BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengertian dan Bentuk Perjanjian yang ada di Indonesia, Pasal 1313 ayat 1KUHPerdata disebutkan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari pasal1313 ayat 1 KUH Perdata, dapat diketahui bahwa
suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan.Dimana harus
sesuai dengan asas-asas dalam Hukum Perjanjian.Dalam pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan untuk sahnya persetujuan-persetujuan
diperlukan 4 syarat yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,kecakapan untuk membuat suatu perikatan,suatu hal tertentu,suatu
sebab yang halal. 2. Para pihak dalam Perjanjian leasing pada PT.Oto Multiara Finance antara
lain Lessor,Supplier dan Lesee.Hubungan hukum para pihak tersebut terkait dengan penyaluran pembiayaan dengan menggunakan leasing
dalam rangka pemasaran kendaraan bermotor.Lessor memberikan biaya pembelian kendaraaan secara tunai kepada suplier,Suplier memberikan
kendaraan kepada lesse.setelah lesse memberikan kendaraan maka iya
melakukan pembayaran lease kepada Lessor. Prosedur Leasing pada Pt.Oto Multiara Finance yaitu, Jenis transaksi leasing, Nama dan alamat
masing-masing pihak , Nama, jenis, tipe dan lokasi penggunaan barang modal, Harga perolehan, nilai pembiayaan leasing, angsuran pokok
pembiayaan, imbalan jasa leasing, nilai sisa, simpanan jaminan dan ketentuan asuransi atas barang modal yang di-lease, Masa leasing,
Ketentuan mengenai pengakhiran leasing yang dipercepat, penetapan kerugian yang harus ditanggung lease dalam hal barang modal yang
dilease dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab apapun, Tanggngjawab para pihak atas barang modal yang di-lease-
kan.Namun dari Penulisan ini Menunjukkan bahwa Pelaku Usaha sebagai pihak yang membuat perjanjian menggunakan klausula-klausula baku
yang cenderung melepaskan, mengalihkan atau mengurangi tanggung jawabnya yang menurut hukum positif, yaitu Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Belum dilakukan penyesuaian dari isi perjanjian dengan ketentuan Pasal 18 Ayat
4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,sehingga secara umum, hak- hak konsumen masih belum dilindungi karena pelaku usaha
mementingkan terpenuhinya perlindungan bagi pihaknya terhadap resiko yang mungkin dihadapinya. Akan tetapi pihak pelaku usaha walaupun
dapat mengalihkan tanggung jawabnya dari kemungkinan terjadinya resiko kepada pihak asuransi, tetapi tidak membebaskan tanggung jawabnya
berdasarkan kontrak atau perjanjian yang tunduk pada ketentuan-ketentuan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam perjanjian leasing ini tidak bertentangan dengan hukum karena didasarkan pada asas
kebebasan berkontrak sebagai asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 Junto Pasal 1320 Kitab Undang-Undang hukum
Perdata.Masalah utama nya adalah ketidakjelasan perjanjian klausula baku antara pihak leasing dengan konsumen.
Permasalahan kedua adalah tidak adanya sertifikasi bagi agen pemasaran perusahaan leasing sehingga
tidak bisa memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada konsumen.
3. Dalam Undang-Undang perlindungan konsumen terdapat asas-asas perlindungan konsumen yang menjadi acuan bagi konsumen.Menurut
Undang-Undang No 8 Tahun 1999 konsumen dapat lebih objektif dalam melihat kalusula baku yang digunakan oleh leasing. Dengan terpenuhinya
salah satu atau beberapa kreteria dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, maka sepatutnya dalam perjanjian pembiayaan
antara Lembaga Pembiayaan dengan Konsumen tidak boleh dicantumkan klausula baku. Pelanggaran terhadap ketentuan ini maka perjanjian
pembiayaan tersebut dapat dinyatakan “batal demi hukum”, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 18 ayat 3Undang-undang tersebut Status “batal
demi hukum” ini menyebabkan perjanjian tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan mengikat secara hukum dan tidak dapat digunakan sebagai alat
bukti yang sah menurut undangundang. Dengan demikian, maka perjanjian pembiayaan yang dibuat dengan melanggar Pasal 18 ayat 1 undang-
undang Nomor 8 tahun 1999 dianggap cacat hukum dan para pihak tidak terikat lagi dengan isi perjanjian tersebut. Apabila salah satu pihak
Lembaga Pembiayaan melakukan tindaka-tindakan yang merugikan pihak lain Konsumen maka konsumen dapat menempuh jalur hukum
untuk membela hak-haknya.Dalam hal ini mendapatkan hak nya pada Pt.Oto Multiartha Finance.
B. Saran