BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan Yang Mengandung Aspirin
Matriks kalsium alginat-kitosan yang mengandung aspirin dibuat dengan cara mencampurkan aspirin dengan natrium alginat dan kitosan dengan jumlah
yang sama banyak perbandingan 1:1. Lalu ditambahkan mucilago amili sedikit demi sedikit. Penambahan mucilago amili 5
b v
berfungsi sebagai bahan pengikat untuk memperoleh massa yang kompak dan dapat dibentuk. Dari hasil
percobaan diketahui bahwa untuk membuat 10 matriks formula I diperlukan mucilago amili sebanyak 1,90 g, formula II sebanyak 2,.348 g, formula III
sebanyak 2,657 g. Massa yang telah dibulatkan menjadi butir- butir matriks kemudian direndam dalam larutan kalsium klorida 0,15 M selama 35 menit.
Perendaman selama 35 menit bertujuan agar ion Ca
2+
dari larutan CaCl
2
dapat bereaksi sempurna dengan natrium alginat-kitosan membentuk gel kalsium
alginat-kitosan dengan bentuk yang bulat, kuat dan keras. Setelah itu matriks dikeringkan pada suhu kamar selama 3 hari untuk memperoleh matriks dengan
berat yang sudah stabil. Gambar matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada Gambar 6-8.
Gambar 6 Gambar 7
Matriks dengan Formula I Matriks dengan Formula II
alginat : kitosan 10 mg: 10 mg alginat : kitosan 30 mg: 30 mg
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8 Matriks dengan Formula III
alginat : kitosan 60 mg: 60 mg
4.2 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan
Uji pengembangan matriks dilakukan untuk mengetahui sifat fisik matriks dalam saluran pencernaan dengan melihat pengaruh medium terhadap perubahan
berat dan diameter matriks. Perubahan berat matriks dilakukan dengan membandingkan selisih berat matriks sebelum dan setelah perendaman dengan
berat awal matriks, sedangkan perubahan diameter dilakukan dengan membandingkan diameter setelah perendaman dengan diameter awal matriks.
4.2.1 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium pH 1,2
Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium pH 1,2 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5
o
C.
Formula Pertambahan berat
Diameter Ф mm
t
30
t
240
t
480
t
30
t
240
t
480
I 21,13 67,47
76,42 5,069
6,325 6,855
II 32,34 95,74 119,14
7,244 8,478
9,266 III
35,33 101
127,06 8,305
10,377 11,325
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada t
480
, matriks formula I mengalami perubahan berat menjadi 76,42 dan diameternya menjadi 6,885 mm, formula II
Universitas Sumatera Utara
mengalami perubahan berat menjadi 119,14 dan diameternya menjadi 9,266 mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 127,06 dan diameternya
menjadi 11,325 mm. Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada
gambar 9 dan gambar 10.
Gambar 9. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam
medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5
o
C.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam
medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5
o
C.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah kitosan maka pertambahan berat dan diameter semakin bertambah. Penambahan berat dan
diameter terjadi karena difusi air ke dalam pori-pori yang terdapat dalam matriks kalsium alginat-kitosan. Pori-pori ini terbentuk karena pada saat pengeringan
partikel-partikel air meninggalkan matriks dan membentuk pori-pori kosong. Pada saat matriks dimasukkan ke dalam medium pH 1,2 terjadi pengisian pori-pori
tersebut sehingga terjadi pertambahan berat dan diameter dari matriks tersebut. Semakin besar jumlah kitosan maka pertambahan berat dan diameter semakin
bertambah, hal ini terjadi karena kitosan bersifat mengembang dalam medium asam sehingga partikel air dapat berdifusi lebih banyak dan matriks menjadi
mengembang, ini terjadi karena adanya gugus amina NH
2
dari kitosan membentuk gugus amina yang bermuatan kationik NH
3 +
yang bersifat hidrofilik. Dengan demikian, air dapat berdifusi ke dalam matriks dan membuat matriks
mengembang. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat dilihat dari gambar 11 dan 12.
Formula I Formula II
Universitas Sumatera Utara
Formula III Gambar 11. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam
medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5 C.
Formula I Formula II
Formula III Gambar 12. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam
medium pH 1,2 pada suhu 37±0,5 C.
4.2.2 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium Medium pH 6,8
Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium pH 6,8 pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium
pH 6,8 pada suhu 37±0,5
o
C.
