Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengolahan dan Analisis Data Kesimpulan

Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan studi cross sectional dimana pengukuran variabel- variabel dilakukan hanya satu kali pada satu saat untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap guru tentang penyakit epilepsi.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Sekolah Dasar di Kota Medan, yaitu SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah. Penelitian dilaksanakan sejak dari awal penyusunan proposal penelitian sampai seminar hasil penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September sampai November 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru sekolah dasar pada sekolah dasar yang ada di Kotamadya Medan yang berjumlah: SD Negeri 064969 : 18 orang SD Percobaan Negeri : 22 orang SD Shafiyyatul Amaliyyah : 30 orang

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini diambil dengan cara total sampling, populasi yang berjumlah diambil seluruhnya, yaitu 70 orang. Universitas Sumatera Utara 4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode angket dengan menggunakan instrumen kuesioner.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak sekolah berhubungan dengan jumlah guru di sekolah tersebut.

4.4.3. Hasil Uji Validitas dan Uji Reabilitas

Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini akan diuji validitasnya dengan menggunakan teknik korelasi produk momen Moment product correlationPearson correlation. Kuesioner juga akan diuji realibilitasnya dengan menggunakan teknik Cronbach Cronbach Alpha. Uji validitas dan realibilitas ini menggunakan bantuan program statistik.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan saving. Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Coding berarti mengoreksi ketepatan dan kelengkapan data kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer. Setelah itu data akan dimasukkan entry ke program statistik. Pada tahapan selanjutnya, cleaning, semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer diperiksa kembali guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. Data yang telah benar- benar tepat akan disimpan saving dan siap dianalisis. Analisis yang akan dilakukan adalah analisis univariat. Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tekstual dan tabel. Universitas Sumatera Utara BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengumpulan data untuk penelitian ini telah dilakukan dengan pembagian kuesioner yang diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang. Hasil kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa, sehingga dapat disimpulkan pada hasil penelitian ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga tempat, yaitu SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah. Pengambilan data di lakukan di SD Negeri 064969 yang berlokasi di Jalan Seser No.33 Kecamatan Medan Tembung, SD Negeri Percobaan yang berlokasi di Jalan Sei Petani 19 Kecamatan Medan Baru, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah yang berlokasi di Jalan Setia Budi No.191 Kecamatan Medan Sunggal. Tempat pengambilan data dilakukan di ruang guru masing-masing sekolah. Pengumpulan data dari kedua sekolah ini dilakukan pada bulan Oktober 2013.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah guru SD Negeri 064969 sebanyak 18 orang, SD Percobaan Negeri sebanyak 22 orang, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah sebanyak 30 orang, dengan jumlah responden 70 orang. Gambaran karakteristik responden yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama mengajar sebagai guru. Data lengkap mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden Karakteristik n Usia 21-30 31-40 41-50 51-60 9 17 29 15 12,9 24,3 41,4 21,4 Jumlah 70 100 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 24 46 34,3 65,7 Jumlah 70 100 Pendidikan Terakhir SMASederajat S1 9 61 12,9 87,1 Jumlah 70 100 Lama Mengajar 10 tahun 10-20 tahun 20 tahun 13 24 33 18.6 34.3 47.1 Jumlah 70 100 Dari data diatas, didapati dari 70 guru yang menyelesaikan kuesioner, 24 34.3 adalah laki-laki dan 46 65.7 adalah perempuan. Usia rata-rata responden adalah 41 ± 8 tahun berkisar antara 25-54 tahun. Sebagian besar guru memiliki pendidikan sarjana, yaitu sebanyak 61 orang 87,1, menandakan tingginya tingkat pendidikan formal. Angka rata-rata lama mengajar adalah 18 tahun berkisar antara 1-24 tahun. Universitas Sumatera Utara 5.1.3. Sumber Informasi Mengenai Epilepsi Sumber informasi mengenai epilepsi dapat diperoleh melalui berbagai media massa ataupun melalui orang disekitar. Melalui sumber informasi yang benar, maka kita akan memiliki pengetahuan yang benar juga. Oleh sebab itu, sumber informasi merupakan hal yang penting untuk meningkatkan pengetahuan. Data lengkap mengenai sumber informasi yang didapatkan responden dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Sumber Informasi Epilepsi n Radio, Televisi Keluarga, Teman Majalah, Koran Seminar, Simposium Buku, Brosur Dokter, Perawat 26 20 11 4 6 3 37.1 28.6 15.7 5.7 8.6 4.3 Jumlah 70 100 Dari data yang didapatkan, hampir seluruh responden menyatakan pernah mendengar atau membaca tentang penyakit epilepsi. Sebanyak 37,1 menyatakan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai epilepsi dari media massa seperti radio dan televisi, sedangkan sebanyak 28,6 mengaku mengenal epilepsi dari keluarga atau teman mereka. Sekitar 90 menyatakan bahwa mereka belum mendapatkan informasi yang baik dan benar tentang epilepsi dan ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai hal tentang epilepsi, seperti penyebab, gejala, dan pengobatan.

