Nanostructure characteristics of cell wall and their relationship to wood quality (Case study in 7 years old cloned teak)

KARAKTERISTIK STRUKTUR NANO DINDING SEL
DAN KAITANNYA DENGAN SIFAT-SIFAT KAYU
(STUDI KASUS KAYU JATI KLON UMUR 7 TAHUN)

ANDI DETTI YUNIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

i

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik Struktur Nano
Dinding Sel dan Kaitannya dengan Sifat-sifat Kayu (Studi Kasus Kayu Jati Klon
Umur 7 Tahun) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum

pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Mei 2012
Andi Detti Yunianti
NRP 263 08 0011

iii

iv

ABSTRACT
ANDI DETTI YUNIANTI. Nanostructure Characteristics of Cell Wall and
Their Relationship to Wood Quality (Case Study in 7-Years-Old Cloned Teak).
Under the direction of IMAM WAHYUDI, ISKANDAR Z. SIREGAR, and
GUSTAN PARI.
Recently, production of teak wood has been decreased and failured to fulfill
market demands. Improvement in silviculture treatment shortened teak rotation

turning it into fast growing species with the wood quality similar to its origin.
Most of research on wood quality of teak (Tectona grandis L.f.) were focused on
determining physical properties (density and specific gravity), wood structure
(fiber dimension and Microfibril Angle (MFA)) and mechanical properties
(Modulus of Elasticity, MOE and Modulus of Rupture, MOR). Variation in terms
of wood qualities was widely observed. However, understanding the causes of the
variation patterns of wood quality at the nano level is still lacking. This research
aims to analyze growth variation and wood quality (nanostructure) from two
different spacings (3 m x 3 m and 2 m x 6 m) and two different origins of clones,
i.e Cepu and Madiun. The teak samples were taken from 7-years-old clonal trials
in the research site of Watu Sipat Forests, Biotechnology and Forest Tree
Improvement Research Facilities in Yogyakarta. Results showed that fenotype
does not affect wood quality. Nanostructure of fast growing teak has influenced
wood strength and durability. MOE was influenced by density, MFA, degree of
crystallinity and width of cellulose crystallites. Apart of these findings, this
research also highlighted the presence of preservative that could be detected in
cell wall of wood through structure and dimension of cellulose crystallinity. In
conclusion, wood quality characteristics from clone of Madiun was better than
that of clone of Cepu, particularly at the spacing of 2 m x 6 m. This spacing,
therefore, is considered importantly for economic, ecological and wood quality

cloned teak development.
Key words: cloned teak, spacing, wood quality, nanostructure

v

vi

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh disertasi ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
disertasi ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

vii


viii

KARAKTERISTIK STRUKTUR NANO DINDING SEL
DAN KAITANNYA DENGAN SIFAT-SIFAT KAYU
(STUDI KASUS KAYU JATI KLON UMUR 7 TAHUN)

ANDI DETTI YUNIANTI

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ix


Penguji pada Ujian Tertutup :

Dr. Ir. Nyoman J. Wistara, M.S.
Dr. Ir. Mahfudz, MSc

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M.S
Dr. Ir. Bambang Sukmananto, MSc

x

Judul Disertasi : Karakteristik Struktur Nano Dinding Sel dan Kaitannya dengan
Sifat-sifat Kayu (Studi Kasus Kayu Jati Klon Umur 7 Tahun)
Nama
: Andi Detti Yunianti
NRP
: E 263 08 0011
Program Studi : Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan

Disetujui
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
Ketua

Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc
Anggota

Prof (R). Dr. Gustan Pari, MS
Anggota

Mengetahui
Ketua Program Studi
Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


xi

xii

PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
rahmat, anugerah dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Doktor pada Program
Studi Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Tema utama yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Oktober 2009
ialah Kualitas Kayu, dengan judul : Karakteristik Struktur Nano Dinding Sel dan
Kaitannya dengan Sifat-sifat Kayu (Studi Kasus Kayu Jati Klon Umur 7 Tahun).
Dengan selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Imam Wahyudi, MS,
Prof.Dr.Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc dan Prof (R).Dr. Gustan Pari, MS,
selaku komisi pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Dr.Ir. Mahfudz, MP dan Bapak Subagio yang telah memberikan akses dan
membantu pengambilan sampel kayu jati di Kab. Gunung Kidul, Yogyakarta dan
Dr. Clemens Altaner serta Prof. John Walker atas bantuannya selama menjalani
Sandwich Program 2010 di School of Forestry, Canterbury University,

