Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Cabai Jawa terhadap He ope tis antonii Sign

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA
(Piper retrofractum, PIPERACEAE) TERHADAP
Helopeltis antonii SIGN. (HEMIPTERA: MIRIDAE)

GUSTI INDRIATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Aktivitas Insektisida
Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper retrofractum, Piperaceae) terhadap Helopeltis
antonii Sign. (Hemiptera: Miridae)” adalah benar karya saya dengan arahan dari
Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Gusti Indriati
NIM A351110051

ii

RINGKASAN
GUSTI INDRIATI. Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper
retrofractum, Piperaceae) terhadap Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera: Miridae).
Dibimbing oleh DADANG dan DJOKO PRIJONO.
Helopeltis antonii Sign (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu hama
utama tanaman kakao, teh, dan jambu mete. Hama ini menyebabkan kerusakan
pada pucuk dan buah dengan gejala berupa bercak-bercak berwarna cokelat
kehitaman. Aplikasi insektisida sintetik merupakan cara pengendalian yang umum
dilakukan terhadap Helopeltis spp. karena hasilnya cepat terlihat. Penggunaan
insektisida sintetik secara terus-menerus dapat menyebabkan resistensi dan
resurjensi hama, munculnya hama sekunder, serta meracuni makhluk hidup bukan
sasaran dan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengendalian yang

lebih aman baik terhadap manusia maupun lingkungan, di antaranya penggunaan
insektisida nabati.
Penelitian bertujuan menguji toksisitas ekstrak buah cabai jawa (Piper
retrofractum) terhadap imago H. antonii, menguji pengaruh konsentrasi subletal
ekstrak terhadap jumlah nimfa keturunan H. antonii, dan menguji persistensi
ekstrak tersebut dalam kaitan dengan efek mortalitas dan oviposisi terhadap imago
H. antonii. Perbanyakan serangga uji dilakukan di laboratorium menggunakan
inang alternatif buah mentimun (Cucumis sativus). Bahan tumbuhan yang
digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah cabai jawa. Penelitian dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu perbanyakan serangga uji, ekstraksi, uji toksisitas,
uji pengaruh konsentrasi subletal, dan uji persistensi.
Uji toksisitas ekstrak cabai jawa dilakukan pada konsentrasi 0.05%, 0.10%,
0.15%, 0.20%, 0.25%, dan 0.30% berdasarkan hasil uji pendahuluan. Ekstrak
diencerkan dalam campuran aseton, metanol, dan Tween 80 (5:5:2 v/v)
[konsentrasi akhir 1.2%] kemudian ditambahkan akuades sampai volume yang
diinginkan. Larutan kontrol berupa akuades yang mengandung campuran aseton,
metanol, dan Tween 80 (5:5:2 v/v) sebanyak 1.2%.
Pengujian pengaruh konsentrasi subletal ekstrak cabai jawa dilakukan pada
konsentrasi LC25 dan LC50. Sediaan ekstrak disemprotkan pada permukaan buah
mentimun secara merata, lalu dikeringanginkan. Selanjutnya nimfa instar-4 H.

antonii dimasukkan ke dalam wadah plastik tersebut dan dibiarkan selama 48 jam.
Setelah 48 jam, buah mentimun perlakuan diganti dengan buah mentimun tanpa
perlakuan hingga nimfa menjadi imago. Imago yang muncul dipasangkan hingga
diperoleh 10 pasang untuk setiap taraf konsentrasi uji dan kontrol. Setiap pasang
imago dipelihara dalam wadah plastik dan diberi pakan buah mentimun tanpa
perlakuan. Imago dipelihara hingga mati. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah
nimfa keturunan H. antonii pada setiap perlakuan.
Pengujian persistensi ekstrak cabai jawa dilakukan pada konsentrasi 0.49%
(LC95) dan 0.98% (2 x LC95) serta kontrol ([aseton + metanol + Tween 80, 5:5:2]
+ akuades). Ekstrak uji dimasukkan ke dalam botol semprot kaca bening
kemudian dipajankan di bawah sinar matahari selama 7 jam/hari mulai pukul
08:00 sampai 15:00 WIB selama 0, 1, 3, dan 5 hari. Ekstrak hasil pemajanan
digunakan untuk pengujian terhadap mortalitas imago dan oviposisi H. antonii

iii
melalui penyemprotan imago H. antonii menggunakan alat semprot tangan. Pada
setiap perlakuan digunakan 10 imago H. antonii dengan lima ulangan.
Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah imago H. antonii yang mati pada
1, 2, 3, 4, dan 5 hari setelah perlakuan
Pada uji pengaruh ekstrak dalam kaitan dengan efek oviposisi imago H.

antonii, ekstrak cabai jawa yang telah dipajankan disemprotkan pada buah
mentimun (pakan) hingga basah merata menggunakan alat semprot tangan. Buah
mentimun kontrol disemprot larutan kontrol seperti pada uji toksisitas. Pengujian
ini dilakukan dengan metode pilihan, satu buah mentimun perlakuan dan satu
buah mentimun kontrol diletakkan dalam satu wadah plastik (tinggi 13 cm,
diameter 14 cm) lalu dua pasang imago H. antonii berumur 2 hari dimasukkan ke
dalam wadah plastik tersebut. Jumlah telur yang diletakkan pada buah perlakuan
dan buah kontrol dibandingkan dengan uji-t berpasangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian imago H. antonii akibat
perlakuan ekstrak buah cabai jawa 0.05%-0.3% sudah terjadi sejak 24 jam setelah
perlakuan (JSP), dan setelah 24 JSP sudah tidak terjadi peningkatan kematian
yang nyata. LC50 dan LC95 ekstrak cabai jawa pada 120 JSP masing-masing
0.20% dan 0.49%. Jumlah nimfa keturunan yang dihasilkan pada perlakuan
konsentrasi subletal ekstrak cabai jawa 0.203% (LC50) lebih sedikit dibandingkan
dengan perlakuan pada konsentrasi 0.141% (LC25). Ekstrak cabai jawa yang
dipajankan di bawah sinar matahari hingga 5 hari masih efektif dalam mematikan
imago H. antonii (mortalitas 80%) tetapi tidak efektif dalam menghambat
peletakan telur oleh betina H. antonii. Penghambatan peletakan telur terhadap
imago H. antonii hanya teramati pada perlakuan ekstrak cabai jawa 0.98% (2 x
LC95) yang dipajankan di bawah matahari selama 0 dan 1 hari, dengan indeks

penghambatan oviposisi masing-masing 22.7% dan 23.8%. Keefektifan ekstrak
cabai jawa perlu diuji di lapangan untuk menilai kelayakan penggunaannya dalam
pengendalian hama H. antonii.
Kata kunci: Insektisida nabati, mortalitas, oviposisi, persistensi.

