Kalkulasi Kekuatan Lensa Intra Okuler

KALKULASI KEKUATAN LENSA INTRA OKULER
NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP.19700908 200003 2 001
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI PENDAHULUAN............................................................................. ...............................1 KEKUATAN LENSA INTRA OKULER.......................................................................2 PENGUKURAN KEKUATAN KORNEA.....................................................................2 PENGUKURAN PANJANG BOLA MATA..................................................................8 FORMULA KEKUATAN LENSA INTRA OKULER..................................................5 KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA ANAK..............................................18 TARGET REFRAKSI..................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22
ii
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Lensa Intra okulerpertama kali diimplantasikan ke dalam mata oleh Harold Ridley pada tahun 1949 di Inggris. Hasil yang didapatkan pada studinya bahwa ukuran lensa yang ditanam sangat tinggisehingga menyebabkan koreksi berlebihan, hal ini yang mendorong timbulnya beberapa penelitian untuk memperkirakan kekuatanlensa intra okuler yang akan ditanamkan. Sejak itu munculah lensa intra okuler bilik mata depan dan lensa bilik belakang yang beredar di pasaran.(1)

Kalkulasi kekuatanlensa intra okulermerupakan persamaan untuk menentukan

ukuranlensa intra okuler yang tepat, berhubungan dengan berbagai variabel antara lain

panjang bola mata (axial length), hasil keratometri dan kedalaman bilik mata depan (ACD).(2)Keakuratanpemeriksaanbiometri sangat penting pada operasi katarak untuk

mengurangi kesalahan refraksi dan hasil tajam penglihatan yang baik. Setelah operasi


diharapkan mencapai target emetropia dikarenakan menggunakan kacamata atau lensa kontak.(3)

tidak semua pasien nyaman

Ketepatan pengukuran kekuatan lensa sangat penting, mengingat sebagian besar kesalahan perhitungan adalah saat pemeriksaan biometri dankeratometri. Hasil optimal untuk lensa intra okuler yangbaru dikembangkan seperti lensa torik, multifokal, akomodatif, dan aspherik juga tergantung pada keakuratan pengukuran biometri. Berkembangnya kemajuan alat-alat untuk perhitungan panjang bola mata dan penggunaan formula lensa intra okuler menuntut dokter mata mempunyai pemahaman dasar mengenai hubungan antara status refraksi sebelumnya dan kesalahan yang mungkin terjadi pada perhitungan kekuatan lensa intra okuler.(4)

1
Universitas Sumatera Utara

KEKUATAN LENSA INTRA OKULER
Kalkulasi kekuatan lensa intra okuler sebelum operasi katarak bukan merupakan ilmu pasti tetapi seorang dokter mata harus dapat menghindari kesalahan sehingga didapatkan visual outcome yang sesuai. Terdapat 3 hal kesalahan yang perlu diminimalisasi :
(1) Penilaian pasien setelah operasi sesuai keperluan dan harapan. (2) Mengoptimalisasi pemeriksaan biometri dan keratometri. (3) Menilai kualitas dari pemeriksaan biometri sebelum operasi dan mengevaluasinya.(3)
Implantasi lensa intra okuler bertujuan agar bayangan tepat jatuh pada retina, untuk itu diperlukan persiapan sebelum operasi masing-masing mata dengan pengukuran kekuatan kornea, panjang bola, bilik mata depan dan posisi lensa intra okuler di dalam mata.(6)
1. PENGUKURAN KEKUATAN KORNEA Kekuatan refraksi kornea sangat besar berkisar dua pertiga dari kekuatan refraksi
mata. Kesalahan kecil pada pengukuran radius kurvatura kornea akan memberikan kesalahan besar pada hasil kekuatan lensa intraokuler yang akan ditanamkan. Rumus awal kekuatan refraksi kornea :(5)
F = n-1 (1000)/ r Ket : F = Kekuatan refraksi kornea (D)
n = Indeks refraksi kornea r = Radius kurvatura kornea (mm)
Ketepatan dalam mengukur kekuatan lensa intra okuler adalah ukuran kekuatan kornea (radius kurvatura kornea). Indeks refraksi kornea berbeda-beda pada masing-masing manufaktur yang nilainya 1,332 sampai 1,338. Kornea memiliki sekitar 43-44 dioptri dan
2

