Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan

OPTIMASI JARINGAN SARAF TIRUAN MENGGUNAKAN
ALGORITME GENETIKA UNTUK PERAMALAN
PANJANG MUSIM HUJAN

MAULITA PANGESTI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Jaringan
Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim
Hujan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Maulita Pangesti
NIM G64090041

ABSTRAK
MAULITA PANGESTI. Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan
Algoritme Genetika untuk Peramalan Panjang Musim Hujan. Dibimbing oleh
AGUS BUONO dan AKHMAD FAQIH.
Fokus penelitian ini adalah peramalan panjang musim hujan di daerah
Indramayu menggunakan jaringan saraf tiruan (JST) yang dioptimalkan oleh
algoritme genetika (GA). Bobot yang dihasilkan oleh jaringan saraf bersifat acak,
sehingga hasil nilai prediksi dapat berubah dalam setiap pelatihan. GA adalah
model komputasi yang memiliki operator seleksi, persilangan, dan mutasi untuk
menghasilkan populasi baru. Inisialisasi bobot yang diberikan oleh JST akan
dioptimalkan menggunakan GA. Prediktor yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data southern oscillation index (SOI) dan data awal musim hujan (AMH)
dengan variabel respon adalah panjang data musim hujan di tahun sebelumnya
memrediksi panjang musim hujan di tahun berikutnya. Hasil terbaik diperoleh

dari model yaitu pada daerah rata-rata. Pada wilayah ini, RMSE sebesar 14 hari
dan r antara nilai yang diamati dan diprediksi sebesar 0.741 pada tingkat
signifikansi 10%, RMSE sebesar 19 hari dan r antara nilai yang diamati dan
diprediksi sebesar 0.694 pada tingkat signifikansi 5%.
Kata kunci: algoritme genetika, backpropagation, jaringan saraf tiruan, optimasi,
panjang musim hujan

ABSTRACT
MAULITA PANGESTI. Artificial Neural Network Optimizing Using Genetic
Algorithm for Forecasting The Length of Rainy Season. Supervised by AGUS
BUONO and AKHMAD FAQIH.
The focus of this research is to predict length of the rainy season in
Indramayu using artificial neural networks (ANN) optimized by genetic algorithm
(GA). The weights generated by the neural network is random, so the result of
predictive value can change in each training. GA is a computational model that
has operator selection, crossover, and mutation for generating a new population.
The initialization of weights that is given by ANN will be optimized using GA.
The predictors which are used in this research are the southern oscillation index
(SOI) data and the beginning of rainy season (AMH) data with the length of rainy
season data in previous year to predict the length of rainy season in the current

year. The best result is obtained from the model on average region. On this region,
the RMSE amounts to 14 days and the correlation coefficient between the
observed values and predicted values amounts to 0.741 at 10% significance level,
the RMSE amounts to 19 days and the correlation coefficient between the
observed values and predicted values amounts to 0.694 at 5% significance level.
Keywords: back propagation, genetic algorithm, length of rainy season, neural
network, optimize

OPTIMASI JARINGAN SARAF TIRUAN MENGGUNAKAN
ALGORITME GENETIKA UNTUK PERAMALAN
PANJANG MUSIM HUJAN

MAULITA PANGESTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komputer pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji : M Ashyar Agmalaro, SSi MKom

Judul Skripsi : Optimasi Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika
untuk Peramalan Panjang Musim Hujan
Nama
: Maulita Pangesti
NIM
: G64090041

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Pembimbing I

Dr Akhmad Faqih

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
jaringan saraf tiruan yang dioptimasi algoritme genetika, dengan judul Optimasi
Jaringan Saraf Tiruan Menggunakan Algoritme Genetika untuk Peramalan
Panjang Musim Hujan.
Melalui lembaran ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima
kasih kepada semua pihak atas bantuan, dukungan, saran, dan kritik, serta atas
do’a yang ditunjukkan selama penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih
penulis ucapkan kepada :

1 Kedua orang tuaku yang tersayang dan tercinta, Papa Drs H Isyatmoko
dan Mama Hj Sumarni, atas segala do’a, motivasi, dukungan,
pengorbanan, dan kasih sayang yang diberikan sehingga mendorong
penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Dan hanya Allah
subhanahu wa ta’ala yang dapat membalasnya dengan setara.
2 Kakak-kakakku yang tersayang dan tercinta, Mas Eval Singgih dan
Abang Citra Isramadhani, atas segala do’a, motivasi, dukungan,
pengorbanan, dan kasih sayang yang diberikan sehingga mendorong
penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Dan hanya Allah
subhanahu wa ta’ala yang dapat membalasnya dengan setara.
3 Bapak Dr Ir Agus Buono, MSi MKom dan Bapak Dr Akhmad Faqih
selaku pembimbing atas bimbingan, saran, dan arahan yang diberikan
selama pembuatan karya ilmiah ini.
4 Bapak M Ashyar Agmalaro, SSi MKom atas kesediaannya sebagai
penguji.
5 Seluruh staf pengajar Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor yang telah
memberikan wawasan dan bekal ilmu kepada penulis selama penulis
menuntut ilmu di Departemen Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor.
6 Seluruh staf administrasi dan perpustakaan yang tidak pernah bosan
dalam melayani berkas administrasi penulis dan melayani kebutuhan

buku untuk penulis.
7 Teman-teman Ilmu Komputer Institut Pertanian Bogor angkatan 46 atas
bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Maulita Pangesti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Penelitian Panjang Musim Hujan

2

Penelitian JST yang Dioptimasi Algoritme Genetika

3


Southern Oscillation Index (SOI)

3

Korelasi Linear

4

Mean Square Error (MSE)