iv

SUMMARY
GUSTI INDRIATI. Insecticidal Activity of Piper retrofractum (Piperaceae)
Extract on Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera: Miridae). Supervised by
DADANG and DJOKO PRIJONO.
Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera: Miridae) is an important pest of cocoa,
tea, and cashew nuts. This insect pest sucks shoot and nut saps of plants causing
blackish brown spots. Application of synthetic insecticides is commonly used to
control Helopeltis spp. due to insecticide fast action. However, use of synthetic
chemical insecticides can cause pest resistance and resurgence and outbreak of
secondary pests, killing of non-target organisms as well as environmental
contamination. Therefore, it is necessary to search for environmental friendly
strategy to control H. antonii. The objectives of this study were to test the toxicity
of Piper retrofractum extract to H. antonii adults, evaluate the effect of sublethal

concentrations of the extract on the number of progeny nymphs of H. antonii, and
to evaluate the persistence of the extract against mortality and oviposition of H.
antonii. Cucumber was used as an alternate host for mass rearing and testing
medium. The study was conducted in several stages: insect rearing, extraction,
toxicity test, effects of sublethal, and persistency test.
Toxicity test of P. retrofractum extract was conducted at concentrations of
0.05%, 0.10%, 0.15%, 0.20%, 0.25% and 0.3% based on the result of preliminary
test. The extract was diluted in a mixture of acetone, methanol, and Tween 80
(5:5:5 v/v) [final concentration of 1.2%] and then diluted with distilled water until
the desired volume. In addition, control solution was also prepared containing
distilled water and a mixture of acetone, methanol, and Tween 80 (5:5:2 v/v)
1.2%. For each treatment, 10 individuals of H. antonii adults were used with five
replications.
The effect of sublethal test was conducted at concentrations equivalent to
LC25 and LC50. The extract was sprayed on the whole surface of cucumber. Then
the treated cucumbers and fourth instar nymphs were put in a plastic container (13
cm and diameter 14 cm) and the insects were held for 48 hours. After 48 hours,
the treated cucumbers were replaced with untreated cucumbers until the nymphs
became adults. The adult insects were then paired to obtain 10 pairs for each
concentration level and control. Each pair of adult insects was placed into plastic

containers and fed with untreated cucumbers. All of the adult insects were
maintained until they died. Observations were made by counting the number of
progeny nymphs in each treatment.
Persistence test of P. retrofractum extract was conducted at concentrations
of 0.49% (LC95), 0.98% (2 x LC95) and control ([aceton + methanol + Tween
80,5:5:2] + distilled water). The test extract emulsions were put into a clear glass
spray bottle then exposed under sunlight for 7 hours/day from 08:00 to 15:00 pm
for 0, 1, 3, and 5 days. These extracts were subsequently used for testing of the
effect on mortality and oviposition of H. antonii. In the mortality test, P.
retrofractum extracts that had been exposed under sunlight for 0, 1, 3, and 5 days
were sprayed on H. antonii using a hand sprayer. Ten H. antonii adults were used

v
for each treatment and each treatment was replicated five times. The percentage of
mortality was counted at 1, 2, 3, 4, and 5 days after treatment (DAT).
Effect of extract on oviposition test was done by spraying sunlight exposed
P. retrofractum extract on cucumber (diet) to complete wetness using a hand
sprayer. Control cucumber was sprayed with control solution as in the toxicity
test. This test used choice method, one treated cucumber and control cucumber
were put in the same at plastic container (13 cm high, 14 cm diameter) then two

pairs of 2 day old H. antonii adults were put in that plastic container. Total
number of eggs laid on treated and control cucumbers were compared using
paired t-test.
Result showed that mortality of H. antonii adults which caused by P.
retrofractum extract 0.05%-0.3% had occurred since 24 hours after treatment
(HAT), and after that the mortality of the test insects did not increase markedly.
LC50 and LC95 of P. retrofractum extract at 120 HAT were 0.20% and 0.49%
respectively. Total number of nymphs progeny in the treatment with sublethal
concentration of P. retrofractum extract 0.203% (LC50) was lower than that in the
the treatment with the concentration 0.141% (LC25). P. retrofractum extract
exposed to sunlight for 5 days was still effective against H. antonii adults (80%
mortality) but was not effective in inhibiting female H. antonii in laying their
eggs. Inhibition of oviposition by H. antonii adults were only observed in the
treatment with P. retrofractum extract 0.98% (2 x LC95) exposed to sunlight for 0
and 1 day, with oviposition inhibition index of 22.7% dan 23.8% respectively.
Further research on the effectiveness P. retrofractum extract is needed in order to
assess its feasibility to be used for controlling H. antonii .
Keywords: Botanical insecticide, mortality, oviposition, persistence.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

AKTIVITAS INSEKTISIDA EKSTRAK BUAH CABAI JAWA
(Piper retrofractum, PIPERACEAE) TERHADAP
Helopeltis antonii SIGN. (HEMIPTERA: MIRIDAE)

GUSTI INDRIATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA

Aktivitas

Insektisida

relrojrac/lIl71,

Ekstrak


Buah Cabai Jawa

(Piper

Piperaceae) terhadap He/ope/tis antonii Sign.

(Hemiptera: Miridae)
Gusti Indriati
A351110051

Disetujui oleh

@

Komisi Pembimbing

n
C

3

"
m

ProS

,MSc.

Diketahui oleh

Ketua Program

Dekan S�kolah Pascasarjana

Studi Entomologi

J
r
:!•
...

'

Q
...
Q
::
...

2:
Q
::
Q
J

C

Q
...
::

3

Q

o
o
r

.. Pudjianto, MSi.

Dr

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr.

o

»

O
�.
)
C
-

C
,

Tanggal �an:

C

:J
<
D

,

J

-

<

Tanggal Lulus:

0 7 AUG 2015

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
atas segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
tesis ini. Tesis yang berjudul “Aktivitas Insektisida Ekstrak Buah Cabai Jawa
(Piper retrofractum, Piperaceae) terhadap Helopeltis antonii Sign. (Hemiptera:
Miridae)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman
dan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), Sukabumi dari Mei
2013 hingga April 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir.
Dadang, M.Sc sebagai ketua dan Ir. Djoko Prijono, MAgrSc, sebagai anggota,
atas teladan, bimbingan, arahan, perhatian dan ide yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Agus Wahyudi atas izin
melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor dan Dr. Ir. Rubiyo, M.Si sebagai
Kepala Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar atas dukungan, motivasi,
dan saran yang diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Ayahanda (almarhum) dan Ibunda tercinta atas doanya, suami dan anakanak tersayang atas pengertian serta doanya demi kelancaran studi.
Teman-teman seperjuangan Yeni Midel Februalita, Ratna Rubiana, Diana
Agustina, Evawati Sri Ulina, Risnawati, dan Vani Nur Oktaviany serta yang
lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, bahagia mengenal kalian
semua.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Gusti Indriati

