Indonesia nanopropolis as a antibreastcancer agents

PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA
SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA

AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul :
Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker
Payudara
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan pernyataan ini, saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini

kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Akhmad Endang Zainal Hasan
NIM F361080091

RINGKASAN
AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN.
Pembuatan Nanopropolis Asal
Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara. Dibimbing oleh DJUMALI
MANGUN-WIDJAJA, TITI CANDRA SUNARTI, ONO SUPARNO dan AGUS
SETIYONO.
Propolis adalah salah satu produk lebah madu yang berguna untuk
perlindungan diri terutama dari serangan mikroorganisme dan perubahan suhu di
luar sarang lebah yang tidak menentu. Sekarang ini, istilah propolis merupakan
sediaan obat hasil ekstraksi dari sarang lebah madu atau disebut juga raw atau
crude propolis. Raw propolis tidak dapat dimanfaatkan secara langsung karena
masih bercampur dengan komponen pengotor lain, sehingga perlu proses ekstraksi
propolis yang merupakan kumpulan bahan aktif dalam raw propolis dengan
menggunakan pelarut organik. Kandungan bahan aktif dalam propolis antara lain
seperti flavonoid, alkaloid, tanin, steroid dan triterpenoid. Penggunaan pelarut

etanol 70% dalam ekstraksi akan diperoleh propolis yang mengandung komponen
flavonoid (terekstrak seluruhnya) dan terpisah dari bagian yang tidak terekstrak
(balm). Propolis yang dihasilkan dalam teknik ekstraksi ini mempunyai sifat yang
tidak larut dalam air tapi larut dalam etanol maupun propilen glikol, sehingga
diperlukan bahan maupun penerapan teknologi yang tepat agar propolis dapat
larut dalam air dan dapat digunakan sebagai obat dengan mudah.
Penelitian menunjukkan bahwa β-siklodekstrin dapat digunakan sebagai
bahan penyalut bahan aktif pada proses pembuatan obat. Bentuk melingkar yang
terdiri dari tujuh monomer glukosa, β-siklodekstrin dapat memasukkan dan
mengikat bahan aktif pada berbagai sisi aktif. Dengan masuknya bahan aktif
dalam gugus β-siklodekstrin maka diperkirakan pelepasan bahan aktif tersebut
akan lebih lambat dibandingkan dengan bahan aktif bebas. Untuk meningkatkan
proses penyalutan propolis maka pada penelitian ini dilakukan inklusi propolis
pada β-siklodekstrin menggunakan proses inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi
dengan rentang waktu antara 3.18 hingga 46.82 menit. Pada ketiga proses
dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi. Dengan
proses inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi diharapkan terjadi peningkatan
jumlah bahan aktif propolis yang terjerap dalam molekul β-siklodekstrin dan
terjadi pengecilan ukuran partikel sehingga terbentuk partikel nano. Jumlah bahan
aktif yang terjerap serta kemampuan menahan kerusakan bahan aktif karena

proses pembuatan nanopropolis ini dapat ditunjukkan dengan aktifitas
penghambatan proliferasi sel kanker Michigan Cancer Foundation-7 (MCF-7).
Proses penyiapan nanopropolis dilakukan dengan inklusi pada βsiklodekstrin dengan pengadukan menggunakan homogenizer kecepatan tinggi (22
000 rpm) pada tiga tahap yaitu inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi. Lama
pengadukan pada tahap inklusi adalah 20, 30 dan 40 menit, lama resolubilisasi
adalah 20, 30 dan 40 menit, dan lama stabilisasi adalah 10, 20 dan 30 menit.
Hasil dari pembuatan nanopropolis dilakukan pengukuran distribusi ukuran
partikel dan pengujian efektivitasnya sebagai bahan antikanker dengan cara uji
penghambatan proliferasi pada sel lestari kanker payudara MCF-7 dan mengukur
distribusi partikel. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Response

Surface Methodology (RSM) untuk menentukan kondisi terbaik dalam pembuatan
nanopropolis. Pada kondisi terbaik kemudian dilakukan pembuatan nanopropolis
tahap kedua dengan peubah jumlah propolis dan β-siklodekstrin. Hasilnya
dilakukan uji terhadap penghambatan proliferasi sel lestari kanker payudara MCF7 dan dilakukan proses analisis statistik dengan RSM untuk menentukan kondisi
terbaik pembuatan nanopropolis tahap kedua. Selanjutnya dilakukan pengujian
efikasi nanopropolis menggunakan hewan uji tikus putih betina strain Sprague
Dawley yang diinduksi oleh 7,12-dimethyl-benz(a)anthracene (DMBA).
Perkembangan tumor pada tikus dipelajari dengan cara melihat preparat
mikroskop jaringan mamae.

Hasil terbaik ekstraksi propolis yang meliputi rendemen, kadar total
flavonoid, kemampuan menghambat radikal bebas 1,1-diphenil -2-picrilhydrazil
(DPPH), induksi apoptosis Saccharomyces cerevisiae dan antisitotoksik sel lestari
kanker payudara MCF-7 secara berturut-turut diperoleh pada propolis asal
Pekanbaru (19.97%), Kendal (46.60%), Pandeglang (68.94 µg ml-1), Kendal
(81.44%), dan Makassar (47.71% sel hidup). Propolis hasil ekstraksi sarang lebah
Trigona spp dari lima lokasi di Indonesia mengandung komponen senyawa
flavonoid. Kemampuan induksi apoptosis sel S. cerevisiae terbaik ditunjukkan
oleh propolis yang diekstrak dengan pelarut etanol 70% pada nisbah volume 20
serta pemanasan gelombang mikro 30 menit. Hasil verifikasi menunjukkan
kemampuan induksi apoptosis dengan jumlah persentase sel petite 70.32% dengan
rendemen sebanyak 12.67% (b/b). Propolis Trigona spp asal Pandeglang,
Indonesia mempunyai aktivitas antioksidan (IC50) sebesar 75.34 µg ml-1 dan
mematikan 50% sel kanker MCF-7 pada konsentrasi 233 µg ml-1.
Hasil penelitian pembuatan nanopropolis dengan cara inklusi pada βsiklodekstrin diperoleh kondisi terbaik menghasilkan ukuran partikel (165.4±44.1
nm) dan kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7
sebesar 83.45 (% sel mati) pada waktu inklusi, resolubility dan stabilisasi masingmasing 20, 20 dan 30 menit. Hasil penelitian pembuatan nanopropolis tahap
kedua diperoleh kondisi terbaik sebagai bahan antiproliferasi sel lestari kanker
payudara MCF-7 dengan menggunakan propolis sebanyak 30 mg dan 350 mg βsiklodekstrin. Hasil pengujian nanopropolis diperoleh nilai IC50 pada 10.2 µg ml-1
terhadap sel lestari kanker payudara MCF-7. Ukuran rata-rata partikel