4

Jaringan Saraf Tiruan Back propagtion

5

Algoritme Genetika

6


METODE
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

7
7
11

Pemilihan Prediktor

11

JST Back Propagation Awal

12

JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritma Genetika

16

Analisis RMSE

20

Analisis Korelasi Sederhana

21

Analisis Kelompok Terbaik

28

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

30

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Pembagian data latih dan uji tiap wilayah
Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation yang digunakan dalam
penelitian
Stuktur algoritma genetika yang digunakan
Nilai galat setiap kelompok wilayah pada taraf nyata 5% dan 10%

9
9
11
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation
Diagram alir metode
Peta wilayah di Indramayu
Optimasi JST menggunakan algoritma genetika
Grafik nilai r antara data SOI dengan data PMH
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan I
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan II
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan III
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan IV
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan V
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
rataan wilayah
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan I
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan II
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan III
Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan IV

6
8
8
10
11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

16 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan V
17 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada rataan wilayah
18 Perbandingan nilai r antara nilai prediksi dengan nilai observasi di
setiap wilayah pada JST back propagation yang dioptimasi
19 Diagram pencar antara nilai prediksi dengan nilai observasi panjang
musim hujan wilayah pertama pada JST back propagation yang
dioptimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)
20 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan
di wilayah hujan kedua menggunakan JST back propagation setelah
optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)
21 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan
di wilayah hujan ketiga menggunakan JST back propagation setelah
optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)
22 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan
di wilayah hujan keempat menggunakan JST back propagation
setelah optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)
23 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan
di wilayah hujan kelima menggunakan JST back propagation setelah
optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)
24 Diagram pencar antara prediksi dan observasi panjang musim hujan
di perataan wilayah menggunakan JST back propagation setelah
optimasi untuk taraf nyata 10% ( ) dan 5% (x)

22

22
24

25

26

26

27

27

28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Data SOI dari tahun 1965-2010
Data awal musim hujan dari tahun 1965-2010
Data panjang musim hujan setiap wilayah pada tahun 1965-2010
Nilai korelasi sederhana (r) data SOI dan data panjang musim hujan
pada tahun 1965-2010, serta nilai t-hitung
5 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan pertama
6 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kedua
7 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga
8 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan keempat
9 Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kelima
10 Hasil prediksi kelompok data perataan wilayah
11 Gambar boxplot hasil prediksi perwilayah

30
31
32
33
33
34
34
35
35
36
37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berada di daerah khatulistiwa dan
memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi. Ada beberapa fenomena alam yang
mempengaruhi curah hujan di Indonesia, salah satunya adalah El-Nino southern
oscillation (ENSO). ENSO merupakan gabungan antara proses di atmosfer dan di
samudera yang disebabkan oleh sirkulasi panas dan momentum atmosferik di
daerah Pasifik Ekuator. El-Nino mengacu pada fenomena lautan di Samudera
Pasifik sedangkan southern oscillation mengacu pada fenomena di atmosfer
(McPhaden 2002). Fenomena ENSO menyebabkan gejala anomali yaitu La Nina
dan El-Nino. Gejala tersebut berpengaruh terhadap variasi iklim tahunan di
Indonesia, di antaranya awal musim hujan yang bervariasi, nilai curah hujan yang
tidak menentu, serta rentang musim hujan yang lebih panjang dan musim kemarau
yang lebih pendek atau sebaliknya (Tjasyono dan Bannu 2003).
Pada sektor pertanian khususnya di daerah Indramayu yang sebagian besar
penduduknya bekerja sebagai petani yang memproduksi padi, musim hujan dapat
menguntungkan yaitu dalam irigasi sebagai pengairan di sawah dan sebagai
persediaan cadangan air pada saat musim kemarau tiba. Akan tetapi, faktor yang
dapat merugikan adalah apabila hujan yang turun terlalu lama dan tidak normal
akan menyebabkan gagal panen dalam proses produksinya akibat perairan yang
terlalu berlebihan yang tidak mampu diserap oleh tanah. Salah satu solusi untuk
mencegah terjadinya kegagalan panen tersebut adalah dengan memberikan
ketersediaan informasi yang akurat tentang lamanya musim hujan untuk para
petani sebelum melakukan proses produksi.
Pada penelitian sebelumnya yang berkaitan panjang musim hujan pernah
dilakukan oleh Said (2011) yang menggunakan jaringan saraf tiruan resilient back
propagation dalam meramalkan panjang musim hujan didapatkan nilai RMSE
sebesar 1.0 dasarian. Data yang digunakan sebagai prediktor adalah data suhu
permukaan laut (SST).
Penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Diponogoro (2013) yang
menggunakan adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) dalam meramalkan
panjang musim hujan didapatkan nilai RMSE 4.09 dasarian. Data yang digunakan
sebagai prediktor adalah data southern oscillation index (SOI) bulan Juli,
September, Agustus, Oktober, dan Februari, serta data awal musim hujan (AMH).
Jaringan saraf tiruan (JST) adalah sistem pemodelan komputasi dengan
karakteristik kinerja serupa dengan jaringan saraf tiruan biologis manusia (Fausett
1994). JST biasa digunakan untuk melakukan suatu peramalan, klasifikasi pola,
dan clustering (Jain et al. 1996). Salah satu algoritme JST adalah back
propagation atau “alur mundur”. JST back propagation menggunakan error untuk
mengubah nilai bobot-bobot jaringan dalam arah mundur, sehingga dapat
meminimalkan error pada saat melakukan peramalan (Kumar et al. 2008). JST
back propagation memiliki kelemahan yaitu tidak stabilnya nilai yang dihasilkan
dalam beberapa kali pengulangan pelatihan, faktor utamanya adalah pemberian
bobot awal yang bersifat acak pada data latih. Hal ini dapat dihindari dengan
mengoptimalkan bobot awal JST dengan menggunakan algoritme genetika.