Universitas Sumatera Utara
Formula Pertambahan berat
Diameter Ф mm
t
30
t
240
t
480
t
30
t
240
t
480
I 28,07 68,42
88,59 4,738
5,938 6,96
II 21,42 72,32 107,58
6,6 7,944
8,705 III
29,71 97.,5
128,16 7,572
10,133 11,344
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada t
480
, matriks formula I mengalami perubahan berat menjadi 88,59 dan diameternya menjadi 6,96 mm, formula II
mengalami perubahan berat menjadi 107,58 dan diameternya menjadi 8,705 mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 128,16 dan diameternya
menjadi 11,344 mm. Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dilihat pada
gambar 13 dan gambar 14.
Gambar 13. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam
medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5
o
C.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 14. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam
medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5
o
C. Pengembangan matriks dalam medium pH 6,8 menunjukkan bahwa
pertambahan berat matriks dan diameter terus bertambah. semakin besar jumlah alginat maka pengembangan matriks semakin besar, hal ini disebabkan
karena asam alginat bereaksi dengan NaOH dan membentuk natrium alginat yang bersifat hidrofilik sehingga matriks menjadi lebih mengembang Foto
perbandingan dari ketiga formula pada medium pH 6,8 ini dapat dilihat dari gambar 15 dan 116.
Formula I Formula II
Universitas Sumatera Utara
Formula III Gambar 15. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam
medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5 C.
Formula I Formula II
Formula III Gambar 16. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam
medium pH 6,8 pada suhu 37±0,5 C.
4.2.3 Uji Pengembangan Matriks Kalsium Alginat-Kitosan pada Medium pH berganti
Perubahan berat dan diameter matriks pada perendaman dalam medium pH berganti pada waktu-waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Perubahan berat dan diameter pada perendaman matriks dalam medium
pH berganti pada suhu 37±0,5
o
C.
Universitas Sumatera Utara
Formula Pertambahan berat
Diameter Ф mm
t
30
t
240
t
480
t
30
t
240
t
480
I 22,83 72,44
96,85 5,161
6,205 7,266
II 14,47 112,66 172,39
6,583 8,111
9,544 III
11,29 106,88 174,93 7,722
10,494 11,839
Tabel 4 menunjukkan bahwa pada t
480
, matriks formula I mengalami pertambahan berat menjadi 96,85 dan diameternya menjadi 7,266 mm, formula
II mengalami perubahan berat menjadi 172,39 dan diameternya menjadi 9,544 mm, formula III mengalami perubahan berat menjadi 106,88 dan diameternya
menjadi 11,839 mm. Grafik pengembangan matriks kalsium alginat-kitosan dapat dil
βihat pada gambar 17 dan gambar 18.
Gambar 17. Grafik pertambahan berat matriks selama perendaman dalam
medium pH berganti pada suhu 37±0,5
o
C.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 18. Grafik perubahan diameter matriks selama perendaman dalam
medium pH berganti pada suhu 37±0,5
o
C. Pengembangan matriks pada pH berganti diawali dengan pengembangan
pada medium pH 1,2 selama 2 jam, setelah itu diganti dengan medium 6,8 selama 6 jam. Pengembangan matriks dalam medium pH berganti menunjukkan bahwa
pertambahan berat matriks dan diameter terus bertambah. Hal ini terjadi karena pada waktu matriks di rendam dalam medium pH 1,2 kitosan yang ada
dalam matriks mengembang sehingga matriks juga mengembang, sementara alginat menjadi bebas dan bereaksi dengan asam membentuk asam alginat yang
tidak larut. Setelah dimasukkan dalam medium pH 6,8 asam alginat bereaksi dengan NaOH dan membentuk natrium alginat yang bersifat hidrofilik sehingga
matriks menjadi lebih mengembang. Foto perbandingan dari ketiga formula pada medium ini dapat dilihat dari gambar 19 dan gambar 20.
Universitas Sumatera Utara
Formula I Formula II
Formula III Gambar 19. Foto pengembangan matriks pada menit ke-240 menit dalam
medium pH berganti pada suhu 37±0,5 C.
Formula I Formula II
Formula III
Gambar 20. Foto pengembangan matriks pada menit ke-480 menit dalam medium pH berganti pada suhu 37±0,5
C.
