86
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Responden adalah ibu yang memiliki balita berusia 1 - 4 tahun bertempat tinggal di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1 Kecamatan Berastagi
Kabupaten Karo. Karakteristik responden paling banyak memilki rentang umur 26 - 30 tahun, dengan status pekerjaan Ibu Rumah Tangga IRT dan pendidikan
terakhir adalah SMA. Karakteristik balita paling banyak memiliki rentang umur 3 - 4 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.
5.2 Kejadian Diare
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kejadian diare dalam satu bulan terakhir sebanyak 41,5. Balita yang terkena diare lebih sedikit dibandingkan
balita yang tidak terkena diare yaitu 58,5. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 angka insiden kejadian diare pada balita secara nasional 6,7 kisaran
provinsi 3,3 - 10,2. Kejadian diare di Lingkungan Listrik Atas termasuk dalam kategori sedang.
Kejadian diare pada balita usia 2 - 3 tahun sebanyak 44,4. Hal tersebut dapat terjadi karena balita dengan kategori usia 2 - 3 tahun karena balita sudah banyak
bermain diluar rumah dan sebagian balita dengan pekerjaan ibu sebagai petani dititipkan dengan tetangga atau dengan keluarga. Kejadian diare pada balita di
Lingkungan Listrik Atas berhubungan dengan kelengkapan status imunisasi balita, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat dan kebiasaan ibu
cuci tangan pakai sabun.
Universitas Sumatera Utara
87
Menurut Sander 2005, penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Tiga faktor dominan adalah sarana air bersih, pembuangan
tinja dan limbah. Ketiga faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku buruk manusia.
5.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1 Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara status gizi pada balita usia 1 - 4 tahun dengan kejadian diare di Lingkungan
Listrik Atas tahun 2016. Dalam penelitian ini diketahui bahwa status gizi balita lebih banyak
dengan kategori baik. Berdasarkan standart antropometri penilaian status gizi anak berat badan menurut umur BBU rata-rata balita di Lingkungan Listrik Atas
berada pada ambang batas - 2 SD sampai dengan 2 SD termasuk kategori baik. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan ibu yang sudah baik
dalam hal pemberian asupan gizi pada balita. Dari hasil wawancara langsung yang dilakukan sebagian besar ibu memberikan makanan dengan berbagai macam
kandungan gizi seperti nasi, ikan, ayam, tempe, tahu maupun sayur-mayur. Lingkungan Listrik Atas juga tidak ditemukan balita dengan status gizi lebih dan
gizi buruk yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita dimasa yang akan datang.
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Status gizi balita dapat diukur secara antropometri yang
sering digunakan, yaitu : berat badan terhadap umur BBU, tinggi badan
Universitas Sumatera Utara
88
terhadap umur TBU dan berat badan terhadap tinggi badan BBTB. Tetapi indeks BBU merupakan indikator yang paling umum digunakan karena
mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur status gizi akut dan kronis, berat badan
dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan over weight Anggraeni, 2010.
Dalam penelitian Siswatiningsih 2001 menyatakan bahwa antara keadaan gizi buruk dan penyakit infeksi terdapat kaitan yang erat, sehingga sulit mengatakan
terjadi gizi buruk akibat adanya penyakit infeksi atau sebaliknya. Anak gizi buruk mempunyai risiko 3 kali mengalami diare dibandingkan dengan anak normal.
Semakin rendah status gizi seseorang, maka semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.
5.4 Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1 Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara status imunisasi pada balita usia 1 - 4 tahun dengan kejadian diare di Lingkungan Listrik
Atas tahun 2016. Dalam penelitian ini saat wawancara langsung dengan reponden alasan ibu tidak
melengkapi imunisasi karena lupa jadwal imunisasi terutama imunisasi campak yang diterima bayi saat usia 9 bulan. Selain itu kesibukan ibu dalam mengurusi
rumah dan rapatnya jarak anak. Hal tersebut menyebabkan ibu kurang memperhatikan kelengkapan status imunisasi balita tersebut yang mempengaruhi
imunitas balita.
Universitas Sumatera Utara
89
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abdaie 2004 menunjukkan adanya kaitan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian diare akut. Hal tersebut juga
sesuai dengan penelitian Rahma 2012 yang menemukan adanya hubungan signifikan antara status imunisasi batita terhadap kejadian diare. Dalam penelitian
Olyfta 2010 menyebutkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian diare adalah status imunisasi campak.
Dalam penelitian Mano 2014 menunjukkan adanya hubungan antara kelengkapan imunisasi dengan kejadian diare pada anak balita. Alasan orang tua
tidak melengkapi imunisasi karena ibu cemas dengan efek samping imunisasi seperti demam dan bengkak.
