Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis Kompos Pada Beberapa Jenis Tanah

PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Oleh
ANITA SARI
A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
ANITA SARI. Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis
Kompos pada Beberapa Jenis Tanah. Di bawah bimbingan SUDARSONO dan
DARMAWAN .

Kadar bahan organik di dalam tanah secara umum tidak lebih dari 3 atau 5
persen, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah. Oleh karena itu kadar bahan
organik tanah perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Bahan organik di dalam tanah
terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan fraksi liat, serta berikatan

dengan Al dan Fe. Kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda
pada setiap jenis tanah, dalam hal ini terkait dengan tipe dan kadar liat, serta kadar Al
dan Fe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam mengikat
bahan organik, dimana kemampuan tersebut sangat bervariasi pada berbaga i jenis
tanah dan untuk mengetahui hubungan antara sumber bahan organik yang berbeda
dengan kemampuan tanah mengikat bahan organik tersebut.
Contoh tanah yang digunakan yaitu Andosol dari Ciapus, Latosol dari
Darmaga, Latosol dari Sindang Barang, tanah Podsolik dari Jasinga, dan tanah
Mediteran dari Jonggol. Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada setiap
jenis tanah. Kompos residu tanaman yang digunakan berupa hasil panen yaitu
kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Penentuan kadar bahan organik
menggunakan metode Walkley & Black.
Hasil penelitian menunjukkan setelah penambahan kompos terjadi
peningkatan bahan organik yang terikat pada setiap jenis tanah. Besarnya peningkatan
bahan organik yang terikat selama masa inkubasi 2 bulan bervariasi antar dan pada
setiap jenis tanah. Secara umum, kadar bahan organik yang terikat pada masa
inkubasi 2 bulan lebih tinggi dibandingkan masa inkubasi 1 bulan. Berdasarkan hasil
penelitian, kompos kedelai memberikan peningkatan bahan organik yang terikat
maksimum untuk mencapai kapasitas tanah.


SUMMARY
ANITA SARI. Bonding of Organic Matter after Addition of Various Types of
Compost into Various Types of Soil. Under supervision SUDARSONO and
DARMAWAN

In general, soil organic matter content is about 3 to 5 percent, but it’s
influence is very important to soil. Therefore, soil organic matter should be
maintained and increased. There are three forms of organic matter in soil, i.e. free,
bond to clay, and also bond to Al dan Fe. Soil ability to bond organic matter
determined by clay type and content, and also Al and Fe content. The objectives of
this research were to study of various soil types bonding of organic matter and to
know the relationship between different organic matter sources with the soil ability to
bond the organic matter.
Soil samples that were used consisted of Andosol from Ciapus, Latosol from
Darmaga, Latosol from Sindang Barang, Podsolik soil from Jasinga, and Mediteran
soil from Jonggol. The samples of soil was taken from two depth of upper parts of
each type of soil. Composts were made of crop residues of soybean, peanut, and
green peas. The soil organic matter content was determined by Walkley & Black
method.
The result of this research showed that the bonding of organic ma tter

increased after the addition of compost in all types of soil. The number of the
increased of bonded organic matter during 2 month incubation varied between and
with in soil. Generally, bonded organic matter at 2 month incubation was higher than
that of 1 month incubation. Based on the result of this research, soybean compost
gave maximum bonded organic matter to reach soil capacity.

PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Oleh
ANITA SARI
A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul : PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH
Nama : ANITA SARI
NRP

: A24102087

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc.
NIP. 130 607 618

Dr Ir Darmawan, MSc.

NIP. 131 879 335

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr
NIP. 130 422 698

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1985 dari pasangan Bapak
Sunaryo dan Ibu Zubaedah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SDN 011 Pagi Jakarta pada tahun 1995
hingga kelas 5, kemudian penulis pindah ke SDN 05 Pagi Jakarta dan lulus pada
tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 11 Jakarta hingga
tahun 1999 dan selanjutnya penulis pindah ke SLTA 46 Jakarta hingga lulus pada
tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
ini dengan baik. Skripsi dengan judul Pengikatan Bahan Organik Setelah
Penambahan Berbagai Jenis Kompos pada Beberapa Jenis Tanah, ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr Ir
Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, MSc. selaku pembimbing skripsi atas
bantuan, bimbingan, nasehat dan masukan- masukan yang menambah pengetahuan
penulis serta Ir Anang Sutisna Yogaswara selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan kepada penulis. Pada kesempatan ini juga penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tersayang, kakak, dan adik atas kesabaran, kasih sayang dan
dukungannya.
2. Ibu Oktori K. Zaini, SE, Ibu Yani Maryani, Pak Kasmun dan Pak Maspadin
yang banyak membantu dalam analisis di laboratorium.

3. My best friends Arnie Anggraini, Suswandari, Elvina, Maria, Rosalia, Sria tun,
Megawati, Idayu, dan Emma terima kasih atas kebersamaannya dan
supportnya.

4. Pak Enjam atas jasanya mengantar mengambil sampel tanah jauh-jauh ke
Jonggol naik motor.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-per satu, yang telah ikut serta
membantu demi kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................

i


DAFTAR ISI ..............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………….........

1

Tujuan …………………………………………………………......

2

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik Tanah …………………………………………......


3

Dekomposisi Bahan Organik Tanah ................................................

4

Pengaruh Bahan Organik Tanah ......................................................

7

Bentuk-bentuk Bahan Organik ………………………….................

7

Kompos dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengomposan .....

10

Sifat Umum Beberapa Jenis Tanah....................................................
Andosol …………...………………………………………….


12

Latosol ………………………………………………………...

12

Tanah Podsolik ……………………………………………….

13

Tanah Mediteran ……………………………………………..

14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………......

15


Bahan ………………………………………………………….......

15

Metode ……………………………………………………….........

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Bahan Organik pada Berbagai Jenis Tanah Sebelum
Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi .................

18

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah
Setelah Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi .....

19

Tingkat Kejenuhan Bahan Organik Setelah Penambahan Kompos
pada Berbagai Jenis Tanah .......................................................