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Cabai Jawa (Piper retrofractum)
3
Ciri Umum dan Kegunaan
3
Sifat Insektisida dan Senyawa Aktif
3
Helopeltis antonii sebagai Hama Tanaman
4
Arti Ekonomi
4
Bioekologi
4
Kerusakan
6
Pengendalian
7
Pengendalian mekanis
7
Kultur teknis
7
Pengendalian hayati
7
Pengendalian kimiawi
8
BAHAN DAN METODE
9
Tempat dan Waktu
9
Bahan dan Alat
9
Metode
9
Perbanyakan Serangga Uji
9
Peneluran
9
Pemeliharaan nimfa
9
Pemeliharaan imago
9
Ekstraksi Bahan Tumbuhan
10
Uji Toksisitas
10
Uji Pengaruh Subletal Ekstrak Cabai Jawa
11
Uji Persistensi Ekstrak Cabai Jawa
11
Analisis Data
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Toksisitas Ekstrak Cabai Jawa terhadap Imago H. antonii
13
Pengaruh Subletal Ekstrak Cabai Jawa terhadap Jumlah Nimfa Keturunan
H. antonii
14
Persistensi Ekstrak Cabai Jawa dalam Kaitan dengan Efek terhadap
Mortalitas Imago H. antonii
15
Persistensi Ekstrak Cabai Jawa dalam Kaitan dengan Efek terhadap
Oviposisi H. antonii
16
Pembahasan Umum
17

xii
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

19
19
19
20
25
30

DAFTAR TABEL
1 Beberapa jenis gulma yang menjadi inang alternatif Helopeltis spp.
2 Penduga parameter toksisitas ekstrak cabai jawa terhadap imago H.
antonii
3 Rata-rata kematian imago H. antonii yang diperlakukan ekstrak
cabai jawa yang dipajankan di bawah sinar matahari selama 0,1, 3,
dan 5 hari
4 Pengaruh ekstrak cabai jawa yang dipajankan di bawah sinar
matahari selama 0, 1, 3, dan 5 hari terhadap oviposisi H. antonii
(metode pilihan)

7
14

16

17

DAFTAR GAMBAR
1 Buah cabai jawa (Piper retrofractum)
2 Telur H. antonii pada buah mentimun setelah 5 hari peletakan
3 Nimfa H. antonii instar ke-1(a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d), dan ke-5
(e)
4 Imago H. antonii (a) beberapa saat dari nimfa instar ke-5, (b)
beberapa saat dari nimfa instar ke-5
5 Gejala serangan Helopeltis spp. Pada buah kakao
6 Peneluran H. antonii pada inang alternatif. Buah mentimun sebagai
pakan alternatif (a), buah mentimun yang diinfestasi imago H.
antonii (b)
7 Perbanyakan H. antonii pada buah mentimun di laboratorium
8 Perkembangan tingkat mortalitas imago H. antonii akibat perlakuan
ekstrak cabai jawa
9 Pengaruh konsentrasi subletal ekstrak cabai jawa terhadap jumlah
nimfa keturunan H. antonii

3
5
5
6
6

10
10
13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Mortalitas imago H. antonii pada ekstrak buah cabai jawa (uji
pendahuluan)
2 Mortalitas imago H. antonii pada ekstrak buah cabai jawa (uji lanjut)
3 Pengaruh konsentrasi subletal ekstrak buah cabai jawa terhadap nimfa
keturunan H. antonii
4 Oviposisi H. antonii pada perlakuan persistensi ekstrak cabai jawa
yang dipajankan 0, 1, 3, dan 5 hari di bawah sinar matahari (metode
pilihan)

26
26
27

28

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Helopeltis spp. (Hemiptera: Miridae) merupakan salah satu hama utama
pada tanaman kakao, teh, dan jambu mete. Hama tersebut juga dapat menyerang
beberapa tanaman lainnya seperti kina, akasia, mimba, dan kayumanis. Spesies
yang dilaporkan terdapat di Asia ialah H. antonii, H. bakeri, H. clavifer, H.
sulawesi, H. sumatranus, dan H. theivora (sinonim H. theobromae) (Bateman
2007). Di antara spesies Helopeltis tersebut, spesies yang telah dilaporkan
menyerang tanaman kakao ialah H. antonii, H. clavifer, H. sulawesi, dan H.
theivora (Karmawati et al. 2010; CABI 2012).
H. antonii menyerang pucuk dan buah kakao dengan cara menusukkan
stiletnya untuk mengisap cairan. Aktivitas makan tersebut meninggalkan gejala
serangan berupa bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman. Serangan pada pucuk
dan buah muda dapat menyebabkan kematian pucuk dan penghambatan
pembentukan buah bahkan dapat menyebabkan buah gugur sehingga menurunkan
kuantitas dan kualitas hasil kakao. Serangan hama H. antonii dapat menurunkan
produksi buah kakao 50%-60% (Atmadja 2003; Sulistyowati 2015).
Cara pengendalian yang umum dilakukan terhadap hama Helopeltis spp.
adalah pengendalian menggunakan insektisida sintetik, terutama karena hasilnya
cepat terlihat. Pengendalian hama dengan insektisida sintetik secara terus-menerus
dapat menyebabkan resistensi dan resurjensi hama, munculnya hama sekunder,
serta meracuni makhluk hidup bukan sasaran dan lingkungan. Sebagai contoh,
Roy et al. (2011) melaporkan bahwa H. theivora dari perkebunan teh di daerah
Kalchini, Bengali Barat, India telah resisten terhadap 11 jenis insektisida sintetik
dari empat golongan (hidrokarbon berklor, organofosfat, piretroid sintetik, dan
neonikotinoid) dengan nisbah resistensi 20 – 17564 kali.
Tanaman menghasilkan senyawa sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk
melindungi dirinya dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Hasil ekstraksi
senyawa kimia ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pestisida nabati. Lebih
dari 1500 tanaman berkhasiat sebagai bahan pestisida nabati untuk pengendalian
hama (Grainge dan Ahmed, 1988). Insektisida nabati merupakan sarana
pengendalian alternatif yang umumnya lebih aman dibandingkan dengan
insektisida sintetik dan sejalan dengan konsep pengendalian hama terpadu.
Kelebihan insektisida nabati di antaranya relatif aman terhadap makhluk bukan
sasaran, mudah terurai di alam, dapat memperlambat laju resistensi serangga, dan
tidak menimbulkan resurjensi (Dadang dan Prijono 2008). Piperaceae merupakan
salah satu famili tumbuhan yang potensial digunakan sebagai sumber insektisida
nabati.
Piperaceae merupakan tanaman berbentuk semak atau perdu, sering
memanjat dengan akar lekat. Beberapa spesies dari famili Piperaceae telah diteliti
sebagai tumbuhan yang bersifat insektisida seperti cabai jawa (Piper
retrofractum) (Prijono et al. 2006; Scott et al. 2008). Dewi (2010) melaporkan
bahwa ekstrak etil asetat buah cabai jawa pada konsentrasi 2% efektif
menurunkan populasi kutu putih pepaya Paracoccus marginatus dan tungau
merah Tetranychus sp. pada tanaman jarak pagar di rumah kaca.