5.1.4. Pengetahuan tentang Epilepsi

Pada penelitian ini, dalam lembar kuesioner terdapat 6 pertanyaan mengenai pengetahuan guru SD terhadap epilepsi. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam kuesioner tersebut telah diuji validitas dan reabilitasnya, sehingga Universitas Sumatera Utara pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menggambarkan pengetahuan responden mengenai epilepsi. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan No. Pertanyaan Jawaban Responden Benar Salah n n 1. Pengertian epilepsi 60 85,7 10 14,3 2. Pemahaman epilepsi 13 18,6 57 81,4 3. Penyebab epilepsi 65 92,9 5 7,1 4. Tanda serangan epilepsi 59 84,3 11 15,7 5. Pengobatan epilepsi 28 40,0 42 60,0 6. Tindakan yang dilakukan ketika melihat seseorang kejang 41 58,6 29 41,4 Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pada pertanyaan tentang penyebab epilepsi yaitu sebesar 92,9. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah adalah pada pertanyaan tentang pemahaman terhadap epilepsi, yaitu sebesar 81,4. Berdasarkan hasil tersebut, maka tingkat pengetahuan mengenai epilepsi dapat dikategorikan seperti pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan n Baik Sedang Kurang 13 52 5 18,6 74,3 7,1 Jumlah 70 100 Universitas Sumatera Utara Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori sedang memiliki persentase paling besar yaitu 74,3, tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik sebanyak 18,6 dan tingkat pengetahuan yang dikategorikan kurang sebanyak 7,1. Penelitian ini dilakukan di tiga sekolah dasar. Data yang diambil dari ketiga sekolah ini dapat dilihat perbandingan hasil untuk pengetahuan pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Tempat Mengajar Responden terhadap Tingkat Pengetahuan Kategori Pengetahuan Baik Sedang Kurang Total n n n n Tempat Mengajar Responden SDN 064969 1 1,4 15 21,4 2 2,9 18 25,7 SDN Percobaan 4 5,7 16 22,9 2 2,9 22 31,5 SD Shafiyyatul Amaliyyah 8 11,5 21 30,0 1 1,4 30 42,8 Jumlah 13 18,6 52 74,3 5 7,1 70 100 Dari tabel tersebut, tingkat pengetahuan kurang memiliki nilai yang paling kecil pada ketiga sekolah, yaitu sebesar 2,9 dan 1,4. Untuk tingkat pengetahuan sedang, SD Shafiyyatul Amaliyyah memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan dua sekolah yang lain, yaitu sebesar 30. Begitu juga untuk tingkat pengetahuan baik, SD Shafiyyatul Amaliyyah memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan dua sekolah yang lain, yaitu sebesar 11,5.

