Characteristics of Rotary-cut Veneer of Boiled Jabon and Sengon Logs.

KARAKTERISTIK FINIR KUPAS KAYU JABON DAN
SENGON DENGAN PERLAKUAN PEREBUSAN

ABIGAEL KABE’

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Finir Kupas
Kayu Jabon dan Sengon dengan Perlakuan Perebusan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Abigael Kabe’
NIM E251110041

RINGKASAN
ABIGAEL KABE’. Karakteristik Finir Kupas Kayu Jabon dan Sengon dengan
Perlakuan Perebusan. Dibimbing oleh I WAYAN DARMAWAN dan MUH.
YUSRAM MASSIJAYA.
Jabon dan sengon merupakan dua jenis pohon cepat tumbuh yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan produk kayu lapis, com-ply dan LVL. Untuk
informasi yang lebih baik pada proses produksi dan pemanfaatan finir, maka pada
penelitian ini dievaluasi pengaruh kayu juvenil dan ketebalan finir terhadap retak
finir kupas kayu jabon dan sengon. Sebelum proses pembuatan finir, kayu bulat
jabon dan sengon direbus pada temperatur 50 oC dan 75 oC masing-masing selama
4 dan 8 jam. Kayu bulat yang di rebus kemudian dikupas untuk menghasilkan
finir pada ketebalan 1.0 mm, 1.5 mm dan 2.0 mm. Retak kupas finir diukur
dengan menggunakan optical video microscope. Finir hasil pengupasan
dikelompokkan dan dievaluasi pada masing-masing segmen melingkar selebar 1.0
cm dari bagian kulit ke bagian empulur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu juvenil dan ketebalan finir

memberikan pengaruh penting terhadap retak kupas finir. Secara umum frekuensi
retak kupas finir meningkat seiring dengan peningkatan ketebalan dan menurun
dari empulur ke kulit. Perebusan kayu bulat sebelum pengupasan dapat
mengurangi nilai retak kupas. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perebusan
kayu bulat pada temperatur 75 oC selama 4 dan 8 jam dapat mengurangi frekuensi
retak kupas untuk ketebalan finir 1.0, 1.5, dan 2.0 mm.
Kata kunci : Jabon, juvenil, ketebalan finir, perebusan, retak kupas, sengon.

SUMMARY
ABIGAEL KABE’. Characteristics of Rotary-cut Veneer of Boiled Jabon and
Sengon Logs. Supervised by I WAYAN DARMAWAN and MUH. YUSRAM
MASSIJAYA.
Fast growing Jabon and Sengon are largely rotary-cut to produce veneer for
plywood, com-ply and LVL. In order to provide better information on veneer
production and utilization, the effects of wood juvenility and veneer thickness on
lathe checks of Jabon and Sengon rotary-cut veneer were evaluated. Before
peeling, jabon and sengon log were boiled at 50 and 75 oC for 4 and 8 hours,
respectively. The boiled logs were peeled to produce veneer of 1.0, 1.5 and 2.0
mm in thickness. Lathe checks of veneers were measured under an optical video
microscope. The rotary-cut veneer was grouped and evaluated separately at every

segmented of 1.0 cm width from bark to pith.
Results showed that wood juvenility and veneer thickness had an important
effect on lathe checks for the rotary-cut veneer. In general, the number of lathe
check of the veneer increases with increasing veneer thickness and decrease from
pith to bark. Boiling of logs before rotary-cutting could decrease the value of lathe
check. The results indicated that boiling of logs at 75 oC for 4 and 8 hours could
minimize the number of lathe checks in manufacturing of 1.0, 1.5 and 2.0 mm
rotary-cut veneer from juvenile jabon and sengon woods.
Key words: Boiling, jabon, juvenility, lathe check, sengon, thickness variation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KARAKTERISTIK FINIR KUPAS KAYU JABON DAN
SENGON DENGAN PERLAKUAN PEREBUSAN

ABIGAEL KABE’

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS

Judul Tesis : Karakteristik Finir Kupas Kayu Jabon dan Sengon dengan
Perlakuan Perebusan

Nama
: Abigael Kabe'
NIM
: E251110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan,MSc
Ketua

Prof Dr Ir Muh.Yusram Massijaya,MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 7 April 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai
November 2013 ini adalah Karakteristik Finir Kupas Kayu Jabon dan Sengon
dengan Perlakuan Perebusan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Prof.Dr.Ir. I Wayan Darmawan, MSc dan Prof.Dr.Ir.Muh. Yusram Massijaya, MS
atas bimbingan dan arahan dalam penyusunan karya ilmiah ini, serta kepada Prof.
Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis. Terima
kasih kepada orang tua terkasih, Ayahanda Marthinus Kabe’ dan Ibunda Damaris

Ramba serta adik-adik (Agustinus Kabe’, Novianti Kabe’, Robert Piterson Kabe’),
Yohanis Tandi serta seluruh kelurga besar atas segala doa dan kasih sayangnya.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang memberikan
Beasiswa Unggulan untuk membiayai kuliah penulis. Dekan Sekolah Pascasarjana
IPB, dan Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan atas kesempatan
yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di SPs IPB. Kepada
seluruh staf pengajar dan administrasi SPs IPB, penulis menyampaikan terima
kasih atas kelancaran administrasi selama penulis menjadi mahasiswa. Terima
kasih juga kepada semua mahasiswa pascasarjana Ilmu dan Teknologi Hasil
Hutan khususnya Esi Fajriani, Ningsie Indahsuary Uar, Merry Sabed, Reinardus
Cabuy, Fakhruzy dan Ammar Afif. Terima kasih kepada bapak Suhada, bapak
Kadiman, Ibu Esti, Irsan Alipraja, Robby Hakim dan Rumondang Septiana atas
bantuan dan kerjasamanya selama bekerja di laboratorium. Terima kasih juga
kepada para sahabat di pondok Madinah dan Kemuning25.
Tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Oleh karena itu, penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Dengan demikian,
diharapkan komentar dan saran dari pembaca.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2014
Abigael Kabe’
E251110041

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian


1
1
2
2
3

2 METODE
Bahan
Alat
Prosedur
Analisis Data

3
3
3
4
6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Finir
Penyusutan Finir
Variasi Tebal Finir
Retak Kupas Finir