23

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah
Setelah Penambahan Kompos Berdasarkan Jenis Kompos .....

30

Ratio Liat/C-organik dan Al-dd/C -organik ......................................

32

KESIMPULAN ..........................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………....

35

LAMPIRAN ………………………………………………………….......

37

DAFTAR TABEL

PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Oleh
ANITA SARI
A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
ANITA SARI. Pengikatan Bahan Organik Setelah Penambahan Berbagai Jenis
Kompos pada Beberapa Jenis Tanah. Di bawah bimbingan SUDARSONO dan
DARMAWAN .

Kadar bahan organik di dalam tanah secara umum tidak lebih dari 3 atau 5
persen, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah. Oleh karena itu kadar bahan
organik tanah perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Bahan organik di dalam tanah
terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan fraksi liat, serta berikatan
dengan Al dan Fe. Kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda
pada setiap jenis tanah, dalam hal ini terkait dengan tipe dan kadar liat, serta kadar Al
dan Fe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tanah dalam mengikat
bahan organik, dimana kemampuan tersebut sangat bervariasi pada berbaga i jenis
tanah dan untuk mengetahui hubungan antara sumber bahan organik yang berbeda
dengan kemampuan tanah mengikat bahan organik tersebut.
Contoh tanah yang digunakan yaitu Andosol dari Ciapus, Latosol dari
Darmaga, Latosol dari Sindang Barang, tanah Podsolik dari Jasinga, dan tanah
Mediteran dari Jonggol. Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada setiap
jenis tanah. Kompos residu tanaman yang digunakan berupa hasil panen yaitu
kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Penentuan kadar bahan organik
menggunakan metode Walkley & Black.
Hasil penelitian menunjukkan setelah penambahan kompos terjadi
peningkatan bahan organik yang terikat pada setiap jenis tanah. Besarnya peningkatan
bahan organik yang terikat selama masa inkubasi 2 bulan bervariasi antar dan pada
setiap jenis tanah. Secara umum, kadar bahan organik yang terikat pada masa
inkubasi 2 bulan lebih tinggi dibandingkan masa inkubasi 1 bulan. Berdasarkan hasil
penelitian, kompos kedelai memberikan peningkatan bahan organik yang terikat
maksimum untuk mencapai kapasitas tanah.

SUMMARY
ANITA SARI. Bonding of Organic Matter after Addition of Various Types of
Compost into Various Types of Soil. Under supervision SUDARSONO and
DARMAWAN

In general, soil organic matter content is about 3 to 5 percent, but it’s
influence is very important to soil. Therefore, soil organic matter should be
maintained and increased. There are three forms of organic matter in soil, i.e. free,
bond to clay, and also bond to Al dan Fe. Soil ability to bond organic matter
determined by clay type and content, and also Al and Fe content. The objectives of
this research were to study of various soil types bonding of organic matter and to
know the relationship between different organic matter sources with the soil ability to
bond the organic matter.
Soil samples that were used consisted of Andosol from Ciapus, Latosol from
Darmaga, Latosol from Sindang Barang, Podsolik soil from Jasinga, and Mediteran
soil from Jonggol. The samples of soil was taken from two depth of upper parts of
each type of soil. Composts were made of crop residues of soybean, peanut, and
green peas. The soil organic matter content was determined by Walkley & Black
method.
The result of this research showed that the bonding of organic ma tter
increased after the addition of compost in all types of soil. The number of the
increased of bonded organic matter during 2 month incubation varied between and
with in soil. Generally, bonded organic matter at 2 month incubation was higher than
that of 1 month incubation. Based on the result of this research, soybean compost
gave maximum bonded organic matter to reach soil capacity.

PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Oleh
ANITA SARI
A24102087

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul : PENGIKATAN BAHAN ORGANIK SETELAH PENAMBAHAN
BERBAGAI JENIS KOMPOS PADA BEBERAPA JENIS TANAH
Nama : ANITA SARI
NRP

: A24102087

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc.
NIP. 130 607 618

Dr Ir Darmawan, MSc.
NIP. 131 879 335

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr
NIP. 130 422 698

Tanggal lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1985 dari pasangan Bapak
Sunaryo dan Ibu Zubaedah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SDN 011 Pagi Jakarta pada tahun 1995
hingga kelas 5, kemudian penulis pindah ke SDN 05 Pagi Jakarta dan lulus pada
tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 11 Jakarta hingga
tahun 1999 dan selanjutnya penulis pindah ke SLTA 46 Jakarta hingga lulus pada
tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada
Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
ini dengan baik. Skripsi dengan judul Pengikatan Bahan Organik Setelah
Penambahan Berbagai Jenis Kompos pada Beberapa Jenis Tanah, ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Prof. Dr Ir
Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, MSc. selaku pembimbing skripsi atas
bantuan, bimbingan, nasehat dan masukan- masukan yang menambah pengetahuan
penulis serta Ir Anang Sutisna Yogaswara selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan kepada penulis. Pada kesempatan ini juga penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tersayang, kakak, dan adik atas kesabaran, kasih sayang dan
dukungannya.
2. Ibu Oktori K. Zaini, SE, Ibu Yani Maryani, Pak Kasmun dan Pak Maspadin
yang banyak membantu dalam analisis di laboratorium.
3. My best friends Arnie Anggraini, Suswandari, Elvina, Maria, Rosalia, Sria tun,
Megawati, Idayu, dan Emma terima kasih atas kebersamaannya dan
supportnya.

4. Pak Enjam atas jasanya mengantar mengambil sampel tanah jauh-jauh ke
Jonggol naik motor.
5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-per satu, yang telah ikut serta
membantu demi kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Bogor, Januari 2007

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................

i

DAFTAR ISI ..............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………….........

1

Tujuan …………………………………………………………......

2

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Organik Tanah …………………………………………......

3

Dekomposisi Bahan Organik Tanah ................................................

4

Pengaruh Bahan Organik Tanah ......................................................

7

Bentuk-bentuk Bahan Organik ………………………….................

7

Kompos dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengomposan .....