Christchruch, New Zealand. Terima kasih kepada Prof. Yamamoto, Dr.Ir.
Corryanti, MS dan Dra. Jasni atas waktunya untuk berdiskusi
Terima kasih khusus kepada Dr. Ir. Nyoman J. Wistara, MS dan Dr. Ir.
Mahfudz, MP. yang telah berkenan menjadi Penguji Luar Komisi pada saat Ujian
Tertutup serta Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS dan Dr. Ir. Bambang Sukmananto,
MSc yang telah berkenan menjadi Penguji Luar Komisi pada saat Ujian Terbuka,
mereka telah memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan
disertasi kami.
Dalam melaksanakan penelitian, penulis banyak dibantu oleh teknisi/asisten
di laboratorium. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Didik A. Sutigna, Bapak Dadang dan Bapak Ahmad dari Laboratorium Instrumen
dan Proksimat Terpadu serta Ibu Tutiana dan Bapak Romi dari Laboratorium
Anatomi Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Kementerian
Kehutanan, Bogor. Ibu Esti, Ibu Lastri, Bapak Irfan dan Bapak Kadiman dari
Laboratorium Kayu Solid serta saudara Tedi Yunanto, SHut, MSi, Asep Mulyana,
SHut dan Fifi Gusdwiyanti, SHut dari Laboratorium Silvikultur, Dep. Silvikultur,
Fahutan IPB yang telah membantu dalam pengambilan data. Kepada rekan-rekan
mahasiswa pascasarjana kehutanan IPB, penulis mengucapkan terima kasih atas
bantuan dan semangat selama menempuh pendidikan Doktor ini, khususnya
kepada Ibu Sukadaryati yang dengan sabar mendengarkan curahan hati penulis.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional atas dukungan dana beasiswa BPPS
tahun 2008-2011, beasiswa SandwichLike tahun 2010 dan beasiswa percepatan
penyelesaian studi doktor 2007-2008 tahun 2011.

xiii

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, mertua serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih khusus
kepada suami tercinta Ahmad Gadang Pamungkas, SHut, MSi serta anak-anak
kami Muh. Fikruddin Aslam, Afifah Marsyahani, Muh. Izzuddin Afkar dan Muh.
Izzuddin Ahkam atas kepercayaan dan kasih sayangnya.
Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah
ini. Terima kasih.
Bogor, Mei 2012
Andi Detti Yunianti

xiv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watan Soppeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 6 Juni
1970 sebagai anak sulung dari pasangan Ir. Andi Mannan Machmud dan Andi
Detty Ampellang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil
Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, lulus pada
tahun 1994. Pada tahun 1996, penulis diterima di Program Studi Ilmu
Pengetahuan Kehutanan pada Program Pascasarjana UGM dan menamatkan pada
tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program
Studi Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB
diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari
BPPS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staff dosen di Fakultas Kehutanan, Universitas
Hasanuddin sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Bidang keahlian yang
ditekuni sampai saat ini adalah anatomi kayu dan kualitas kayu. Sebelumnya,
penulis bekerja pada perusahaan HTI PT. Alinea Setra di Sulawesi Selatan, dari
tahun 1994 sampai 1996.
Selama mengikuti program Doktor, penulis telah menjadi anggota
Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) sejak tahun 2002 sampai
sekarang dan anggota International Association of Wood Anatomist (IAWA) sejak
tahun 2009 sampai sekarang. Beberapa bagian dari disertasi ini telah
dipresentasikan pada seminar nasional maupun internasional. Makalah yang

berjudul “Microfibril angle and degree of crystallinity of several wood” telah
disajikan pada International Symposium of Indonesian Wood Research Society
(IWoRS) di Bogor (Agustus 2009). Makalah yang berjudul “Fenotipe dan kualitas
kayu tanaman jati klon Cepu dan klon madiun dalam satu tree plot” telah
disajikan pada Seminar Nasional MAPEKI XII, di Yogyakarta (November 2011).
Makalah yang berjudul “Radial variation in fiber length and nanostructure of
clone teak in different spacing” telah disajikan pada International Forestry
Researcher Conference (INAFOR) di Bogor (Desember 2011). Artikel dengan
judul “Kualitas Kayu Jati pada Perbedaan Jarak Tanam dan Klon” telah
diterbitkan pada Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 1 No. 9 Januari
2011. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

xv

xvi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………….

xix

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………

xxi

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….

xxv

DAFTAR ISTILAH PENTING……………………………………….

xxvii

I.