6
6
7
8
9

5 SIMPULAN DAN SARAN

12

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN


15

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR GAMBAR
1 Penampilan pohon jabon (kiri) dan pohon sengon (kanan)
2 Diagram pembagian segmen selebar 1 cm dari empulur ke kulit pada
penampang melintang kayu bulat sampel
3 Diagram pengukuran tebal (1), kedalaman retak (2) dan panjang retak
kupas (3) pada loose side finir
4 Kadar air finir jabon dan sengon dari empulur
5 Susut finir jabon dan sengon dari empulur
6 Variasi ketebalan finir jabon dan sengon dari empulur
7 Frekuensi retak finir jabon dan sengon dari empulur
8 Kedalaman retak finir jabon dan sengon dari empulur
9 Panjang retak finir jabon dan sengon dari empulur

3
4
6
7
8
9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 Pengaruh perebusan terhadap variasi tebal finir jabon dan
sengon dari empulur
2 Lampiran 2 Pengaruh perebusan terhadap frekuensi retak kupas
3 Lampiran 3 Pengaruh perebusan terhadap kedalaman retak kupas
finir jabon dan sengon dari empulur
4 Lampiran 4 Pengaruh perebusan terhadap panjang retak kupas
finir jabon dan sengon dari empulur
5 Lampiran 5 Finir Jabon 1.0 mm dari empulur
6 Lampiran 6 Finir Jabon 1.5 mm dari empulur
7 Lampiran 7 Finir Jabon 2.0 mm dari empulur
8 Lampiran 8 Finir Sengon 1.0 mm dari empulur
9 Lampiran 9 Finir Sengon 1.5 mm dari empulur
10 Lampiran 10 Finir Sengon 2.0 mm dari empulur
11 Lampiran 11 Nilai panjang finir setiap blok dari kulit ke empulur
(Tsoumis 1991)

15
16
17
18
19
19
20
20
21
21
22

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada tahun 1990-an, Indonesia dikenal sebagai penghasil kayu berdiameter
besar dari hutan alam. Namun, saat ini jumlah kayu diameter besar semakin
berkurang dan bahkan ketersediaannya tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan
industri perkayuan. Sebagai gambaran, pada 1991-1992 produksi kayu bulat
mencapai 28,2 juta kubik. Pada 2008, produksi kayu bulat merosot tajam, hanya
mencapai 4,6 juta kubik (Sumarno 2012). Hal ini mendorong industri untuk
memanfaatkan sumberdaya yang ada yaitu kayu bulat berdiameter kecil (small
diameter logs=SDL) dari berbagai jenis kayu alternatif. Beberapa perusahaan
kayu lapis memanfaatkan jenis-jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species)
dari hutan tanaman industri (HTI) maupun hutan rakyat. Jabon (Anthocephalus
cadamba (Roxb.) Miq.) dan sengon (Falcataria moluccana) merupakan dua jenis
pohon cepat tumbuh yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia. Rotasi
tebang umumnya berkisar antara 5 sampai 7 tahun dikarenakan tingginya
permintaan pasar terhadap kedua jenis kayu tersebut. Disisi lain pendeknya rotasi
tebang akan bermanfaat dalam mendukung peningkatan pendapatan petani kayu
(Krisnawati et al. 2011). Pohon jabon dan sengon pada umur 7 tahun dapat
mencapai diameter setinggi dada 38 cm. Namun demikian, Darmawan et al.
(2013) melaporkan bahwa batang pohon jabon dan sengon yang berumur 7 tahun
masih berupa kayu muda (kayu juvenil) dimana kualitasnya cenderung rendah,
terutama stabilitas dimensi dan kekuatannya.
Kayu jabon dan sengon umumnya digunakan sebagai bahan baku produk
peti kemas, pulp dan finir untuk berbagai produk kayu lamina. Finir merupakan
lembaran tipis kayu yang dipergunakan untuk membuat produk komposit berupa
kayu lapis (plywood), laminated veneer lumber (LVL) dan composite plywood
(comply). Finir pada industri kayu lamina membutuhkan sifat kekuatan rekat yang
tinggi. Dundar et al. (2008) melaporkan bahwa kekuatan rekat finir dapat
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, diantaranya kualitas finir (kadar air,
kerapatan, retak kupas, dan kehalusan permukaan), kualitas perekat (jenis perekat,
campuran perekat, dan viskositas), dan kualitas rekatan (aplikasi perekat, waktu
dan temperatur kempa, kelembaban relatif, dan temperatur udara). Dari beberapa
faktor tersebut, retak kupas merupakan salah satu faktor penting terkait dengan
kekuatan rekat fnir (Bakar 1995). Finir dengan frekuensi retak yang tinggi akan
meningkatkan konsumsi perekat akibat terbukanya permukaan finir (Palubicki et
al. 2009; Daoui et al. 2011). Retak kupas finir dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya karakteristik kayu bulat (berat jenis, pori kayu, kayu juvenil
dan kayu dewasa), perlakuan pendahuluan (pemberian uap panas atau perebusan),
geometri pisau, dan kondisi pengupasan (tekanan bar (nosebar), tebal pengupasan,
dan kecepatan pengupasan).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas finir
yang dihasilkan yaitu dengan melakukan perebusan kayu sebelum proses
pengupasan. Mazela et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan panas yang
diberikan dapat mengubah sifat kayu. Pengupasan kayu dalam kondisi panas
diharapkan mampu memperbaiki kualitas finir, terutama retak kupas finir. Kayu