2
Algoritme genetika adalah suatu model pencarian berdasarkan pada seleksi
alam dan genetik alam. Algoritme genetika digunakan sebagai alat optimisasi
yang handal dan efisien untuk ruang masalah yang kompleks (Goldberg 1989).
Kelebihan dari algoritme genetika ini adalah tidak adanya pembatasan dalam
menentukan permasalahan pada setiap gennya, sehingga mampu menyelesaikan
permasalahan yang kompleks (Ririd et al. 2010). Dengan menerapkan algoritme
genetika pada insialisasi bobot JST diharapkan dapat mendukung peramalan
panjang musim hujan yang akurat.

Perumusan Masalah
Masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa bobot awal yang optimal yang dihasilkan oleh algoritme genetika
sebagai inisialisasi bobot dalam JST?
2. Bagaimana akurasi prediksi yang dihasilkan?

Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah menerapkan algoritme genetika dalam
menentukan bobot awal yang optimal untuk meminimalkan error JST back
propagation dalam peramalan panjang musim hujan.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi prediksi
dalam membantu para petani meramalkan panjang musim hujan sebelum
melakukan produksi.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menerapkan algoritme genetika sebagai pengoptimasi bobot
awal untuk meningkatkan kinerja JST. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data SOI, data (AMH), dan data panjang musim hujan (PMH) yang diambil
dari situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada stasiun
pengamatan Indramayu. Data tersebut akan diolah menggunakan Matlab 7.11.0
(R2010b) dengan jenis perlakuan yang sama.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian Panjang Musim Hujan
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Said (2011). Pada penelitian
tersebut, penulis menggunakan data SST berdasarkan pada lag, yaitu lag 3, 2, dan

3
1 (Juni, Juli, Agustus) dan korelasi dengan taraf nyata 5% dan 10%. Dari data
tersebut didapatkan 6 kelompok percobaan yaitu Juni 5%, Juni 10%, Juli 5%, Juli
10%, Agustus 5%, dan Agustus 10%. Proses peramalan yang digunakan penulis
yaitu dengan menggunakan arsitektur JST back propagation, dengan hidden
neuron 5, 10, 20, dan 40, dan laju pembelajaran 0.3, 0.1, dan 0.01. Hasil dari
percobaan tersebut, SST dengan lag 3 (Juni) memberikan korelasi sebesar 0.62,
lag 2 (Juli) sebesar 0.55 dan lag 1 (Agustus) sebesar 0.56. Hasil terbaik yang
didapatkan dari percobaan tersebut yaitu pada SST dengan lag 1 (Agustus)
memberikan R2 sebesar 84% dengan nilai RMSE 1.0 dasarian pada taraf nyata
10%.
Penelitian yang berkaitan dengan peramalan panjang musim hujan juga
pernah dilakukan oleh Diponogoro (2013). Penulis menggunakan data SOI pada
bulan Juli, Agustus, September, Oktober dan Februari, serta data AMH. Proses
peramalan PMH yang digunakan penulis yaitu dengan menggunakan arsitektur
ANFIS terhadap enam kelompok data wilayah hujan di Indramayu yaitu
kelompok data wilayah hujan 1, 2, 3, 4, 5, dan perataan wilayah. Model terbaik
yang dihasilkan dalam penelitian tersebut terdapat pada kelompok data perataan
wilayah hujan dengan nilai r sebesar 0.69 dan RMSE sebesar 4.09 dasarian.
Penelitian JST yang Dioptimasi Algoritme Genetika
Penelitian terkait metode JST back propagation yang dioptimasi dengan
algoritme genetika pernah dilakukan oleh Rafdi (2010). Data yang digunakan
yaitu 324 citra bunga yang terbagi ke 36 kelas bunga. Penulis mengoptimalkan
bobot awal JST back propagation dengan menggunakan algoritme genetika, hasil
dari algoritme genetika tersebut akan menjadi bobot awal JST back propagation.
Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan nilai akurasi dalam pencapaian goals
sebesar 13.33% dengan menggunakan JST backpropagation sebelum dioptimasi,
sedangkan setelah dioptimasi dengan algoritme genetika sebesar 56.67% dalam
pencapaian goals.
Southern Oscillation Index (SOI)
SOI merupakan intensitas dari peristiwa El Nino atau La Nina di Samudera
Pasifik. SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan antara Tahiti dan Darwin.
Nilai SOI positif mengindikasikan bulan tersebut terjadi kondisi La Nina yang
ditandai dengan dinginnya air di Samudera Pasifik dan nilai curah hujan menjadi
meningkat. Nilai SOI negatif mengindikasikan bulan tersebut terjadi kondisi El
Nino yang ditandai dengan panasnya air di Samudera Pasifik dan nilai curah hujan
menjadi berkurang. Rumus perhitungan SOI yang digunakan mengacu pada rumus
Australian Bureau of Meteorology yang telah distandarisasi menggunakan mean
sea level pressure (MSLP), yaitu :
SOI = 10

[Pdiff-Pdiffavg]
SD(Pdiff)

Keterangan:
Pdiff
= (rata-rata MSLP Tahiti dalam bulan) - (rata-rata MSLP Darwin
dalam bulan)

4
Pdiffavg
SD(Pdiff)

= rata-rata dari Pdiff dalam bulan yang ditanyakan.
= standar deviasi dari Pdiff dalam bulan yang ditanyakan.