2
Aktivitas insektisida ekstrak cabai jawa terhadap hama H. antonii belum
pernah diteliti. Bahan tumbuhan lain yang telah diteliti keefektifannya terhadap
Helopeltis spp. di antaranya minyak selasih (Ocimum basilicum), minyak jahe
merah (Zingiber officinale), minyak pala (Myristica fragrans), dan minyak
masoyi (Massoia aromatica) (Atmadja 2008; Atmadja et al. 2009). Perlakuan
dengan minyak selasih 10% dapat mematikan imago H. antonii 83.3% pada 6 hari
setelah aplikasi (Atmadja dan Suriati 2009). Hasil penelitian Kardinan dan
Sondang (2012) menunjukkan bahwa formula insektisida nabati sitronela 5% +
cengkih 10% + azadiraktin 0.15% + rotenon 0.33% efektif mengendalikan
Helopeltis spp. pada pucuk teh. Darwis dan Atmadja (2010), melaporkan bahwa
penggunaan insektisida nabati serai wangi pada konsentrasi 1.6% dan 3.2% dapat
menyebabkan mortalitas H. theivora sebesar 60% dan 83%.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) menguji toksisitas ekstrak buah cabai jawa
terhadap imago H. antonii, (2) menguji pengaruh konsentrasi subletal ekstrak
tersebut terhadap jumlah nimfa keturunan H. antonii, dan (3) menguji persistensi
ekstrak tersebut dalam kaitan dengan efek mortalitas dan oviposisi terhadap imago
H. antonii.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi
ekstrak buah cabai jawa untuk pengendalian hama H. antonii.
Ruang Lingkup Penelitian
1 Pengujian efek racun kontak dengan metode semprot serangga ekstrak buah
cabai jawa terhadap imago H. antonii.
2 Pengujian efek konsentrasi subletal ekstrak cabai jawa terhadap jumlah nimfa
keturunan H. antonii.
3 Pengujian persistensi ekstrak buah cabai jawa dalam kaitan dengan efek
mortalitas dan oviposisi terhadap imago H. antonii.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Ciri Umum dan Kegunaan
Cabai jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia yang terdapat hampir di
seluruh wilayah Indonesia dan dapat tumbuh optimal pada ketinggian 0-600 m dpl
(Heyne 1987). Di Sumatera tumbuhan ini disebut lada panjang, di Sulawesi
disebut cabia dan di Jawa dinamakan cabe jamu, cabe jawa, cabe panjang,
chabean, chabe alas, cabe sula (Lim 2012). Selain di Indonesia, tumbuhan ini juga
terdapat di Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan China (Lim 2012). Buah
muda berwarna hijau dan keras, kemudian menguning, kemerahan dan lunak
(Gambar 1). Buah tanaman ini digunakan untuk bahan obat tradisional sebagai
stimulan, antihipertensi (Vinay et al. 2012), sampo herbal untuk membunuh kutu
kepala manusia Pediculus capitis (Phthiraptera: Pediculidae) (Rassami dan
Soonwera 2011). Bagian akarnya digunakan sebagai obat sakit perut dan
antijamur (bagian batang) (Vinay et al. 2012).

Gambar 1 Buah cabai jawa (Piper retrofractum)
Sifat Insektisida dan Senyawa Aktif
Cabai jawa memiliki sifat insektisida dan akarisida. Prijono et al. (2006)
melaporkan bahwa ekstrak metanol cabai jawa pada konsentrasi 0.5% dapat
mematikan larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) sebesar
100%. Lebih lanjut Zarkani et al. (2009). melaporkan bahwa ekstrak etil asetat
cabai jawa menyebabkan kematian larva C. pavonana sebesar 84.6% pada
konsentrasi 0.12%. Perlakuan ekstrak cabai jawa 1% terhadap Paracoccus
marginatus menyebabkan kematian 62% - 96% (Dewi 2010). Rassami dan
Soonwera (2011) melaporkan bahwa ekstrak buah cabai jawa 3% + natrium
laureat sulfat 87% + air destilasi 87% menyebabkan mortalitas kutu kepala
manusia Pediculus capitis 70% setelah 20 detik aplikasi dan 100% setelah 30
detik, dengan LT50 sebesar 16.7 detik.
Senyawa amida dalam famili Piperaceae sering disebut dengan nama
piperamida (Scott et al. 2008). Senyawa amida tidak jenuh yang dilaporkan
terdapat pada cabai jawa yaitu (2E,4E)-N-eikosadienoil piperidin, (2E, 14E)-Neikosadienoil
piperidin,
filfilin,
guininsin,
(2E,4E,14E)-Nisobutileikosatrienamida, (2E.4E,12E)-N-isobutiloktadekatrienamida, (2E,8E)-N-

4
9-(3,4-metilendioksifenil)
nonadienoilpiperidin,
1-(2E,4E,12E)-Noktadekatrienoilpiperidin,
1-(2E,4E)-N-oktadekatrienoilpiperidin,
pelitorin,
pipereikosalidin, pipersida, piperin, piperlonguminin, piperoktadekalidin,
piplartin, retrofractamida A, retrofractamida C, retrofractamida D, dan silvatrin
(Ahn et al. 1992; Kikuzaki et al. 1993; Parmar et al. 1997). Miyakado et al.
(1989) melaporkan bahwa senyawa piperamida yang memiliki gugus
isobutilamida dan metilendioksifenil, seperti guininsin dan pipersida, memiliki
aktivitas insektisida yang kuat yang bekerja sebagai racun saraf dengan
menghambat aliran impuls saraf pada akson.

Helopeltis antonii sebagai Hama Tanaman
Arti Ekonomi
Helopeltis spp. (Hemiptera:Miridae) merupakan salah satu hama utama pada
tanaman kakao (Theobroma cocoa), jambu mete (Anacardium occidentale), dan
teh (Camellia sinensis). Hama tersebut juga menyerang beberapa tanaman lain
seperti kina, akasia, mimba, dan kayu manis. Daerah sebaran hama meliputi
Afrika, Srilanka, Semenajung Malaysia, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Papua, Sabah, Papua Nugini dan Filipina (Sulistyowati 2015). Serangan hama ini
dapat menurunkan produksi buah kakao 50%-60% (Atmadja 2003; Sulistyowati
2015).
Spesies Helopeltis yang dilaporkan terdapat di Asia ialah H. antonii, H.
clavifer, H. sulawesi, H. sumatranus, dan H. theivora (sinonim H. theobromae)
(Bateman 2007). Di antara spesies Helopeltis tersebut, spesies yang dilaporkan
menyerang tanaman kakao ialah H. antonii, H. clavifer, H. sulawesi, dan H.
theivora (Karmawati et al. 2010; CABI 2012).
Populasi H. antonii dilaporkan paling dominan (82%) dibandingkan H.
brady (12%) dan H. theivora (6%) pada tanaman jambu mete. Nisbah kelamin
pada H. antonii lebih tinggi dibandingkan lainnya yaitu H. antonii 1 : 3.76
sedangkan H. brady 1: 1.27 dan H. theivora 1: 1.17. Tingkat kelangsungan hidup
H. antonii lebih tinggi dibandingkan H. brady dan H. theivora, yaitu pada H.
antonii 86.12%, H. brady dan H. theivora masing-masing 64.59% dan 62.5%
(Srikumar dan Bhat 2012).
Bioekologi
Telur H. antonii berbentuk lonjong berwarna putih, diletakkan secara
tunggal atau berkelompok pada tangkai buah, jaringan kulit buah, tangkai daun
muda atau ranting. Ukuran panjang telur bervariasi bergantung pada spesies.
Keberadaan telur ditandai dengan munculnya dua helai seperti benang berwarna
putih yang tidak sama panjangnya di permukaan jaringan tanaman (Gambar 2).
Periode inkubasi telur bervariasi bergantung pada tempat dan musim, umumnya
stadium telur berlangsung 6-11 hari (CABI 2012).