Universitas Sumatera Utara

memiliki rata-rata kelengkungan kornea 7-8 mm. Sebuah kornea yang sehat tidak benar-benar transparan karena dapat menyebarkan cahaya sekitar 10 %. Kekuatan diopter kornea sesuai dengan kelengkungan kornea, dimana semakin tajam kelengkungannya akan memberikan kekuatan diopter yang lebih besar.(3,5)Pengukuran kekuatan kornea dapat menggunakan keratometer, Topografi korneadan kekuatan kornea dapat juga diketahui dengan pemeriksaan ORBSCAN.
a. Keratometer
Keratometer yang dikenal dengan ophthalmometer adalah alat diagnostik untuk mengukurr kelengkungan dari permukaan anterior kornea, terutama untuk menilai tingkat dan sumbu astigmatisme. Kelengkungan kornea bagian anterior tidak sama tetapi pada sebagian besar individu kelengkungan kornea semakin merata pada bagian perifer. Pada keratometer radius kurvatura kornea yang diperoleh kemudian dikonversikan menjadi power dalam satuan dioptri dengan menggunakan indeks refraksi kornea.(8)
Keratometer merupakan pengukuran kekuatan kornea pada dua meridian yaitu ukuran diopter yang paling kuat dan yang paling lemah. Kedua diopter kemudian dirata-ratakan dan menjadi data untuk menentukan kekuatan lensa intra okuler dengan menggunakan berbagai formula.(8)
Kesalahan dari pengukuran radius kurvatura kornea ini biasanya bersumber dari alat yang tidak ditera (baik alat keratometer manual maupun yang automatik letak di sentral kornea). Keratometer umumnya memiliki dua skala, satu memberikan diameter kelengkungan kornea dalam milimeter dan lainnya memberikan kekuatan kornea dalam dioptri. Pasien yang menggunakan lensa kontak harus dilepas setidaknya 48 jam sebelum penggunaan keratometri karena penggunaan jangka panjang dapat mendatarkan kornea sebesar 0,05 mm atau sekitar 0,5 dioptri.(8)
3
Universitas Sumatera Utara

Cara penggunaan keratometer : 1. Fokus pada eyepiece Eyepiece harus terfokus pada objek sebelum membaca, untuk mencegah akomodasi dari pemeriksa yang akan memberikan hasilyang tidak akurat. 2. Posisi dari pasien Pasien harus duduk dalam kondisi yang nyaman, dengan kening menempel pada headrest. Fiksasi diperlukan agar hasil akurat dan stabil. 3. Sistem garis optikal Untuk mendapatkan garis optikal dan lokasi dari kornea maka :  Pandangan mata ke alat.  Cahaya dari pen torch diarahkan ke eyepiece dan lihat refleksi cahaya di kornea. 4. Badan instrumen awalnya diposisikan pada jarak yang paling jauh dari kornea dan perlahan-lahan bergerak majusampai gambar mire datang ke depan sampai jelas terlihat dan terletak di sentral.
Jenis-jenis keratometer terdiri dari : 1. Keratometer Bausch & Lomb, satu posisi Operator harus fokus dan superimpose gambar dua lingkaran dan atur tanda plus dan minus. Jika meredian tidak 90 dan 180 maka alat di rotasi kan sampai tercapai aligment yang benar.  Vertical doubling yang tepat tetapi horizontal doubling terlalu jauh (Gambar 1.a)  Vertical doubling terlalu jauh tetapi dengan vertical doubling yang tepat (Gambar 1.b)
4
Universitas Sumatera Utara

 Vertical dan horizontaldoubling yang tepat (Gambar 1.c)  Kornea astigmatisma memperlihatkan meredian yang tidak beaturan (Gambar
1.d)(8)
Gambar 1. Empat contoh mire pada keratometer Bausch &Lomb.(8)
2. Keratometer Javal-Schiötz (Gambar 2) Badan instrument dalam posisi horizontal. Lihat lurus kedepan pada eyepiece, kemudian operator melihat empat gambar : masing-masing dua gambar berada di kanan dan kiri, untuk mengetahui meredian utama maka dua garis harus di sejajarkan. Penanda warna (hijau dan merah) membantu untuk memastikan gambar terletak tepat segaris. Kedua pasang gambar harus digerakan sampai hanya bersentuhan. Jika astigmatisma tepat pada 180 derajat maka garis hitam tipis terletak aligment secara sempurna pada mire, jika belum sempurna maka badan instrumen dirotasikan sampai didapatkan alignment yang sempurna. Axis dapat di baca pada scala di protaktor eksternal. Badan instrument di rotasikan 90 derajat untuk mendapatkan hasil yang kedua.  Jarak mire terlalu jauh (Gambar 2.a)  Jarak mire terlalu dekat (Gambar 2.b) 5
Universitas Sumatera Utara