2
bulat yang dikupas pada kondisi temperatur yang rendah menghasilkan finir
dengan retak yang lebih dalam dan lebih banyak dibandingkan dengan finir yang
dihasilkan dari kayu bulat yang dikupas pada kondisi temperatur tinggi (Palka
1974; Suh dan Kim 1988; Dupleix et al. 2012). Sebagian besar jenis kayu
umumnya menghasilkan finir berkualitas baik ketika dikupas pada temperatur
kayu bulat antara 40 sampai 70 oC. Sementara itu besarnya tekanan nose bar yang
diberikan pada permukaan kayu bulat saat pengupasan juga mempengaruhi
kualitas finir yang dihasilkan. Pada finir Eucalyptus, retak kupas berkurang ketika
dalam proses pengupasan menggunakan nose bar dengan tekanan 5% (Acevedo et
al. 2012). Studi lain melaporkan bahwa pengaturan nose bar antara 5 sampai 20%
dapat mengurangi kedalaman retak kupas finir redwood dan cenderung
menghasilkan finir dengan retak yang dangkal (Cumming dan Collett 1970).
Meskipun demikian pemberian tekanan bar yang terlalu kecil dapat menghasilkan
retak kupas yang lebih dalam serta permukaan finir yang kasar (Bakar 1995).
Sementara itu, dalam beberapa hal, pemberian tekanan nose bar yang tinggi dapat
diaplikasikan pada pengupasan kayu bulat untuk ketebalan tinggi sedangkan
tekanan nose bar yang rendah dapat diaplikasikan untuk menghasilkan finir yang
tipis.
Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengupasan
finir (cutting factors) telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu, namun beberapa
diantaranya masih perlu dilengkapi dengan penelusuran terhadap penentu kualitas
finir (faktor kayu, faktor manusia/operator dan faktor mesin). Dalam penelitian ini
akan dilakukan kajian terhadap faktor kayu yaitu perlakuan pendahuluan sebelum
pengupasan kayu bulat jabon dan sengon, berupa perebusan kayu bulat yang
dikaitkan dengan karakteristik finir yang akan dihasilkan.

Perumusan Masalah
Kayu jabon dan sengon yang berumur 5 sampai 7 tahun dengan diameter 25
sampai 35 cm masih merupakan kayu juvenil (Darmawan et al. 2013).
Berdasarkan sifat dan karakteristiknya diketahui bahwa kayu juvenil memiliki
kerapatan yang rendah, serat-serat pendek, sudut fibril besar dan susut yang besar
jika dibandingkan dengan kayu dewasa (mature wood). Sifat ini dapat
berpengaruh terhadap penurunan kualitas finir kupas yang dihasilkan. Perlakuan
perebusan terhadap kayu bulat sebelum proses pengupasan diharapkan dapat
menghasilkan finir dengan kualitas yang baik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik finir kupas dari kayu
bulat jabon dan sengon yang diberi perlakuan perebusan sebelum pengupasan.
.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan :
1. Menghasilkan informasi ilmiah mengenai pentingnya perlakuan perebusan
dalam pengupasan kayu bulat cepat tumbuh berdiameter kecil.
2. Mendukung pemanfaatan kayu bulat jabon dan sengon berdiameter kecil
sebagai bahan baku pembuatan produk komposit berupa kayu lapis dan kayu
lamina (laminated veneer lumber).

2 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium (workshop) pengerjaan kayu Institut
Pertanian Bogor dan laboratorium biokomposit untuk proses perebusan dan
pengupasan kayu bulat. Pengujian sifat fisis dan kualitas finir dilakukan di
laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu (TPMK), Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan IPB pada bulan April sampai bulan November 2013.
Bahan dan Alat
Pohon jabon dan sengon (Gambar 1) diambil dari hutan tanaman rakyat di
wilayah Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 5 pohon jabon dan 5 pohon sengon
berumur rata-rata 5 tahun dipilih sebagai pohon contoh dengan memperhatikan
batang yang lurus dan bebas cacat sehingga dapat mengurangi tingkat
keberagaman antar pohon contoh. Pohon yang dijadikan bahan penelitian
memiliki batang bebas cabang antara 7 sampai 9 meter dengan diameter setinggi
dada antara 25 sampai 28 cm. Setelah penebangan, pohon contoh dipotong
sepanjang 50 cm dari pangkal hingga ke ujung bebas cabang masing-masing
menjadi 15 kayu bulat sampel jabon dan 15 kayu bulat sampel sengon.
Selanjutnya potongan kayu bulat dibungkus dengan plastik untuk menjaga agar
kondisinya tetap segar sampai pada proses pengupasan.

Gambar 1 Penampilan pohon jabon (kiri) dan pohon sengon (kanan)

4
Prosedur Penelitian
Persiapan kayu bulat untuk proses pengupasan
Lingkaran tumbuh pohon telah digunakan sejak lama untuk menunjukkan
terbentuknya bagian kayu juvenil (juvenile wood) dan kayu dewasa (mature
wood). Mengingat lingkaran tumbuh pada kayu jabon dan sengon tidak dapat
dibedakan dengan jelas maka segmen melingkar (segmented ring) digunakan
untuk menentukan perkembangan kayu juvenil ke kayu dewasa. Segmen-segmen
melingkar selebar 1 cm dari empulur ke kulit pada penampang melintang (cross
section) secara berurutan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram pembagian segmen selebar 1 cm dari empulur
ke kulit pada penampang melintang kayu bulat sampel
Karakteristik finir (kadar air, susut, variasi tebal dan retak kupas finir)
diukur pada masing-masing segmen dan digunakan untuk menentukan kualitas
finir jabon dan sengon dari bagian empulur ke kulit. Tiga puluh sampel kayu bulat
bebas cacat dan lurus dengan diameter rata-rata 25 cm dipilih secara acak untuk
proses pengupasan. Enam kayu bulat dipilih sebagai kontrol dan dua puluh empat
kayu bulat sisanya diberikan perlakuan perebusan pada temperatur 50 dan 75 °C
selama masing-masing 4 dan 8 jam. Selanjutnya kayu bulat dikupas hingga
mencapai diameter inti 8 cm untuk mendapatkan finir dengan ketebalan masingmasing 1.0, 1.5, dan 2.0 mm. Faktor lain seperti sudut tajam pisau ( =β5o) dan
sudut kupas pisau terhadap kayu bulat (clearance angle ( ) = 1o), tekanan bar
(5%) dan kecepatan pengupasan 1 m/detik diaplikasikan pada penelitian ini.
Pengupasan finir dilakukan menggunakan mesin kupas spindle-less. Selanjutnya
finir diambil dan dibagi sesuai posisinya per segmen melingkar dari empulur ke
kulit. Panjang finir pada masing-masing segmen melingkar dihitung dengan
menggunakan rumus Tsoumis (1991) sebagai berikut:
M=

π (d1 + d2 ) (d1 – d2 )

4a
dimana
M = Panjang finir pada setiap segmen (m)

5
π =
d1 =
d2 =
a =

3,14
Diameter kayu bulat awal segmen (m)
Diameter kayu bulat akhir segmen (m)
Tebal Finir (m)