5

0.14 mm

Gambar 2 Telur H. antonii padaGambar
buah mentimun
setelah 5 hari peletakan
3
Nimfa terdiri atas lima instar (Gambar 3) dan stadium nimfa berkisar 10-11
hari (Sulistyowati 2015). Atmadja (2012) melaporkan bahwa instar pertama
berwarna cokelat bening, yang kemudian berubah menjadi coklat. Tubuh nimfa
instar kedua berwarna cokelat muda, antena cokelat tua, tonjolan toraks mulai
terlihat. Nimfa instar ketiga tubuhnya berwarna cokelat muda, antena cokelat tua,
tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai terlihat. Nimfa instar
keempat dan kelima ciri morfologinya sama. Nimfa dan imago menyerang pucuk
dan buah muda tanaman, dengan menusukkan alat mulutnya ke jaringan kemudian
mengisap cairan di dalamnya.
Imago (Gambar 4) aktif pada pagi dan sore hari. Imago jantan dan betina
kawin pada umur 2 hari dan nisbah jantan dengan betina yang cenderung
menghasilkan lebih banyak telur adalah 2:1 dan 1:2 (Siswanto et al. 2009). Siklus
hidup H. antonii bervariasi bergantung pada jenis tanaman seperti pada tanaman
kakao 25.42 hari, mimba 26.52 hari, Lawsonia alba 22.81 hari, dan Mutingia
calabura 35-38 hari (Srikumar dan Bath 2013a; Srikumar dan Bath 2013b).
a

b

1 mm

1 mm

d

1 mm

c

1 mm

e

1 mm

Gambar 3 Nimfa H. antonii instar ke-1(a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d), dan ke-5 (e)

6

a

1 mm

b

1 mm

Gambar 4 Imago H. antonii (a) beberapa saat dari nimfa instar ke-5, (b)
(
beberapa jam dari nimfa instar ke-5
Kerusakan
Nimfa dan imago menyerang pucuk dan buah muda tanaman kakao dengan
menusukkan alat mulutnya (stilet) ke jaringan kemudian mengisap cairan di
dalamnya. Stilet membentuk dua saluran, yaitu saluran makanan dan saluran air
liur. Ketika stilet melakukan penetrasi ke jaringan tanaman inang, air liur akan
dipompa ke bagian tersebut menyebabkan jaringan tanaman menjadi lebih basah
sehingga cairannya lebih mudah untuk diisap (Wheeler 2001). Pada kelenjar ludah
dan saluran makanan H. theivora dijumpai enzim amylase, protease dan lipase.
Adanya enzim ini akan membantu merombak jaringan tanaman dan penetrasi
stilet serta melawan pertahanan kimia tanaman inang (Sarker dan Mukhopadhyay
2006).
Gejala buah kakao terserang Helopeltis spp. berupa bercak-bercak berwarna
cokelat kehitaman (Gambar 5). Serangan pada pucuk dan buah muda dapat
menyebabkan kematian pucuk dan penghambatan pembentukan buah bahkan
dapat menyebabkan buah gugur sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas hasil
kakao.

Gambar 5 Gejala serangan Helopeltis spp. pada buah kakao

7
Pengendalian
Beberapa tindakan pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi populasi
Helopeltis spp. yaitu pengendalian mekanis, kultur teknis, pengendalian hayati
dan pengendalian secara kimiawi.
Pengendalian mekanis. Perlindungan mekanis dengan menggunakan
lapisan mineral kaolin yang diperkaya dengan mikroba entomopatogen efektif
untuk perlindungan buah selama masa pertumbuhan dari serangan hama maupun
penyakit. Hasil penelitian Kresnawaty et al. (2010) menunjukkan bahwa aplikasi
penyemprotan biokaolin setiap dua minggu memberikan perlindungan terbaik dari
serangan Helopeltis spp.
Kultur teknis. Beberapa teknik budidaya yang dilakukan yaitu
pemangkasan dan sanitasi kebun. Pemangkasan dengan membuang tunas air
(wiwilan) di sekitar cabang-cabang utama setiap dua minggu dapat mengurangi
populasi Helopeltis spp. karena tunas air merupakan salah satu tempat peletakan
telur Helopeltis spp. Beberapa jenis gulma dilaporkan menjadi inang alternatif
Helopeltis spp. (Tabel 1). Oleh karena itu perlu dilakukan pembersihan gulma di
sekitar pertanaman kakao.
Tabel 1 Beberapa jenis gulma yang menjadi inang alternatif Helopeltis spp.
Famili
Jenis tumbuhan
Nama umum
Asteraceae
Mikania micrantha
Sembung rambat (Jawa)
Mikania cordata
Capituheur (Jawa Barat),
Chromolaena odorata
Kirinyuh
Bidens biternata
Hareuga (Jawa Barat),
Verbenaceae
Lantana camara
Tembelekan
Melastomataceae
Melastoma malabethricum
Oxalidaceae
Oxalis acetosella
Sumber: Debnath dan Rudrapal (2011), Mamun dan Ahmed (2011), Gogoi et al. (2012).

Pengendalian hayati. Barthakur (2011) melaporkan beberapa musuh alami
golongan predator yang berperan sebagai pengendali Helopeltis spp. pada
pertanaman teh di India, yaitu Chrysoperla carnea (Neuroptera: Chrysopidae),
Mallada sp. (Neuroptera: Chrysopidae), Oxyopes sp. (Arachnida: Oxyopidae).
Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) dan semut merah (Oecophylla
smaragdina) mengganggu imago Helopeltis spp. untuk meletakkan telur pada
buah kakao (Wiryadiputra 2007).
Pengendalian hayati dengan digunakan musuh alami golongan patogen yaitu
cendawan Beauveria bassiana dengan dosis 25 - 50 gram spora per hektar
menyebabkan kematian Helopeltis spp. pada 2 - 5 hari setelah aplikasi (Siswanto
dan Karmawati 2012) . Sudarmadji dan Gunawan (1994) melaporkan bahwa
penggunaan suspensi spora B. bassiana terhadap H. antonii menghasilkan
mortalitas lebih tinggi pada imago dibandingkan dengan nimfa, LC50 terhadap
imago 1.4 x 108 dan LC50 terhadap nimfa 6.4 x 108 spora/ml. Kerapatan konidia
106 spora/ml Lecanicillium lecanii menyebabkan mortalitas nimfa instar ke-3
Helopeltis spp. sebesar 96.2% (Anggarawati 2014) dan pada kerapatan 109
konidia/ml menyebabkan telur gagal menetas sebesar 70% (Solikha 2013).