5.5 Hubungan Menggunakan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara menggunakan air bersih dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di
Lingkungan Listrik Atas tahun 2016. Berdasarkan wawancara dengan responden sebagian besar ibu mengatakan bahwa
mereka lebih sering membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali atau dalam tiga hari sekali, dengan alasan karena hanya sebagai tempat menampung
air. Selain itu masih banyak juga responden menampung air bersih pada wadah yang terbuka yang dapat menyebabkan kuman atau partikel-partike kecil dapat
masuk secara langsung. Selain itu keadaan kamar mandi umum tempat responden mengambil air bersih terlihat kurang bersih dengan keadaan bak mata air penuh
dengan lumut. Kebiasaan ibu yang tidak mencuci botol susu balita dengan sabun
Universitas Sumatera Utara
90
sebelum digunakan kemungkinan berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sitinjak 2011 di Desa Pardede Onan menyatakan bahwa ada hubungan secara signifikan menggunakan air bersih
dengan kejadian diare. Demikian juga dengan penelitian Nilton dkk 2008 yang menyatakan kejadian diare lebih tinggi terjadi pada kelompok yang tidak
menggunakantidak memanfaatkan sarana air bersih. Penelitian Safira 2015 juga menunjukkan adanya hubungan sanitasi dasar termasuk sarana air bersih dengan
kejadian diare pada balita di Lingkungan 1 Kelurahan Paya Pasir.
5.6 Hubungan Menggunakan Jamban Sehat dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1
Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan antara penggunaan jamban sehat dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di
Lingkungan Listrik Atas tahun 2016. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya diare di Lingkungan Listrik Atas adalah
kurangnya penggunaan jamban sehat. Masih ada keluarga yang tidak memiliki jamban sehingga harus menggunakan kamar mandi umum. Kebiasaan balita
menggunakan parit untuk buang air besar BAB, meskipun di rumah mereka memiliki jamban. Keadaan parit yang terbuka dan berdekatan dengan perumahan
masyarakat memudahkan terjadinya penularan penyakit diare pada balita. Walaupun aliran air dari parit cukup deras tetapi hal tersebut tidak memenuhi
standar kesehatan untuk digunakan sebagai tempat pembuangan tinja.
Universitas Sumatera Utara
91
Kemungkinan hal tersebut menyebabkan terjadinya penyakit diare pada balita di Lingkungan Listrik Atas.
Penelitian ini sejalan dengan Sitinjak 2011 menyatakan bahwa ada hubungan menggunakan jamban dengan kejadian diare. Penelitian Yusnani 2008
menyatakan bahwa ada hubungan memanfaatkan jamban dengan kejadian diare. Dalam penelitian Wulandari 2009 menyatakan ada hubungan jenis tempat
pembuangan tinja dengan kejadian diare.
5.7 Hubungan Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1 Tahun
2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ada hubungan cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di Lingkungan Listrik
Atas tahun 2016 Perilaku cuci tangan pakai sabun pada ibu dan balita masih rendah. Hal tersebut
dapat diketahui dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap ibu. Sebagian besar ibu mengakui tidak cuci tangan dengan sabun maupun air yang mengalir.
Terutama pada keluarga yang tidak memiliki keran air dan mengambil air dari penampungan mata air. Masih ada ibu yang tidak cuci tangan setelah buang air
besar BAB dan setelah menceboki balita. Sebagian besar ibu mengakui tidak cuci tangan sebelum menyiapkan susu dan sebelum menyiapkan makanan balita.
Selain itu sebesar sebagian besar balita tidak mencuci tangan sebelum makan dan memegang hewan. Balita ibu juga kurang diajarkan untuk mencuci tangan
sebelum makan, memegang hewan ataupun setelah bermain. Kemungkinan hal
Universitas Sumatera Utara
92
tersebut mendorong terjadinya rantai penularan penyakit diare dengan cepat pada balita.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Simbolon 2015, ada hubungan antara cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada balita. Kesadaran
masyarakat dalam hal mencuci tangan pakai sabun tergolong masih sangat buruk. Dalam penelitian Nilton dkk 2008 menyatakan bahwa kejadian diare lebih
banyak terjadi pada responden yang tidak cuci tangan pakai sabun di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono. Penelitian Safira 2015 juga menyatakan adanya
hubungan personal hygiene yakni cuci tangan pakai sabun pada ibu terhadap kejadian diare pada balita.