10

Sifat Umum Beberapa Jenis Tanah....................................................
Andosol …………...………………………………………….

12

Latosol ………………………………………………………...

12

Tanah Podsolik ……………………………………………….

13

Tanah Mediteran ……………………………………………..

14

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………......

15

Bahan ………………………………………………………….......

15

Metode ……………………………………………………….........

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Bahan Organik pada Berbagai Jenis Tanah Sebelum
Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi .................

18

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah
Setelah Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi .....

19

Tingkat Kejenuhan Bahan Organik Setelah Penambahan Kompos
pada Berbagai Jenis Tanah .......................................................

23

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah
Setelah Penambahan Kompos Berdasarkan Jenis Kompos .....

30

Ratio Liat/C-organik dan Al-dd/C -organik ......................................

32

KESIMPULAN ..........................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………....

35

LAMPIRAN ………………………………………………………….......

37

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman
Teks

1. Kadar

C-organik

pada

Berbagai

Jenis

Tanah

Sebelum

18

Penambahan Kompos dan Masa Inkubasi ..................................
2. Kadar

C-organik

pada

Berbagai

Jenis

Tanah

Setelah

20

Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi .....................
3. Kadar C-Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah dari

22

Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi ......................
4. Proporsi

Peningkatan

Kadar

C-organik

dan

Persentase

24

Kejenuhan C-organik Awal pada Berbagai Jenis Tanah ……… .
5. Kadar

C-organik

Penambahan

pada

Berbagai

Kompos Berdasarkan

Jenis

Tanah

Masing- masing

Setelah
Masa

28

Inkubasi ........................................................................................
6. Tambahan C-organik yang Terikat dan Persentase C-organik
yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah dan Masa Inkubasi … ..

Nomor

29

Halaman

Lampiran
1. Kadar C-organik pada Berbagai Jenis Tanah dan Masa Inkubasi..

37

2. Ratio Liat/C-organik pada Berbagai Jenis Tanah Setelah
Penambahan Kompos ...................................................................

38

3. Ratio Al-dd/C-organik pada Berbagai Jenis Tanah Setelah
Penambahan Kompos ...................................................................
4. Data pH, Al-dd, dan Tekstur pada Berbagai Jenis Tanah ............

PENDAHULUAN

39
40

Latar Belakang
Masalah tanah yang sering dihadapi antara lain masalah yang berkaitan
dengan merosotnya kadar bahan organik secara terus menerus. Bahan organik tanah
itu sendiri berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik,
kimia maupun biologi. Penurunan kandungan bahan organik akan mengakibatkan
menurunnya produktivitas tanah. Oleh karena itu bahan organik tanah tidak saja perlu
dipertahankan, akan tetapi bahkan perlu ditingkatkan secara teratur. Salah satunya
cara peningkatan bahan organik tanah yaitu dengan penambahan kompos.
Bahan organik di dalam tanah, sebagian besar berada dalam bentuk berikatan
dengan liat dan berikatan dengan Al dan Fe, hanya sebagian kecil saja yang berada
dalam bentuk bebas. Liat merupakan komponen pengikat yang paling dominan
(Pujiyanto et al., 2003) lebih besar dari 90 % bahan organik berikatan dengan partikel
liat. Bahan organik yang terikat oleh Al dan Fe berhubungan erat dengan kadar Al
dan Fe di dalam tanah, jika kandungan bahan organik terikat oleh Al dan Fe tinggi
maka kadar Al dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik dengan Al dan Fe
akan rendah. Kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik
cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena tanah tidak mempunyai kapasitas
jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau lambat akan jenuh (Hardjowigeno,
2002). Oleh karena itu perlu diteliti kemampuan tanah dalam mengikat bahan
organik, dimana kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik pada berbagai
jenis tanah bervariasi ditentukan oleh tipe dan kadar liat, serta kadar Al dan Fe yang
terkandung pada tanah itu sendiri.

Disisi lain, meskipun secara umum tanaman mengandung kelompok bahan
yang sama (lemak, resin, protein, kelompok karbohidrat, lignin dan komponen
lainnya) tetapi proporsi dari bahan-bahan ini pada berbagai jenis tanaman berbedabeda, dan bahan-bahan ini mempengaruhi laju dekomposisi (Kononova, 1966).
Berdasarkan hal tersebut, kualitas kompos ditentukan oleh jenis bahan yng akan
dikomposkan. Hubungan antara sumber bahan organik yang berbeda dengan
kemampuan tanah mengikat bahan organik belum banyak diketahui.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan mengikat bahan
organik pada berbagai jenis tanah dan hubungan antara sumber bahan organik yang
berbeda dan kemampuan tanah mengikat bahan organik

TINJAUAN PUSTAKA

Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah
mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu
dengan tanah. Menurut Kononova (1966) bahan organik tanah adalah suatu bahan
yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di
dalam tanah dan mengalami perombakan terus menerus; sedangkan menurut Soepardi
(1983) bahan organik tanah adalah timbunan sisa tumbuhan dan binatang yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.
Secara umum bahan organik di dalam tanah terakumulasi di lapisan atas.
Jumlahnya tidak besar sekitar 3 – 5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat
tanah besar sekali. Faktor yang penting mempengaruhi bahan organik tanah adalah
kedalaman tanah, tekstur tanah, dan drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar
bahan organik. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan teratas kurang
lebih setebal 20 cm yaitu sebesar 15 – 20 %, makin ke bawah makin berkurang. Hal
ini disebabkan akumulasi bahan organik terjadi di lapisan atas. Tekstur tanah cukup
berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula bahan organik tanah bila kondisi
lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan
organik cepat habis. Tanah dengan drainase buruk pada umumnya mempunyai kadar
bahan organik lebih tinggi daripada tanah berdrainase baik.
Sumber utama bahan organik tanah adalah jaringan tumbuhan. Bahan organik
tersebut akan mengalami pelapukan dan selanjutnya menjadi satu dengan tanah.
Binatang biasanya dianggap penyumbang sekunder setelah tumbuhan. Mereka akan
menggunakan bahan organik sebagai sumber energi dan bila mereka mati jasadnya

merupakan sumber bahan organik baru (Soepardi, 1983). Menurut Rowell (1995),
sumber dasar bahan organik tanah adalah jaringan tanaman dan komposisi dari bahan
organik tersebut mencerminkan sumber bahan itu. Bagian atas dan akar dari tanaman,
semak belukar, rumput-rumputan dan tanaman asli lainnya, setiap tahun memberikan
residu organik dalam jumlah besar (Buckman dan Brady, 1969).