8
Pengendalian Helopeltis spp. juga dapat dilakukan memanfaatkan parasitoid
telur Erythmelus helopeltidis Gahan (Hymenoptera: Mymarida) dan parasitoid
nimfa Leiophron (Euphorus). Bhat dan Srikumar (2013), melaporkan bahwa
parasitoid telur H. theivora pada tanaman kakao adalah Telenomus sp.
(Hymenoptera: Platygastridae) dengan parasitisasi 3.2% dan Chaetostricha sp.
(Hymenoptera: Trichogrammatidae) dengan parasitisasi 0.8%. T. cuspis juga
dilaporkan sebagai parasitoid telur H. antonii pada jambu mete dengan parasitisasi
maksimum 28.21% (Srikumar et al. 2014).
Pengendalian H. antonii juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan
insektisida nabati seperti minyak biji mimba, ekstrak biji srikaya, minyak selasih
dan limbah tembakau. Minyak selasih (Ocimum basilicum) efektif terhadap H.
antonii dengan tingkat kematian mencapai 83.33% pada 6 hari setelah aplikasi
(Atmadja dan Suriati 2009). Sulityowati et al. (2014) melaporkan bahwa esktrak
bawang putih (Allium sativum), serai (Cymbopogon nardus), dan paitan (Tithonia
diversifolia) pada konsentrasi 5% menyebabkan mortalitas H. antonii berturutturut 65.8%, 65%, dan 63.8% .
Pengendalian kimiawi. Pengendalian dengan insektisida sintetik
dilaksanakan secara bijaksana dengan memerhatikan jenis, hama, dosis, cara, dan
waktu aplikasi yang tepat. Penyemprotan 0.003% lambda sihalotrin dan 0.01%
triazofos efektif terhadap H. antonii (Jalgaonkar et al. 2009). Chowdhury et al.
(2013) melaporkan bahwa insektisida kuinalfos + sipermetrin 0.625 L/ha,
tiametoksam 0.125 kg/ha, dan lamda-sihalotrin 0.5 L/ha efektif terhadap H.
theivora pada tanaman teh di Bangladesh dengan keefektifan sekitar 86%.
Pengendalian hama dengan insektisida kimia sintetik secara terus menerus dapat
menyebabkan resistensi dan resurjensi hama, munculnya hama sekunder, serta
meracuni makhluk hidup bukan sasaran dan lingkungan. Roy et al. (2011)
melaporkan bahwa H. theivora dari perkebunan teh di daerah Kalchini, Bengali
Barat, India telah resisten terhadap 11 jenis insektisida sintetik dari 4 golongan
(hidrokarbon berklor, organofosfat, piretroid sintetik, dan neonikotinoid) dengan
nisbah resistensi 20 – 17564 kali.

9

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan
Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Pakuwon, Sukabumi
mulai Mei 2013 sampai April 2014.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah cabai jawa,
buah mentimun, serangga Helopeltis antonii, akuades, etil asetat, metanol, tween80. Alat-alat yang digunakan meliputi wadah plastik, kain kasa, kertas saring,
kuas halus, labu erlenmeyer, labu takar, alat semprot, pipet volumetrik, dan rotary
evaporator.
Metode
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga uji H. antonii diperoleh dari pertanaman kakao di Jampangtengah,
Sukabumi, kemudian dilakukan identifikasi di Laboratorium Entomologi, Bidang
Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Cibinong untuk menginformasi bahwa serangga uji adalah H. antonii. Serangga
uji diperbanyak pada inang alternatif buah mentimun (Cucumis sativus) mengikuti
metode Kilin dan Atmadja (2000).
Peneluran. Untuk peneluran dipilih mentimun dengan kualitas baik agar
mentimun dapat bertahan selama periode peneluran (6 - 7 hari). Mentimun
dimasukkan ke dalam wadah plastik berdiameter 13 cm dan tinggi 14 cm dengan
cara disandarkan pada dinding wadah plastik (Gambar 6a). Ke dalam wadah
plastik tersebut dimasukkan imago dengan nisbah betina jantan 2:1 (Gambar 6b) ,
kemudian wadah plastik ditutup dengan kain kasa (Gambar 7). Mentimun diganti
tiap hari dengan yang baru dan mentimun yang mengandung telur dipindahkan ke
wadah plastik berukuran diameter 16 cm, tinggi 16 cm untuk diinkubasi selama 6
- 7 hari hingga telur menetas menjadi nimfa.
Pemeliharaan nimfa. Nimfa yang baru muncul dipindahkan menggunakan
kuas halus secara hati-hati ke buah mentimun yang diletakkan dalam wadah
plastik, lalu ditutup dengan kain kasa. Buah mentimun diganti setiap hari dengan
yang baru dan nimfa dipelihara hingga menjadi imago. Pemeliharaan nimfa dalam
wadah plastik berdiameter 16 cm dan tinggi 17 cm dengan jumlah maksimum 20
nimfa akan memperoleh serangga dewasa yang banyak (Kilin dan Atmadja 2000).
Pemeliharaan imago. Imago yang muncul dipindahkan ke dalam wadah
plastik berisi mentimun lalu ditutup dengan kain kasa (Gambar 7). Imago dapat
digunakan sebagai serangga uji dan setelah 2 - 3 hari kemudian imago siap untuk
bertelur.

10

a

b

Gambar 6 Peneluran H. antonii pada inang alternatif. Buah mentimun sebagai
pakan alternatif (a), buah mentimun yang diinfestasi imago H. antonii
(b)

Gambar 7 Perbanyakan H. antonii pada buah mentimun di laboratorium
Ekstraksi Bahan Tumbuhan
Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak adalah buah cabai
jawa yang diperoleh dari kebun Agro Widya Wisata Ilmiah Balittri, Sukabumi.
Buah cabai jawa dikeringanginkan, kemudian digiling menggunakan blender
hingga menjadi serbuk lalu diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan
0.5 mm.
Serbuk buah cabai jawa sebanyak 200 g direndam dalam pelarut etil asetat
(perbandingan 1:10, w/v) selama 48 jam. Cairan hasil rendaman disaring
menggunakan corong kaca yang dialasi kertas saring Whatman No. 41 diameter
185 mm dan ditampung dalam labu penguap. Larutan hasil saringan diuapkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 0C dan tekanan 240 mbar sehingga
diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam lemari es (suhu ±
4 0C) hingga digunakan untuk pengujian (Dadang dan Prijono 2008).
Uji Toksisitas
Pengujian dilakukan melalui dua tahap, yaitu uji pendahuluan dan uji
lanjutan. Serangga uji yang digunakan adalah imago H. antonii. Pada uji
pendahuluan ekstrak cabai jawa diuji pada konsentrasi 1%, 0.5%, 0.25%, 0.125%,