5.1.5. Sikap terhadap Penyakit Epilepsi

Pada penelitian ini, dalam kuesioner penelitian terdapat 10 pertanyaan mengenai sikap terhadap penyakit epilepsi. Data lengkap distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel sikap dapat dilihat pada tabel 5.6. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Sikap No Pertanyaan Jawaban Responden Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju n n n n 1. Orang dengan epilepsi harus diisolir 19 27,1 8 11,4 38 54,3 5 7,1 2. Epilepsi merupakan suatu halangan untuk hidup bahagia 24 34,3 40 57,1 6 8,6 3. Epilepsi mempengaruhi pendidikan seseorang 10 14,3 32 45,7 23 32,9 5 7,1 4. Orang dengan epilepsi tidak bisa bekerja seperti orang lain 41 58,6 27 38,6 2 2,9 5. Orang dengan epilepsi harus dilarang mengemudi 16 22,9 45 64,3 9 12,9 6. Orang dengan epilepsi tidak mungkin menjalani kehidupan pernikahan 11 15,7 31 44,3 28 40,0 7. Orang dengan epilepsi tidak seharusnya memiliki anak 7 10,0 53 75,7 10 14,3 8. Saya keberatan jika anak saya satu sekolah dengan anak epilepsi 5 7,1 23 32,9 35 50,0 7 10,0 9. Saya akan membiarkan anak saya bermain dengan anak epilepsi 4 5,7 32 45,7 23 32,9 11 15,7 10. Saya tidak mengizinkan anak saya menikah dengan orang epilepsi 13 18,6 26 27,1 20 28,6 11 15,7 Universitas Sumatera Utara Dari tabel diatas, terlihat bahwa pernyataan sikap yang paling banyak dijawab dengan sangat setuju adalah pada pernyataan mengenai orang dengan epilepsi seharusnya diisolir, yaitu sebanyak 27,1. Pernyataan sikap yang paling banyak dijawab dengan setuju adalah pada pernyataan mengenai orang dengan epilepsi harus dilarang mengemudi, yaitu sebanyak 64,3. Pernyataan sikap yang paling banyak dijawab dengan tidak setuju adalah pada pernyataan bahwa orang dengan epilepsi tidak seharusnya memiliki anak, yaitu sebanyak 75,7. Pernyataan sikap yang paling banyak dijawab dengan sangat tidak setuju adalah pada pernyataan bahwa orang dengan epilepsi tidak memungkinkan untuk menjalani kehidupan pernikahan, yaitu sebanyak 40,0. Berdasarkan hasil tersebut, maka sikap mengenai epilepsi dapat dikategorikan seperti pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sikap Sikap n Baik Sedang Kurang 11 59 15,7 84,3 Jumlah 70 100 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap yang dikategorikan sedang memiliki persentase paling besar yaitu 84,3, sedangkan sikap yang dikategorikan baik memiliki persentase 15,7. Pada penelitian ini tidak didapatkan sikap dengan kategori kurang. Penelitian ini dilakukan di tiga sekolah dasar. Data yang diambil dari ketiga sekolah ini dapat dilihat perbandingan hasil untuk sikap pada tabel 5.8. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.8 Distribusi Tempat Mengajar Responden terhadap Tingkat Sikap Kategori Sikap Baik Sedang Kurang Total n n n n Tempat Mengajar Responden SDN 064969 1 1,4 17 24,4 18 25,7 SDN Percobaan 3 4,3 19 27,1 22 31,5 SD Shafiyyatul Amaliyyah 7 10,0 23 32,8 30 42,8 Jumlah 11 15,7 59 84,3 70 100 Dari tabel tersebut, dari ketiga sekolah tidak ada guru yang memiliki sikap yang kurang terhadap penyakit epilepsi. Sikap dengan kategori sedang merupakan nilai terbanyak pada SD Negeri 064969, SD Negeri Percobaan, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah dengan nilai 24,4, 27,1, dan 32,8.

5.2. Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan guru sekolah dasar mengenai epilepsi, dan sikap mereka terhadap anak-anak menderita penyakit ini. Penelitian difokuskan pada guru sekolah dasar karena mereka sangat mempengaruhi perkembangan anak pada periode sensitif dari usia sekolah sampai pubertas. Guru juga bagian penting dari masyarakat yang berhubungan erat dengan anak-anak, yang mungkin beberapa di antaranya menderita epilepsi.