 Jarak mire tepat (Gambar 2.c)  Kornea astigmatisma, memperlihatkan meredian yang tidak beraturan
(Gambar 2.d) (8)
Gambar2.Mire alignmentpada Keratometer Javal-Schiötz.(8)
Kendala padapemeriksaan keratometri: 1. Fiksasi yang kurang
Pemeriksa harus memastikan bahwa pasien melihat cahaya fiksasi dan refleksi dari struktur mata dilihat baik secara langsung maupun melalui lensa mata keratometer. Radius kurvatura kornea meningkat pada bagian perifer sekitar 0,5 mm yaitu 3 mm dari nasal ke puncak kornea dan meningkat sekitar 0,4 mm yaitu 3 mm dari temporal ke puncak kornea. Jika pengukuran diambil ketika pasien tidak terfiksasi dengan benar maka nilai error akan didapatkan. Ketika fiksasi sangat sulit pada mata yang sedang diperiksa maka fiksasi pada mata kontralateral. Fiksasi yang kurang pada pasien adalah sumber utama dari kesalahan keratometri. 2.Tear film yang abnormal
Tear film break up yang tidak normal seperti pada pasien-pasien dengan dry eye diperlukan penetesan normal saline pada saat pengukuran. Penggunaan bahan yang lebih
6
Universitas Sumatera Utara

kental seperti metilselulosa harus dihindari karena akan menghasilkan pembacaan kelengkungan yang tidak akurat. 3.Nystagmus
Nistagmus umumnya berkurang pada awal pembukaan mata. Pasien diminta untuk menutup mata selama 10 detik, kemudian dilakukan pemeriksaan keratometri.(3,8)
b. ORBSCAN ORBSCAN adalah alat yang menggabungkan slit scan dan gambar placido untuk
memberikan gambaran tiga dimensi kornea bagian anterior dan posterior.Topografi kornea dengan keratometri dan sistem disk Placido pada mulanya diciptakan untuk mengukur kelengkungan kornea anterior. Hasi keratometri didapatkan dengan analisis data melalui komputer.(8)
Gambar 3. ORBSCAN.(8) 7
Universitas Sumatera Utara

2. PENGUKURAN PANJANG BOLA MATA
Panjang bola mata merupakan salah satu komponen untuk menentukan kalkulasi lensa intra okuler. Dengan biometri dapat dilakukan pengukuran panjang bola mata, kedalaman bilik mata dan posisi lensa intra okuler di dalam mata.Ketepatan biometri sangat penting untuk mencapai target refraksi setelah operasi.(1)
a. Ultrasonografi

Pengukuran panjang bola mata adalah salah satu langkah paling penting untuk perhitungan kekuatanlensa intra okuler. Sebuah kesalahan dalam pengukuran panjang bola mata 1 mm dapat menyebabkan kesalahan dalam lensa intra okuler sekitar 2,5 D. Penyempurnaan terus-menerus penggunaan ultrasonografi dalam oftalmologi penting dalam meminimalkan kesalahan ini.(1,5,11)
Panjang bola mata dapat diukur menggunakan A-scan ultrasound yang mengukur jarak antara permukaan anterior kornea sampai fovea. Prinsip pengukuran panjang bola mata dengan alat ultrasound ialah waktu yang diperlukan oleh gelombang suara saat dikeluarkan dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali lagi ke probe penerima, dimana keduanya disatukan pada probe ultrasound yang disebut sebagai transciever. (1,5) A-scan saat ini digunakan untuk perhitungan biometrik. A-scan-biometri mencakup dua teknik utama: metode applanasi (kontak) dan teknik imersi (non kontak).(4,5,9,10)
o Teknik applanasi (Kontak)
Dalam teknik applanasi, probe USG langsung menyentuh kornea. Teknik applanasi membutuhkan kontak langsung dan kompresi anterior kornea. Pada literatur disebutkan bahwa panjang bola mata akan lebih pendek 0,1-0,33 mm dengan menggunakan teknik applanasi dibandingkan dengan teknik imersi.(9)
8
Universitas Sumatera Utara