nanopropolis pada kondisi terbaik sebanyak 171 nm. Nanopropolis yang
dihasilkan ini mempunyai tingkat kristalinitas 88.7% dan mengalami perubahan
gugus fungsional terutama pada gugus –OH yang menjadi lebih lebar
dibandingkan dengan propolis maupun β-siklodekstrin. Hal ini berarti bahwa
komponen bahan aktif propolis masih ada dalam nanopropolis hasil pembuatan
pada kondisi terbaik.
Pada uji aktivitas antikanker payudara nanopropolis pada tikus betina
strain Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA diperoleh bahwa dosis
nanopropolis sebesar 32 µg ml-1 dan konsentrasi propolis 233 µg ml-1 sudah
menunjukkan kemampuan mengeliminir tumor mamae tikus, yang ditunjukkan
dengan mengecilnya volume tumor, terjadi penyembuhan terhadap luka akibat
tumor dan berkurangnya jumlah sel tumor dalam jaringan mamae hewan uji.
Kata kunci: propolis, nanopropolis, Trigona, flavonoid, antikanker MCF-7

SUMMARY
AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN. Manufacture of Indonesia
Nanopropolis as a Antibreastcancer Agents. Supervised by DJUMALI
MANGUNWIDJAJA, TITI CANDRA SUNARTI, ONO SUPARNO dan AGUS
SETIYONO
Propolis is a honeybee product that is useful for self-protection, especially

from invading microorganisms and temperature changes outside the beehive.
Today, the term drug dosage propolis is extracted from beehives called raw honey
or propolis. Raw propolis can not be used directly, so it is necessary that the
process of extracting propolis is a mixture of active ingredients using organic
solvents. The active ingredients of propolis were flavonoids, alkaloids, tannins,
steroids and triterpenoids. Raw propolis is extracted by 70% ethanol to obtain
propolis flavonoid-containing components of raw propolis as a whole and separate
from the balm. There have been many studies using maceration extraction, but the
combination of maceration and heating by microwaves has not been done.
Therefore, the process of separation of propolis from the beehive (raw propolis)
by using maceration and microwave heating was undertaken in this study.
Many studies have shown that β-cyclodextrin can be used as a coating agent
active ingredient in the drug manufacturing process. Circular shape consisted of
seven glucose monomers, β-cyclodextrin can be inserted and bind the active
ingredient in various side active. With the inclusion of the active ingredient in βcyclodextrin group then expected release of the active ingredient will be much
slower than the free active ingredient. Therefore, the inclusion of propolis
research on β-cyclodextrin, so that the active ingredient in propolis out of filler
slowly. To make the coating process of propolis more effectiveing the process was
carried out by a high speed homogenizer. Therefore, this research was undertaken
propolis inclusion in β-cyclodextrin using inclusion, resolubility and stabilisation

with high speed homogenization as processing aid. With the inclusion, resolubility
and stabilisation process was expected that there were active ingredient of
propolis is adsorbed molecule β-cyclodextrin and particle size reduction occurs. In
addition, the amount of propolis and β-cyclodextrin is used in the process of
shaking on the inclusion process may be a factor in the rate of inclusion process,
so there are differences in the amount of active ingredient present in propolis
adsorbed in β-cyclodextrin. Adsorbed amount of active ingredient and the ability
to withstand damage due to the active ingredient high speed could be
demonstrated by the inhibition of cancer cell proliferation activity of Michigan
Cancer Foundation-7 (MCF-7).
Nanopropolis preparation process was performed by inclusion, resolubility
and stabilitation with high speed homogenization (22000 rpm) at the process of
making nanoparticles. The first stage times were 20, 30 and 40 mins, the second
times were 20, 30 and 40 mins, and the third times were 10, 20 and 30 mins.
Nanopropolis were researched their particle distribution and effectiveness as an
anticancer ingredient. The data obtained were analyzed by Response Surface
Methodology (RSM) to determine the best conditions for making nanopropolis.
At the best conditions (of the inclusion process) then undertaken nanopropolis
preparation with propolis and variable number of β-cyclodextrin. The results were


tested on the inhibition of proliferation of MCF-7 cancer cells and performed the
statistical analysis with the RSM to determine the best conditions for making
nanopropolis. Further efficacy testing was carried out using test animals
nanopropolis female white rats of Sprague Dawley strain induced by 7,12dimethylbenz(a)anthracene (DMBA). After in-vivo study ended, the development
of tumors in rats was studied by looking preparated mammary tissue under
microscope.
Propolis from five locations in Indonesia showed the difference in
extraction yield (% w/w), total flavonoid content (%), the ability to inhibit the
oxidation of DPPH (IC50, μg ml-1), apoptosis induction for Saccharomyces
cerevisiae cells at concentrations of 50 mg ml-1, and inhibits cell proliferation
sustainable MCF-7 breast cancer at a concentration of 100 μg ml-1. The best
results from yield of propolis extract was obtain from Pekanbaru, total flavonoid
content was from Kendal, free radical scavenging of 1,1-diphenil -2-picrilhydrazil
(DPPH) was from Pandeglang, Saccharomyces cerevisiae induces cell apoptosis
was from Kendal, and inhibits proliferation of breast cancer cells MCF-7 was
from Makassar with the value of 19.97 (%), 46.60 (%), 68.94 (μg ml-1), 81.44
(%), and 47.71 (% living cells), respectively . All propolis extracted from five
locations in Indonesia based on phytochemical analysis showed that the propolis
contains flavonoid compounds.
Results of statistical analysis showed that induction of apoptosis against S.

cerevisiae cells as much as 85% was achieved at the best conditions of microwave
heating time of 30 mins and the ratio of 70% ethanol-beehive of 20. Results of
the verification process of extraction conditions selected showed that the
percentage of cells petite was 70.32% smaller than the model, but the yield was
higher than the models. Propolis Trigona spp originated Pandeglang had
antioxidant activity (IC50) of 75.34 μg ml-1, 50% lethal cancer MCF-7 cells at a
concentration of 233 μg ml-1, with a value of cell apoptosis induction S. cerevisiae
of 6.02 μg ml-1.
The RSM analysis results nanopropolis predicted that the best conditions
was propolis of 30 mg to 350 mg of β-cyclodextrin with IC50 at 10.2 μg ml-1. At
the best conditions, the propolis could cause the death of MCF-7 cells by as much
as 48.61% and a yield of 18.657 g. Nanopropolis generated by inclusion in βcyclodextrin showed that the change in crystallinity from 31% to 88.7% still
approved flavonoids and organic acids on High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) analysis especially techtochrysin and caffeic acid; on
Fourier Transform Infra Red (FTIR) analysis there has been a change in wave
number, mainly on the functional group-OH. Nanopropolis average particle size
distribution produced was 171 nm.
.
In the in-vivo test, propolis demonstrated that it could heal damaged tissue
tumors at a concentration of 233 μg ml-1. At concentrations of 32 and 56 μg ml-1

nanopropolis already showed the results of healing damaged tissue tumors.
Keywords: propolis, nanopropolis, Trigona, flavonoids, anticancer MCF-7