Dekomposisi Bahan Organik Tanah
Di dalam tanah, bahan organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi,
baik sebagian maupun keseluruhan, baik secara kimia dan biologi di dalam tanah.
Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai proses biokimia yang di dalamnya terdapat
bermacam- macam kelompok mikroorganisme yang menghancurkan bahan organik ke
dalam bentuk humus (Gaur, 1986). Millar dan Turk (1951) menyatakan bahwa
dekomposisi bahan organik di dalam tanah merupakan suatu proses biokimia, dimana
beberapa faktor mempengaruhi aktivitas organisme tanah juga mempengaruhi laju
pelapukan atau pembusukan bahan organik. Bahan organik dapat dikelompokkan
menjadi senyawa yang cepat dan yang lambat sekali didekomposisikan.
Bahan organik cepat didekomposisikan terdiri dari (1) gula, zat pati dan
protein sederhana, (2) protein kasar, (3) hemiselulosa. Sementara itu, bahan organik
yang termasuk lambat sekali didekomposisikan terdiri dari (1) hemiselulosa, (2)
selulosa, (3) lignin, lemak, waks, dan lain- lain. Hemiselulosa termasuk di antara
bahan organik yang cepat didekomposisikan dan lambat didekomposisikan.
Dekomposisi bahan organik dapat berlangsung secara aerobik ataupun
anaerobik, tergantung pada ketersediaan oksigen (Gaur, 1986). Secara umum reaksi

dekomposisi bahan organik yang berlangsung secara aerobik digambarkan sebagai
berikut :
Aktivitas
Bahan organik + O2

CO2 + H2O + Hara + Humus + Energi
Mikroba

Hasil dari proses dekomposisi bahan organik terdiri dari (1) energi yang
dibebaskan, (2) hasil akhir sederhana, (3) humus. Pertumbuhan jazad mikro
memerlukan energi dan bahan organik untuk pembentukan jaringan tubuhnya. Jumlah
energi yang terdapat dalam bahan organik sebagian digunakan oleh jazad mikro
tanah, selebihnya tetap tinggal dalam sisa bahan organik atau dibebaskan sebagai
panas.
Hasil akhir sederhana dari proses dekomposisi yaitu :
1. Karbon

: CO2, CO3 -2 , HCO3 -, CH4 , C

2. Nitrogen

: NH4 +, NO2 -, NO 3 -

3. Belerang

: S, H2 S, SO 3 -2 , SO4 -2 , CS2

4. Fosfor

: H2 PO4 -, HPO4 -2

5. Lainnya

: K +, Ca2+, Mg2+, H2 O, O 2, H2 , H+, OH-, dan lain- lain

Humus merupakan bahan yang tahan terhadap perombakan selanjutnya oleh
jasad mikro dari bahan aslinya, berwarna coklat atau hitam (Soepardi, 1983). Humus
mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi, hal ini disebabkan karena
tingginya kapasitas tukar kation (KTK) dari humus. Humus tersusun dari : 1) asam
fulvik yang larut dalam asam maupun alkali, 2) asam humik yang larut dalam alkali
tetapi tidak larut dalam asam, dan 3) humin yang tidak larut dalam asam maupun
alkali.

Laju proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh
banyak faktor yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Bahan atau jaringan tanama n (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposis i
kimia)
2. Tanah (aerasi, suhu, pH, kelembaban, dan tingkat kesuburan)
3. Iklim (terutama yang mempengaruhi suhu dan kelembaban)
Bahan tanaman berbeda dalam dekomposisi dan kecepatan dekomposisi
tergantung spesies tanaman, umur tanaman, dan terutama bagian tana man (akar,
daun, buah, ranting, dan batang) (Singer dan Munns, 1987). Meskipun secara umum
tanaman mengandung kelompok bahan yang sama (lemak, resin, protein, kelompok
karbohidrat, lignin dan komponen lainnya) tetapi proporsi dari bahan-bahan ini pada
berbagai jenis tanaman berbeda-beda, dan bahan-bahan ini mempengaruhi laju
dekomposisi (Kononova, 1966).
Laju dekomposisi bahan organik meningkat dengan naiknya suhu, curah
hujan. Laju dekomposis bahan organik tertinggi terjadi di daerah tropik (Laegred,
Beckman, dan Kaarstad, 1999).

Peranan Bahan Organik Tanah
Peranan bahan organik tanah sangat penting bagi tumbuhan, bahan organik
mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin dimana pada waktu-waktu tertentu
dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan juga jazad mikro. Bahan organik tanah

juga berpengaruh penting terhadap ciri tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi
(Hakim et al.,1986).
Peranan terhadap ciri fisik antara lain :
1. Kemampuan tanah menahan air meningkat
2. Warna tanah menjadi coklat hingga hitam
3. Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya
4. Menurunkan plastisitas, kohesi, dan sifat buruk lainnya dari liat
Peranan terhadap ciri kimia antara lain :
1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK)
2. Meningkat jumlah kation yang mudah dipertuk arkan
3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik
4. Pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humat
Peranan terhadap ciri biologi antara lain :
1. Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat
2. Kegiatan jazad mikro dalam dekomposisi bahan organik meningkat

Bentuk-bentuk Bahan Organik Tanah
1. Bahan organik berikatan dengan liat
Mineral liat dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks liatorganik di dalam tanah. Tidak hanya senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat,
selulosa, dan hemiselulosa tetapi juga fraksi humus dapat berinteraksi dengan mineral
liat, akibatnya menjadi kurang tersedia bagi mikroorganisme (Kononova, 1966).