Pasien diperiksa pada posisi duduk, dan diteteskan anastesi lokal pada kedua mata. Probe digerakan perlahan ke atas dan ke bawah atau ke sisi samping untuk mengoptimalkan empat echospike yang terlihat di layar. Keempat echospike dari kiri ke kanan menggambarkan permukaan anterior kornea, permukaan anterior lensa, permukaan posterior lensa, permukaan anterior retina.(4.9)
Gambar 4. Teknik applanasi.(4)
Gambar 5. A-scan teknik applanasi (9) 9
Universitas Sumatera Utara

o Teknik Imersi (Non kontak)
Teknik imersi adalah tehnik dimana USG probe tidak melakukan kompresi pada bola mata, teknik ini telah terbukti lebih tepat daripada teknik applanasi. Ketepatan pengukuran juga akan lebih baik jika dilakukan pada pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan hasil yang diperoleh dengan applanasi ketika pasien posisi berbaring. Teknik imersi penting dalam mata dengan panjang bola mata kecil (hyperopia tinggi, microphthalmos, nanophthalmos).Kekurangan teknik imersi ialah dianggap kurang praktis dibandingkan teknik applanasi karena membutuhkan waktu yang lebih lama mempersiapkan pasien.(3,10)
Teknik imersi diyakini mempunyai akurasi yang cukup baik jika dilakukan secara hati-hati. Pasien dalam posisi supine,dan kedua mata diteteskan anastesi lokal. Pasien menatap langit-langitdan scleral shell ditempatkan antara kelopak mata dan berpusat dikornea. Scleral shell kemudian diisi larutan gonioskopik, sebaiknya metylselulosa 1 % dan ujung probe ditempatkan ke dalam larutan. Larutan harus bebas dari gelembung udara karena gelembung udara akan menyebabkan variasi dalam kecepatan suara. Probe diletakan 5 sampai 10 mm dari kornea dan tidak boleh menyentuh kornea. Sejajarkan gelombang USG dengan makula, pasien melihat cahaya fiksasi pada probe. Melebarkan pupil sebelum pemeriksaan akan membuat pemeriksaan lebih mudah.(5,10)

Gambar 6. Teknik Imersi.(3)

Gambar 7. Scleral shells.(4)
10

Universitas Sumatera Utara

Biometry A-Scan saat ini dapat diperoleh dengan mudah karena diproduksi oleh berbagai pabrik, dengan ketepatan pengukuran panjang bola mata yang bervariasi antara 0,1 s/d 0,2 mm atau sekitar 0,25 s/d 0,50 dioptri. Keuntungan :
 Dapat digunakan pada katarak yang matur.  Jaringan lunak dapat diidentifikasi  Dapat dilakukan pengukuran segmental Kerugian :  Memiliki akurasi yang kurang (120 μm)  Kontak antara scleral shell dan mata dapat menimbulkan perubahan pada bentuk bola
mata.  Memerlukan anastesi.  Akurasi alat lebih sulit disesuaikan pada perbedaan velocity contohnya pada silicon
oil pada vitreus, bola mata yang terlalu panjang atau pendek, pseudophakia.  Lebih sulit pada fiksasi pasien.  Pengukuran membutuhkan waktu yang lebih lama daripada IOL Master.(3,10)
11
Universitas Sumatera Utara

Pada saat melakukan pemeriksaan biometry A-Scan perlu diketahui beberapa karakteristik echo yang baik telihat pada tabel di bawah ini.(1)
Karakteristik A-Scan yang baik(1) Terdapat 5 echo :
 Echo kornea yang tinggi  Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa  Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus  Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera  Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita Tinggi echo yang baik :  Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90 %  Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antar 50 s/d 75 %  Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75 %
b. Partial Coherence Laser Interferometry (IOL Master)
Baru-baru ini telah dikembangkan alat pengukur kekuatanlensa intra okuler yang sangat praktis menggunakan partial coherence laser interferometer. Alat ini dikomersilkan oleh Zeiss lebih dikenal dengan Zeiss IOL Master. Alat ini dapat mengukur panjang bola mata, mengukur kekuatan kornea sekaligus kedalaman bilik mata depan sehingga dengan satu kali pemeriksaan dan dalam waktu yang singkat (1 menit) dapat diperoleh ukuran kekuatanlensa intra okuler. Laser interferometer dikembangkan untuk meningkatkan keakuratan pengukuran biometri.(3,9,11,12)
12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 8. IOL master(3)

Gambar 9. Hasil Pemeriksaan IOL Master( 9)


Sistem ini telah terbukti sangat akurat dan sederhana untuk digunakan dalam berbagai

situasi pengukuran sulit. IOL Master ideal untuk digunakan dalam mata yang sulit diukur

dengan menggunakan ultrasonografi, contohnya pada mata dengan staphyloma posterior atau

mata dengan nistagmus.IOL Master ini dapat digunakan pada visus 6/18 atau lebih baik.