4.3 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci
Universitas Sumatera Utara
Pengamatan efek iritasi pada saluran cerna kelinci dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik. Untuk pengamatan makroskopik organ saluran
cerna kelinci yang diamati meliputi lambung, usus halus, dan usus besar sedangkan untuk pengamatan mikroskopik, organ yang diamati hanya meliputi
lambung.
4.3.1 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci tanpa Pemberian Obat
4.3.1.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci tanpa Pemberian
Obat
Untuk melihat organ saluran cerna yang normal, maka dilakukan pembedahan kelinci kelompok I tanpa pemberian obat. Kelinci dipuasakan
terlebih dahulu selama 24 jam, lalu dibedah dan diamati saluran cernanya. Hasil pengamatan saluran cerna secara makroskopik dapat dilihat pada Gambar 17-19.
Kelinci 1 Gambar 21. Foto makroskopik lambung kelinci 1 tanpa pemberian obat
pemberian akuades
Dari Gambar 21 terlihat bahwa lambung kelinci dalam keadaan normal. Tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan tidak
dijumpai pada lambung kelinci.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 22. Foto makroskopik usus halus kelinci 1 tanpa pemberian obat
pemberian akuades Dari Gambar 22 terlihat bahwa usus halus kelinci dalam keadaan normal.
Tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan tidak dijumpai pada usus halus kelinci.
Gambar 23. Foto makroskopik kolon kelinci 1 tanpa pemberian obat pemberian
akuades Dari Gambar 23 terlihat bahwa usus besar kelinci dalam keadaan normal
tidak terjadi iritasi.
4.3.1.2 Pengamatan Mikroskopik Lambung Kelinci tanpa Pemberian Obat
Untuk melihat sel-sel lambung normal pada hewan percobaan maka lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih
lanjut secara mikroskopik. Hasil pengamatan mikroskopik lambung kelinci tanpa pemberian obat dapat dilihat pada Gambar 24.
Universitas Sumatera Utara
Perbesaran 100 x
Perbesaran 400 x
Kelinci 1 Gambar 24. Foto mikroskopik jaringan lambung kelinci 1 tanpa pemberian obat
pemberian akuades dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin Dari Gambar 24 terlihat bahwa secara mikroskopik histologi lambung
kelinci dalam keadaan normal. Hal ini dapat dilihat dari struktur juluran–juluran sumur-sumur pada permukaan epitel pada lapisan mukosa yang mengarah ke
lumen lambung. Mukosa
Muskularis mukosa Submukosa
Sumur-sumur Foveolae
Sel- sel epitel Muskularis
Universitas Sumatera Utara
4.3.2 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Kapsul Gelatin
4.3.2.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi
Aspirin dalam Kapsul Gelatin
Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dengan dosis 80 mg dan dimasukkan ke dalam kapsul gelatin. Setelah 24 jam kelinci dibedah dan
dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cerna kelinci. Hasil pengamatan makroskopik organ saluran cerna kelinci lambung, usus, dan kolon dapat dilihat
pada Gambar 25. Lambung
Usus
Kolon
Kelinci 2 Gambar 25. Foto makroskopik lambung, usus halus, dan kolon kelinci 2 yang
diberi aspirin dalam kapsul gelatin Luka kemerahan
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 25 terlihat bahwa lambung dan usus halus kelinci yang diberi dalam kapsul gelatin terlihat adanya luka kemerahan namun pada kolon tidak
terlihat adanya iritasi.
4.3.2.2 Pengamatan Mikroskopik Salurn Cerna Kelinci yang Diberi aspirin dalam Kapsul Gelatin
Lambung kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa lambung dan usus halus kelinci yang diberi dalam kapsul gelatin terlihat adanya luka kemarahan namun pada kolon tidak
terlihat adanya iritasi, Hal ini dapat dilihat pada Gambar 26.
Lambung Perbesaran 100 x
Perbesaran 400 x
Duodenum Perbesaran 100 x
Perbesaran 400 x
Pelebaran pembuluh
darah Penipisan
epitel
Universitas Sumatera Utara
Ileum Perbesaran 100 x
Perbesaran 400 x
Kelinci 2 Gambar 26. Foto mikroskopik lambung, duodenum, dan ileum kelinci 2 yang
diberi aspirin dalam kapsul gelatin dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
Dari Gambar 26 terlihat bahwa lambung kelinci yang diberi aspirin dalam kapsul gelatin mengalami iritasi yang ditandai dengan melebarnya sumur-sumur
pada lapisan mukosa dan menipisnya sel epitel. Pada duodenum dan ileum iritasi ditandai dengan adanya pelebaran pembuluh darah.