Pengukuran variasi ketebalan dan penyusutan
Lembaran finir yang diperoleh dari masing-masing segmen melingkar
tumbuh dipotong-potong dengan ukuran 30 × 50 cm sebagai contoh uji. Sepuluh
contoh uji dari masing-masing segmen melingkar diambil secara acak dan
dibungkus dalam kantong plastik sebelum dilakukan pengukuran. Dua lembar
contoh uji digunakan untuk pengukuran variasi ketebalan dengan mengukur pada
enam titik yang berbeda sesuai standar Japan Agricultural Standard (JAS SE 11,
2003). Pengukuran kadar air pada kedua contoh uji dilakukan dengan
menggunakan moisture meter. Susut finir diukur menggunakan contoh uji dengan
ukuran panjang 10 cm dan lebar 5 cm diambil dari dua contoh uji di atas. Susut
(arah tangensial diukur dari kondisi basah ke kondisi kering udara (kadar air ratarata 12%).
Retak kupas
Contoh uji finir dalam kondisi segar diukur menggunakan optical video
microscope untuk mengevaluasi retak kupas (kedalaman retak, panjang retak dan
frekuensi retak). Sebelum pengambilan gambar, contoh uji finir dengan tebal 1.0,
1.5, dan 2.0 mm dilengkungkan pada bidang lengkung masing-masing
berdiameter 20, 35, dan 50 mm sesuai dengan diameter lengkung yang dianjurkan
oleh Palubicki (2009). Diameter lengkung ini merupakan hasil rekomendasi yang
layak diaplikasikan karena jika diameter lengkung terlalu kecil, maka finir akan
lebih mudah pecah dan retak sehingga hasil pengukuran tidak dapat dipakai
sebagai data acuan, dan sebaliknya, jika diameter lengkung terlalu besar, maka
retak finir akan tertutup sehingga sulit untuk dideteksi oleh kamera dan
pengukuran pun akan sulit dilakukan. Palubicki (2009) merekomendasikan
diameter lengkung antara 10 sampai 70 mm untuk finir dengan ketebalan antara
0.5 sampai 3.5 mm. Finir sebagai contoh uji yang telah dilengkungkan sesuai
ketentuan di atas diletakkan pada meja optical video microscope untuk dianalisis
dengan perbesaran 30 kali. Total panjang finir yang dianalisis pada setiap segmen
melingkar adalah 10 cm pada sisi kasar (loose side). Sebanyak 20 gambar diambil
secara kontinyu masing-masing sepanjang 5 mm dari contoh finir sepanjang 10
cm di atas. Gambar-gambar tersebut kemudian dianalisis satu per satu dengan
menggunakan motic image plus 2.0ml software untuk mengukur kedalaman dan
panjang serta mengukur frekuensi retak kupas finir (Gambar 3). Kedalaman retak
merupakan nilai persen dari kedalaman retak per tebal finir. Panjang retak adalah
nilai rata-rata dari panjang retak finir. Frekuensi retak merupakan nilai jumlah
retak per panjang finir contoh uji (cm).

6

Gambar 3 Diagram pengukuran tebal (1), kedalaman retak (2)
dan panjang retak kupas (3) pada loose side finir

Analisis Data
Parameter karakteristik finir jabon dan sengon disajikan dalam bentuk grafik
yang menunjukkan nilai rata-rata hasil pengukuran pada setiap segmen melingkar
dari empulur ke bagian kulit. Selanjutnya hasil pada grafik dipergunakan untuk
menganalisis pengaruh perlakuan perebusan dan tebal pengupasan terhadap
kualitas finir.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Finir
Distribusi kadar air finir dari empulur ke bagian kulit disajikan pada
Gambar 4. Hasil pada Gambar 4 mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan
kadar air finir yang mencolok dari empulur ke bagian kulit pada jabon maupun
sengon. Nilai rata-rata kadar air kayu bulat jabon dan sengon sebelum pengupasan
masing-masing adalah 85.2% dan 84%, sedangkan nilai rata-rata kadar air finir
jabon untuk tebal 1.0, 1.5, dan 2.0 mm adalah masing-masing 27.8%, 31.5%, dan
33.8% dan untuk finir sengon masing-masing adalah 25.7%, 29.5%, dan 31.0%.
Terjadinya penurunan kadar air ini disebabkan karena perebusan kayu bulat
mengakibatkan adanya panas yang tersimpan di dalam kayu bulat yang dapat
merangsang penguapan air lebih cepat dari finir. Baldwin (1995) menyatakan
bahwa panas yang tersimpan dalam kayu bulat mengakibatkan proses pengeringan
finir menjadi lebih cepat karena kayu yang panas bersifat lebih permeabel. Hasil
pada Gambar 4 juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi ketebalan finir maka

7
persentase kadar air semakin besar. Hal ini disebabkan karena air lebih cepat
mengalami penguapan pada finir yang lebih tipis.
Jabon

Sengon

40

30

Kadar air (%)

Kadar air (%)

40

20
10

30
20
10
0

0
1

2

3

4

5

6

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

1

7

Finir 1.5 mm

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm

Finir 1.5 mm

Finir 2.0 mm

Gambar 4 Distribusi kadar air finir jabon dan sengon dari bagian empulur ke
bagian kulit
Penyusutan Finir
Rata-rata susut finir pada arah tangensial dari bagian empulur ke kulit
disajikan pada Gambar 5. Hasil pada Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai susut
finir pada arah tangensial cenderung meningkat dari empulur ke kulit baik untuk
finir jabon maupun sengon. Nilai rata-rata susut tangensial finir jabon di dekat
empulur adalah 2.13% dan di dekat kulit 2.39%, sedangkan nilai rata-rata susut
tangensial finir sengon di dekat empulur adalah 1.18% dan di dekat kulit 1.81%.
Lebih rendahnya nilai susut finir pada bagian empulur disebabkan karena nilai
kerapatan finir jabon maupun sengon pada bagian empulur lebih rendah
dibandingkan nilai kerapatan pada bagian kulit. Nilai rata-rata kerapatan finir
jabon dan sengon di dekat empulur adalah 0.52 g/cm3, sedangkan di dekat kulit
adalah 0.68 dan 0.57 g/cm3. Selanjutnya Martawijaya et al. (2005) menyatakan
bahwa nilai penyusutan kayu solid jabon dan sengon arah tangensial dari kondisi
basah hingga kadar air 12% adalah 6.9 dan 5.2%. Hasil ini mengindikasikan
bahwa finir jabon dan sengon lebih stabil dibandingkan dengan kayu solid jabon
dan sengon. Nazerian et al. (2011) juga melaporkan bahwa perlakuan panas
menyebabkan penyusutan finir kayu Beech, Maple dan Poplar semakin berkurang
baik pada kayu juvenil maupun kayu dewasa. Baldwin (1995) menambahkan
bahwa nilai penyusutan finir akan menentukan kualitas finir khususnya dalam
menghasilkan keseragaman ukuran finir dan retak permukaan finir.