Kelebihan alat ini ialah pemeriksaan dilakukan tanpa kontak, sehingga menghilangkan

variabilitas faktor pemeriksa. Kenyamanan dan kepatuhan pasien sangat diperlukan. Pasien

dengan katarak padat atau subkapsular padat, retinal detachment, kekeruhan pada kornea,

atau kekeruhan pada vitreousdan pasien yang tidak kooperatif dapat menghalangi pengukuran.(10,11)

IOL Master menggunakan Doppler dengan interferometer koherensi yang rendah

untuk mengukur panjang bola mata. Sebuah sinar collimated inframerah (780 nm) dari dioda


laser multimode ditransmisikan ke bola mata melalui sebuah interferometer Michelson.

Puncak pertama kali terlihat pada layar interferometer muncul pada membran limitan retina

dan puncak kedua pada membrana brunch. Pasien duduk dengan dagu dan dahi diletakkan

pada sebuah band dan diminta untuk fokus pada cahaya target. Operator hanya harus

menggunakan joystick untuk memfokuskan instrumen dan menekan tombol untuk merekam panjang bola mata.(3,10)

13
Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan menggunakan IOL Master didapatkan : Keuntungan :
 Bersifat non kontak ( tidak menggunakan anastesi, tidak ada resiko terluka maupun infeksi).
 Memiliki akurasi yang tinggi (10x lebih akurat daripada pengukuran dengan USG).  Memiliki resolusi 10 μm.  Akurasi dalam pengukuran tidak dipengaruhi oleh miopia yang tinggi, ukuran pupil,
keadaan akomodasi mata.  Pada alat sudah terdiri dari pengukuran untuk panjang bola mata, diameter kornea,
kedalaman bilik mata depan sekaligus.  Alat dapat disesuaikan untuk akurasi pengukuran panjang bola mata pada keadaan
mata dengan silikon oil, aphakia, pseudophakia.  Sedikit variabilitas pada pengukuran antara masing-masing pengguna.  Mudah untuk digunakan.  Pengukuran cepat : 0,4 detik.  Automatis dapat mendeteksi mata kanan atau mata kiri.  Penyesuaianterintegrasi untukpengukuran jarakyang berbeda (kornea-RPE)

dibandingkan dengan A-Scanbiometritehnik imersi (kornea-ILM). Kerugian :
 Tidak dapat digunakan pada posisi horizontal  Sangat diperlukan kerjasama dengan pasien  Tidak dapat digunakan pada katarak yang matur, sikatrik pada sentral kornea, dan
katarak subkapular posterior  Pengukuran segmental tidak dapat dilakukan  Biaya cukup mahal
14
Universitas Sumatera Utara

3. FORMULA KEKUATANLENSA INTRA OKULER
Pengukuran kekuatan lensa intra okuler bukan merupakan exact science atau ilmu pasti tetapi operator harus dapat meminimalisasi kesalahan sehingga didapatkan tajam penglihatan yang diharapkan. Penanaman lensa intra okuler bertujuan untuk memperbaiki tajam penglihatan setelah ekstraksi katarak sehingga didapatkan target emetropia.(7)
Pada awalnya kalkulasi kekuatan lensa intra okuler dikembangkan oleh Sanders,Retzlaff dan Kraff pada tahun 1980 menggunakan analisis regresi untuk mengukur kekuatan refraksi setelah operasi katarak, dikenal juga dengan formula SRK 1 : (3,11,12,13)
P = A – 2,5 X panjang bola mata – 0,9 X rata rata keratometri
Keterangan :
P = kekuatan lensa intra okuler
A = A konstanta
Akonstanta dipengaruhi kedalaman bilik mata depan dan perbedaan panjang bola mata. A konstanta diperoleh dari penelitian terhadap berbagai jenis lensa yang digunakan, dimana produsen lensa intra okuler akan melampirkan nilai A konstanta dari masing-masing lensa intra okuler yang diproduksi. Contohnya nilai A konstanta posterior chamber lensa intra okuler mempunyai 116,2 sampai 118,7 dan anterior chamber lensa intra okuler berkisar 114,2 sampai 115,8 sedangkan iris-fixated lensa intra okuler sebesar114,2 sampai 115,6. Variabel A konstanta akan semakin besar jika IOL ditempatkan lebih ke arah posterior (lebih dekat ke retina).(1,8)
Dari studi yang dikembangkan bahwa formula SRK 1 lebih tepat prediksi kekuatan lensa intra okuler pada panjang bola mata berkisar 23,50 mm, kemudian disempurnakan
15
Universitas Sumatera Utara

pada formula SRK II dengan menambahkan nilai konstanta A1 yang nilainya berbeda-beda bergantung pada panjang bola mata. Rumus formulasi kekuatan lensa intra okuler menjadi :
P = A1 – 2,5 X panjang bola mata – 0,9 X rata-rata keratometri


P = kekuatan lensa intra okuler

A1 = A konstanta bergantung dari panjang bola mata (L)

jika L < 20 mm : A1= A+3 20 ≤ L < 21 : A1 = A+2 21 ≤ L < 22 : A1 = A+1 22 ≤ L < 24,5 : A1 = A

L > 24,5

: A1 = A - 0,5

Pada tahun 1988 Holladay memperhitungkan kedalaman bilik mata depan berdasarkan panjang bola mata, rata- rata keratometri dan kekuatan kornea, faktor ketebalan retina dan memperkenalkan konsep surgeon factor.(1) Surgeon factor adalah jarak antara iris plane dan power plane dari lensa intra okuler, dimana jarak dari kornea ke iris plane dikalkulasikan dari tinggi puncak kornea. Nilai surgeon factor berkisaran -4 sampai +4. Jika posisi lensa intra okuler direncanakan persis sejajar dengan iris maka angka surgeon factor tersebut adalah 0 (nol). Nilai surgeon factor dikeluarkan oleh masing-masing produsen lensa intra okuler. Dengan rumus awal didapatkan: (13,14)
Surgeon factor = (panjang bilik mata depan x 0,9704) – 3,595

Pada tahun 1993 Hoffer Q pada teori kalkulasi lensa intra okuler menggunakan nilai

kedalaman bilik mata depan. Perhitungan bilik mata depan (ACD) berdasarkan rumus :

������������������


=

( ������������������������������������������������������������

0,5663 ) – 0,9704

65,6

+

3,595

16
Universitas Sumatera Utara

Parameter bilik mata depan (ACD), A konstanta, dan surgeon factors dapat dikonversikan dengan menggunakan rumus diatas, tetapi lebih mudah jika memiliki tabel konversi.

Berikut adalah tabel konversi nilai A konstanta, surgeon factor dan kedalaman atau panjang bilik mata depan rumus : (13)

A ACD Surgeon A ACD Surgeon A ACD Surgeon


Factor

Factor

Factor

114.0 2.63 -1.04 116.0 3.80

0.09 118.0 4.97

1.22

114.1 2.69 -0.99 116.1 3.86

0.15 118.1 5.02

1.28

114.2 2.75 -0.93 116.2 3.91

0.20 118.2 5.08

1.34

114.3 2.81 -0.87 116.3 3.97

0.26 118.3 5.14

1.39

114.4 2.86 -0.82 116.4 4.03

0.32 118.4 5.20

1.45

114.5 2.92 -0.76 116.5 4.09

0.37 118.5 5.26

1.51

114.6 2.98 -0.70 116.6 4.15

0.43 118.6 5.32

1.56

114.7 3.04 -0.65 116.7 4.21

0.49 118.7 5.37

1.62

114.8 3.10 -0.59 116.8 4.27

0.54 118.8 5.43

1.68

114.9 3.16 -0.53 116.9 4.32

0.60 118.9 5.49

1.73

115.0 4.21 -0.48 117.0 4.38

0.66 119.0 5.55

1.79

Holladay padapengembangan teori pengukurankekuatan lensa intra okulernya baik

digunakan pada panjang bola mata mendekati nilai normal: 23,45 mm tetapi formula

Holladay tepat digunakan pada hipermetropia tinggisehingga perlu menggunakan 2 buah piggyback IOLuntuk mencapai target refraksi.(1)

Haigismengemukakan formulasi kalkulasi lensa intra okulernya dengan tiga A-

konstanta a0,a1,dan a2. A-konstan pertama berkaitan dengan lensa intra okuler, A-konstan

kedua berkaitan dengan bilik mata depan dan A-konstan ketiga berkaitan dengan panjang

bola mata. Kelemahan formula Haigis adalah harus memasukan kira-kira 50 data pasien

setelah operasiagar mendapatkan ketiga A konstanta tersebut.Formula Haigis digunakan untuk bola mata yang pendek.(1,13)