Dengan menggunakan pengali sebesar 10 maka rentangan nilai SOI berada
pada -35 dampai 35 (BOM 2002).
Korelasi Linear
Koefisisen korelasi adalah nilai dari pengukuran kekuatan hubungan linear
antara dua peubah. Rumus dari koefisien korelasi: (Walpole 1982)
n

r=
n

x2 -

xy-

x

x 2 n

y
y2 -

y 2

Keterangan:
x = peubah 1,
y = peubah 2,
n = banyaknya data
Nilai r terletak dalam range -1 sampai +1. Nilai r akan terjadi -1 apabila
semua titik contoh terletak tepat pada suatu garis lurus yang mempunyai
kemiringan negatif, dan nilai r akan terjadi +1 apabila semua titik contoh terletak
tepat pada suatu garis lurus yang mempunyai kemiringan positif. Jadi hubungan
linear sempurna apabila mendekati r = -1 atau r = +1 bisa dikatakan memiliki
hubungan korelasi yang tinggi antara keduanya, dan bila r = 0 bisa dikatakan
bahwa dua peubah tersebut memiliki hubungan korelasi yang lemah.
Hubungan dua peubah dapat juga dibuktikan dengan suatu hipotesa dalam
pengujian, dengan langkah sebagai berikut:
1 Menentukan hipotesa
H0 = tidak ada hubungan antara dua peubah (p = 0).
H1 = adanya hubungan antara dua peubah (p ≠ 0).
2 Menentukan tingkat kesalahan.
3 Menentukan uji hitung, dengan perumusan sebagai berikut:
r n-2

t=
(1-r2 )

4 Kriteria pengujian:
H0 diterima jika -ttabel < thitung < ttabel.
H0 ditolak dan terima H1 jika -thitung < -ttabel atau thitung > ttabel.
Mean Square Error (MSE)
MSE adalah rata-rata dari kesalahan yang dikuadratkan. Rumus dari MSE
dituliskan sebagai berikut (Walpole 1982):
MSE =
Keterangan:
� = banyaknya jumlah data,

1
N

2
N
t=1 (Ft -Ft )

5
�� = nilai aktual periode ke-t,
�� = nilai ramalan periode ke-t.

Jaringan Saraf Tiruan Back Propagtion

Menurut Fu (1994), JST mempunyai beberapa algoritme pembelajaran,
salah satunya adalah JST back propagation. JST back propagation adalah sebuah
jaringan multilayer majudengan perbedaan fungsi aktivasi di setiap nodenya dan
mundur dengan fungsi turunan yang berfungsi memperbaiki bobot dan
meminimalkan error. Adapun tahapan dalam membangun JST back propagation,
yaitu (Gambar 1):
 Insialisai bobot
 Perhitungan berdasarkan fungsi aktivasi di setiap hidden layer dan output layer.
- level hidden:
zj = F(o0j + x ●oij)
- level output:
yj = F(w0j +
● zj )
di mana adalah nilai input , oij adalah bobot.
 Ada beberapa macam fungsi aktivasi, yaitu:
a Fungsi sigmoid
Nilai jangkauan fungsi ini bernilai [-∞,+∞] dan dirumuskan sebagai
berikut:
1
F(x) = 1+� −
dan turunan dari fungsi sigmoid dirumuskan sebagai berikut:
F’(x) = F(x)◦[1-F(x)]
b Fungsi linier
Nilai jangkauan fungsi ini bernilai [-∞,+∞] dan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
F(x) =
+
dan turunan dari fungsi linier dirumuskan sebagai berikut:
F(x) =
 Bobot training
1 Dimulai dari output layer dan bekerja secara mundur ke hidden layer.
Nilai error gradient untuk output layer dihitung dengan rumus:
� = (tk – yk ) f’(y)
2

Perubahan bobot pada output layer yang dirumuskan sebagai berikut:
∆Wij = α ● � ● zj
Untuk bias:
∆Wij = α ● �

di mana � adalah learning rate (0 < � < 1) dan � adalah error gradient
yang terjadi pada unit j.
3 Error gradient untuk hidden layer dirumuskan sebagai berikut:

6

Gambar 1 JST back propagation

� = �
● f’(z)
di mana � adalah error gradient pada unit k di setiap koneksi ke unit j.
4 Perubahan bobot pada output layer yang dirumuskan sebagai berikut:
∆Wij = α ● � ● xi
Untuk bias:
∆oij = α ● �

di mana � adalah learning rate (0 < � < 1) dan � adalah error gradient
yang terjadi pada unit k.
5 Mengubah bobot
Output layer:
wij(baru) = wij(lama) + ∆wij
Hidden layer:
vij(baru) = vij(lama) + ∆vij
6 Pengulangan iterasi dilakukan sampai tercapai nilai yang konvergen.
Algoritme Genetika

Menurut Golberg (1989), algoritme genetika merupakan suatu algoritme
pencarian yang berdasarkan dengan seleksi alam dan genetik alam. Terdapat 5
komponen dalam algoritme genetika:
1 Sebuah kromosom merepresentasikan sebuah solusi.
2 Menginisialisasi populasi awal.
3 Mengevaluasi hasil populasi awal dengan menggunakan nilai fitness.
4 Menambahkan operator genetika selama reproduksi, seperti pindah silang,
mutasi, dan lain-lain.
5 Mengatur parameter dalam algoritme seperti ukuran populasi dan peluang
untuk operator genetik.
Menurut Fu (1994), proses algoritme genetika terbagi menjadi beberapa
tahapan, yaitu :

7
1 Inisialisasi populasi dari kromosom.
2 Jika kriteria yang diinginkan terpenuhi maka berhenti, kalau tidak maka
lakukan tahapan berikut:
- Ambil satu atau lebih parent kromosom untuk mereproduksi children.
Pengambilan parent didasarkan dengan nilai evaluasi yang tinggi. Kemudian
reproduksi anak dilakukan dengan melakukan operator genetika terhadap
parent.
- Children dievaluasi kembali, dan dimasukkan kedalam populasi dan dapat
memungkinkan pergantian populasi. Lanjutkan langkah 2 sampai kriteria
terpenuhi.
Seleksi
Liu et al. (2001) menyatakan bahwa menyeleksi induk untuk melakukan
reproduksi didasarkan dengan nilai fitness masing-masing individu. Individu yang
memiliki nilai fitness kecil maka peluang untuk terpilih sebagai parent pun kecil.
Sehingga individu yang terpilih hanya yang memiliki nilai fitness tinggi.
Pindah Silang
Pindah silang adalah salah satu operator reproduksi dalam algoritme
genetika. Menurut Golberg (1989), pindah silang dilakukan di antara dua
kromosom yang memiliki nilai yang tinggi, dan dilakukan dalam beberapa tahap.
Pertama, string anggota dari reproduksi disiapkan. Kedua, setiap pasang dari
string dipindah silang berdasarkan dengan posisi k dipilih secara acak antara 1 dan
panjang string kurang dari [1, l-1].
Mutasi
Menurut Golberg (1989), mutasi adalah mengacak nilai gen berdasarkan
posisi dari gen tersebut. Contoh sederhananya menggantikan nilai 1 menjadi 0
atau sebaliknya dan penentuan posisi gen diambil secara acak.