5.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan informasi dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman atau pendidikan. Pengetahuan merupakan jumlah dari segala hal yang diketahui. Dalam penelitian ini telah dilakukan pembagian kuesioner untuk mengukur pengetahuan responden mengenai epilepsi pada tingkat pengetahuan yang pertama, yaitu tahu. Universitas Sumatera Utara Pada hasil penelitian ini didapatkan beberapa temuan yang tidak menyenangkan. Dari 70 responden, sebanyak 90 menyatakan belum mendapatkan informasi yang baik mengenai epilepsi. Hal serupa ditunjukkan pada penelitian di Osogbo, Nigeria dimana 70 guru menyatakan memiliki pengetahuan mengenai epilepsi yang di bawah rata-rata. Hal ini mungkin dikarenakan mereka jarang kontak dengan anak-anak epilepsi, sehingga mereka hanya memiliki informasi yang terbatas mengenai epilepsi. Telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa guru hanya memiliki pengetahuan yang cukup tentang epilepsi, pelatihan yang tidak memadai, dan ide-ide yang keliru dan berpotensi berbahaya mengenai penanganan pertama kejang Mustapha, Odu, Akande, 2012. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 77,1 menyatakan bahwa epilepsi merupakan suatu gangguan pada kesehatan fisik dan mental. Berbeda dengan penelitian Ayapillai 2012 pada masyarakat di Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan, dimana sebanyak 78,8 responden menganggap epilepsi bukan merupakan penyakit kejiwaan. Sedangkan pada penelitian di Nigeria, sebanyak 50,2 responden menyatakan epilepsi adalah suatu penyakit kejiwaan Mustapha, Odu, Akande, 2012. Hal ini menyatakan bahwa masih tingginya kekeliruan responden mengenai penyakit epilepsi. Bahkan pada penelitian ini didapatkan sebanyak 37,1 menyatakan bahwa psikoterapi merupakan pilihan pengobatan yang terbaik untuk pasien epilepsi karena mereka beranggapan bahwa epilepsi merupakan suatu masalah pada kejiwaan seseorang. Padahal pilihan utama pengobatan untuk semua jenis epilepsi dapat dilakukan dengan memberikan obat antiepilepsi OAE dan pembedahan fokus epilepsi Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy, 2010. Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden 92,9 menyatakan epilepsi disebabkan oleh adanya gangguan pada otak. Dari penelitian yang dilakukan di Zimbabwe oleh Haydar dan Islam 2011 di kalangan guru sekolah dasar dan perguruan tinggi menyatakan sebanyak 58,5 responden me nyebutkan berbagai penyebab epilepsi, termasuk malformasi otak, cedera kepala, faktor keturunan, Universitas Sumatera Utara serangan roh jahat, dan infeksi. Menurut Purba 2008, dasar serangan epilepsi adalah adanya gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Beberapa responden menganggap epilepsi merupakan penyakit menular. Penelitian lain juga melaporkan hal serupa di kalangan guru Haydar dan Islam, 2011. Sedangkan pada penelitian serupa di Zimbabwe, mayoritas responden 73 mengatakan bahwa epilepsi tidak menular dan menggambarkannya sebagai kondisi kronis. Walaupun hanya sebagian kecil responden yang mengatakan epilepsi tidak menular, tetap didapati adanya keyakinan yang menganggap epilepsi dapat ditularkan Goronga dkk, 2013. Konsep yang menyatakan bahwa epilepsi sebagai penyakit menular merupakan ide-ide yang ketinggalan zaman dan membuat kehidupan orang dengan epilepsi cukup menyedihkan. Orang-orang dengan epilepsi dipandang dengan ketakutan, kecurigaan dan kesalahpahaman dan menjadi sasaran stigma sosial yang sangat besar. Mereka diperlakukan sebagai orang buangan dan dihukum. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rambe dan Sjahrir 2002, dengan judul “Kesadaran, Sikap dan Pemahaman Guru terhadap Epilepsi di Medan, Indonesia”. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan adanya kesalahpahaman yang cukup berarti terhadap epilepsi. Begitu juga pada hasil penelitian ini, dimana sebanyak 74,2 responden memiliki pengetahuan dalam kategori sedang, sehingga tetap memungkinkan adanya kesalahpahaman terhadap penyakit epilepsi. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya edukasi dan penyebaran informasi mengenai penyakit epilepsi di kalangan guru dan masyarakat. Berbeda hasil penelitian Ayapillai 2012 dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Penyakit Epilepsi di Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan”. Dimana hasil penelitiannya didapatkan pengetahuan responden sangat baik 97. Guru seharusnya memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyakit epilepsi. Hal ini dikarenakan epilepsi lebih umum terjadi di kalangan anak-anak sekolah dan guru memiliki banyak pengaruh pada anak-anak, yang menghabiskan bagian terpenting dari kehidupan sosial dan pendidikan di sekolah. Kesalahpahaman dari guru-guru ini akan memiliki dampak negatif terhadap Universitas Sumatera Utara prestasi anak-anak dengan epilepsi, saat sekarang maupun di masa depan. Hal ini dikarenakan anak-anak dengan epilepsi berisiko tinggi untuk mendapatkan prestasi yang buruk, masalah kesehatan mental, isolasi sosial, dan menjadi tidak percaya diri.