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PEMBUATAN NANOPROPOLIS ASAL INDONESIA
SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA

AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Erliza Noor
Dr drh Wiwin Winarsih, MSi

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr Nurul Taufiqu Rochman
Prof Dr drh Maria Bintang, MSc

Judul Disertasi : Pembuatan Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan
Antikanker Payudara
Nama
: Akhmad Endang Zainal Hasan
NIM
: F361080091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Djumali Mangunwidjaja, DEA
Ketua

Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi
Anggota

Prof Dr Ir Ono Suparno, MT
Anggota

Dr drh Agus Setiyono, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Industri Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Machfud, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, ni’mat hidup, ni’mat iman dan ni’mat sehat, dengan
menghadapi tantangan dan hambatan telah dilalui sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Maret 2010 ini ialah propolis dan nanopropolis, dengan judul Pembuatan
Nanopropolis Asal Indonesia sebagai Bahan Antikanker Payudara. Shalawat dan
salam kami haturkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW oleh karenanya
kita semangat, menghantar hidup dan kehidupan serta semoga kita selalu dalam
barisannya hingga di kehidupan kelak.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Apa (Nandang Rusnardi) dan
Ema (Hj. Endang Poernomosasi), Bapak (H. Faisal) dan Ibu (Hj. Nurhusni) atas
dukungan mereka, dorongan, keselamatan, dedikasi dan contoh hidup, etika,
keadilan dan tekad.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada isteri (Efrini Faisal) dan
anak-anakku (Riza, Rara, Ica dan Dafaa) serta seluruh keluarga handai taulan atas
segala do’a, pengertian dan kasih sayangnya. Terima kasih ini disampaikan atas
mereka karena kesabarannya, kebaikan, antusiasme dan kegembiraan hidup,
tanpa mereka belum tentu penulis menyelesaikan disertasi ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Djumali
Mangunwidjaja, DEA, Ibu Dr Ir Titi Candra Sunarti, MSi, Bapak Prof Dr Ono
Suparno, MT dan Bapak Dr drh Agus Setiyono, MS yang telah banyak memberi
bimbingan dan sarannya. Tanpa beliau saya tidak dapat berbuat banyak dan sulit
menyelesaikan semua pekerjaan, tantangan dan hambatan yang dihadapi selama
dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Prof Dr Nastiti
Siswi Indrasti Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta IPB. Bapak
Machfud sebagai ketua program studi TIP, juga Bapak Prof Dr Ir Irawadi Jamaran
selaku ketua program Studi TIP saat penulis diterima di program studi ini. Terima
kasih pula disampaikan kepada seluruh staf pengajar di Departemen Teknologi
Industri Pertanian Fateta IPB atas semua ilmu dan bimbingannya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir I Made Artika,
MappSc dan seluruh staff yang ada di Biokimia atas izin dan kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah ini. Demikian juga penulis
sampaikan kepada Bapak Dr Hasim, DEA dan Dr Ki Agus Dahlan yang telah
memberi izin kepada penulis pada saat itu menjabat sebagai Dekan dan Wakil
Dekan FMIPA, dan juga diucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Nurdiati,
MSc dan Dr Ki Agus Dahlan sebagai Dekan dan Wakil Dekan FMIPA yang telah
memberi izin kepada penulis untuk meneruskan sekolah ini. Juga disampaikan
terima kasih kepada Direktur Sekolah Pascasarjana IPB yang telah menerima
penulis sebagai mahasiswa di Program Doktor di Program Studi Teknologi
Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Begitu juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Erliza
Noor, Dr drh Wiwin Winarsih, MSi yang telah bersedia menjadi penguji luar
komisi pada ujian tertutup tanggal 22 Mei 2013 yang lalu dan telah memberikan
banyak masukan dalam perbaikan pembahasan penelitian ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Nurul Taufiqu Rochman dan Prof Dr drh Maria

Bintang, MSc yang bersedia dan meluangkan waktunya sebagai penguji luar
komisi pada ujian terbuka pada tanggal 19 Juli 2013.
Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Direktur Direktorat Pendidikan
Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana beasiswa BPPS yang
diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk Direktur
BIOTROP-SEAMEO dan Direktur PT Deltana Prima yang telah memberikan
dana penelitian.
Untuk Direktur LapTIAB BPPT Serpong, Ibu Candra dan Bapak Candra
Risdian, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasamanya dalam menyiapkan sel
lestari kanker payudara MCF-7.
Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Ibu Aisyah Girindra, Bapak
Irawadi Jamaran dan Ibu Tun Tedja Irawadi. Untuk saudaraku Ir Trijoko MB, Dr
Joko Hermanianto, Dr Sugeng Budiharsono, Ir Uli Hasuri, Adi Fatwa Kusuma
MSc, Muhammad Bahi PhD, Dimas Andrianto MSi dan semua teman-teman
seperjuangan TIP angkatan 2008 serta teman-teman lainnya diucapkan terima
kasih atas bantuan materil dan dorongan moril yang diberikan.
Untuk semua pihak baik perseorangan maupun kelompok (yang berhak
menerima ucapan terima kasih penulis) dan yang telah banyak membantu dalam
penelitian dan penulisan disertasi ini penulis ucapkan terima kasih.
Dengan semua ucapan terima kasih ini, penulis juga berdo’a semoga Allah
subhanahu wa ta’ala membalas-Nya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan di
Indonesia khususnya bagi peningkatan kesehatan masyarakat terutama tersedianya
sediaan obat berbasis bahan alam Indonesia.

Bogor, Agustus 2013
Akhmad Endang Zainal Hasan

DAFTAR ISI

1

2

3

4

5

6

7
8

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN UMUM
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1.4 Kebaruan
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu
2.2 Bahan dan Alat
2.3 Metode
EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI
SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI
INDONESIA
3.1 Pendahuluan
3.2 Bahan dan Metode
3.3 Hasil dan Pembahasan
3.4 Kesimpulan dan Saran
EKSTRAKSI
PROPOLIS
Trigona
spp
ASAL
PANDEGLANG MENGGUNAKAN MASERASI DENGAN
MODIFIKASI PEMANASAN GELOMBANG MIKRO DAN
KARAKTERISASINYA
4.1 Pendahuluan
4.2 Bahan dan Metode
4.3 Hasil dan Pembahasan
4.4 Kesimpulan dan Saran
PEMBUATAN NANOPROPOLIS DENGAN CARA
INKLUSI PADA β-SIKLODEKSTRIN
5.1 Pendahuluan
5.2 Bahan dan Metode
5.3 Hasil dan Pembahasan
5.4 Kesimpulan dan Saran
AKTIVITAS NANOPROPOLIS SEBAGAI BAHAN ANTIKANKER PAYUDARA PADA TIKUS BETINA STRAIN
SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI DMBA
6.1 Pendahuluan
6.2 Bahan dan Metode
6.3 Hasil dan Pembahasan
6.4 Kesimpulan dan Saran
PEMBAHASAN UMUM
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xix
xx
xxii
1
1
4
5
5
6
6
6
6
12
12
13
14
19
21