4.3.3 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi
Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 10 mg : 10 mg 4.3.3.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin
dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 10 mg : 10 mg
Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan 10 mg : 10 mg dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci
tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cerna. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik semua saluran cerna kelinci
mengalami iritasi Gambar 27 menunjukkan saluran cerna kelinci 3, 4, 5, 6 dan 7 yang diamati secara makroskopik.
Pelebaran pembuluh
darah
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 3 Kelinci 4
Kelinci 5 Kelinci 6
Kelinci 7 Gambar 27. Foto makroskopik lambung kelinci no 3-7 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 10 mg: 10 mg Dari Gambar 23 terlihat bahwa secara makroskopik dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada lambung kelinci 3, 4, 5, 6, dan 7.
luka luka
luka
luka
luka
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 3 Kelinci 4
Kelinci 5 Kelinci 6
Kelinci 7 Gambar 28. Foto makroskopik usus halus kelinci no 3-7 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 10 mg : 10 mg Dari Gambar 28 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus halus kelinci 3, 4, 5, 6, dan 7.
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 1 Kelinci 2
Kelinci 3 Kelinci 4
Kelinci 7 Gambar 29. Foto makroskopik kolon kelinci no 3-7 yang diberi aspirin dalam
matriks kalsium alginat-kitosan 10 mg : 10 mg Dari Gambar 29 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus halus kelinci 3, 4, 5, 6, dan 7.
4.3.3.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 10 mg : 10 mg
Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
secara mikroskopik lambung kelinci mengalami iritasi yang ditandai dengan
Universitas Sumatera Utara
menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 30.
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 3
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 4
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 5 Gambar 30. Foto mikroskopik lambung kelinci no 3-5 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 10 mg : 10 mg dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
Dari Gambar 30 terlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 3, 4, dan 5 mengalami iritasi. Pada kelinci 3 iritasi ditandai dengan adanya penipisan
Penipisan Epitel
Penipisan Epitel
Penipisan Epitel
Pelebaran pembuluh
darah
Penipisan Epitel
Pelebaran pembuluh
darah
Universitas Sumatera Utara
epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 4 iritasi ditandai dengan adanya penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 5 iritasi
ditandai dengan adanya penipisan epitel namun tidak dijumpai adanya dilatasi pembuluh darah.
4.3.4 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi
Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 30 mg : 30 mg
4.3.4.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin
dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 30 mg : 30 mg
Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan 30 mg : 30 mg dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci
tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cernanya. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik saluran cerna kelinci
mengalami iritasi. Gambar 31 menunjukkan saluran cerna kelinci 8, 9, 10, 11, dan
12 yang diamati secara makroskopik.
Kelinci 8 Kelinci 9
Kelinci 10 Kelinci 11
luka luka
luka luka
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 12 Gambar 31. Foto makroskopik lambung kelinci no 8-12 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 30 mg: 30 mg Dari Gambar 31 terlihat bahwa secara makroskopik dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan pada lambung kelinci 8, 9, 10, 11, namun pada kelinci 12 tidak dijumpai adanya iritasi berupa luka kemerahan.
Kelinci 8 Kelinci 9
Kelinci 10 Kelinci 11
kemerahan
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 12
Gambar 32. Foto makroskopik usus halus kelinci no 8-12 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 30 mg : 30 mg Dari Gambar 32 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus halus kelinci 8, 9, 10, 11 dan 12.
Kelinci 8 Kelinci 9
Kelinci 10 Kelinci 11
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 12 Gambar 33. Foto makroskopik kolon kelinci no 8-12 yang diberi aspirin dalam
matriks kalsium alginat-kitosan 30 mg : 30 mg Dari Gambar 33 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada usus halus kelinci 8, 9, 10, 11 dan 12.
4.3.4.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin
dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 30 mg : 30 mg
Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
secara mikroskopik lambung kelinci mengalami iritasi yang ditandai dengan menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 34.