PENDAHULUAN
Latar Belakang ………………………………………..........
Perumusan Masalah………………………………………...
Tujuan Penelitian …………………………………………..
Manfaat Penelitian …………………………………………
Hipotesis …………………………………………………...
Novelty Penelitian …………………………………………

1
3
7
7
7
8

II. TINJAUAN PUSTAKA
Jati (Tectona grandis) ……..…………………………….....
Kualitas Kayu …………………..………………………….
Sudut Mikrofibril (MFA) ………………………………….
Kristalinitas ………………………………………………...

11
14
15
18

III. ANALISIS KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN
IDENTIFIKASI GENOTIPE JATI KLON
3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik
Pertumbuhan Jati Klon Cepu dan Madiun
Latar Belakang……………………………………………...
Tujuan Penelitian ………………………………………….
Bahan dan Metode …………………………………………
Analisis Data …………………………………………........
Hasil dan Pembahasan …………………………………….
3.2 Identifikasi Genotipe dengan Penanda Mikrosatelit
Latar Belakang……………………………………………...
Tujuan Penelitian …………………………………….…….
Bahan dan Metode …………………………………………
Analisis Data ………………………………………………
Hasil dan Pembahasan ……………………………………..
Simpulan …………………………………………………...

21
22
22
24
24
36
37
37
38
39
42

xvii

IV.

V.

KUALITAS KAYU JATI UMUR 7 TAHUN YANG
BERASAL DARI RATA-RATA DIAMETER, KLON DAN
JARAK TANAM YANG BERBEDA
Latar Belakang……………………………………………...
Tujuan Penelitian ………………………………………......
Bahan dan Metode….………………………………………
Analisis Data ……………………………………………....
Hasil dan Pembahasan ……………………………………..
Simpulan …………………………………………………...

43
44
44
46
47
73

ANALISIS HUBUNGAN MOE DAN KEAWETAN
DENGAN STRUKTUR NANO DINDING SEL
5.1. Hubungan MOE dengan Struktur Nano Dinding Sel
Latar Belakang……………………………………………...
Tujuan Penelitian ………………………………………......
Bahan dan Metode….………………………………………
Analisis Data ………………………………………………
Hasil dan Pembahasan ……………………………………..
5.2. Analisis Penyebaran Bahan Pengawet di Dinding Sel
Berdasarkan Struktur dan Ukuran Kristalin
Latar Belakang……………………………………………...
Tujuan Penelitian ………………………………………......
Bahan dan Metode .………………………………………...
Hasil dan Pembahasan ……………………………………..
Simpulan ………………………………………………………..

85
86
86
89
102

VI. PEMBAHASAN UMUM ……………………………………..

103

VII.SIMPULAN DAN SARAN …………………………………...

109

VIII. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..

111

LAMPIRAN ………………………………………………………..

121

xviii

75
76
76
79
79

DAFTAR TABEL
1.
2.

Halaman
Kualitas kayu jati yang berasal dari klon ………………………….
12
Sifat kayu jati lokal dan jati super umur 3,5 dan 8 tahun berasal
dari Palembang dan Semarang ………….........................................

13

3.

Kriteria lokasi penelitian …………………………………………..

23

4.

Uji lanjut Duncan untuk parameter diameter ……………………...

29

5.

Uji lanjut Duncan untuk parameter tinggi …………………….......

29

6.

Uji lanjut Duncan untuk parameter volume ……………………….

30

7.

Variasi diameter, tinggi dan volume tegakan jati klon Cepu dan
Madiun pada jarak tanam yang berbeda ……………………...........

34

Variasi diameter, tinggi dan volume tegakan jati klon Cepu dan
Madiun antar blok . ………………………………………………..

34

Primer mikrosatelit jati …………………………………………….

38

10. Pemilihan ramet hasil nilai skoring ……………..……………........

39

11. Hasil skoring pada jarak tanam 3 m x 3 m ………………………...

40

12. Hasil skoring pada jarak tanam 2 m x 6 m ………………………...

40

13. Karakteristik kualitas kayu jati klon Cepu dan klon Madiun pada
berbagai diameter dan jarak tanam ………………………………...

51

14. Karakteristik kualitas kayu jati klon di dalam satu tree plot ………

57

15. Anova dan CR pertumbuhan dan sifat kayu masing-masing jarak
tanam ………………………………………………………………

67

16. Anova dan CR pertumbuhan dan sifat kayu dari semua klon ……..

69

17. Karakteristik struktur nano kayu jati klon Cepu dan Madiun pada
berbagai diameter dan jarak tanam ………………………...............