Meskipun mekanisme pembentukan kompleks bahan organik dengan liat secara pasti
belum diketahui, reaksi hipotesis berikut dapat digunakan sebagai contoh :

Si

O

Si

O

Si O
Al–OH + HO

COOH

Al-O

COOH + H 2 O

Si O

Reaksi diatas menunjukkan penambahan suatu gugus asam (COOH) pada
permukaan liat yang menyumbang suatu muatan negatif yang kuat kepada liat
tersebut. Sebagai kompleks liat-organik, liat akan tersuspensi untuk waktu yang lama
dan bergerak ke bawah bersama air perkolasi. Senyawa organik dan inorganik hasil
dekomposisi dijerap oleh partikel liat melalui beberapa mekanisme, yaitu 1) ikatan
Van der Waals, 2) ikatan ion, 3) ikatan hidrogen, dan 4) ikatan kovalen (Stevenson,
1982). Ikatan kovalen merupakan ikatan yang paling kuat, sedangkan ikatan Van der
Waals merupakan ikatan yang lemah.
Ikatan liat dan bahan organik dapat terjadi dalam keadaan saat liat dan bahan
organik bermuatan negatif maupun positif. Pada kondisi biasa, liat memperoleh
muatan negatif dan pada kondisi tertentu permukaan tepi liat yang patah memperoleh
muatan positif (Tan, 1992), sama halnya dengan bahan organik pada kondisi biasa
bermuatan negatif.
2. Bahan organik berikatan dengan Al dan Fe
Bahan organik di dalam tanah mempunyai peranan membentuk kompleks
dengan ion- ion logam, terutama Al dan Fe. Kompleks bahan organik dengan Al dan

Fe disebut khelat. Salah satu bentuk khelat digambarkan oleh Stevenson (1982)
sebagai berikut :

COO O

CH2
C

-

O

O

C

O

C

CH2

COO -

M
OOC

H2C

C

O

CH2

O

M = ion logam

COO –
Khelat asam sitrat
Pengkhelatan tersebut secara efektif akan menurunkan aktifitas ion- ion logam
dan secara tidak langsung mempengaruhi kelarutan mineral yang mengandung unsur
tersebut (Kussow, 1971). Senyawa-senyawa Fe dan Al biasanya tidak dapat larut
pada kisaran pH tanah yang normal. Namun, kelarutan dari zat-zat ini dapat
ditingkatkan dengan pembentukan kompleks atau pengkhelatan Fe dan Al oleh
senyawa humat tanah. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
M2+ + 2AH ó MA2 + 2H+
Dimana : M

= ion logam

AH = asam humat
MA2 = kompleks logam humat
3. Bahan organik Bebas (belum terlapuk)
Bahan organik bebas merupakan bahan organik yang belum melapuk atau
belum terdekomposisi. Bahan organik dalam bentuk bebas memiliki peranan dalam

fisika tanah antara lain sebagai penutup tanah untuk melindungi tana h terhadap daya
perusak butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah dari daya perusak aliran
permukaan.

Kompos dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Kompos adalah salah satu pupuk organik yang merupakan bahan yang berasal
dari sisa-sisa organik dari hijauan atau hasil pertanian dan kotoran hewan yang
ditumpuk dan mengalami proses dekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai
pupuk.

Kompos sebagai salah satu sumber bahan organik, kandungan haranya

tergantung pada bahan tanaman yang dijadikan kompos tersebut (Rowell, 1995).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama
dengan C/N tanah (< 20).

Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses

pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan.

Dalam proses

pengomposan terjadi perubahan seperti : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa,
lemak dan lignin menjadi CO 2 dan air, 2) zat putih telur menjadi ammonia, CO 2 dan
air, 3) Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.
Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N
yang terlarut (amonia) meningkat (Indriani, 2004). Dengan demikian, C/N semakin
rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan :
1. Nilai C/N bahan
Semakin rendah C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan
semakin singkat.

2. Ukuran bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh oleh mikroba perombak. Oleh karena itu,
bahan perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Pencacahan bahan yang tidak keras
sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang telah hancur (banyak air) kurang baik
(kelembabannya menjadi tinggi).
3. Jumlah mikroorganisme
Biasanya mikroorganisme sering ditambahkan ke dala m bahan yang akan
dikomposkan.

Semakin

banyak

jumlah

mikroorganisme,

diharapkan

proses

pengomposan akan lebih cepat.
4. Kelembaban dan aerasi
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar
40 - 60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara
optimal.

Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan

mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung
dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik.
5. Suhu
Suhu optimal sekitar 30 - 50 °C (hangat).

Bila suhu terlalu tinggi,

mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme belum dapat
bekerja atau dalam keadaan dorman.

Aktivitas mikrorganisme dalam proses

pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap
optimal sering dilakukan pembalikan kompos.

Sifat Umum Beberapa Jenis Tanah
Andosol
Andosol di Indonesia berkembang dan tersebar pada daerah dengan curah
hujan tahunan rata-rata 2000 mm sampai 7000 mm dengan variasi temperatur antara
18 – 22 °C. Tanah Andosol terbentuk dari bahan volkanik, seperti abu volkan, lava
atau bahan volkan klastik. Andosol umumnya mempunyai kadar C-organik yang
tinggi, hal ini disebabkan oleh kandungan bahan amorf yaitu alofan yang sangat
tinggi pada tanah ini. Fraksi liat amorf memegang peran penting terhadap akumulasi
humus yang terjadi. Alofan akan bereaksi membentuk kompleks dan khelat dengan
bahan organik sehingga bahan ini ter lindungi dari serangan mikroba pengurai dan
tetap terakumulasi dalam tanah. Alofan memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi
dibandingkan dengan kaolinit (Soepardi, 1983).

