ternak, dan lain-lain. Di lain pihak si klien dibantu tidak hanya Universitas Sumatera Utara dalam bentuk modal usaha pertanian saja, melainkan juga kalau ada musibah, mengalami kesulitan dalam mengurus sesuatu, mengadakan pesta-pesta atau selamatan tertentu dan berbagai keperluan lainnya. Pendeknya hubungan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan oleh kedua belah pihak, dan sekaligus juga merupakan semacam jaminan sosial bagi mereka. Patron client relationship merupakan proses assosiatif yang terwujud dalam bentuk kerja sama antara dua orang yang berbeda statusnya, dengan ciri- ciri pihak patron melindungi klien dalam berbagai transaksi, serta adanya relasi saling membutuhkan, saling percaya, dan kedua belah pihak terlibat dalam keakraban. Hubungan ini telah menjadi subur dari masa lampau hingga dewasa ini di dalam masyarakat Indonesia. Si patron yang merupakan anggota masyarakat yang lebih beruntung dilihat dari status sosial ekonomi. Mereka inilah yang memiliki modal dan cara berfikir yang lebih baik. Dengan asset yang dimiliki, si patron mempekerjakan kepada anggota masyarakat lain yang status sosial ekonominya lebih rendah. Untuk menjalankan usaha yang diberikan kepada klien, si patron memberikan bimbingan saat klien mengalami kesulitan baik di bidang usaha maupun di bidang lain yang dianggap perlu. Hal ini dilakukan patron supaya klien menjadi terikat dan merasa enggan apabila ingin lepas dari patron. Ibrahim, 2003, 24. Hasil penelitian Rahmadayanti di Nagari Solok Bio-bio, Kecamatan Harau Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat 2009 mengenai “Relasi Sosial antara Pengampo dan Pemilik Lahan” menemukan bahwa adanya kerja sama antara pengampo dan pemilik lahan berlangsung terus menerus dan hubungannya didasarkan pada hubungan kekerabatan antara pemilik lahan dan Universitas Sumatera Utara pengampo. Dan tidak ada organisasi formal yang mengikat hubungan ini. Hubungan ini akan berakhir apabila kegiatan pengampo selesai. Dalam hubungan tersebut, membuat pengampo terkukung hidupnya dan sulit menghindar dari hubungan yang terjalin. Penyebab pengampo tidak bisa keluar dari hubungan ini tidak hanya oleh faktor pemilik lahan sendiri tetapi juga faktor pengampo itu sendiri yang sangat membutuhkan. Rahmadayanti, 2009: 23. Hal ini berarti relasi yang terjadi antara pengampo dan pemilik lahan telah meluas pada hubungan sosial dan membentuk suatu pola relasi sosial yaitu hubungan patron klien khususnya terhadap buruh tani tetap atau buruh tani langganan. Hubungan patron klien yang diciptakan oleh petani pemilik memiliki banyak tujuan, seperti untuk mempererat kekerabatan, melindungi buruh tani, menciptakan nuansa kekeluargaan sehingga buruh tani merasa betah bekerja padanya, mengikat buruh tani agar tidak berpindah kerja, dan lainnya. Dalam suatu kondisi yang stabil, hubungan kekuatan antara patron dan klien menjadi suatu norma yang mempunyai kekuatan moral sendiri dimana didalamnya berisi hak-hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Norma-norma tersebut akan dipertahankan sejauh memberikan jaminan perlindungan dan keamanan dasar bagi klien. Dasar hubungannya adalah ketidakmerataan, menyangkut pertukaran pelayanan antara dua belah pihak dimana si patron melindungi klien. Hubungan itu meliputi banyak jenis transaksi dan interaksi diantara kedua belah pihak, ada perasaan saling membutuhkan, saling percaya, dan satu sama lain kenal mengenal secara mendalam. Transaksi yang dibuat tidak berdasarkan perjanjian yang ketat atau Universitas Sumatera Utara formal. Patron klien merupakan sistem norma yang sudah mendarah daging pada anggota masyarakat pedesaan khususnya masyarakat pertanian. Secara teoritis, dalam masyarakat pertanian, para pemilik lahan selain menggunakan sistem bonus dan penalty sebagai strategi untuk menekan terjadinya kecurangan dalam pekerjaan para buruh tani, serta melakukan sistem patron klien untuk menekan kecurangan yang terjadi. Hubungan patron klien merupakan hubungan yang menyangkut kedua belah pihak, dimana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi patron menggunakan pengaruh dan sumber daya yang dimiliki untuk memberikan perlindungan atau keuntungan kepada seseorang yang status sosial ekonominya lebih rendah klien yang sebaliknya membahas dengan memberikan bantuan dan dukungan. Ikatan antara pelindung patron dan klien merupakan satu bentuk asuransi sosial yang terdapat dimana-mana di kalangan petani Asia Tenggara dan merupakan suatu langkah jauh lainnya dalam jarak sosial dan seringkali moral, khususnya apabila sang pelindung bukan warga desa. Apakah dia tuan tanah, pedagang, seorang patron menurut defenisinya adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Meskipun klien-klien seringkali berusaha sebisa-bisanya untuk memberikan arti moral pada hubungan itu. Oleh karena itu kedudukan mereka dalam menghadapi patron seringkali lemah sekali. Patronase itu ada segi baiknya, bukan peraturan-peraturan karena dapat diandalkan melainkan mengingat sumberdayanya. Scott, 1994 : 41. Hubungan patron klien antara majikan dan buruh pada umumnya melibatkan lebih dari satu aktivitas ekonomi yang sifatnya personal, seperti Universitas Sumatera Utara majikan akan membantu buruh apabila mengalami kesulitan uang sekolah anaknya, dan buruh akan membantu majikan apabila majikan kerepotan. Dengan demikian buruh aakan merasa segan apabila ingin melakukan tindak kecurangan, karena dapat merusak hubungan buruh dan majikan. Dengan demikian hubungan patron klien dapat mengurangi kesempatan buruh melakukan tindakan yang tidak jujur. Dengan melakukan kerja sama dalam waktu yang relatif panjang, majikan akan mengetahui kemampuan dan kejujuran buruh.Hubungan patron klien tercermin dari pengunaan buruh langganan. Namun hubungan patron klien ini sangat bervariasi, mengikuti kompleksitas hubungan yang telah terjadi dan perbedaan sosial budaya yang melatarbelakanginya.Susilowati,2005:8. Hubungan antara petani pemilik dengan buruh tani terutama hubungan di dalam hubungan kerja, pada komunitas desa ada kecendrungan yang amat kuat untuk mengkaitkan berbagai transaksi menjadi hubungan yang amat rumit dan pribadi sifatnya. Seorang pemilik tanah tidak hanya memberi upah kepada buruh taninya, seringkali patron juga bertindak sebagai pelindung terhadap buruh tani, seperti memberikan beragam hadiah atau pemberian, dan mempergunakan pengaruhnya untuk memecahkan problema-problema buruh tani, terutama dalam masalah ekonomi. Sebaliknya, buruh tani membalasnya dengan kesetiaan dari dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk membantu di rumah majikan jika diperlukan. Pada masyarakat pertanian kewajiban membalas budi merupakan satu prinsip moral yang paling utama yang berlaku bagi hubungan, baik antara pihak-pihak yang sederajat maupun pihak-pihak Universitas Sumatera Utara yang tidak sederajat. Dan pola hubungan itu biasanya berbentuk ikatan antara patron klien.

2.3 Teori Pertukaran Sosial