81

18. Nilai r antara MOE dengan kerapatan, MFA, lebar kristalit dan
derajat kristalinitas ………………………………………………...

83

8.
9.

xix

19. Persamaan regresi linear model logaritmit dan R2 dari MOE
terhadap kerapatan, MFA, lebar kristalit dan derajat
kristalinitas…………........................................................................

xx

83

DAFTAR GAMBAR
1.

Halaman
Problem Tree Analysis ……………………………………………...
6

2.

Diagram alir pelaksanaan penelitian ………………………………..

9

3.

Orientasi MFA pada dinding sel …………………………………....

16

4.

Mikrofibril selulosa ………………………………………………...

18

5.

Model struktur mikrofibril selulosa ……………………………........

18

6.

Pola gambar 100 (a) random orientation, (b) preferred orientation ..

20

7.

Struktur selulosa Iβ dan Iα ………………………………………….

20

8.

Lokasi penelitian ……………………………………………………

23

9.

Sebaran diameter pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m dan
2 m x 6 m ……………………………………………………………

25

Sebaran tinggi pohon jati klon pada jarak tanam tanam 3 m x 3 m
dan 2 m x 6 m ……………………………………………………...

25

Sebaran diameter pohon jati klon Cepu dan Madiun pada jarak
tanam 3 m x 3 m ……………………………………………………

26

Sebaran tinggi pohon jati klon Cepu dan Madiun pada jarak tanam
3 m x 3 m ……………………………………………………………

27

Sebaran diameter pohon jati klon Cepu dan Madiun pada jarak
tanam 2 m x 6 m …………………………………………………….

27

Sebaran tinggi pohon jati klon Cepu dan klon Madiun pada jarak
tanam 2 m x 6 m …………………………………………………….

28

Rata-rata diameter pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m dan
jarak tanam 2 m x 6 m ……………………………………………...

31

Rata-rata tinggi pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m dan
jarak tanam 2 m x 6 m ………………………………………………

31

Rata-rata volume pohon jati klon pada jarak tanam 3 m x 3 m dan
jarak tanam 2 m x 6 m ………………………………………………

31

Rata-rata diameter pohon jati klon pada blok penelitian ……………

32

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

xxi

19.

Rata-rata tinggi pohon jati klon pada blok penelitian .……………...

32

20.

Rata-rata volume pohon jati klon pada blok penelitian ……………..

32

21.

Riap diameter pada klon dan jarak tanam yang berbeda ....................

47

22.

Persentase kayu teras pada klon dan jarak tanam yang berbeda ……

47

23.

Skoring kondisi tajuk pada klon dan jarak tanam yang berbeda ……

48

24.

Variasi panjang serat dari empulur ke kulit (a) jarak tanam 3 m x 3
m, (b) jarak tanam 2 m x 6 m ……………………………………….

58

Variasi MFA dari empulur ke kulit (a) jarak tanam 3 m x 3 m, (b)
jarak tanam 2 m x 6 m ………………………………………………

59

Variasi lebar kristalit dari empulur ke kulit (a) jarak tanam
3m
x 3 m, (b) jarak tanam 2 m x 6 m …………………………………...

60

Variasi panjang kristalit dari empulur ke kulit (a) jarak tanam 3 m
x 3 m, (b) jarak tanam 2 m x 6 m …………………………………...

61

28.

Porositas tata baur pada lingkaran tahun pertama …………………..

62

29.

Porositas tata lingkar pada lingkaran tahun ke-lima ………………..

63

30.

Porositas tata lingkar pada lingkaran tahun ke-enam ……………….

63

31.

Penebalan spiral pada pembuluh (perbesaran 50x) …………………

64

32.

Penebalan spiral pada pembuluh (perbesaran 100x) ……………......

64

33.

Penebalan spiral pada pembuluh (perbesaran 500x) ……………......

65

34.

Korelasi karakteristik pertumbuhan dengan sifat-sifat kayu ………..

72

35.

Pengukuran nilai T dalam menentukan MFA ……………………...

77

Profile data pengukuran kristalin ……………………………….......

78

37.

Contoh uji yang diserang rayap .…………………………….............

90

38.

Penyebaran bahan pengawet boron …………………………………

92

39.

Spektra FT-IR ……………………………………………………….

94

40.

Contoh uji rayap tanah setelah pengawetan ………………………...

95

25.
26.
27.

36.

xxii

41.

Perubahan lebar kristalit setelah diawetkan dengan BND, BNF dan
BNM ………………………………………………………………..

96

Perubahan jarak antar elemen fibril (200) setelah diawetkan dengan
BND, BNF dan BNM ………………………………………………

96

Perubahan panjang kristalit setelah diawetkan dengan BND, BNF
dan BNM …………………………………………………………...