Latosol
Latosol di Indonesia tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, dan Irian Jaya. Di Indonesia Latosol umumnya terdapat pada bahan induk
volkanik. Latosol ditemukan dari permukaan air laut hingga ketinggian 900 m, di
daerah iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 – 7000 mm (Dudal dan
Soepraptohardjo, 1957 dalam Hardjowigeno, 1993).
Menurut Yogaswara (1977) Latosol terbentuk oleh proses latosolisasi yang
meliputi; pelapukan yang intensif dan kontinyu serta proses hidrolisis dari silika,

pencucian basa-basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium yang
mengakibatkan tertimbunnya seskuioksida pada horison B, dan pembentukan mineral
liat kelompok kaolinit.
Kaolinit terdiri dari satu lempeng silika (tetrahedron) dan satu lempeng
alumino (oktahedron), kaolinit mempunyai daya jerap dan KTK rendah karena
permukaan efektif kaolinit terbatas pada permukaan luar. Oleh sebab itu Latosol
umumnya memiliki KTK yang relatif rendah. Latosol Coklat Kemerahan ditemukan
di daerah sekitar Darmaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian
Tanah (1983) kadar C-organik dan nitrogen pada Latosol Coklat Kemerahan dari
Darmaga berkisar dari sangat rendah hingga sedang. Kejenuhan basa (KB) kurang
dari 50 % dengan kemasaman dari masam sampai hingga agak masam (4,5 – 5,9).
Latosol Coklat Kemerahan dari Darmaga memiliki kapasitas tukar kation (KTK)
kurang dari 25 me/100 g, sedangkan susunan basa-basa dari sangat rendah hingga
tinggi.

Tanah Podsolik
Tanah Podsolik merupakan jenis tanah yang terbentuk pada daerah yang
bercurah hujan sekitar 2500-3500 mm/tahun tidak ada bulan kering. Tanah ini
merupakan jenis tanah dengan bahan induk tuf masam, batuan pasir, sedimen kuarsa
pada daerah bertopografi bergelombang sampai berbukit dengan ketinggian berkisar
50 – 350 m di permukaan laut (Soepraptohardjo, 1961). Fraksi liat tanah ini terdiri
dari mineral liat, smektit, haloisit (1:1), kuarsa dan gibsit. Tanah ini tercuci sangat
kuat, horizon B bertekstur berat karena mengandung liat yang tinggi, kandungan

bahan organik dan hara makro rendah (terutama Ca, N, P, dan K), da n pH tanah
berkisar 3,5 – 5,0 (Hardjowigeno, 1985).

Sifat kemasaman tanah yang kurang

menguntungkan karena banyak mengandung Al, Fe dan Mn yang bersifat racun bagi
tanaman (Soepardi, 1983).

Tanah Mediteran
Tanah Mediteran terbentuk pada daerah yang bercurah hujan 800 - 2500
mm/tahun, dengan bahan induk batu kapur keras, batuan sedimen, dan tuf volkan
basa. Warna tanahnya kuning hingga merah dengan solum agak tebal (1 – 2 cm),
tekstur tanah lempung hingga liat, didominasi mineral liat tipe 2:1 yang memiliki
KTK tinggi (Soepardi, 1983). Sifat kimia tanah Mediteran antara lain pH agak
masam hingga netral, C-organik rendah (< 3 %), jumlah basa-basa tinggi, dan terjadi
penimbunan liat silikat.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Waktu penelitian dari Januari hingga Juli 2006.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa contoh tanah dan
beberapa jenis kompos residu tanaman. Contoh tanah yang digunakan, yaitu :
Andosol dari Ciapus dengan kedalaman 0 – 13 cm dan 13 – 28 cm, Latosol dari
Darmaga dengan kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 42 cm, Latosol dari Sindang Barang
dengan kedalaman 0 – 15 cm dan 15 – 35 cm, tanah Podsolik dari Jasinga dengan
kedalaman 0 – 15 cm dan 15 – 30 cm, dan tanah Mediteran dari Jonggol dengan
keda laman 0 – 17 cm dan 17 – 35 cm, seluruh contoh tanah diambil dari penggunaan
lahan tegalan. Kompos residu tanaman yang digunakan yaitu kedelai, kacang tanah,
dan kacang hijau yang merupakan tanaman legum. Residu tanaman diambil dari dua
tempat yaitu kebun percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga untuk residu tanaman
kacang hijau. Residu tanaman kedelai dan kacang tanah diambil dari Sawah Baru,
Darmaga. Residu tanaman yang diambil merupakan tanaman hasil panen sehingga
tergolong tua.

Metode
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan, yaitu :
1. Persiapan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada masing-masing jenis
tanah. Contoh tanah kering udara disiapkan untuk keperluan analisis sifat-sifat
tanah dan untuk perlakuan inkubasi. Untuk keperluan analisis C-organik digunakan
contoh tanah kering udara yang lolos saringan 0,02 mm, sedangkan untuk
perlakuan inkubasi digunakan contoh tanah kering udara yang lolos saringan 2
mm. Setelah itu diinkubasi di dalam polybag selama 0, 1 dan 2 bulan dalam
keadaan lembab.
2. Langkah Kerja Pengomposan
Residu tanaman dihancurkan hingga berukuran ± 2 cm, kemudian diletakkan
pada tempat pengomposan yang berupa plastik sebagai alas dan terpal sebagai
penutup.

Pembalikan dan pengadukan residu tanaman bersamaan dengan

pemberian air dilakukan 3 kali dalam seminggu. Kondisi ini berlangsung selama 2
bulan.
3. Pencampuran Tanah dengan Kompos
Kompos dari tahap 2 di atas sebanyak 30 g ditambahkan ke dalam 300 g tanah
dan dicampur kemudian diinkubasi selama 1 dan 2 bulan dalam polybag dalam
keadaan terbuka.

Selama proses inkubasi dilakukan penambahan air sesuai

kapasitas lapang 2 kali dalam seminggu.