21
22
25
31
32
32
33
35
44
46
46
47
48
53
54
63
65
77
88

DAFTAR TABEL
3.1
3.2
3.3
4.1
4.2
4.3
5.1
5.2

Hasil ekstrak propolis dan karakterisasinya
Hasil analisa fitokimia propolis dari lima lokasi di Indonesia
Parameter dan nilai skor pada penentuan lokasi sumber
propolis
Batasan dan taraf dari dua peubah
Hasil ekstrak propolis (%, b/b) dan hasil pengujian induksi
apoptosis (jumlah sel petite, %)
Komponen kimia propolis asal Pandeglang
Hasil rata-rata ukuran partikel nanopropolis dan pengaruhnya
terhadap kematian sel lestari kanker MCF-7
Kondisi pembuatan nanopropolis tahap 2 dan pengaruh
nanopropolis terhadap kematian sel MCF-7

15
17
19
23
26
30
37
41

DAFTAR GAMBAR
2.1
3.1
4.1
4.2
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
6.1

6.2

6.3

6.4

Diagram alir penelitian pembuatan nanopropolis asal Indonesia
sebagai bahan antikanker payudara
Persentase sel S.cerevisiae petite karena perlakuan 50 µg ml-1
propolis dari lima lokasi di Indonesia
Diagram alir proses ekstraksi propolis dengan maserasi yang
dimodifikasi pemanasan gelombang mikro
Tampilan kromatogram FTIR propolis pada rentang 4000-400
cm-1
Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap pertama
Pemetaan respon rata-rata ukuran partikel nanopropolis akibat
pengaruh waktu pengadukan pada tahap inklusi dan waktu resolubilisasi
Pemetaan normalitas data rata-rata ukuran partikel nanopropolis (warna kotak menunjukkan satuan percobaan)
Distribusi ukuran partikel nanopropolis hasil pembuatan nanopropolis pada kondisi terbaik tahap pertama
Pemetaan normalitas data jumlah kematian sel lestari MCF-7
akibat pemberian nanopropolis
Hubungan antara waktu pengadukan pada tahap inklusi dan
waktu pengadukan pada tahap re-solubilisasi terhadap nilai
desirability pada kondisi terbaik
Diagram alir pembuatan nanopropolis tahap kedua
Pemetaan kemungkinan normalitas data jumlah kematian sel
MCF-7 (warna kotak menunjukkan satuan percobaan)
Pemetaan desirability jumlah kematian sel MCF-7 akibat
pemberian nanopropolis yang dibuat dari propolis dan βsiklodekstrin
Bobot badan tikus setelah induksi DMBA dan sebelum
dilakukan nekropsi (1=kelompok nanopropolis 8 µg ml-1,
2=kelompok nanopropolis 32 µg ml-1, 3=kelompok
nanopropolis 56 µg ml-1 , 4=kelompok propolis 233 µg ml-1,
5=kelompok doksorubisin, 6=kelompok DMBA dan
7=kelompok normal)
Volume tumor tikus setelah induksi DMBA hingga sebelum
dilakukan nekropsi (1=kelompok nanopropolis 8 µg ml-1,
2=kelompok nano-propolis 32 µg ml-1, 3=kelompok
nanopropolis 56 µg ml-1, 4=kelom-pok propolis 233 µg ml-1,
5=kelompok doksorubisin, dan 6=kelompok DMBA)
Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh
DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan a. nanopropolis
(32 µg ml-1) dan b. nanopropolis (56 µg ml-1) (panah
biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah
putih=kapiler epidermis) (Pewarnaan HE, 200x)
a) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi DMBA dan diberi
perlakuan nanopropolis 56 mg ml-1 setiap 7 hari sekali dalam
waktu 2 bulan, b) Jaringan mamae tikus SD yang diinduksi

7
18
24
28
35
37
38
39
40
41
42
43
44
48

49

50

50

6.5

6.6

6.7

7.1
7.2

7.3

7.4
7.5
7.6

DMBA tanpa diberi perlakuan nanopropolis maupun propolis
dalam waktu 2 bulan setelah induksi (panah hitam= alveole,
panah biru=alveole terisi plasma darah, panah putih=sel
kanker, panah merah=jaringan ikat) (Pewarnaan HE, 200x)
a) Kondisi jaringan mamae yang telah mengalami
penyembuhan akibat penyuntikan nanopropolis 32 µg ml-1,
b ) kondisi tumor pada tikus betina akibat induksi DMBA tapi
tidak dilakukan pengobatan baik dengan propolis maupun
nanopropolis, dan c) kondisi tumor setelah 90 hari diinduksi
DMBA sebagai awal perlakuan (panah kuning=bekas luka yang
mengering panah putih=mamae yang membengkak karena
tumor)
Jaringan kulit mamae tikus betina setelah diinduksi oleh
DMBA dan mendapat perlakuan penyuntikkan (a) propolis
(233 µg.ml-1) dan (b) Tanpa pengobatan (kontrol positif) (panah
biru=epitel kulit, panah kuning=folikel rambut normal, panah
putih=peradangan) (Pewarnaan HE, 200x)
Jaringan mamae (a) dan jaringan kulit (b) tikus SD yang
diinduksi DMBA dan diberi perlakuan propolis 233 µg ml-1
setiap 7 hari sekali dalam waktu 2 bulan (panah merah=
pembuluh darah, panah putih=sel kanker yang mati, panah
hitam=folikel rambut) (Pewarnaan HE, 200x)
Serbuk nanopropolis hasil pembuatan pada kondisi terbaik
tahap kedua
Hubungan antara respon sifat fisik rata-rata ukuran partikel
terhadap jumlah sel lestari MCF-7 yang mengalami kematian
akibat pemberian nanopropolis pada berbagai ukuran hasil
perlakuan (20 satuan perlakuan)
Tampilan kromatogram XRD propolis (panah merah),
nanopropolis (panah biru) dan komplek hasil campuran
propolis dengan β-siklodekstrin dengan proses inklusi (panah
kuning) pada rentang sudut 40 derajat
Tampilan kromatogram FTIR nanopropolis dan propolis pada
rentang 400-4000 cm-1 (panah biru=nanopropolis dan panah
kuning=ekstrak etanol propolis)
Grafik distribusi partikel nanopropolis pada kondisi terbaik
proses pembuatan nanopropolis tahap kedua
Tampilan penampakan mikroskopis menggunakan SEM
nanopropolis hasil proses pembuatan nanopropolis pada kondisi
terbaik (pembesaran 4000 x)