8
3,0

3,0

Jabon

2,5

Susut vinir (%)

2,5

Susut vinir (%)

Sengon

2,0
1,5
1,0
0,5

2,0
1,5
1,0
0,5

0,0

0,0
1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm

Finir 1.5 mm

Finir 2.0 mm

Gambar 5 Perkembangan susut finir jabon dan sengon dari bagian
empulur ke kulit
Variasi Tebal Finir
Pengaruh perlakuan perebusan terhadap variasi tebal finir jabon dan sengon
disajikan pada Lampiran 1. Hasil pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa kayu
bulat jabon dan sengon yang dikupas pada ketebalan 1.0, 1.5, dan 2.0 mm
menghasilkan vinir dengan variasi tebal yang rendah (seragam) baik pada bagian
empulur maupun bagian kulit. Nilai rata-rata variasi tebal finir jabon kontrol
menghasilkan vinir dengan ketebalan rata-rata 1.0, 1.6 dan 2.1 mm, sedangkan
untuk temperatur 50 oC menghasilkan vinir dengan ketebalan 0.9, 1.6 dan 2.0 mm,
temperatur 75 oC menghasilkan vinir dengan ketebalan 1.0, 1.7 dan 2.1 mm.
Sementara itu nilai rata-rata variasi tebal finir sengon kontrol dan temperatur 50
o
C menghasilkan vinir dengan ketebalan rata-rata 0.9, 1.5 dan 2.0 mm, sedangkan
untuk temperatur 75 oC menghasilkan vinir dengan ketebalan rata-rata 1.0, 1.5 dan
2.0 mm. Variasi tebal vinir yang rendah sangat terkait dengan perebusan yang
dilakukan. Kayu-kayu yang direbus akan lebih mudah dikupas. Selain itu variasi
tebal finir yang dihasilkan juga bergantung pada keandalan mesin dan operator
(Bakar 1995; Tomppo et al. 2009).
Variasi nilai ketebalan finir dari empulur ke bagian kulit disajikan pada
Gambar 6. Hasil pada Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
tebal finir yang mencolok dari bagian empulur ke bagian kulit pada ketiga tebal
finir baik untuk jabon maupun sengon. Pengupasan kayu bulat jabon setebal 1.0
mm menghasilkan finir dengan ketebalan bervariasi antara 0.78 sampai 1.15 mm,
dengan rata-rata 0.97 mm. Pengupasan kayu bulat 1.5 mm menghasilkan finir
dengan ketebalan bervariasi dari 1.34 sampai 1.98 mm, dengan rata-rata 1.64 mm.
Sementara itu pengupasan kayu bulat 2.0 mm menghasilkan finir dengan
ketebalan bervariasi dari 1.77 sampai 2.41 mm, dengan rata-rata 2.06 mm. Nilai
koefisien variasi ketebalan finir hasil perhitungan adalah 5.5 % untuk finir 1.0 mm,
3.9% untuk finir 1.5 mm dan 3.0% untuk finir 2.0 mm. Pengupasan kayu bulat
sengon 1.0 mm menghasilkan finir dengan ketebalan bervariasi antara 0.85
sampai 1.08 mm, dengan rata-rata 0.94 mm. Pengupasan kayu bulat 1.5 mm

9
menghasilkan finir dengan ketebalan bervariasi dari 1.43 sampai 1.57 mm, dengan
rata-rata 1.50 mm. Sementara itu pengupasan kayu bulat 2.0 mm menghasilkan
finir dengan ketebalan bervariasi dari 1.86 sampai 2.18 mm, dengan rata-rata 2.03
mm. Nilai koefisien variasi ketebalan finir hasil perhitungan adalah 3.5% untuk
finir 1.0 mm, 2.0% untuk finir 1.5 mm dan 1.7% untuk finir 2.0 mm. Hasil
pengujian Daoui et al. (2011) terhadap finir Beech pada tiga ketebalan berbeda
juga menyatakan bahwa nilai koefisien variasi ketebalan finir semakin berkurang
seiring dengan peningkatan tebal pengupasan dengan nilai koefisien variasi
kurang dari 6%.
3,0

Jabon

3,0
2,5

Tebal (mm)

Tebal (mm)

2,5

Sengon

2,0
1,5
1,0

2,0
1,5
1,0

0,5

0,5

0,0

0,0
1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

Gambar 6 Variasi ketebalan finir jabon dan sengon dari empulur

Retak Kupas Finir
Frekuensi retak
Pengaruh perlakuan perebusan terhadap frekuensi retak finir jabon dan
sengon disajikan pada Lampiran 2. Hasil pada Lampiran 2 menunjukkan adanya
pengurangan jumlah frekuensi retak kupas hasil pengupasan kayu bulat setelah
diberi perlakuan perebusan pada temperatur 75 oC. Nilai rata-rata frekuensi retak
kupas pada finir jabon kontrol, temperatur 50 dan 75 oC masing-masing adalah 2.9,
2.0, dan 1.7 per cm panjang finir, sedangkan pada finir sengon masing-masing
adalah 2.3, 1.6, dan 1.4 per cm panjang finir. Perebusan kayu bulat sebelum
pengupasan dapat membantu mengurangi frekuensi retak kupas finir. Kayu yang
diberi perlakuan panas sebelum dikupas akan lebih plastis sehingga dapat
terpotong dengan baik dan mampu menahan tegangan-tegangan yang terjadi saat
pengupasan yang dapat menyebabkan terjadinya retak (Baldwin 1995; Bakar
1996). Selanjutnya Nazerian et al. (2011) menambahkan bahwa perlakuan panas
pada kayu bulat juga dapat mengubah sifat kimia kayu. Dinding sel kayu disusun
oleh komponen lignin, hemiselulosa dan selulosa. Lignin merupakan komponen
kimia yang menyebabkan kayu menjadi kaku. Lutz (1977) menyatakan bahwa
lignin pada kayu daun lebar bersifat thermoplastic dibandingkan lignin pada kayu