4. Analisis Tanah di Laboratorium
Pengukuran kadar C-organik dilakukan pada kompos, contoh tanah, dan
contoh tanah setelah penambahan kompos. Kadar C-organik ditetapkan dengan

Metode Walkley and Black. Penetapan tekstur dilakukan dengan cara pipet,
sedangkan penetapan Al-dd dengan metode titrasi. Setiap masa inkubasi 1 bulan,
ambil tanah secukupnya kemudian disentrifusi dengan ditambahkan air selama ±
15 menit. Kompos yang tergenang di atas air dibuang untuk menghilangkan bahan
organik bebas atau yang tidak berikatan dengan bahan mineral, kemudian tanah
hasil sentrifusi dikering udarakan dan dilakukan pengukuran kadar C-organik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Bahan Organik pada Berbagai Jenis Tanah Sebelum Penambahan
Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi

Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1,

kadar bahan

organik pada Andosol dari Ciapus pada kedalaman 0 – 13 cm lebih tinggi
dibandingkan dengan kedala man 13 – 28 cm. Bahan organik pada lapisan bawah
merupakan bahan organik yang ditransportasikan dari lapisan atas tanah dan telah
mengalami dekomposisi lanjut. Hal yang sama terjadi pada keempat jenis tanah
lainnya dengan masing-masing kedalaman.

Tabel 1. Kadar C-organik (%) pada Berbagai Jenis Tanah Sebelum Penambahan
Kompos dan Masa Inkubasi
Kedalaman
Masa Inkubasi (bulan)
Jenis Tanah
(cm)
0
1
2
Andosol dari Ciapus

Latosol dari Darmaga

Latosol dari Sindang Barang

Tanah Podsolik dari Jasinga
Tanah Mediteran dari
Jonggol

0 – 13

4,12

3,97

4,10

13 – 28

3,25

3,17

3,03

0 – 20

2,13

1,83

1,89

20 – 42

1,59

1,63

1,28

0 – 15

2,03

2,02

1,94

15 – 35

1,41

1,33

1,35

0 – 15

1,97

1,90

1,79

15 – 30

1,46

1,37

1,32

0 – 17

1,71

1,87

1,76

17 – 35

1,51

1,59

1,51

Pada tabel tersebut, terlihat juga bahwa kadar bahan organik menurun dengan
bertambahnya masa inkubasi. Hal ini disebabkan karena selama masa inkubasi terjadi
proses dekomposisi. Hasil penelitian menunjukkan besarnya penurunan kadar bahan
organik berdasarkan masa inkubasi berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Penurunan

kadar bahan organik paling kecil terjadi pada Andosol dari Ciapus, hal ini disebabkan
oleh kandungan bahan amorf atau liat mineral kristalin, terutam alofan yang sangat
tinggi pada tanah ini. Fraksi liat amorf memegang peran penting terhadap akumulasi
humus yang terjadi. Sedangkan pada jenis tanah lainnya, bahan organik tidak banyak
terikat karena jenis mineral liat yang terkandung tidak memiliki sifat seperti alofan,
sehingga banyak bahan organik yang hilang selama masa inkubasi.

Kadar Bahan Organik yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah Setelah
Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi
Kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis
tanah. Besarnya bahan organik yang terikat setelah penambahan kompos untuk
mencapai kapasitas tersebut ditentukan oleh kemampuan tanah itu sendiri (kadar dan
tipe liat, juga kadar Al dan Fe) dan jenis kompos yang ditambahkan.

Tabel 2

menunjukkan kadar baha n organik pada berbagai jenis tanah setelah penambahan
kompos berdasarkan horison dan masa inkubasi. Secara umum selama masa inkubasi
2 bulan, dengan penambahan kompos terjadi peningkatan kadar bahan organik terikat
pada setiap perlakuan. Hal yang tidak diharapkan terjadi pada masa inkubasi 1 bulan
yaitu Andosol dari Ciapus kedalaman 0 – 13 cm dengan perlakuan kompos kedelai
dan kacang tanah, dan Latosol dari Sindang Barang kedalaman 0 – 15 cm dengan
perlakuan kompos kacang tanah tidak terjadi peningkatan bahan organik yang terikat.

Tabel 2.

Kadar C-organik (%) pada Berbagai Jenis Tanah Setelah Penambahan
Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi
Tanah

Tanah +

Perlakuan
Tanah +

Tanah +

Jenis Tanah

Kedalaman
(cm)

tanpa
kompos
0

kompos
kompos
kedelai
kacang tanah
Masa Inkubasi (bulan)
1
2
1
2

kompos
kacang hijau
1

2

Andosol dari
Ciapus

0 – 13

4,12

4,02

4,42

4,09

4,34

4,26

4,42

13 – 28

3,25

3,86

3,51

3,74

3,75

3,89

3,92

0 – 20

2,13

3,22

2,45

2,46

2,32

2,39

2,37

20 – 42

1,59

1,99

2,16

2,19

2,47

2,52

2,26

0 – 15

2,03

2,39

2,57

1,96

2,07

2,19

2,60

15 – 35

1,41

2,50

2,00

1,96

1,97

2,08

2,32

0 – 15

1,97

2,42

2,31

2,02

2,22

2,66

2,75

15 – 30

1,46

1,53

1,82

1,51

1,49

1,69

1,62

0 – 17

1,71

2,21

2,83

2,39

2,09

2,30

2,21

17 – 35

1,51

1,80

2,49

1,64

1,91

2,01

2,15

Latosol dari
Darmaga
Latosol dari
Sindang Barang
Tanah Podsolik
dari Jasinga
Tanah Mediteran
dari Jonggol