METODE
Prosedur Analisis Data
Tahapan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2, yaitu tahap
pengambilan data, pembagian data, JST back propagation awal, algoritme
genetika, JST back propagation optimasi, dan evaluasi.

8
Start

Pengambilan data

Pembagian data

Jaringan Saraf Tiruan
Back propagation

Algoritme Genetika

Jaringan Saraf Tiruan Back
Propagation yang
Dioptimasi Algoritme
Genetika

Evaluasi

Selesai

Gambar 2 Diagram alir metode
A Pengambilan Data
Data SOI yang digunakan pada penelitian ini diambil dari situs BMKG pada
stasiun pengamatan Indramayu, data AMH dan data PMH dapat dilihat pada
Lampiran 1-3. Gambar 3 menunjukkan peta wilayah di Indramayu. Data yang
akan digunakan akan diuji dengan metode pengujian korelasi yang mempunyai
tingkat hubunngan yang relatif tinggi. Hipotesis yang dibuat yaitu:
H0 : p0 = 0
H1: p0 ≠ 0
Atau bisa dikatakan,
H0 = tidak mempunyai hubungan antara dua peubah.
H1 = mempunyai hubungan antara dua peubah.

Gambar 3 Peta wilayah di Indramayu

9

Data latih
Data uji
Jumlah

Tabel 1 Pembagian data latih dan uji tiap wilayah
WH1 WH2 WH3 WH4 WH5
30
20
20
34
29
10
10
10
10
10
40
30
30
44
39

RW
34
10
44

RW: Rataan Wilayah; WH: Wilayah Hujan

Angka pada data latih merupakan data periode sebelum melakukan
prediksi. Misal tertera dalam tabel data latih 34 akan memprediksi tahun
1999/2000 maka yang akan menjadi data latih adalah tahun 1965/19661998/1999, dan tahun berikutnya 2000/2001 yang akan menjadi data latih
adalah tahun 1966/1967-1999/2000. Angka pada data uji adalah banyaknya
tahun yang akan diprediksi.
B Pembagian Data
Data dalam penelitian ini adalah data lima wilayah serta wilayah rata-rata
yang berada pada daerah Indramayu dengan jumlah data dari tiap wilayah
berbeda-beda. Data dibagi menjadi dua macam, yaitu data latih dan data uji.
Pembagian data latih dan data uji pada tiap wilayah dapat dilihat pada Tabel 1.
Data latih bertujuan untuk menentukan bobot awal yang akan diberi perlakuan
algoritme genetika. Data uji bertujuan untuk memeriksa keakuratan dari JST yang
dioptimasi algoritme genetika sebelumnya.
C JST Back Propagation
Pada tahap ini JST yang digunakan menggunakan JST dengan algoritme
back propagation. Struktur dari JST back propagation yang digunakan dalam
penelitian ini terdapat pada Tabel 2.
D Optimasi JST Menggunakan Algoritme Genetika
Pada tahap ini dapat dilihat pada Gambar 4, optimasi menggunakan
algoritme genetika ini dimulai dengan membangkitkan populasi awal secara acak.
Populasi awal merupakan kumpulan dari kromosom. Kromosom merupakan
kumpulan dari gen. Dalam hal ini, gen merupakan bobot yang terdapat di dalam
JST back propagation. Satu buah bobot merepresentasikan satu gen. Dalam
penelitian ini, JST yang digunakan memiliki beberapa lapisan yaitu input, output,
Tabel 2 Stuktur jaringan saraf tiruan back propagation yang digunakan dalam
penelitian
Karakteristik
Spesifikasi
Arsitektur
1 hidden layer
Input unit
Data SOI (menurut uji hipotesis) dan data AMH
Hidden unit
5 buah
Output unit
1 buah (data panjang musim hujan)
Fungsi aktivasi hidden
Sigmoid
Fungsi aktivasi output
Linear
Toleransi galat
0
Maksimum epoch
1000

10

Gambar 4 Optimasi JST menggunakan algoritma genetika
dan hidden. Pada taraf nyata 5%, input unit berjumlah 4 buah dengan hidden unit
yang berjumlah 5 buah ini akan merepresentasikan bobot sebanyak 20 yang
merupakan perkalian antara input unit dengan hidden unit. Pada bias input yang
berjumlah 1 dengan hidden unit yang berjumlah 5 buah akan merepresentasikan
bobot sebanyak 5. Pada hidden unit yang berjumlah 5 dengan output unit yang
berjumlah 1 yang merupakan target akan merepresentasikan bobot sebanyak 5
buah dan pada lapisan bias hidden dengan output unit akan merepresentasikan
bobot sebanyak 1 buah, sehingga bobot keseluruhan dalam satu JST berjumlah 31
bobot. Pada taraf nyata 10%, input unit berjumlah 7 buah dengan hidden unit yang
berjumlah 5 buah ini akan merepresentasikan bobot sebanyak 35 yang merupakan
perkalian antara input unit dengan hidden unit. Pada bias input yang berjumlah 1
dengan hidden unit yang berjumlah 5 buah akan merepresentasikan bobot
sebanyak 5. Pada hidden unit yang berjumlah 5 dengan output unit yang
berjumlah 1 yang merupakan target akan merepresentasikan bobot sebanyak 5
buah dan pada lapisan bias hidden dengan output unit akan merepresentasikan
bobot sebanyak 1 buah, sehingga bobot keseluruhan dalam satu JST berjumlah 46
bobot.
Setelah populasi awal terinisialisasi, proses selanjutnya menentukan
maksimal generasi atau kondisi berhenti, menentukan fungsi fitness yang
digunakan, melakukan reproduksi pindah silang dan mutasi. Stuktur algoritme
genetika yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
E JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritme Genetika
Arsitektur dan jumlah neuron yang digunakan sama dengan tahapan JST
back propagation sebelumnya, tetapi berbeda dalam penggunaan bobot. Bobot