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 8
Penipisan Epitel
Universitas Sumatera Utara
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 9 Perbesaran 100 x
Perbesaran 400 x
Kelinci 10 Gambar 34. Foto mikroskopik lambung kelinci no 8-10 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 30 mg : 30 mg dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
Dari Gambar 34 terlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 8, 9, dan 10 mengalami iritasi. Pada kelinci 8, 9 dan 10 iritasi ditandai dengan adanya
penipisan epitel. 4.3.5 Pengamatan Efek Iritasi pada Saluran Cerna Kelinci yang Diberi
Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 60 mg : 60 mg
4.3.5.1 Pengamatan Makroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin
dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 60 mg : 60 mg
Pada pengujian ini, kelinci diberikan aspirin dalam matriks kalsium alginat-kitosan 60 mg : 60 mg dengan dosis 80 mg. Setelah 1 hari kelinci
tersebut dibedah dan dilakukan pengamatan makroskopik pada saluran cernanya.
Penipisan Epitel
Penipisan Epitel
Penipisan Epitel
Penipisan Epitel
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa secara makroskopik saluran cerna kelinci tidak mengalami iritasi dan matriks kalsium alginat-kitosan masih tetap berada di
dalam lambung. Matriks tersebut mengalami pertambahan berat dan diameter. Gambar 35 menunjukkan saluran cerna kelinci 13, 14, 15, 16 dan 17 yang diamati
secara makroskopik.
Kelinci 13
Kelinci 14
Kelinci 15
Matriks
Matriks Matriks
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 16
Kelinci 17 Gambar 35. Foto makroskopik lambung kelinci no 13-17 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 60 mg: 60 mg
Dari Gambar 35 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada
lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.
Kelinci 13 Kelinci 14
Matriks Matriks
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 15 Kelinci 16
Kelinci 17 Gambar 36. Foto makroskopik usus halus kelinci no 13-17 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 60 mg: 60 mg Dari Gambar 36 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya
tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.
Kelinci 13 Kelinci 14
Universitas Sumatera Utara
Kelinci 15 Kelinci 16
Kelinci 17 Gambar 37. Foto makroskopik kolon kelinci no 13-17 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 60 mg: 60 mg
Dari Gambar 37 terlihat bahwa secara makroskopik tidak dijumpai adanya tanda-tanda iritasi berupa luka, kemerahan maupun penipisan lapisan pada
lambung kelinci 13, 14, 15 ,16, dan 17.
4.3.5.2 Pengamatan Mikroskopik Saluran Cerna Kelinci yang Diberi Aspirin dalam Matriks Kalsium Alginat-Kitosan 60 mg : 60 mg
Lambung kelinci yang telah diamati secara makroskopik kemudian diamati lebih lanjut secara mikroskopik. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa
secara mikroskopik lambung kelinci mengalami iritasi yang ditandai dengan menipisnya sel-sel epitel dan terjadinya dilatasi pembuluh darah. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 38.
Universitas Sumatera Utara
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 13
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 14
Perbesaran 100 x Perbesaran 400 x
Kelinci 15 Gambar 38. Foto mikroskopik lambung kelinci no 13-15 yang diberi aspirin
dalam matriks kalsium alginat-kitosan 60 mg : 60 mg dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
Dari Gambar 38erlihat bahwa secara mikroskopik lambung kelinci 13, 14, dan 15 mengalami iritasi. Pada kelinci 13 iritasi ditandai dengan adanya
penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah. Pada kelinci 14 iritasi ditandai
Penipisan Epitel
Penipisan epitel
Penipisan Epitel
Universitas Sumatera Utara
dengan adanya penipisan epitel. Pada kelinci 15 iritasi ditandai dengan adanya penipisan epitel namun tidak dijumpai adanya dilatasi pembuluh darah.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil uji pengembangan yang dilakukan terhadap matriks kalsium alginat- kitosan yang mengandung aspirin pada medium pH 1,2; 6,8 dan pH berganti
menunjukkan bahwa matriks formula III dengan alginat-kitosan 60mg : 60mg lebih cepat mengembang dari pada formula I dan II.
Hasil uji efek iritasi menunjukkan bahwa secara makroskopik terlihat adanya iritasi pada semua lambung kelinci dengan pemberian formula I dan II
tetapi pada pemberian formula III tidak terlihat adanya iritasi, secara mikroskopik menunjukkan adanya iritasi pada lambung kelinci pada semua lambung kelinci
dengan pemberian formula I, II, dan III yang ditandai dengan adanya penipisan epitel dan pelebaran pembuluh darah.
5.2 Saran