5.8 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1 Tahun
2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di
Lingkungan Listrik Atas tahun 2016. Dari hasil wawancara langsung dengan responden sebagian besar ibu tidak
memberikan ASI eksklusif dan sudah memberikan MP-ASI pada bayi sebelum berusia 6 bulan. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif karena ASI tidak
keluar dan rapatnya jarak anak meyebabkan balita harus mengkonsumsi Makanan Pendamping ASI MP-ASI. Selain itu ibu yang bekerja sebagai petani hanya
dapat memberikan ASI sebelum pergi bekerja dan sudah pulang bekerja. Selama ibu bekerja bayi tersebut dititipkan pada tempat penitipan anak dan diberikan susu
Universitas Sumatera Utara
93
formula. Hal tersebut menyebabkan rendahnya persentase balita yang memperoleh ASI eksklusif.
Hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian Hardi 2012 menyatakan terdapat hubungan bermakna antara faktor pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian diare. Penelitian Nandari 2013 menyatakan balita yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih banyak mengalami diare dibandingkan dengan
balita yang mendapat ASI eksklusif. Hal tersebut membuktikan imunitas yang diperoleh dari ASI eksklusif dapat memberikan perlindungan dari berbagai
macam infeksi pada balita. Selain itu penelitian Sembiring 2014 meyatakan pemberian ASI eksklusif berpengaruh terhadap kejadian diare di Kelurahan Sei
Sekambing C II Medan.
5.9 Hubungan Menimbang Balita Setiap Bulan dengan Kejadian Diare pada BalitaUsia 1 - 4 Tahundi Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1
Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan menimbang balita setiap bulan dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di Lingkungan
Listrik Atas tahun 2016. Dari wawancara langsung dengan responden mengatakan bahwa sebagian besar
balita ditimbang di Posyandu karena mendapatkan telur rebus atau roti gratis dari pihak Puskesmas. Hal tersebut memudahkan petugas kesehatan dalam memantau
pertumbuhan balita di Lingkungan Listrik Atas. Berbeda halnya saat pemberian imunisasi.
Universitas Sumatera Utara
94
Menurut penelitian Purba 2013 di Kecamatan Siantar Timur masih ada orangtua yang belum memahami mengenai penimbangan bayi dan balitanya sampai usia 5
tahun karena orangtua hanya mengetahui bahwa membawa anaknya menimbang sampai batas usia 1 tahun yaitu batas akhir pemberian imunisasi.
5.10 Hubungan Makan Buah dan Sayuran Setiap Hari dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahun di Lingkungan Listrik Atas Kelurahan
Gundaling 1 Tahun 2016
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan makan buah dan sayuran setiap hari dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di
Lingkungan Listrik Atas tahun 2016. Pada usia balita terutama usia 1 - 5 tahun sebagian anak agak sulit dalam
menerima makanan terutama nasi dan lauk pauk. Anak balita lebih suka jajan seperti makanan ringan atau permen yang tidak terlalu berpengaruh dan tumbuh
kembang balita. Dalam hal pemberian makanan pada balita dibutuhkan peranan dari orangtua terutama ibu untuk memperhatikan makanan yang harus selalu
dikonsumsi balita. Makanan yang diberikan kepada anak usia balita sebaiknya menggunakan
sejumlah kecil garam, gula dan bumbu yang berbau tajam dengan menu yang bervariasi. Penyajian makanan diusahakan berupa potongan yang kecil-kecil agar
mudah memasukkan ke mulut dan mengunyahnya Irmawati, 2015.
5.11 Hubungan Melakukan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diare pada Balita Usia 1 - 4 Tahundi Lingkungan Listrik Atas Kelurahan Gundaling 1
Tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
95
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tidak ada hubungan melakukan aktivitas fisik setiap hari dengan kejadian diare pada balita usia 1 - 4 tahun di
Lingkungan Listrik Atas tahun 2016. Dari hasil wawancara langsung dengan responden sebagian balita selalu
bergerak aktif seperti berlari, melompat, berjalan. Hal tersebut berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh balita dan menghindarkan balita dari berbagai
macam penyakit infeksi. Menurut penelitian Purwanto 2011, banyak melakukan aktivitas akan
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap terjadinya suatu penyakit. Aktivitas fisik yang teratur merupakan salah satu cara untuk menjaga sistem kekebalan tubuh.
Berbagai penelitian mengkonfirmasikan pengaruh yang menguntungkan dari aktivitas latihan terhadap komponen-komponen sistem kekebalan tubuh. Aktivitas
fisik yang teratur juga mengajarkan tubuh untuk mendistribusikan darah dengan lebih baik ke otot pada saat beraktivitas.
Menurut Medise 2013 aktivitas fisik anak usia 1 - 4 tahun diperlukan untuk memperkuat kemampuan dasar motorik dan melatih fungsi kemampuan motorik,
serta perkembangan lainnya seperti kemampuan koordinasi mata-tangan motor halus, keseimbangan dan ritme gerak fisik.
Universitas Sumatera Utara
96
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN