Contoh Penerapan Dasa Nyama Bratha dalam Kehidupan

330 Kelas XII SMA Semester 1 Sri Narayana terkejut karena kedatangan pengungsi raja Bangsa Boja berikut keluarganya, kemudian menyapanya. “Wahai tuan-tuan raja dan kesatria Bangsa Boja, kenapa gerangan datang berduyun-duyun kemari dengan disertai keluarga? Apakah yang telah terjadi atas negeri tuan?” Demikianlah Sri Narayana menyapanya. “Ampun tuanku, Sri Narayana. Tuanku adalah perwujudan Wisnu di jagatraya ini. Tuanku adalah pelindung jagatraya ini dari segala kehancurannya. Tuanku juga pengayom kawula kecil yang lemah. Oh, tuanku yang maha kasih, tuanku adalah penyayang segala yang ada ini. Hamba sekalian datang untuk memohon belas kasihan tuanku yang mulia. Sudi kiranya paduka tuanku melindungi kami dan bangsa kami dari kehancuran. Saat ini bangsa kami diserang oleh Sang Kangsa yang biadab itu”. “Duhai saudara-saudaraku Bangsa Boja, hatiku menjadi sedih dan haru mendengar ucapan kalian. Oh Sang Hyang Widhi, lindungi dan tabahkanlah hati umat-Mu dari kebengisan Sang Kangsa. Dan si Kangsa tak jemu-jemunya kau menyusahkan dunia, maka sudah sepatutnya engkau mendapat hukuman dari Sang Hyang Widhi. Aku akan datang untuk membunuhmu”. Demikianlah Sri Narayana berkata sambil menggertakkan giginya. Kemudian para pemimpinkesatria Bangsa Boja bermohon lagi sambil menangis. Oh, Paduka tuanku, tuluskanlah kasih paduka tuanku kepada kami. Bunuhlah si Kangsa dan seluruh pengikutnya dari muka bumi ini agar Bangsa Boja dapat hidup tenang kembali. Kami merasa sangat kasihan menyaksikan nasib bangsa kami dari penganiayaan si Kangsa. Hanya sedih yang dapat kami lakukan terhadap derita bangsa kami. Sedangkan untuk membebaskannya, kami tidak punya kemampuan untuk itu. Hanya pada tuanku kami temukan kekuatan itu untuk melenyapkan si Kangsa yang biadab. Karena itu, padamu kami berlindung”. Mendengar permohonan para kesatria dan pemimpin Bangsa Boja yang sangat memilukan hati, Sri Narayana dan Sang Kakarsana BalaDeva, menjadi terketuk hatinya. Sri Narayana dan Sang Kakarsana menyanggupi untuk memberikan pertolongan. Keduanya sudah sepakat hendak melawan Sang Kangsa, kendatipun keduanya hancur menjadi abu. “Kakang Mas Kakarsana, kita tidak dapat membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Mari segera kita hancurkan si Kangsa sebelum Bangsa Boja hancur oleh ulahnya yang tidak mengenal perikemanusiaan”. “Baik Dimas, Kakang sudah muak dengan tingkah lakunya yang menjadi semakin biadab. Ayo Dimas, mari kita berangkat. Tunggu apa lagi”.