51

52

52

57
58

59

60
60
61

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tatacara preparasi histopatologi
Perhitungan pengambilan keputusan pemilihan asal sarang lebah
Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%sarang lebah terhadap rendemen hasil ekstraksi (%, b/b)
Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh pemanasan gelombang mikro dan nisbah pelarut etanol 70%-sarang
lebah terhadap kemampuan propolis hasil ekstraksi menginduksi
apoptosis sel S.cerevisiae
Grafik konsentrasi uji propolis untuk menentukan IC50
Data ukuran partikel menurut nomor urut satuan perlakuan
Analisis sidik ragam model persamaan matematika pengaruh perbedaan tahap homogenisasi terhadap rata-rata ukuran partikel nanopropolis
Data hasil perlakuan nanopropolis 8 μg ml-1 dari berbagai satuan
percobaan terhadap sel lestari kanker MCF-7 hidup
Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh propolis hasil perbedaan tahap homogenisasi terhadap jumlah
sel lestari kanker payudara MCF-7 yang mati
Data pengaruh nanopropolis 8 µg ml-1 terhadap jumlah kematian
sel lestari kanker payudara MCF-7 (%)
Analisis sidik ragam model persamaan ragam matematika pengaruh jumlah propolis dan β-siklodekstrin terhadap jumlah sel lestari
kanker payudara MCF-7 yang mati
Bobot badan tikus (g) setelah 60 hari perlakuan atau setelah 150
hari induksi DMBA
Data hasil perhitungan volume tumor (mm3) pada jaringan mamae
tikus

77
78
78
79

79
80
83
84
85
85
86
86
87

DAFTAR SINGKATAN
NIPAAM
VP
PEG-A
PLGA
PCL
FDA
MCF-7
RPMI
YEPD
VCO
IC50
SIRS
DMBA
DPPH
FBS
HPLC
FTIR
PSA
XRD
BNF
DMSO
MTT
ELISA
SEM
HE
MHz
MAE
RSM
nm
ml
kg
µ
β
TfR
TRAIL
NF-kB
MAPK/p38
Ask-1
Bcl-2/Bcl-X
IAP
Bax
Bak

= N-isopropylacrylamide
= N-vinyl-2-pyrrolidone
= poly (ethyleneglycol) monoacryl-ate
= poly(lactide-co-glycolide)
= poly-ε-caprolactone
= Food and Drug Administration
= Michigan Cancer Foundation-7
= Roswell Park Memorial Institute
= Yeast Extract Potato Dextrose
= Virgin Coconut Oil
= Inhibitory Concentration 50%
= Sistem Informasi Rumah Sakit
= 7,12-dimethylbenz(a)anthracene
= 1,1-diphenyl-2-picrilhydrazil
= Fetal Bovine Serum
= High Performance Liquid Chromatography
= Fourier Transform Infra Red
= Particle Size Analyzer
= X-ray Diffraction
= Buffer Neutral Formalin
= Dimehyl Sulfoxide
= 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide
= Enzyme-linked immunosorbent assay
= Scanning Electron Microscopy
= Haematoxyllin-Eosin
= Mega Herzt
= Microwave Assesment Extraction
= Respone Surface Methodology
= Nanometer
= Milimeter
= Kilogram
= mikro
= betha
=Transferrin-Receptor
=Tumor necrosis factor Related Apoptosis Inducing Ligand
=Nuclear Factor-kappaB
=Mitogen-Associated Protein Kinase and p38 pathways
=Apoptosis signal-regulating kinase 1
=B-cell lymphoma 2 protein/X-protein
=Inhibitor of Apoptosis Proteins
=Bcl-2 associated X protein
=Bcl-2 homologous antagonist/killer protein

1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Propolis merupakan nama generik dari resin lebah. Kata propolis berasal
dari bahasa Yunani, yaitu “pro” artinya sebelum atau pertahanan dan “polis”
artinya kota. Jadi, propolis adalah pertahanan kota atau memiliki arti sebagai
sistem pertahanan pada sarang lebah. Karena sifatnya yang lengket seperti lem,
propolis disebut sebagai beeglue (Anonim 2006). Menurut Gojmerac (1983),
propolis adalah bahan perekat atau dempul yang bersifat resin yang dikumpulkan
oleh lebah pekerja dari kuncup, kulit tumbuhan atau bagian-bagian lain dari
tumbuhan. Resin-resin yang diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan ini
dicampur dengan saliva dan enzim lebah sehingga berbeda dari resin asalnya.
Bentuk propolis dipengaruhi oleh suhu, pada suhu di bawah 15 ºC sifatnya keras
dan rapuh, tapi pada suhu yang lebih tinggi (25-45ºC) sifatnya lembek. Propolis
umumnya meleleh pada suhu 60-69ºC dan ada pula yang mempunyai titik leleh di
atas 100ºC (Woo 2004).
Gojmerac (1983) menyatakan bahwa propolis mengandung bahan campuran
kompleks malam, resin, balsam, minyak, dan sedikit polen. Komposisinya
bervariasi tergantung dari tumbuhan asal. Propolis juga mengandung zat aromatik,
zat wangi, dan berbagai mineral. Propolis dengan komponen senyawa-senyawa
kimianya menunjukkan bermacam-macam efek biologis dan aktivitas
farmakologis. Menurut Kasahara et al. (2004) dan Khismatullina (2005), lebih
dari 180 senyawa yang terkandung di dalam propolis sudah diketahui. Unsur aktif
yang penting dalam farmakologi dan aktivitas biologis adalah flavonoid (flavon,
flavonol, flavonon) dan senyawa fenolat serta senyawa aromatik. Flavonoid
berperan dalam pewarnaan tumbuhan. Sekurang-kurangnya ada 38 jenis flavonoid
termasuk flavonol (galangin, kaemferol, quersetin), flavonon (pinocembrin dan
pinosrobin), dan flavononol (pinobanksin), serta flavon (chrysin, acacetin,
apigenin, ermanin). Beberapa senyawa fenolat yang terkandung di dalam propolis
antara lain adalah hidroksisinamat, asam sinamat, vanilin, benzil alkohol, asam
benzoat, kafeat, kumarat, serta asam ferulat. Kandungan flavonoid propolis setara
dengan 500 jeruk (Khismatullina 2005). Menurut Matienzo dan Lamoreno
(2004), propolis mengandung senyawa hidrokarbon aromatik, hidrokarbon
alifatik, ester, aldehida, asam alifatik, sesquiterpena, amid, oksim, gula, gula
alkohol dan asam uronat. Pino et al. (2006) melaporkan bahwa senyawa volatil
pada stingles bee lebih tinggi daripada lebah Apis mellifera. Senyawa volatil yang
dikandungnya antara lain α-pinene, β-pinene, trans-verbenol, α-copaene, βbourbonene, β-caryophyllene, spathulenol dan caryophyllene oxide.
Bahan untuk mendapatkan propolis pada umumnya berasal dari sarang
lebah Apis sp. Selain Apis sp, ada salah satu jenis yaitu lebah madu Trigona sp.
Lebah jenis ini diperkirakan menghasilkan jumlah propolis lebih banyak
dibandingkan dengan Apis sp dengan kandungan bahan aktif yang lebih baik.
Propolis memiliki warna yang sangat beragam. Propolis dengan warna yang lebih
gelap menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dibandingkan dengan
warna yang lebih muda dan berhubungan dengan kandungan flavonoid (Woo
2004). Propolis hasil ekstraksi dari sarang lebah ini mempunyai sifat tidak larut