17
Universitas Sumatera Utara

Tabel . Formula lensa intra okuler berdasarkan panjang bola mata(1,13,14)

Axial Length (mm)

Formula

< 22 mm 22 – 24,5 mm > 24,6– 26 mm
> 26 mm

Hoffer Q, Holladay II Holladay I/II, Hoffer Q, SRK/T, Haigis Holladay I/II Holladay II, SRK/T

Kesalahan pengukuran kekuatan lensa yang akan diimplantasikan mencangkup beberapa faktor yaitu :(1)
 Kesalahan instrumen seperti biometri, keratometri  Kurang tepatnya tindakan operasi  Memilih formulalensa intra okuleryang tidak tepat  Kesalahan dari pabrik ketika memberikan label lensa  Kesalahan marker yakni pada kondisi kekeruhan korpus vitreous yang padat
KEKUATAN LENSA INTRA OKULER PADA ANAK
Persiapan sebelum operasi katarak pada anak agak sulit dilakukan dan sangat membutuhkan kerjasama. Pemeriksaan lengkap dimulai dengan pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan Snellen, Allen, HOTV, Tumbling E atau fiksasi bola mata. Pemeriksaan refraksi menggunakan sikloplegik jika mata tidak afakia, diikuti dengan pemeriksaan slit lamp dan pengukuran tekanan intra okular dengan Perkins tonometri dalam pengaruh anestesi.(17,18)
Pemeriksaan biometri dengan A scan Immersion Ultrasonografi untuk mengukur panjang bola mata dan pemeriksaan keratometri menggunakanhald-held keratometry, kedua pemeriksaan ini di bawah pengaruh anastesi. Dari penelitian DI Flitcroft dkk di Dublin,Ireland (1999) didapatkan rata-rata keratometri pada katarak kongenital sebesar 47,78D dan pada develomental katarak sebesar 44,35D. Kesalahan pengukuran panjang bola
18
Universitas Sumatera Utara

mata terhadap kalkulasi lensa intra okuler sebesar 2,5 D/ mm dan pada ukuran bola mata yang pendek (20 mm) terdapat kesalahan sebesar 3,75 D/ mm.(17,18)
Tidak terprediksinya kalkulasi kekuatan lensa intra okuler pada anak- anak karena beberapa faktor yakni besarnya variabel bergantung pada pertumbuhan mata, kesulitan pengukuran keratometri dan panjang bola mata serta pemilihan formula lensa intra okuler yang sesuai karena umumnya semua formula lensa intra okuler didesain untuk dewasa. Terdapat tantangan untuk mengimplantasikan lensa intra okuler pada anak-anak dengan target emetropia dikarenakan beresiko signifikan miopia.(16,18) Beberapa formula lensa intra okuler yang disarankan pada anak :
1. Formula Hoffer Q digunakan pada panjang bola mata kurang dari 22 mm, dengan anggapan bahwa pada anak ukuran bola mata yang pendek atau masih mengalami perkembangan sejalan dengan pertambahan usia. Pada penelitian Andreo dkk juga dilaporkan bahwa keakuratan pada ukuran bola mata yang pendek sangat rendah, studinya menggunakan formula Hoffer Q kesalahan lebih rendah (1,4D) jika dibandingkan dengan formula SRK II (1,8D).(1,19)
2. Panjang bola mata anak terus bertambah hingga usia 11 tahun, pemilihan kekuatan lensa intra okuler pada anak sangat sulit dikarenakan anak akan mengalami pergeseran miopia. Menurut penelitian Flitcroft dkk berdasarkan kalkulasi menggunakan formula SRK II bahwa kekuatan lensa intra okuler yang digunakan bergantung pada usia anak pada saat operasi.(17)
19
Universitas Sumatera Utara

Menurut Flitcroft lensa intra okuler yang pada usia :

1 tahun pertama 1-4 tahun 5-12 tahun

Dikurangi 6 D dari hasil kalkulasi lensa intra okuler Dikurangi 3 D dari hasil kalkulasi lensa intra okuler Di kurangi 1 D dari hasil kalkulasi lensa intra okuler

3. Berdasarkan usia anak pada saat operasi katarak. Menurut Trivedi RH, ketika lensa

intra okuler yang akan diimplantasikan maka pertumbuhan panjang bola mata harus

diperkirakan lebih dari satu sampai dua tahun setelah operasi. Lensa intra okuler yang akan ditanamkan pada infant biasanya 20% atau lebih undercorrection.(20)