11
Tabel 3 Stuktur algoritma genetika yang digunakan
Karakteristik
Fitness

Spesifikasi
1
MSE
Roulette Wheel
0.6
0.1
2.5 times populasi

Seleksi
Peluang pindah silang
Peluang mutasi
Generasi maksimum

awal yang digunakan adalah bobot hasil dari tahap optimasi menggunakan
algoritme genetika.
F

Evaluasi Hasil Pemrosesan
Dalam penelitian ini, evaluasi dilakukan dengan menilai RMSE di masingmasing wilayah bila RMSE mendekati 0 maka bisa dikatakan bahwa percobaaan
tersebut memiliki arsitektur yang baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Prediktor
Pada penelitian ini, pemilihan prediktor dilakukan dengan menggunakan
perhitungan koefisien korelasi (r) antara data SOI setiap bulan dengan data PMH,
serta data AMH dengan data PMH. Gambar 5 menunjukkan grafik nilai r
sederhana antar data SOI dengan data PMH. Nilai r tertinggi dimiliki bulan
Agustus dengan nilai sebesar 0.460, kemudian tertinggi kedua dimiliki bulan
September dengan nilai sebesar 0.450. Bulan Juni, Juli, Oktober, November, dan
Februari sebesar 0.370, 0.387, 0.398, 0.323, dan 0.345. Nilai r untuk bulan Mei,
Desember, Januari, Maret, dan April memiliki rentang nilai sebesar 0.184 – 0.311.
Dan untuk nilai r data AMH dengan data PMH sebesar -0.677. Data SOI dan data
AMH dapat menjadi data populasi dengan terlebih dahulu dilakukan pengujian

Nilai korelasi

0.6
0.4

0.311

0.370 0.387

0.460 0.450

0.398

0.345

0.323
0.222

0.2

0.301

0.184

0.247

0.0
Mei Jun
-0.2

Jul

Ags Sept Okt Nov Des

Jan

Feb Mar Apr

Bulan SOI

Gambar 5 Grafik nilai r antara data SOI dengan data PMH

12
pada taraf nyata 5% dan 10%. Data SOI yang memenuhi syarat untuk menolak H0
pada taraf nyata 5% yaitu bulan Juli, Agustus, September, dan Februari, serta data
AMH. Sedangkan data SOI yang memenuhi syarat untuk menolak H0 pada taraf
nyata 10% yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November, dan
Februari, serta data AMH. Dari hasil pengujian tersebut, data SOI yang memenuhi
syarat yang akan dijadikan sebagai prediktor, kecuali data SOI pada bulan
Februari dikarenakan pada bulan Februari terkadang musim hujan sudah berhenti.
Nilai hasil uji hipotesis (t-hitung) dari setiap bulan data SOI dan data AMH
terdapat pada Lampiran 4.
JST Back Propagation Awal
Prediksi dilakukan ke lima kelompok wilayah hujan dan perataan wilayah
hujan di daerah Indramayu dengan menggunakan JST back propagation. Hasil
prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan pertama yaitu di
wilayah Pusakanagara, Losarang, dan Sukra kabupaten Indramayu. Data yang
digunakan yaitu dari tahun 1969-2010, tidak termasuk data 2006/2007
dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 6
menunjukkan grafik hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan pertama,
dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai
galat terkecil sebesar 0.05 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003 dan
sebesar 0.9 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2004/2005, serta nilai galat
terbesar sebesar 4.9 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2005/2006 dan sebesar 5.8
dengan taraf nyata 10% pada tahun 2009/2010. Berdasarkan perhitungan,
kelompok data wilayah hujan pertama memiliki nilai RMSE sebesar 3.6 dasarian
atau kesalahan memrediksi 36 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.7 dasarian
atau kesalahan memrediksi 27 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok
data wilayah hujan pertama sebesar 0.45 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.2
18

Nilai prediksi

16
14
12

Observasi

10

0.10

8

0.05

6

Tahun prediksi

Gambar 6 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan I

13
17

Nilai prediksi

15
13
11

Observasi

9

0.10

7

0.05

5

Tahun prediksi

Gambar 7 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan II
atau 20% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan
linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.07 pada taraf nyata 10% dan R2
sebesar 0.004 atau 0.4% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data
wilayah hujan pertama secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan kedua
yaitu di wilayah Sudikampiran dan Sudimampir. Data yang digunakan yaitu dari
tahun 1978-2010, tidak termasuk data 2002/2003 dan 2006/2007 dikarenakan data
PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 7 menunjukkan grafik hasil
prediksi pada kelompok wilayah hujan kedua, dari hasil prediksi yang didapatkan
selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.6 dengan
taraf nyata 5% pada tahun 1998/1999 dan sebesar 0.2 dengan taraf nyata 10%
pada tahun 2008/2009, serta nilai galat terbesar sebesar 7.1 dengan taraf nyata 5%
pada tahun 2009/2010 dan sebesar 7.0 dengan taraf nyata 10% pada tahun
2003/2004. Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan kedua
memiliki nilai RMSE sebesar 1.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 19 hari
pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 28 hari
pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kedua sebesar
0.22 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.048 atau 4.8% di antara ragam total
nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data
prediksi, dan sebesar 0.11 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.012 atau 1.2% di
antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya
dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kedua
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan ketiga
yaitu di wilayah Luwungsemut, Tulangkacang, dan Wanguk. Data yang
digunakan yaitu dari tahun 1971-2004, tidak termasuk data 1996/1997, 1997/1998,
dan 2002/2003 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar

14
18

Nilai prediksi

16
14
12

Observasi

10

0.10

8

0.05

6

Tahun prediksi

Gambar 8

Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan III

8 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data wilayah hujan ketiga, dari hasil
prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat
terkecil sebesar 0.35 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2001/2002 dan sebesar
0.19 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2000/2001, serta nilai galat terbesar
sebesar 5.2 dengan taraf nyata 5% pada tahun 1993/1994 dan sebesar 4.0 dengan
taraf nyata 10% pada tahun 1998/1999. Berdasarkan perhitungan, kelompok data
wilayah hujan ketiga memiliki nilai RMSE sebesar 2.6 dasarian atau kesalahan
memrediksi 26 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 2.4 dasarian atau kesalahan
memrediksi 24 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah
hujan ketiga sebesar 0.09 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.0081 atau 0.81% di
antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya
dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.14 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar
0.019 atau 1.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data
wilayah hujan ketiga secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan keempat
yaitu di wilayah Sukadana, dan Tugu. Data yang digunakan yaitu dari tahun 19652010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada
tahun tersebut. Gambar 9 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data
wilayah hujan keempat, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu
10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.5 dengan taraf nyata 5% pada
tahun 2000/2001 dan sebesar 0.2 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2000/2001,
serta nilai galat terbesar sebesar 8.5 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003
dan sebesar 7.4 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2002/2003. Berdasarkan
perhitungan, kelompok data wilayah hujan keempat memiliki nilai RMSE sebesar
4.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 40 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar
4.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 40 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada
kelompok data wilayah hujan keempat sebesar 0.20 pada taraf nyata 5% dan R2
sebesar 0.04 atau 4% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan

15
20

Nilai prediksi

18
16
14
12

Observasi

10

0.10

8

0.05

6

Tahun prediksi

Gambar 9 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal
pada wilayah hujan IV
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.08 pada taraf nyata
10% dan R2 sebesar 0.0064 atau 0.64% di antara ragam total nilai data observasi
dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi
kelompok data wilayah hujan keempat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran
8.
Hasil prediksi yang didapatkan pada kelompok data wilayah hujan kelima
yaitu di wilayah Sumur Watu, Taminyang, dan Slamet. Data yang digunakan yaitu
dari tahun 1970-2010, tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH
tidak terdapat pada tahun tersebut. Gambar 10 menunjukkan hasil prediksi pada
kelompok data wilayah hujan kelima, dari hasil prediksi yang didapatkan selama
kurun waktu 10 tahun mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.4 dengan taraf
nyata 5% pada tahun 2000/2001 dan sebesar 0.5 dengan taraf nyata 10% pada
tahun 2005/2006, serta nilai galat terbesar sebesar 9.1 dengan taraf nyata 5% pada
tahun 2007/2008 dan sebesar 8.7 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2002/2003.
Berdasarkan perhitungan, kelompok data wilayah hujan kelima memiliki nilai
RMSE sebesar 4.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 49 hari pada taraf nyata
5% dan sebesar 4.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 44 hari pada taraf nyata
10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kelima sebesar 0.25 pada taraf
nyata 5% dan R2 sebesar 0.0625 atau 6.25% di antara ragam total nilai data
observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan
sebesar 0.12 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.0144 atau 1.44% di antara
ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai
data prediksi. Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan kelima secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 9. Prediksi juga dilakukan terhadap data perataan
wilayah hujan di Indramayu. Data yang digunakan yaitu dari tahun 1965-2010,
tidak termasuk data 2006/2007 dikarenakan data PMH tidak terdapat pada tahun
tersebut. Gambar 11 menunjukkan hasil prediksi pada kelompok data perataan
wilayah, dari hasil prediksi yang didapatkan selama kurun waktu 10 tahun
mempunyai nilai galat terkecil sebesar 0.9 dengan taraf nyata 5% pada tahun

16
20

Nilai prediksi

18
16
14
12

Observasi

10

0.10

8

0.05

6

Tahun prediksi

Gambar 10 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
wilayah hujan V
2009/2010 dan sebesar 0.07 dengan taraf nyata 10% pada tahun 1999/2000, serta
nilai galat terbesar sebesar 4.6 dengan taraf nyata 5% pada tahun 2002/2003 dan
sebesar 3.7 dengan taraf nyata 10% pada tahun 2007/2008.
Berdasarkan perhitungan, kelompok data perataan wilayah memiliki nilai
RMSE sebesar 2.1 dasarian atau kesalahan memrediksi 21 hari pada taraf nyata
5% dan sebesar 1.5 dasarian atau kesalahan memrediksi 15 hari pada taraf nyata
10%. Nilai r pada kelompok data perataan wilayah sebesar 0.22 pada taraf nyata
5% dan R2 sebesar 0.048 atau 4.8% di antara ragam total nilai data observasi dapat
dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.63 pada
taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.397 atau 39.7% di antara ragam total nilai data
observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai
prediksi kelompok data perataan wilayah secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 10.
JST Back Propagation yang Dioptimasi Algoritma Genetika
Pada tahapan ini, bobot yang digunakan sebagai insialisasi untuk JST back
propagation selanjutnya ialah bobot JST back propagation awal yang sebelumnya
telah dioptimasi menggunakan algoritma genetika. Prediksi dilakukan terhadap
kelompok data lima wilayah hujan dan perataan wilayah hujan di Indramayu yang
sebelumnya telah disebutkan di subbab hasil prediksi JST back propagation awal.
Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan pertama yang dihasilkan
dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai galat terkecil sebesar 0.4
pada tahun 2007/2008 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.2 pada tahun
2002/2003 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 4.5 pada tahun
2005/2006 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 4.4 pada tahun 2008/2009 dengan
taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah
optimalisasi sebesar 3.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 30 hari pada taraf
nyata 5% dan sebesar 2.3 dasarian atau kesalahan memrediksi 23 hari pada taraf