2

dalam air, tapi larut sempurna dalam propilen glikol dan etanol (Jang et al. 2009).
Penambahan propilen glikol pada ekstrak propolis berfungsi sebagai zat yang
dapat meningkatkan keefektifan propolis. Propolis sangat mudah teroksidasi.
Untuk menjaga kestabilan komponen aktifnya, propolis dan hasil ekstraksinya
disimpan pada suhu tidak lebih dari 35 ºC, ditempatkan di dalam tempat yang
gelap dan tidak langsung terkena sinar matahari, serta dalam wadah yang tertutup.
Maserasi merupakan teknik yang umum dilakukan untuk mengekstrak
bahan aktif. Pelarut yang umum digunakan dalam mengekstrak propolis adalah
etanol yang dicampur dengan air (etanol 70%). Etanol merupakan senyawa yang
memiliki sifat semipolar sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang
berbeda yang terkandung di dalam propolis dapat terekstrak. Menurut Woo
(2004), propolis larut di dalam etanol dan sedikit larut air. Harborne (1987)
menyatakan bahwa etanol 70% dapat mengekstrak flavonoid yang merupakan
senyawa aktif terbanyak dan terpenting di dalam propolis. Menurut Cunha et al.
(2004), ekstraksi propolis dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 70%
menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan pelarut etanol absolut dan
tidak terekstraksi komponen lilinnya.
Teknik ekstraksi dengan maserasi dapat dimodifikasi dengan penambahan
komponen panas untuk meningkatkan jumlah terekstrak. Menurut Trusheva et al.
(2007) teknik ekstraksi menggunakan pemanasan gelombang mikro merupakan
cara yang sangat cepat dalam menghasilkan asam fenolat dan flavonoid. Teknik
ekstraksi dengan pemanasan gelombang mikro merupakan cara terbaik
dibandingkan dengan teknik Soxhlet maupun pemanasan gelombang suara (Dean
1998). Demikian pula dengan pendapat Zhang et al. (2011) bahwa ekstraksi
menggunakan pemanasan gelombang mikro merupakan cara yang dapat
mengekstrak metabolit sekunder seperti flavonoid.
Pemanasan dengan
menggunakan gelombang mikro dapat membuat terbuka sel atau bagian penutup
tempat metabolit sekunder berada, sehingga akan mengeluarkan bahan atau
metabolit sekunder karena terdapat bagian pembungkus rusak dan mengakibatkan
bahan terpisah dari asalnya. Secara prinsip, mekanisme kerja dan peralatan
ekstraksi menggunakan pemanasan gelombang mikro lebih menguntungkan
karena waktu relatif singkat, hasil ekstraksi yang tinggi dan penggunaan pelarut
yang sedikit dibandingkan dengan cara konvensional.
Propolis umumnya dikonsumsi dalam bentuk ekstrak etanol propolis (EEP).
Penerapan teknologi nano merupakan upaya dalam membuat bahan menjadi
berukuran nano, sehingga memiliki kelebihan dalam segi manfaat, kelarutan dan
efisiensi kerja bahan. Menurut Ekambram et al. (2012) dan Meghana et al.
(2012), secara umum nanopartikel dibuat dengan berbagai teknik yaitu metode
homogenisasi (homogenisasi panas dan dingin), metode evaporasi pelarut, metode
difusi-emulsifikasi pelarut, metode berdasarkan mikroemulsi, metode cairan super
kritis, metode pengering semprot, metode emulsi ganda, teknik presipitasi,
dispersi film-ultrasound, homogenisasi kecepatan tinggi diikuti dengan metode
ultrasonikasi, serta Choil et al. (2006) dan Patravale et al. (2004) menambah
dengan metode penggilingan.
Dalam proses pembuatan nanopartikel
menggunakan bahan alami yang dapat terurai (biodegredable) diklasifikasikan
menjadi empat kelompok yang berbeda, yaitu nanostruktur berbahan dasar lipid
(liposome dan solid lipid nanoparticles), dendrimers, polymeric nanoparticles,
nanopartikel berbahan dasar albumin.