1 tahun pertama

+ 12 sampai + 7

1-2 tahun

+6

2-4 tahun

+5

4 tahun

+4

5 tahun

+3

6 tahun

+2

7 tahun 8 – 10 tahun 10 – 14 tahun

+ 1,5 +1 + 0,5

>14 tahun

Plano

TARGET REFRAKSI
Keakuratan pengukuran biometri yakni pengukuran panjang bola mata, rata-rata diameter kornea dan kekuatan kornea sangat penting.Meminimalisasi kesalahan pengukuran diharapkan dapat mencapai target refraksi yang sesuai untuk mencegah aniseikonia. Pada umumnya kekuatan lensa intra okuler yang diberikan pada operasi katarak mencapai target
20
Universitas Sumatera Utara

emetropia yakni visus 6/6 tanpa bantuan kacamata. Walaupun pada beberapa kondisi dapat tidak diberikan target emetropia antara lain pada pasien glaukoma dengan lapang pandang yang sudah menyempit dan pasien degenerasi makula.(1,3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soekardi I, Hutauruk JA. (2004). Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit; p183-198.
2. Kang Wang, Jia. Wen Chang, Shu. (2013). Optical Biometri Intraocular Lens Power Calculation Using Different Formulas in patients with Different Axial Lenghts. Int J Ophthalmol;6(2);p150-154
3. Sculvor, David (2007). Biometry. Ophthalmology Investigation and Examination Technique. Chapter 13;p151-166.
4. American Academy of Ophthalmology. Clinical Optics.Section 3.2011-2012. p211219.
5. Jackson L, Timothy (2008). Biometry. Modifields Manual of Ophthalmology Mosby Elsivier. Chapter 6;p226-231.
6. Ghanem, C Ramon. Azar, T Dimitri.(2009).Intraocular lens Power calculation. Yanoff and Duker Ophthalmology. Third Edition. Elsivier.p188.
7. Vaughan, Asbury. (2008). Oftalmologi Umum. Edisi 17. Hal 397-397. 8. Benjamin, Larry.(2008). Optical and anatomical Assesment of the Cornea. Modifields
Manual of Ophthalmology. Mosby Elsivier. Chapter 6; p65. 9. Kanski,JJ.Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Sixth
Edition.Elsevier.p44. 10. Hao Bai. Quan Li Wan,Jun. Qiang Wang, Qing et All. (2008). The measurement of
Anterior Chamber Depth and Axial Lenght with IOL Master compared with Contact Ultrasonic Axial . Int J Ophthalmol; 1(2);p151-154. 11. Zhong,Jian Guang. Shao,Yilei. Tao, Aizhu.(2014). Axial Biometri of the Entire Eye using Ultra-Long Scan Depth Optical Coherence Tomography;157;p412-420. 12. Alpins, Noel. Walsh, Gemma. Accurate Biometri and Intraocular Lens Power Calculation.Chapter 24.p237-244.
21
Universitas Sumatera Utara

13. Hill W.(2005). Highly accurate IOL calculation. Cataract an Refractive Surgery Today.p67-70.
14. Norrby S, Lydahl E, Koranyi G, et all.(2006). Reduction of trend Error in Power Calculation. Eye;20;p90-97.
15. Maclaren,Robert, Natkurnarajah, Mythili. (2007). Biometri and Formula Accuracy with Intraocular Lenses used for Cataract Surgery in Extreme Hyperopia. Am J Ophthalmol Vol 143 No 6;p920-930.
16. Kapamajian,A Michael. Miler, M Kevin. (2008). Efficacy and Safety of Cataract Extraction with negative Power Intra Ocular Lens Implantation. The Open Ophthalmology Journal;p15-19.
17. Flitcroft DI et all. (1999). Intraocular Lenses in Children : Changes in Axial Lenght, Corneal Curvature and Refraction. Br J Ophthalmol;83;p265-269.
18. Yen G Kimbery, Reddy Kasvini et all. (2009). Iris Fixated Posterior Chamber Intraocular Lenses in Children;147;p121-126.
19. Tromans C. Haigh PM. S Biswas. Lloyd IC. (2001). Accuracy of Intraocular Lens Power calculation in Pediatric Cataract Surgery. BJ Ophthalmology;85;p930-941.
20. Trivedi H,Rupal. Wilson,Edward. (2006). IOL Power Calculation for Pediatric Cataract. Kerala Journal of Ophthamology. Vol XVIII No3.p189-193.
22
Universitas Sumatera Utara