17
18

Nilai prediksi

16
14
12

Observasi

10

0.10

8

0.05

6

Tahun Prediksi

Gambar 11

Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation awal pada
rataan wilayah

nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan pertama yang dihasilkan
setelah optimalisasi sebesar 0.48 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.23 atau
23% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan
linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.49 pada taraf nyata 10% dan R2
sebesar 0.24 atau 24% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data
wilayah hujan pertama secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kedua yang dihasilkan dengan
optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai galat terkecil sebesar 0.8 pada
tahun 1998/1999 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.75 pada tahun 2005/2006
pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 6.2 pada tahun 2009/2010
dengan taraf nyata 5% dan sebesar 5.1 pada tahun 2009/2010 dengan taraf nyata
10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi
sebesar 1.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 18 hari pada taraf nyata 5% dan
sebesar 2.0 dasarian atau kesalahan memrediksi 20 hari pada taraf nyata 10%.
Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kedua yang dihasilkan setelah
optimalisasi sebesar 0.31 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.096 atau 9.6% di
antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya
dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.41 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar
0.168 atau 16.8% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data
wilayah hujan kedua secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil prediksi
kelompok data wilayah hujan ketiga yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat
dilihat pada Gambar 14. Nilai galat terkecil sebesar 0.22 pada tahun 2003/2004
dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.66 pada tahun 1994/1995 pada taraf nyata
10%, serta nilai galat terbesar sebesar 3.1 pada tahun 1993/1994 dengan taraf
nyata 5% dan sebesar 3.75 pada tahun 1993/1994 dengan taraf nyata 10%.
Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi

18

18
16
Nilai prediksi

14
12
10
Observa
si
0.10

8
6
4
2
0

Tahun prediksi

Gambar 12 Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan I
sebesar 1.8 dasarian atau kesalahan memrediksi 18 hari pada taraf nyata 5% dan
sebesar 2.1 dasarian atau kesalahan memrediksi 21 hari pada taraf nyata 10%.
Nilai r pada kelompok data wilayah hujan ketiga yang dihasilkan setelah
optimalisasi sebesar 0.63 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.396 atau 39.6% di
antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya
dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.35 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar
0.122 atau 12.2% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi.
Nilai prediksi kelompok data wilayah hujan ketiga secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 7. Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan keempat
yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai galat
terkecil sebesar 1.4 pada tahun 2000/2001 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 1.2
pada tahun 2000/2001 pada taraf nyata 10%, serta nilai galat terbesar sebesar 6.1
pada tahun 2002/2003 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 6.1 pada tahun
2008/2009 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang
dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 3.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 34
hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 3.4 dasarian atau kesalahan memrediksi 34
hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data wilayah hujan keempat
yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.714 pada taraf nyata 5% dan R2
sebesar 0.509 atau 50.9% di antara ragam total nilai data observasi dapat
dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.521 pada
taraf nyata 10% dan R2 sebesar 0.27 atau 27% di antara ragam total nilai data
observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai
prediksi kelompok data wilayah hujan keempat secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 8. Hasil prediksi kelompok data wilayah hujan kelima yang dihasilkan
dengan optimalisasi dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai galat terkecil sebesar 0.2
pada tahun 2004/2005 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 0.2 pada tahun

19
17

Nilai prediksi

15
13
11

Observasi

9

0.10

7

0.05

5

Tahun prediksi

Gambar 13

Grafik nilai prediksi pada taraf nyata 5% dan 10% serta nilai
observasi dengan menggunakan JST back propagation setelah
optimasi pada wilayah hujan II

2004/2005, serta nilai galat terbesar sebesar 7.0 pada tahun 2002/2003 dengan
taraf nyata 5% dan sebesar 8.4 pada tahun 2008/2009 dengan taraf nyata 10%.
Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE yang dihasilkan setelah optimalisasi
sebesar 4.3 dasarian atau kesalahan memrediksi 43 hari pada taraf nyata 5% dan
sebesar 3.9 dasarian atau kesalahan memrediksi 39 hari pada taraf nyata 10%.
Nilai r pada kelompok data wilayah hujan kelima yang dihasilkan setelah
optimalisasi sebesar 0.64 pada taraf nyata 5% dan R2 sebesar 0.409 atau 40.9% di
antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan hubungan linearnya
dengan nilai data prediksi, dan sebesar 0.51 pada taraf nyata 10% dan R2 sebesar
0.26 atau 26% di antara ragam total nilai data observasi dapat dijelaskan
hubungan linearnya dengan nilai data prediksi. Nilai prediksi kelompok data
wilayah hujan kelima secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil prediksi
kelompok data perataan wilayah yang dihasilkan dengan optimalisasi dapat dilihat
pada Gambar 17. Nilai galat terkecil sebesar 0.8 pada tahun 2003/2004 dengan
taraf nyata 5% dan sebesar 0.03 pada tahun 2003/2004, serta nilai galat terbesar
sebesar 4.5 pada tahun 2002/2003 dengan taraf nyata 5% dan sebesar 3.5 pada
tahun 2007/2008 dengan taraf nyata 10%. Berdasarkan perhitungan, nilai RMSE
yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 1.9 dasarian atau kesalahan
memrediksi 19 hari pada taraf nyata 5% dan sebesar 1.4 dasarian atau kesalahan
memrediksi 14 hari pada taraf nyata 10%. Nilai r pada kelompok data perataan
wilayah yang dihasilkan setelah optimalisasi sebesar 0.694 pada taraf nyata 5%
dan R2 sebesar 0.481 atau 48.1% di antara ragam total nilai data observasi dapat
dijelaskan hu