3

Pembuatan partikel berukuran nano ini telah diperbolehkan oleh FDA dalam
tujuan pengaliran obat dan pencapaian target jaringan yang terkena kanker,
misalnya nanopartikel doksorubisin dan daunorubisin (Haley dan Frenkel 2008).
Bahan lain yang telah dibuat berukuran nanometer adalah kurkumin (Das et al.
2010), propolis (Kim et al. 2008; Hasan et al. 2012), kamptokatekin (Cirpanli et
al. 2009), paclitaxel (Bilensoy et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Hasan et al.
(2012) menunjukkan bahwa nanopropolis mempunyai konsentrasi hambat tumbuh
bakteri minimum jauh lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol propolis
bukan ukuran partikel nano. Kim et al. (2008) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa propolis berbentuk partikel nano dapat mengatasi kanker.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al. (2006) menunjukkan bahwa
ekstrak etanol propolis Trigona sp yang berasal dari Pandeglang memiliki
aktivitas antibakteri, baik untuk bakteri Gram positif (Staphilococcus aureus dan
Bacillus subtilis), maupun bakteri Gram negatif (Escherichia coli). Data lain
mengenai kandungan kimia stingless bees diungkap oleh Matienzo dan Lamorena
(2004) serta Pino et al. (2006). Hasil pengujian pendahuluan propolis Trigona sp
sebagai antikanker telah dilakukan terhadap sel Murine leukemia P-388 dengan
nilai IC50 18.1 µg ml-1. Hasil ini menunjukkan bahwa propolis Trigona spp
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan antikanker, dan pembuatan
nanopartikel merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan daya efikasinya.
Untuk pengikatan bahan aktif dibutuhkan matriks yang berfungsi sebagai
penginklusi, agen pengenkapsulasi dan dapat melepaskan bahan aktif secara
perlahan. Bahan yang digunakan oleh Kim et al. (2008) adalah propolis
berbentuk kopolimer antara N-isopropylacrylamide (NIPAAM) dengan N-vinyl2-pyrrolidone (VP) poly (ethyleneglycol) monoacrylate (PEG-A). Pemakaian βsiklodekstrin sebagai penginklusi galangin telah dilakukan oleh Jullian (2009).
Metode pembuatan nanopartikel berdasarkan Abbasalipourkabir et al. (2010)
menggunakan komponen lipid berupa virgin coconut oil (VCO) dan asam stearat
dari buah kelapa sawit sebagai agen pencegah bersatunya komponen penginkulsi
dan mengurangi kerusakan akibat gesekan pada proses pembuatan nanopartikel.
Menurut Aimi et al. (2009) dalam patennya mengungkapkan bahwa proses
pembuatan nanopartikel herbal dapat menggunakan kasein susu tanpa
penambahan surfaktan. Oligosakarida yang berbentuk siklik seperti βsiklodekstrin mempunyai sisi hidrofilik di bagian luar dan hidrofobik di bagian
dalam sikliknya yang terbentuk dari tujuh monomer glukosa. Dengan bentuk dan
komposisi seperti itu β-siklodekstrin dapat menginklusi suatu senyawa kimia
(Cirpanli et al. 2009; Jullian 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Cirpanli et al. (2009) membuktikan bahwa nanopartikel camptothecin dalam
bentuk nanopartikel dengan β-siklodektrin lebih aktif dibandingkan dengan
bentuk nanopartikel poly(lactide-co-glycolide) (PLGA) atau poly-ε-caprolactone
(PCL) terhadap sel kanker payudara MCF-7. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan β-siklodektrin sebagai bahan penginklusi dengan proses pembuatan
nanopartikel memodifikasi metode Aimi et al. (2009). Bagian yang dimodifikasi
adalah tiga tahap proses pembuatan nanopartikel dengan proses inklusi, resolubilisasi dan stabilisasi, selain itu bahan penginklusi kasein diganti dengan βsiklodekstrin.
Pengujian propolis sebagai antikanker dapat dilakukan menggunakan sel
model seperti Saccharomyces cerevisiae, langsung pada sel lestari kanker seperti

4

untuk kanker payudara menggunakan sel kanker MCF-7 dan dapat juga dilakukan
pada hewan coba seperti tikus atau mencit yang telah diinduksi oleh senyawa
karsinogen seperti DMBA maupun induksi dengan sel kanker yang berasal dari
jaringan yang terkena kanker. Menurut Pray (2008) dan Ruckenstuhl et al.
(2009), yeast ini dapat dijadikan model dalam proses terjadinya apoptosis dan
stres akibat oksidasi (Laun et al. 2001). Demikian pula menurut Halazenotis et
al. (2008) dan Lotti et al. (2011) bahwa yeast merupakan model yang cocok
digunakan untuk melihat perkembangan kanker. Yeast ini telah dijadikan model
untuk kanker yang berhubungan dengan regulasi reseptor hormon estrogen oleh
Lyttle et al. (1992). Menurut Ayer et al. (1995), yeast ini terdapat pemodelan
dengan mamalia dari repsesor sisi gen homolog Sin3. Sedangkan menurut Lotti et
al. (2011) pada gen Pdr5p. Penelitian yang menyangkut perbedaan ukuran
partikel propolis terhadap aktivitas antikapang telah dilakukan oleh Dota et al.
(2011).
Sel lestari kanker MCF-7 merupakan sel hasil isolasi dari seorang wanita
Kaukasian (69 tahun, golongan darah O dan RH+), sel MCF-7 pertama kali
diisolasi pada tahun 1970. Sel ini merupakan cell line adherent, yang tumbuh
melekat dengan karakter resisten terhadap agen kemoterapi, mengekspresikan
reseptor estrogen (ER+), ekspresi berlebih Bcl-2, tidak mengekspresikan caspase3, serta resisten terhadap doksorubisin. Sel MCF-7 dapat ditumbuhkan pada
media mengandung Roswell Park Memorial Institute Medium (RPMI), Fetal
Bovine Serum (FBS), dan perlu ditambahkan antibiotik dan antimikotik.
Tikus merupakan spesies hewan kedua yang paling sering digunakan dalam
penelitian dan pengujian biomedis. Tikus telah digunakan sebagai hewan coba
pengujian antitumor tamoxifen oleh Abbasalipourkabir et al. (2010). Demikian
pula penelitian Padmavathi et al. (2006) menggunakan tikus Sprague Dawley
yang diinduksi oleh DMBA dalam pengujian propolis dan paklitaksel sebagai
bahan antikanker.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah pengembangan proses untuk meningkatkan nilai tambah propolis dan meningkatkan kemampuan aktivitas propolis dalam bentuk partikel yang berukuran nano (nanopropolis) sebagai bahan
antikanker payudara.
Secara khusus, tujuan penelitian ini diuraikan untuk setiap bab sebagai
berikut :
1. Mendapatkan ekstrak propolis dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari
lima lokasi di Indonesia dan karakteristik bahan aktifnya.
2. Mendapatkan kondisi terbaik untuk ekstraksi propolis menggunakan pelarut
etanol 70% dan pemanasan gelombang mikro serta karakteristik hasil
ekstraknya.
3. Mengkaji proses pembuatan nanopropolis Trigona spp dengan cara inklusi
pada β-siklodekstrin dan karakteristiknya.
4. Mengkaji efektivitas nanopropolis sebagai bahan antikanker payudara secara
in-vivo.

5

1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah :
Bahan baku propolis berasal dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari
lima lokasi di Indonesia (Pekanbaru, Pandeglang, Kendal, Banjarmasin dan
Makassar).
Ekstraksi awal adalah pelarutan sarang lebah dalam pelarut etanol 70% (b/b,
etanol absolut dengan air).
Proses pembuatan nanopropolis dilakukan dengan cara inkulusi pada βsiklodekstrin.
Pengujian secara in-vitro dilakukan terhadap sel lestari kanker MCF-7,
sedangkan pengujian secara in-vivo menggunakan hewan coba tikus betina
strain Sprague-Dawley yang diinduksi dengan DMBA.
1.4 Kebaruan

Pada penelitian ini dilakukan penerapan teknologi proses pembuatan
nanopropolis menggunakan bahan penginklusi β-siklodekstrin yang dilakukan
tanpa surfaktan dengan tiga tahap proses yaitu inklusi, re-solubilisasi dan
stabilisasi. Aplikasi dari hasil pembuatan nanopropolis ini adalah sebagai bahan
antikanker payudara.