11
dan 0.0625%. Ekstrak diencerkan dalam campuran aseton, metanol, dan Tween 80
(5:5:2 v/v) [konsentrasi akhir 1.2%] kemudian ditambahkan akuades sampai
volume yang diinginkan (Dewi 2010). Larutan kontrol berupa akuades yang
mengandung campuran aseton, metanol, dan Tween 80 (5:5:2 v/v) sebanyak
1.2%. Untuk setiap perlakuan, 10 imago H. antonii dimasukkan ke dalam wadah
plastik (tinggi 10 cm, diameter atas 8 cm, dan diameter bawah 5.5 cm) lalu
disemprot dengan sediaan ekstrak pada konsentrasi tertentu atau larutan kontrol
menggunakan alat semprot tangan dengan dosis 0.5 ml/10 serangga uji. Setelah
penyemprotan, serangga uji dibiarkan selama 5 menit, lalu dimasukkan ke dalam
wadah plastik (tinggi 13 cm, diameter 14 cm) yang berisi buah mentimun. Setiap
perlakuan diulang lima kali. Pengamatan dilakukan pada 24, 48, 72, 96, dan 120
jam setelah perlakuan (JSP) dengan menghitung jumlah imago yang mati.
Uji lanjutan dilakukan pada konsentrasi 0.3%, 0.25%, 0.2%, 0.15%, 0.1%,
0.05% ditambah kontrol. Setiap perlakuan terdiri atas enam ulangan. Cara
perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan sama seperti uji pendahuluan. Data
kematian serangga uji diolah dengan analisis probit menggunakan program
POLO-PC (LeOra Software 1987).
Uji Pengaruh Subletal Ekstrak Cabai Jawa
Ekstrak cabai jawa diuji pada konsentrasi LC25 dan LC50 berdasarkan hasil
uji toksisitas. Buah mentimun disemprot pada seluruh permukaannya secara
merata dengan sediaan ekstrak pada konsentrasi yang telah ditentukan, lalu
dibiarkan beberapa saat, dan selanjutnya buah mentimun tersebut dimasukkan ke
wadah plastik (tinggi 13 cm, diameter 14 cm). Nimfa instar-4 H. antonii
dimasukkan ke dalam wadah plastik tersebut dan dibiarkan selama 48 jam.
Setelah 48 jam, buah mentimun perlakuan diganti dengan buah mentimun tanpa
perlakuan hingga nimfa menjadi imago. Imago yang muncul dipasangkan hingga
diperoleh 10 pasang untuk setiap taraf konsentrasi uji dan kontrol. Setiap pasang
imago dipelihara dalam wadah plastik dan diberi pakan buah mentimun tanpa
perlakuan. Imago dipelihara hingga mati. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah nimfa yang muncul pada setiap perlakuan.
Uji Persistensi Ekstrak Cabai Jawa
Ekstrak cabai jawa diuji pada konsentrasi 0.49% (LC95) dan 0.98% (2 x
LC95) serta kontrol ([aseton + methanol + Tween 80, 5:5:2] + akuades). Sediaan
ekstrak uji disiapkan dengan cara seperti pada uji toksisitas. Ekstrak uji sesuai
konsentrasi yang digunakan dimasukkan ke dalam botol semprot kaca bening
berukuran 3 cm x 3 cm dan tinggi 9 cm kemudian ekstrak uji tersebut dipajankan
di bawah sinar matahari selama 7 jam/hari mulai pukul 08:00 sampai15:00 WIB
selama 0, 1, 3, dan 5 hari.
Ekstrak hasil pemajanan di atas digunakan untuk pengujian mortalitas dan
penghambatan oviposisi H. antonii. Pada uji mortalitas, sediaan ekstrak cabai
jawa yang telah dipajankan disemprotkan pada imago H. antonii menggunakan
alat semprot tangan. Pada setiap perlakuan digunakan 10 imago H. antonii dengan
lima ulangan. Setelah penyemprotan, serangga uji dibiarkan selama ± 5 menit lalu
dimasukkan ke dalam wadah plastik yang diberi buah mentimun tanpa perlakuan
selama 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan mencatat jumlah imago H. antonii
yang mati pada 1, 2, 3, 4, dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Data mortalitas

12
serangga uji diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang
berganda Duncan pada taraf 0.05% mengggunakan program SAS versi 9.1 (SAS
Institute 1990).
Pada uji penghambatan oviposisi, sediaan ekstrak cabai jawa yang telah
dipajankan pada sinar matahari disemprotkan pada buah mentimun (pakan) hingga
basah merata menggunakan alat semprot tangan. Buah mentimun kontrol
disemprot dengan larutan kontrol seperti pada uji toksisitas. Pengujian ini
dilakukan dengan metode pilihan (pakan kontrol dan perlakuan diletakkan dalam
satu wadah plastik). Sebanyak dua buah mentimun yang terdiri atas satu buah
mentimun perlakuan dan satu buah mentimun kontrol diletakkan dalam satu
wadah plastik (tinggi 13 cm, diameter 14 cm) lalu dua pasang imago H. antonii
yang berumur 2 hari dimasukkan ke dalam wadah plastik tersebut selama 24 jam.
Jumlah telur yang diletakkan pada buah perlakuan dan buah kontrol dibandingkan
dengan uji-t berpasangan. Indeks penghambatan oviposisi (IPO) dihitung dengan
rumus berikut (Akhtar et al. 2010):
IPO = [(k – p) / (k + p)] x 100%
IPO = indeks penghambatan oviposisi
K = jumlah telur pada buah kontrol
p = jumlah telur pada buah perlakuan.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji
selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Analisis data tersebut dilakukan
dengan menggunakan program SAS (SAS Institute 1990). Data mortalitas yang
diperoleh juga diolah dengan metode probit (Finney 1971) untuk menghitung nilai
LC50 dan LC95 tiap ekstrak menggunakan program POLO-PC (LeOra Software
1987).

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Ekstrak Cabai Jawa terhadap Imago H. antonii
Kematian imago H. antonii akibat perlakuan ekstrak buah cabai jawa 0.05%
- 0.3% sudah terjadi pada 24 JSP. Sementara itu, antara 24 dan 48 JSP terjadi
kematian serangga uji. Setelah 48 JSP hanya terjadi sedikit peningkatan kematian
serangga uji pada proporsi yang lebih rendah (Gambar 8). Kematian serangga uji
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu dan makin tingginya konsentrasi
ekstrak. Pada akhir pengamatan (120 JSP), perlakuan ekstrak cabai jawa
konsentrasi 0.05% - 0.3% mengakibatkan kematian H. antonii 10% - 80% dengan
kematian serangga kontrol 8% (Gambar 8).
LC50 ekstrak cabai jawa makin rendah pada pengamatan dari 24 sampai 120
JSP sementara LC95 ekstrak tersebut makin kecil dari 24 sampai 72 JSP tetapi
meningkat pada 96 dan 120 JSP (Tabel 2). Peningkatan LC95 pada dua
pengamatan terakhir disebabkan oleh peningkatan kematian serangga uji pada
konsentrasi rendah dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan kematian serangga uji pada konsentrasi yang lebih tinggi (Gambar 8).
LC50 dan LC95 ekstrak cabai jawa pada 120 JSP masing-masing 0.20% dan 0.49%
(Tabel 2). Berdasarkan nilai LC95 tersebut dapat dikemukakan bahwa ekstrak
cabai jawa memenuhi batas kelayakan untuk penggunaan ekstrak dengan pelarut
organik di lapangan, yaitu konsentrasi 0.50% (Dadang dan Prijono 2008).