5.2.2. Sikap

Untuk pengukuran sikap, penelitian juga dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan yang berhubungan dengan sikap responden terhadap penyakit epilepsi. Pada penelitian ini didapatkan sikap positif yang signifikan. Sebanyak 57,1 responden berpikir bahwa epilepsi bukan merupakan suatu halangan untuk hidup bahagia, 50 responden mengizinkan anaknya berada satu sekolah dengan anak epilepsi, dan 45,7 responden setuju anak mereka bermain dengan anak epilepsi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ayapillai 2012, sebanyak 97 responden memperbolehkan pergaulan dengan penderita epilepsi. Penderita epilepsi sendiri merasakan isolasi sosial dan adaptasi sosial yang buruk yang disebabkan oleh stigma di masyarakat. Atau juga karena adanya ketergantungan yang berlebihan yang disebabkan oleh orangtua yang terlalu protektif terhadap anak epilepsi. Hal ini menyebabkan dengan epilepsi takut malu dengan kejang, sehingga mereka enggan untuk terlibat dalam interaksi sosial Hills, 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan 44,3 responden setuju jika orang dengan epilepsi dapat menjalani kehidupan pernikahan dan sebanyak 75,7 responden setuju bahwa orang dengan epilepsi dapat memiliki anak. Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayapillai 2012 di kalangan masyarakat Medan, dimana sebanyak 87,9 responden menyatakan orang dengan epilepsi dapat menikah, hamil, dan memiliki anak. Sebanyak 37,1 responden mengizinkan anak mereka menikah dengan orang dengan epilepsi. Menurut penelitian Amira 2008, sebanyak 13,2 responden mengizinkan anak atau salah satu kerabat dekat mereka menikah dengan orang dengan epilepsi dan menurut penelitian Jiamjit 2009 sebanyak Universitas Sumatera Utara 28,4 tidak keberatan jika anak mereka menikahi seseorang yang kadang-kadang memiliki serangan kejang. Sebanyak 32,9 responden keberatan jika anak mereka satu sekolah dengan anak epilepsi. Hal ini berbeda dengan temuan positif pada penelitian di Nigeria, sebagian besar guru lebih dari 70 tidak merasa bahwa epilepsi adalah penyakit menular dan anak dengan epilepsi dapat ditempatkan di kelas regular Mustapha, Odu, Akande, 2012. Meskipun kebanyakan responden menunjukkan sikap positif, ada beberapa yang menunjukkan sikap negatif. Didapati sebanyak 58,6 responden berpikir bahwa orang dengan epilepsi tidak bisa bekerja seperti orang lain, 64,3 responden berpikir orang dengan epilepsi seharusnya dilarang mengemudi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 45,7 responden menganggap epilepsi mempengaruhi pendidikan seseorang. Hasil penelitian serupa di kalangan masyarakat Medan menunjukkan sebanyak 60,0 responden menyatakan bahwa orang dengan epilepsi memiliki tingkat kecerdasan yang rendah Daniel, 2012. Menurut Slowik 2013, epilepsi bukan merupakan indikator kecerdasan. Beberapa orang dengan keterbelakangan mental mungkin menderita epilepsi, tetapi kebanyakan orang dengan epilepsi tidak mengalami keterbelakangan mental. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rambe dan Sjahrir 2002, dengan judul “Kesadaran, Sikap dan Pemahaman Guru terhadap Epilepsi di Medan, Indonesia”. Dimana hasil penelitiannya menunjukkan adanya sikap yang negatif terhadap orang dengan epilepsi. Sedangkan penelitian Ayapillai 2012 dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Masyarakat tentang Penyakit Epilepsi di Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan”, menunjukkan sikap responden yang sangat baik. Pada penelitian ini diperoleh mayoritas sikap guru berada pada kategori sedang, yaitu 84,3. Hal ini dikarenakan adanya stigma yang berlaku di masyarakat, sehingga mempengaruhi pandangan sikap seseorang terhadap pasien epilepsi. Kesalahpahaman dan sikap yang buruk terhadap orang dengan epilepsi akan berkontribusi pada stigma atau diskriminasi yang dirasakan oleh orang Universitas Sumatera Utara dengan epilepsi. Kebanyakan penderita epilepsi merasakan berbagai pelanggaran dan pembatasan dari hak sipil dan hak asasi manusia mereka, seperti dalam mendapatkan akses terhadap jaminan kesehatan, surat izin mengemudi, pendidikan, pekerjaan, perjanjian hukum, dan bahkan pernikahan. Universitas Sumatera Utara BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan: a. Pengetahuan guru sekolah dasar di Kota Medan mengenai penyakit epilepsi berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 74,3, sedangkan pada kategori baik adalah sebanyak 18,6, dan pada kategori kurang hanya sebanyak 7,1. b. Sikap guru sekolah dasar di Kota Medan terhadap penyakit epilepsi berada pada kategori sedang, yaitu sebanyak 84,3, sedangkan pada kategori baik sebanyak 15,7, dan tidak didapatkan adanya sikap pada kategori kurang. c. Tingkat pengetahuan guru SD Negeri 064969 yang terbanyak adalah berada pada kategori sedang dengan persentase 21,3. Tingkat pengetahuan guru SD Negeri Percobaan yang terbanyak juga berada pada kategori sedang dengan persentase 22,9. Begitu pula pada guru SD Shafiyyatul Amaliyyah yang kebanyakan memiliki kategori sedang, yaitu 30. d. Tingkat sikap guru SD Negeri 064969 yang terbanyak adalah berada pada kategori sedang dengan persentase 24,4. Tingkat pengetahuan guru SD Negeri Percobaan yang terbanyak juga berada pada kategori sedang dengan persentase 27,1. Begitu pula pada guru SD Shafiyyatul Amaliyyah yang kebanyakan memiliki kategori sedang, yaitu 32,8.

6.2. Saran

Dokumen yang terkait

Gambaran Pengetahuan Siswi SMK Negeri 1 Medan Tentang Infeksi Menular Seksual Tahun 2010

3 68 53

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 1 17

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 0 8

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

0 2 29

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015 Chapter III VI

1 2 50

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015

5 20 4

Efektifitas Media Cerita Bergambar Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Tentang Penyakit Tb Paru Di Sd Negeri 060799 Dan Sd Negeri 060953 Kota Medan Tahun 2015 Appendix

0 0 28

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru SD terhadap Penyakit Epilepsi di SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan Tahun 2013

0 0 13

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Guru SD terhadap Penyakit Epilepsi di SD Negeri 064969, SD Percobaan Negeri, dan SD Shafiyyatul Amaliyyah Kota Medan Tahun 2013

0 0 19