6

2 METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia, FMIPA IPB,
Laboratorium Pusat Penelitian Kimia, LIPI Bandung, Laboratorium
Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika, BPPT Serpong, dan
Laboratorium Patologi dan Kandang Hewan di Departemen Klinik, Reproduksi
dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini dilaksanakan sejak
bulan Juni 2010 sampai dengan Agustus 2012.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah raw propolis yang diambil dari sarang
lebah Trigona spp dari lima lokasi di Indonesia (Banjarmasin, Kendal,
Pandeglang, Pekanbaru dan Makassar). Bahan-bahan kimia yang digunakan
adalah AlCl3, etanol, Saccharomyces cerevisiae, sel lestari kanker Michigan
Cancer Foundation-7 (MCF-7), tikus betina strain Sprague-Dawley, media padat
agar (yeast extract potato dextrose, YEPD), 1,1-diphenyl-2-picrilhydrazil
(DPPH), 7,12-dimethylbenz(a)anthracene (DMBA), β-siklodekstrin, kuersetin,
Na-asetat, minyak zaitun, NaCl, medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI)
1640, Fetal Bovine Serum (FBS), metanol, KBr, pereaksi-pereaksi uji fitokimia,
pereaksi 3-(4,5-dimethylthiazol-2yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT)assay, KH2PO4, K2HPO4, Xylol, buffer neutral formalin (BNF) 10%,
Haematoxyllin-Eosin, Dimehyl Sulfoxide (DMSO), Coomassie blue, fungizon,
penisilin-streptomisin dan akuades.
Alat-alat yang digunakan ialah Homogenizer, Pemanas gelombang mikro
(Microwave Processor, Kriss Microwave Oven frekuensi 2.450 MHz dan daya
800 Watt), laminar air flow cabinet, Kromatografi cair berperforma tinggi (high
performance liquid chromatography, HPLC model JSA-65 10LA), inkubator
anaerob 5% CO2, XRD Xray Difractometer (SHIMADZU), spektrofotometer,
Fourier Transform Infra Red (FTIR), mikroskop, scanning electron microscopy
(SEM), particle size analyzer (PSA, Delsa Nano C, Particle Analyzer, Beckman
Coulter), rotavapor, tissue tec, pengering vakum, pembaca Enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA reader), penghitung koloni dan beberapa alat gelas
lainnya.
2.3 Metode
Penelitian ini terdiri atas 5 bagian (Gambar 2.1), yaitu ekstraksi propolis
dari sarang lebah dari lima lokasi di Indonesia, ekstraksi propolis dari sarang
lebah asal Pandeglang dengan dua peubah (pemanasan gelombang mikro dan
nisbah pelarut etanol 70%-sarang lebah), pembuatan nanopropolis (tahap pertama)
dengan tiga peubah (waktu inklusi, re-solubilisasi dan stabilisasi) dari ekstrak
propolis dari lokasi terpilih, pembuatan nanopropolis dengan dua peubah (jumlah

7

propolis dan jumlah β-siklodekstrin) pada kondisi terbaik tahap pertama,
pengujian aktivitas antikanker payudara nanopropolis pada tikus betina strain
Sprague-Dawley yang diinduksi DMBA.

Ekstraksi propolis
dari lima lokasi di
Indonesia

Data Karakter Propolis
dari Lima Lokasi di
Indonesia

Perbaikan Proses
Ekstraksi

Desain Proses
Ekstraksi Propolis dan
Karakter Propolis

Pembuatan Nanopropolis
Tahap 1

Desain Proses
Pembuatan
Nanopropolis

Pembuatan Nanopropolis
Tahap 2

Uji Efikasi Nanopropolis
secara In-Vivo

Kesimpulan

Gambar 2.1 Diagram alir penelitian pembuatan nanopropolis asal Indonesia
sebagai bahan antikanker
2.3.1 Ekstraksi dan Karakterisasi Propolis dari Sarang Lebah Trigona Asal
Lima Lokasi di Indonesia
2.3.1.1 Ekstraksi Propolis. Proses ekstraksi propolis yang dilakukan merupakan
hasil modifikasi metode dari Armstrong (1999), Trusheva et al. (2007), Li et al.
(2010), Jang et al. (2009). Sebanyak 2 g sarang lebah Trigona spp direndam
dengan 18 ml etanol 70%, ditutup lalu dikocok dengan orbital shaker selama 18
jam. Kemudian dipanaskan dengan pemanas gelombang mikro (frekuensi 2.450
MHz dan daya 800 Watt) selama 10 menit, lalu disaring. Filtrat yang diperoleh
dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada suhu 50±2 C selama tiga jam
atau hingga air dan etanol menguap sempurna. Ekstrak yang diperoleh kemudian
ditimbang dan dihitung rendemennya. Rendemen ditentukan dengan rumus

8

sebagai berikut : Rendemen (%) = (bobot hasil ekstraksi/bobot raw propolis) x
100.
Hasil ekstraksi disimpan dalam botol gelap dan ditempatkan di ruang yang
tidak terkena sinar matahari langsung. Untuk pengujian selanjutnya, ekstrak ini
dilarutkan dalam etanol 70% sebanyak satu kali volumenya.
2.3.1.2 Karakterisasi ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia.
Karakterisasi ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia dilakukan
meliputi komponen propolis (kandungan kualitatif komponen kimia dan kadar
total flavonoid) dan kinerja propolis (aktivitas antioksidan, induksi apoptosis
terhadap sel Saccharomyces cerevisiae, aktivitas antisitotoksik terhadap sel lestari
kanker payudara MCF-7) sebagai bahan antikanker payudara.
2.3.1.2.1 Pengujian kualitatif komponen kimia. Uji kualitatif propolis Trigona
spp meliputi uji keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan
tannin (Harborne 1987).
Uji alkaloid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan dua tetes ammonia dan 5 ml kloroform lalu disaring.
Filtrat hasil penyaringan ditambahkan 1 ml H2SO4 2 M, kemudian fraksi asam
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Keberadaan alkaloid
dalam propolis ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, endapan putih pada pereaksi Meyer dan endapan coklat pada pereaksi
Wagner.
Uji triterpenoid dan steroid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukan dalam
tabung reaksi, lalu ditambahkan etanol panas sebanyak 5 ml lalu disaring. Filtrat
hasil penyaringan dievaporasi, kemudian ditambahkan 1 ml dietileter. Setelah
dikocok dengan ‘vortex’, lalu ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan 1 ml
CH3COOH. Terbentuknya warna merah atau kelabu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid dalam propolis.
Uji flavonoid. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi
lalu ditambahkan 5 ml air, lalu dilakukan penyaringan. Filtrat yang diperoleh
ditambahkan bubuk Mg, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amilalkohol. Kemudian diaduk
sempurna sehingga timbul lapiran yang berbeda. Warna yang terbentuk antara
dua larutan amilalkohol menunjukkan adanya flavonoid.
Uji tanin. Sebanyak 100 mg propolis dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 5 ml air dan disaring. Fltrat hasil penyaringan ditambahkan 3 tetes
FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru atau hijau kehitam-hitaman menunjukkan
adanya tannin dalam propolis.
Uji saponin. Seb