10

4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

Jabon
Frekuensi retak

Frekuensi retak

daun jarum. Bila pemanasan berlangsung dalam waktu yang cukup lama maka
dapat menyebabkan penurunan kekakuan kayu. Hill (2006) menyatakan bahwa
pemanasan kayu pada temperatur 50 sampai 200 oC dapat menyebabkan
terjadinya proses pelunakan lignin. Dengan demikian perlakuan perebusan kayu
akan dapat meningkatkan volume dan kualitas finir yang dihasilkan karena retak
dan pecah berkurang serta permukaan finir menjadi lebih halus. Hasil kupasan
yang halus dan lebih rata akan memudahkan aplikasi perekat pada proses
pembuatan produk lamina.
Pengaruh ketebalan pengupasan terhadap frekuensi retak kupas finir
disajikan pada Gambar 7. Hasil pada Gambar 7 menunjukkan bahwa frekuensi
retak kupas menurun dari bagian empulur ke kulit baik untuk finir jabon maupun
sengon. Hal ini terjadi karena bagian kayu dekat empulur memiliki sudut
mikrofibril yang lebih lebar sehingga mengakibatkan kekuatan tarik rendah,
mudah pecah, retak lebih banyak dan melengkung (Bowyer et al. 2003). Nilai
rata-rata frekuensi retak finir masing-masing untuk jabon tebal 1.0, 1.5, dan 2.0
mm adalah 2.06, 2.09, dan 2.10 per cm panjang finir, sedangkan nilai rata-rata
frekuensi retak finir sengon adalah 1.52, 1.67, dan 1.78. Semakin tinggi ketebalan
finir maka frekuensi retak semakin meningkat. Pada penampang melintang finir,
retak halus (split) berlebihan yang terjadi akan mengakibatkan terbentuknya retak
kupas yang lebih banyak. Sebagai tambahan karena kayu jabon dan sengon
mengandung jumlah lignin yang cukup tinggi yaitu sebesar 25% dan 27%
(Martawijaya et al. 2005), maka nilai elastisitas kayu jabon dan sengon khususnya
untuk finir-finir yang lebih tebal akan semakin berkurang. Meskipun menurut
Barnet dan Jeronimidis (2003) bahwa komponen kimia penyusun kayu juvenil
dari bagian empulur ke bagian kulit dan bagian pangkal ke ujung menunjukkan
sedikit atau bahkan tidak ada perbedaan komposisi khususnya untuk lignin.

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

4,0
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0

Sengon

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm

Finir 1.5 mm

Finir 2.0 mm

Gambar 7 Frekuensi retak finir jabon dan sengon dari empulur

Kedalaman retak
Perlakuan perebusan nampak memberikan pengaruh terhadap nilai
persentase kedalaman retak kupas (Lampiran 3). Perlakukan perebusan pada

11
temperatur 75 oC menghasilkan finir dengan kedalaman retak lebih kecil
dibandingkan dengan perebusan pada 50 oC dan kontrol baik pada finir jabon
mapun pada finir sengon. Hal ini terjadi karena pemberian panas melalui
perebusan dapat memudahkan penyerapan air oleh dinding sel sehingga
menyebabkan mikrofibril mengembang dan kayu menjadi lebih elastis (Nazerian
et al. 2011).
Pengaruh perlakuan ketebalan finir terhadap kedalaman retak kupas finir
disajikan pada Gambar 8. Hasil pada Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai
persentase kedalaman retak kupas relatif konstan meski berfluktuasi dari empulur
ke kulit baik untuk finir jabon maupun finir sengon. Finir jabon pada ketebalan
1.0 mm menghasilkan persentase kedalaman retak lebih rendah dibandingkan
persentase kedalaman retak finir pada ketebalan 1,5 dan 2.0 mm. Kedalaman retak
finir ketebalan 1.0, 1.5, dan 2.0 mm masing-masing adalah 29.2, 30.0, dan 30.5%.
Selanjutnya pengupasan sengon juga menunjukkan hasil dengan kecenderungan
yang sama yaitu semakin meningkat ketebalan finir maka persentase nilai
kedalaman retak semakin meningkat pula. Nilai kedalaman retak sengon untuk
tebal finir 1.0, 1.5, dan 2.0 mm masing-masing adalah 28.7, 29.9, dan 30.1%. Hal
ini berarti finir dengan kedalaman retak yang rendah akan meningkatkan kekuatan
produk lamina yang dihasilkan (Tomppo et al. 2009).
50

Kedalaman retak (%)

Kedalaman retak (%)

50

Jabon

40
30
20
10

Sengon
40
30
20
10
0

0
1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

Gambar 8 Kedalaman retak finir jabon dan sengon dari empulur
Panjang retak
Nilai panjang retak kupas tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok
antar perlakuan perebusan baik pada jabon maupun pada sengon (Lampiran 3).
Perlakuan perebusan pada temperatur 75 oC menghasilkan retak yang lebih
pendek dibandingkan dengan perebusan pada temperatur 50 oC dan kontrol baik
pada finir jabon maupun pada finir sengon. Kayu bulat yang direbus pada suhu 75
o
C menjadi lebih lunak sehingga proses pengupasan lebih mudah dikerjakan dan
retak yang terjadi semakin berkurang Selain itu ada kecenderungan bahwa retak
pada bagian empulur lebih pendek dibandingkan retak pada bagian kulit. Hal ini
terjadi karena finir pada bagian empulur memiliki kerapatan yang lebih rendah
sehingga mengalami susut lebih kecil dan mengurangi terjadinya retak.