Besarnya bahan organik terikat yang berasal dari penambahan kompos untuk
mencapai kapasitas maksimum tanah mengikat bahan organik bervariasi pada setiap
perlakuan. Berdasarkan Tabel 2, pada Latosol dari Darmaga kedalaman 0 – 20 cm
terlihat bahwa kadar bahan organik pada bulan 1 lebih tinggi dibandingkan dengan 2
bulan pada semua perlakuan kompos. Hal ini menandakan kapasitas tanah dalam
mengikat bahan organik pada masa inkubasi 1 bulan sudah jenuh atau tidak mampu
mengikat lagi, ikatan yang terjadi semakin lemah dengan bertambahnya masa
inkubasi sehingga pada masa inkubasi 2 bulan terjadi penurunan kadar bahan organik.
Hal yang berbeda terjadi pada Latosol dari Sindang Barang kedalaman 0 – 15 cm,
kadar bahan organik pada bulan 2 lebih tinggi dibandingkan dengan 1 bulan pada

semua perlakuan kompos. Hal ini menandakan kapasitas tanah dalam mengikat bahan
organik pada masa inkubasi 2 bulan belum jenuh, masih terdapat koloid tanah yang
belum berikatan.
Pada tanah Podsolik dari Jasinga kedalaman 0 – 15 cm dan tanah Mediteran
dari Jonggol kedalaman 0 – 17 cm (Tabel 3), kadar bahan organik berdasarkan masa
inkubasi berbeda-beda pada setiap perlakuan. Pada tanah Podsolik dari Jasinga
dengan perlakuan kompos kedelai, kadar bahan organik pada bulan 1 lebih tinggi
dibandingkan dengan 2 bulan. Tanah Podsolik dari Jasinga dengan perlakuan kompos
kacang tanah dan kacang hijau, kadar bahan organik pada bulan 2 lebih tinggi
dibandingkan dengan 1 bulan. Hal ini disebabkan selain kemampuan mengikat tanah
itu sendiri, juga disebabkan oleh jenis kompos yang diberikan. Bahan tanaman
berbeda dalam komposisi dan kecepatan dekomposisi tergantung species tanaman,
umur tanaman, dan terutama bagian tanaman (akar, daun, buah, ranting, dan batang)
(Singer dan Munns, 1987). Dalam hal ini bagian tanaman sangat mempengaruhi
karena proporsi bagian tanaman berbeda-beda pada setiap perlakuan kompos. Bagian
dari tanaman mempengaruhi laju dekomposisi, dimana bagian daun akan lebih cepat
terdekomposisi karena pada daun banyak mengandung karbohidrat dan protein
dengan senyawa lignin yang sangat rendah. Sedangkan bagian batang lebih banyak
mengandung senyawa lignin sehingga akan sulit terdekomposisi.
Pada Andosol dari Ciapus kedalaman 13 – 28 cm, Latosol dari Darmaga
kedalaman 20 – 42 cm, Latosol dari Sindang Barang kedalaman 15 – 35 cm, tanah
Podsolik dari Jasinga kedalaman 15 – 30 cm, dan tanah Mediteran dari Jonggol

memiliki kadar bahan organik berdasarkan masa inkubasi yang berbeda pada setiap
perlakuan, sama halnya dengan tanah Podsolik dari Jasinga kedalaman 0 – 15 cm.
Bahan organik terik at yang berasal dari penambahan kompos pada berbagai
jenis tanah disajikan pada Tabel 3. Data pada Tabel 3 diperoleh dari hasil
pengurangan antara kadar bahan organik pada perlakuan tanah dengan kompos pada
masa inkubasi 1 atau 2 bulan dan kadar bahan orga nik perlakuan tanah tanpa kompos
pada masa inkubasi 0 bulan yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 3. Kadar C-Organik (%) yang Terikat pada Berbagai Jenis Tanah dari
Penambahan Kompos Berdasarkan Masa Inkubasi

Jenis Tanah

Kedalaman
(cm)

Tanah +
kompos
kedelai
1

Perlakuan
Tanah +
Tanah +
kompos
kompos
kacang tanah kacang hijau
Masa Inkubasi (bulan)
2
1
2
1
2

0 – 13

-0,10

0,30

-0,03

0,22

0,14

0,30

13 – 28

0,61

0,26

0,49

0,50

0,64

0,67

0 – 20

1,09

0,32

0,33

0,19

0,26

0,24

20 – 42

0,40

0,57

0,60

0,88

0,93

0,67

0 – 15

0,36

0,54

-0,07

0,04

0,16

0,57

15 – 35

1,09

0,59

0,55

0,56

0,67

0,91

0 – 15

0,45

0,34

0,05

0,25

0,69

0,78

15 – 30

0,07

0,36

0,05

0,03

0,23

0,16

0 – 17

0,50

1,12

0,68

0,38

0,59

0,50

17 – 35
0,29
Keterangan : (-) tidak terjadi tambahan C-organik

0,98

0,13

0,40

0,50

0,64

Andosol dari Ciapus

Latosol dari Darmaga
Latosol dari Sindang Barang

Tanah Podsolik dari Jasinga

Tanah Mediteran dari
Jonggol

Berdasarkan Tabel 3, secara umum kadar bahan organik yang terikat setelah
penambahan kompos pada Andosol dari Ciapus paling rendah dibandingkan keempat
jenis tanah lainnya. Hal ini disebabkan pada Andosol dari Ciapus mengandung bahan
organik yang tinggi sehingga walaupun dengan penambahan kompos peningkatan
bahan organik yang terikat tidak terlalu tinggi karena koloidnya sudah banyak yang
berikatan. Pada Latosol dari Darmaga, Latosol dari Sindang Barang, tanah Podsolik
dari Jasinga, dan tanah Mediteran dari Jonggol memiliki kandungan bahan organik
yang rendah, banyak koloid yang belum berikatan sehingga setelah penambahan
kompos terjadi peningkatan bahan organik terikat yang cukup tinggi. Besarnya bahan
organik terikat yang paling tinggi terjadi pada perlakuan tanah Mediteran dari
Jonggol dengan kedalaman 0 – 17 cm dengan perlakuan kompos kedelai pada masa
inkubasi 2 bulan sebesar 1,12 % (Tabel 3). Tanah Mediteran dari Jonggol tergolong
tanah yang memiliki kadar bahan organik rendah, sehingga dengan penambahan
kompos terjadi peningkatan kadar bahan organik yang terikat.

Tingkat Kejenuhan Bahan Organik Awal dibandingkan dengan Setelah
Penambahan Kompos pada Berbagai Jenis Tanah
Tingkat kejenuhan bahan organik pada setiap jenis tanah berbeda-beda.
Proporsi peningkatan kadar bahan organik yang terikat setelah penambahan kompos
dan persentase ke