Mortalitas (%)

90.0

0.30%
0.25%
0.20%
0.15%
0.1%
0.05%
Kontrol

67.5
45.0
22.5
0

0

24

48

72

96

120

Waktu pengamatan (JSP)
Gambar 8 Perkembangan tingkat mortalitas imago H. antonii akibat perlakuan
ekstrak cabai jawa
Kematian imago H. antonii setelah penyemprotan dengan ekstrak cabai jawa
menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki efek kontak yang baik dan bersifat
mematikan. Zarkani et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak cabai jawa memiliki
efek kontak sedang terhadap larva Crocidolomia pavonana. Buah cabai jawa telah
dilaporkan mengandung sejumlah senyawa piperamida yang bersifat insektisida
seperti guininsin, pipersida, dan retrofraktamida A (Kikuzaki et al. 1993; Scott et

14
al. 2008). Miyakado et al. (1989) melaporkan bahwa pipersida bekerja sebagai
racun saraf dengan efek knockdown yang cepat.
Tabel 2 Penduga parameter toksisitas ekstrak cabai jawa terhadap imago H.
antonii
Waktu
pengamatan
(JSP)a

a ± GBb

b ± GBb

LC50 (SK 95%)
(%)

LC95 (SK 95%)
(%)

24

3.250 ± 0.521

5.053 ± 0.770

0.227 (0.208-0.251)

0.481 (0.394-0.686)

48

3.080 ± 0.442

4.580 ± 0.626

0.210 (0.191-0.231)

0.479 (0.393-0.667)

72

3.142 ± 0.449

4.568 ± 0.633

0.205 (0.187-0.226)

0.470 (0.386-0.655)

96

2.956 ± 0.480

4.310 ± 0.685

0.206 (0.186-0.229)

0.496 (0.396-0.752)

120

2.953 ± 0.486

4.262 ± 0.693

0.203 (0.182-0.226)

0.493 (0.392-0.756)

a

JSP = jam setelah perlakuan; ba: intersep regresi probit. b: kemiringan regresi probit. GB: galat
baku. SK: selang kepercayaan.

Pengaruh Subletal Ekstrak Cabai Jawa terhadap Jumlah Nimfa Keturunan
H. antonii
Perlakuan dengan ekstrak cabai jawa pada konsentrasi 0.141% (LC25) dan
0.203% (LC50) menurunkan jumlah nimfa H. antonii yang dihasilkan jika
dibandingkan dengan kontrol (Gambar 9). Nimfa instar-1 H. antonii keturunan
yang berkembang dari nimfa instar-4 yang diberi perlakuan pada konsentrasi
subletal baru mulai muncul pada pengamatan hari keempat. Jumlah nimfa
keturunan yang dihasilkan pada perlakuan ekstrak cabai jawa 0.203% lebih sedikit
dibandingkan dengan perlakuan ekstrak tersebut pada konsentrasi 0.141%.
Penurunan jumlah keturunan H. antonii pada perlakuan subletal ekstrak
cabai jawa kemungkinan karena residu bahan aktif ekstrak yang terdapat dalam
tubuh serangga uji dapat memengaruhi metabolisme nutrisi yang diperlukan untuk
mendukung perkembangan dan reproduksi serangga. Sebagian senyawa aktif
dalam buah cabai jawa, misalnya pipersida, bekerja sebagai racun saraf
(Miyakado et al. 1989) sementara beberapa senyawa lain dapat menghambat
aktivitas enzim yang menguraikan senyawa beracun di dalam sel sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa beracun di dalam tubuh yang
selanjutnya dapat mengganggu proses fisiologi perkembangan dan reproduksi
serangga (Bernard et al. 1995; Scott et al. 2008).

15
Kontrol
LC25 0.141%
LC50 0.203%

Gambar 9 Pengaruh konsentrasi subletal ekstrak cabai jawa terhadap jumlah
nimfa keturunan H. antonii
Persistensi Ekstrak Cabai Jawa dalam Kaitan dengan Efek terhadap
Mortalitas Imago H. antonii
Perlakuan dengan ekstrak cabai jawa pada konsentrasi 0.49% (LC95) dan
0.98% (2 x LC95) yang tidak dipajankan pada sinar matahari (pemajanan 0 hari)
mengakibatkan kematian imago H. antonii masing-masing 92% dan 98% pada 1
hari setelah perlakuan (HSP) yang meningkat menjadi 96% dan 100% pada 5
HSP, sementara kematian serangga kontrol berkisar dari 4% pada 1 HSP sampai
10% pada 5 HSP (Tabel 3). Perlakuan dengan ekstrak cabai jawa yang dipajankan
pada sinar matahari selama 1 hari masih dapat mengakibatkan kematian imago H.
antonii lebih dari 95% pada 5 HSP, sementara pada kontrol tidak ada kematian
serangga uji. Perlakuan dengan ekstrak cabai jawa 0.98% yang dipajankan pada
sinar matahari selama 3 hari juga masih dapat mengakibatkan kematian imago H.
antonii lebih dari 95% pada 5 HSP sementara keefektifan ekstrak 0.49% sudah
menurun (kematian serangga uji 70%) dengan kematian serangga kontrol sebesar
8%. Kematian serangga uji menurun menjadi sekitar 80% pada perlakuan ekstrak
cabai jawa 0.49% dan 0.98% yang dipajankan pada sinar matahari selama 5 hari
(Tabel 3).
Bagian spektrum cahaya matahari yang dapat memutuskan ikatan kimia
adalah sinar ultraviolet (Matsumura 1985). Hasil pengujian ini menunjukkan
bahwa pemajanan sediaan ekstrak cabai jawa dalam botol kaca bening pada sinar
matahari tidak mengakibatkan penurunan efek mortalitas yang cepat. Hal ini
mungkin karena bahan kaca botol yang digunakan sebagai tempat sediaan ekstrak
yang dipajankan tidak meneruskan sinar ultraviolet 100% atau karena bahan aktif
ekstrak terlindung dalam suspensi ekstrak bukan dalam bentuk lapisan tipis seperti
pada permukaan daun. Pebrulita et al. (2013) melaporkan bahwa residu ekstrak
Piper aduncum yang disemprotkan pada tanaman brokoli kehilangan aktivitasnya
terhadap larva C. pavonana hanya dalam waktu 24 jam pemajanan, yaitu
mortalitas serangga tersebut menurun dari 100% pada perlakuan dengan deposit
ekstrak segar (pemajanan 0 hari) menjadi 0% - 11% pada perlakuan dengan residu
ekstrak pada daun brokoli yang terpajan pada sinar matahari selama 24 jam.
Perbedaan persistensi tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan cara pemajanan

16
ekstrak atau perbedaan persistensi bahan aktif kedua ekstrak tersebut terhadap
pajanan cahaya matahari. Untuk memastikan persistensi ekstrak cabai jawa di
lapangan, perlu dilakukan uji persistensi dengan perlakuan penyemprotan ekstrak
pada permukaan daun.
Tabel 3 Rata-rata kematian imago H. antonii yang diperlakukan ekstrak
cabai jawa yang dipajankan di bawah sinar matahari selama 0, 1, 3,
dan 5 hari
Konsen
trasi
ekstrak
(%)
Kontrol
0.49
0.98
Kontrol
0.49
0.98
Kontrol
0.49
0.98
Kontrol
0.49
0.98

1

Mortalitas (%)a imago H. antonii pada hari ke2
3
4

5

4 ± 0.6a
92 ± 0.8b
98 ± 0.5b

Pe