12
Pengaruh ketebalan pengupasan terhadap panjang retak kupas finir dari
empulur ke kulit disajikan pada Gambar 9. Hasil pada Gambar 9 menunjukkan
bahwa panjang retak kupas finir berfluktuasi dari empulur ke kulit baik untuk finir
jabon maupun sengon. Namun demikian ada kecenderungan semakin tinggi
ketebalan finir maka retak kupas semakin panjang. Nilai panjang retak finir jabon
masing-masing untuk tebal 1.0, 1.5 dan 2.0 mm adalah 0.51, 0.89, dan 0.99 mm,
sedangkan panjang retak finir sengon masing-masing adalah 0.39, 0.67, dan 0.88
mm. Hal ini disebabkan karena semakin tebal finir maka nilai elastisitas finir
berkurang atau finir semakin kaku.
Jabon

1,0
0,8
0,6
0,4

1,0
0,8
0,6
0,4

0,2

0,2

0,0

0,0
1

2

Sengon

1,2

Panjang retak (mm)

Panjang retak (mm)

1,2

3

4

5

6

1

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Finir 1.0 mm
Finir 2.0 mm

Finir 1.5 mm

Gambar 9 Panjang retak finir jabon dan sengon dari empulur

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kayu jabon dan sengon dapat dikupas dengan baik pada ketebalan 1.0, 1.5,
dan 2.0 mm dengan koefisien variasi tebal finir kurang dari 6%. Finir hasil
pengupasan pada bagian empulur kayu bulat menghasilkan jumlah retak kupas
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian kulit kayu bulat. Perlakuan perebusan
pada temperatur 75 oC selama 4 dapat mengurangi jumlah retak kupas
dibandingkan perlakuan lainnya. Pengupasan kayu bulat untuk finir yang tebal
menghasilkan jumlah retak yang lebih banyak dibandingkan dengan finir yang
lebih tipis.

Saran
Dalam rangka memperoleh informasi yang lebih lengkap maka dapat
disarankan untuk melakukan penelitian pengupasan finir sampai pada ketebalan 5
mm dan melakukan penelitian pentingnya retak kupas dan kehalusan permukaan
terhadap kekuatan rekat finir (bonding strength).

13

DAFTAR PUSTAKA
Acevedo A, Bustos C, Lasserre, Gacitua JP, William. 2012. Nose bar pressure
effect in the Lathe Check Morphology to Eucalyptus nitens veneers. Maderas,
Cienc. tecnol. 1(3):289-301.
Bakar ES. 1995. Veneer Cutting With a Floating Bar. [Disertasi]. Laboratory of
Wood Science and Technology, Dept of forestry, Tokyo University of
Agriculture.
Bakar ES. 1996. Faktor penentu kualitas Finir. J Teknol Hasil Hutan. Fakultas
Kehutanan IPB. 9(2):14–22.
Baldwin RF. 1995. Plywood and Veneer–Based Products: Manufacturing
Practices. Miller Freeman Inc., San F ransisco USA.
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science:
An Introduction. Fourth Edition. Iowa State Press. A Blackwell Publ.
Barnett JR, Jeronimidis G. 2003. Wood quality and its Biological Basis. Canada
(US):CRC Press LLC.
Cumming JD, Collett BM. 1970. Determining lathe settings for optimum veneer
quality. Forest Prod J. 20(11):20-27.
Daoui A, Descamps C, Marchal R, Zerizer A. 2011. Influence of veneer quality
on beech LVL mechanical properties. Maderas. Ciencia y tecnología . 13(1):
69-83.
Darmawan W, Nandika D, Rahayu I, Fournier M, Marchal R.
2013.
Determination of juvenile and mature transition ring for fast growing sengon
and jabon wood. J Indian Acad Wood Sci. doi: 10.1007/s13196-013-0091-x.
Dundar T, As N, Korkut S, Unsal O. 2008. The effect of boiling time on the
surface roughness of rotary-cut veneers from oriental beech (Fagus orientalis
L.). J Materials Processing Technol .199: 119-123.
Dupleix A, Denaud L, Bleron L, Marchal R, Hughes M. 2012. The effect of log
heating temperature on the peeling process and veneer quality: beech, birch,
and spruce case studies. European J Wood Products . 71(2) :163-171.
Hill CAS. 2006. Wood modification: Chemical, Thermal and Other Processes.
US: J Wiley.
[JAS] Japanese Agricultural Standard. 2003. Japanese Agricultural
Standard:Structural Laminated Lumber JAS SE-11.
Krisnawati H, Varis E, Kallio M, Kanninen M. 2011. Paraserianthes falcataria
(L.) Nielsen: Ecology, Silviculture and Productivity. Bogor (ID): CIFOR, 23 p.
Lutz JF. 1977. Wood Veneer : Log Selection, Cutting, and Drying. U.S. Dep.
Agrie, Tech. Bull. No. 1577, p. 137.
Martawijya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira S. 2005. Atlas Kayu Indonesia.
Bogor (ID): Forest Products Research Institute.
Mazela B, Zakrzewski R, Grzeskowiak W, Cofta G, Bartkowiak M. 2004.
Resistance of thermally modified wood to basidiomycetes. Wood technol.
7:253-262.
Nazerian M, Ghalehno MD, Kashkooli AB. 2011. Effect of wood species, amount
of juvenile wood and heat treatment on mechanical and physical properties of
laminated veneer lumber. J Applied Sci . (11) 980-987.

14
Palka LC. 1974. Veneer cutting review-factors affecting and models describing
the process. Canadian Forestry Service, Western Forest Products Laboratory,
Information Report VP-X- 135. 54pp.
Palubicki B, Marchal R, Butaud J-C, Denaud L-E, Bléron L, Collet R, Kowaluk G.
2009. A method of lathe check measurement; SMOF device and its software.
Eur. J Wood Prod . 68: 151-159.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2704-1992.
Suh JS, Kim SK. 1988. Effects of softwood log pretreatments on the veneer
peeling drying properties and plywood properties. The Research Reports of the
Forestry Research Institute. 37: 63-71.
Sumarno A. 2012. Sengon dan Jabon Kayu Super Cepat. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Tomppo L, Tiitta M, Lappalainen R. 2009. Ultrasound evaluation of lathe check
depth in birch veneer. Eur J Wood Prod. 67:27-35. Doi:10.1007/s00107-0080276-y.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties and
Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

15
Lampiran 1 Pengaruh perebusan terhadap variasi tebal finir jabon dan sengon dari
empulur
3,0

3,0

Jabon 1 mm

2,0
1,5
1,0

2,0
1,5
1,0

0,5

0,5

0,0

0,0
1

2

3

4

5

6

1

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

5

6

7

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

1,5
1,0

2,0
1,5
1,0

0,5

0,5

0,0

0,0

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

1

2,5

2,5

0,5

Tebal (mm)

3,0

Jabon 2 mm

3

Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

3,0

1,5

2

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

2,0

Sengon 1.5 mm

2,5
Tebal (mm)

Tebal (mm)

4

3,0

1
2
3
4
5
6
7
Urutan segmen dari empulur ke kulit

Tebal (mm)

3

Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

Jabon 1,5 mm

2,0

1,0

2

Urutan segmen dari empulur ke kulit

3,0
2,5

Sengon 1 mm

2,5
Tebal (mm)

Tebal (mm)

2,5

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

2,0
1,5
1,0

Sengon 2 mm

0,5

0,0

0,0
1
2
3
4
5
6
7
Urutan segmen dari empulur ke kulit

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

1
2
3
4
5
6
7
Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

16
Lampiran 2 Pengaruh perebusan terhadap frekuensi retak kupas finir jabon dan
sengon dari empulur
6,0

Jabon 1 mm

5,0

Frekuensi retak

Frekuensi retak

6,0

4,0
3,0
2,0
1,0

4,0
3,0
2,0
1,0

0,0

0,0
1
2
3
4
5
6
7
Urutan segmen dari empulur ke kulit

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

1

3

4

5

6

7

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

6,0

Jabon 1.5 mm

5,0
Frekuensi retak

5,0
Frekuensi retak

2

Urutan segmen dari empulur ke kulit

6,0

4,0
3,0
2,0

3,0
2,0
1,0

0,0

0,0
2

3

4

5

6

1

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

6,0

Sengon 1.5 mm

4,0

1,0

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

6,0

Jabon 2 mm

Sengon 2 mm

5,0
Frekuensi retak

5,0

Frekuensi retak

Sengon 1 mm

5,0

4,0
3,0
2,0
1,0

4,0
3,0
2,0
1,0

0,0

0,0
1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

17
Lampiran 3 Pengaruh perebusan terhadap kedalaman retak kupas finir jabon dan
sengon dari empulur
60

Jabon 1 mm

50

Kedalaman retak (%)

Kedalaman retak ( %)

60

40
30
20
10
0

40
30
20
10
0

1

2

3

4

5

6

7

1

Urutan segmen dari empulur ke kulit

2

3

Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

60

60

Jabon 1.5 mm

50

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

Kedalaman retak (%)

Kedalaman retak (%)

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

40
30
20
10

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

Sengon 1,5 mm

50
40
30
20
10
0

0
1

2

3

4

5

6

1

7

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

3

60

Jabon 2 mm
Kedalaman retak (%)

50
40
30
20
10
0

4

Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

60

2

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Kedalaman retak (%)

Sengon 1 mm

50

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

Sengon 2 mm

50
40
30
20
10
0

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50 oC, 8 jam
Rebus 75 oC, 8 jam

Rebus 50 oC, 4 jam
Rebus 75 oC, 4 jam

18

1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

Jabon 1 mm

1

2

3

4

5

6

Panjang retak (mm)

Panjang retak (mm)

Lampiran 4 Pengaruh perebusan terhadap panjang retak kupas finir jabon dan
sengon dari empulur
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
1

7

Panjang retak (mm)

Panjang retak (mm)

Jabon 1.5 mm

1

2

3

4

5

6

1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
1

7

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

6

7

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

2

3

4

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Panjang retak (mm)

Panjang retak (mm)

Jabon 2 mm

5

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

4

Sengon 1.5 mm

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

3

Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

2

Urutan segmen dari empulur ke kulit

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Sengon 1 mm

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

Sengon 2 mm

1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0

1

2

3

4

5

6

7

Urutan segmen dari empulur ke kulit
Kontrol
Rebus 50o C, 8 jam
Rebus 75o C, 8 jam

Rebus 50o C, 4 jam
Rebus 75o C, 4 jam

19

Lampiran 5 Finir Jabon 1 mm dari empulur

Lampiran 6 Finir Jabon 1,5 mm dari empulur

20
Lampiran 7 Finir Jabon 2 mm dari empulur

Lampiran 8 Finir Sengon 1 mm dari empulur

21
Lampiran 9 Finir Sengon 1,5 mm dari empulur

Lampiran 10 Finir Sengon 2 mm dari empulur

22
Lampiran 11 Nilai panjang finir setiap blok dari kulit ke empulur (Tsoumis 1991)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

d1
0,25
0,24
0,23
0,22
0,21
0,2
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
0,14
0,13
0,12
0,11
0,1
0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04

d2
0,23
0,22
0,21
0,2
0,19
0,18
0,17
0,16
0,15
0,14
0,13
0,12
0,11
0,1
0,09
0,08
0,07
0,06
0,05
0,04
0,03
0,02

a1
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001
0,001

a2
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015
0,0015

a3
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002
0,002

M1
7,54
7,22
6,91
6,59
6,28
5,97
5,65
5,34
5,02
4,71
4,40
4,08
3,77
3,45
3,14
2,83
2,51
2,20
1,88
1,57
1,26
0,94

M2
5,02
4,81
4,61
4,40
4,19
3,98
3,77
3,56
3,35
3,14
2,93
2,72
2,51
2,30
2,09
1,88
1,67
1,47
1,26
1,05
0,84
0,63

M3
3,77
3,61
3,45
3,30
3,14
2,98
2,83
2,67
2,51
2,36
2,20
2,04
1,88
1,73
1,57
1,41
1,26
1,10
0,94
0,79
0,63
0,47

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Toraja, Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Juli 1988
sebagai putri sulung dari pasangan Marthinus Kabe’ dan Damaris B. Ramba.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas
Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2011,
penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan pada program
Pascasarjana IPB dan mendapatkan Beasiswa dari program Beasiswa Unggulan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Bagian dari tesis ini juga telah dipresentasikan sebagai makalah pada
Seminar Internasional “The Fifth International Symposium-Indonesian Wood
Society (IWoRS) di Balikpapan pada tanggal 7 sampai 9 November 2013.
Artikel dengan judul Karakteristik Finir Kupas Kayu Sengon
(Paraserianthes moluccana) telah dipublikasikan dalam Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kayu Tropis Vol. 10 No. 2, Juli 2012.