97

Perubahan derajat kristalinitas setelah diawetkan dengan BND,
BNF dan BNM ……………………………………………………...

97

Sebaran boron pada kayu yang diberi bahan pengawet BND setelah
pencucian …………………………………………………………...

99

Sebaran boron pada kayu yang diberi bahan pengawet BNF setelah
pencucian …………………………………………………………...

99

Sebaran boron pada kayu yang diberi bahan pengawet BNM setelah
pencucian …………………………………………………………...

99

48.

Perubahan lebar kristalit sebelum dan sesudah pencucian ………….

100

49.

Perubahan panjang kristalit sebelum dan sesudah pencucian ……..

101

50.

Perubahan derajat kristalinitas sebelum dan sesudah pencucian …...

101

42.
43.
44.
45.
46.
47.

xxiii

xxiv

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Hasil pengukuran diameter dan tinggi serta perhitungan volume jati
klon jarak tanam 3 m x 3 m ................................................................

121

Hasil pengukuran diameter dan tinggi serta perhitungan volume jati
klon jarak tanam 2 m x 6 m ................................................................

125

3.

Hasil uji Rancangan Acak Kelompok Berblok (Split Plot) ...............

129

4.

Nomor pohon untuk analisis DNA marker mikrosatelite ................

131

5.

Hasil skoring dan nomor pohon yang di tebang untuk analisis
kualitas kayu .......................................................................................

132

Hasil pengukuran/perhitungan riap diameter thn-1, persentase kayu
teras dan kondisi tajuk ........................................................................

134

Hasil perhitungan BJ, kerapatan, dimensi serat, panjang dan
diameter Pembuluh .............................................................................

136

8.

Hasil perhitungan MOE ......................................................................

139

9.

Hasil perhitungan MFA (Hasil MOE) ................................................

140

10.

Hasil perhitungan MFA, lebar dan panjang kristalit per lingkaran
tumbuh ................................................................................................

142

11.

Hasil perhitungan CR dan standard error repeatabilitas ...................

150

12.

Perhitungan derajat kristalinitas, lebar dan panjang kristalit ..............

153

13.

Hasil pengukuran Preffered Orientation (PO) ...................................

158

14.

Perhitungan Coeff. of correlations dan regresi model logaritmit .......

162

15.

Hasil pengujian keawetan alami jati dan setelah pengawetan ............

166

16.

Kandungan tektokinon kayu jati klon cepu, madiun dan asal biji.......

169

17.

Hasil SEM-EDX kayu yang diberi bahan pengawet boron ................

174

18.

Hasil SEM-EDX setelah 5 bulan setelah pemberian bahan pengawet
boron ...................................................................................................

176

Hasil SEM-EDX kayu yang diberi bahan pengawet BND, BNF dan
BNM ...................................................................................................

179

2.

6.
7.

19.

xxv

20.

Posisi dan struktur bahan pengawet BND, BNF dan BNM serta
selulosa ...............................................................................................

182

21.

Perubahan ukuran kristalin setelah diawetkan dan pencucian ............

186

22.

Hasil X-ray bahan pengawet BND, BNF dan BNM ...........................

187

23.

Hasil analisis dan perhitungan boron pada kayu setelah pencucian ...

189

xxvi

DAFTAR ISTILAH PENTING
Bank klon : Koleksi pohon dari jenis terpilih yang dibangun untuk mengantisipasi
keperluan di masa depan. Koleksi dibangun dan dibentuk melalui propagasi
vegetatif.
Daerah kristalin : Daerah yang teratur pada ikatan antara molekul-molekul
selulosa. Bagian kristalin dari kayu adalah berat fraksi dari bahan kristal
yang padat pada kristalin mikrofibril selulosa.
Derajat kristalinitas : Perbandingan antara daerah kristalin dengan seluruh daerah
mikrofibril selulosa atau jumlah daerah kristalin dan amorf.
Dinding sel : Bagian zat yang tidak hidup pada sel tanaman yang mengandung
banyak karbohidrat, terdiri atas: lamella tengah, dinding primer dan dinding
sekunder dan tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
DNA (Asam Dioksiribo Nukleat): Untaian ganda molekul organik yang terdiri
atas gula dan basa yang membawa informasi genetik atau “kode”. Kode G,
C, A dan T menunjukkan ke 4 basa Guanin, Citosan, Adenin dan Thimin.
Fenotipe : Penampakan atau sifat terlihat yang menunjukkan bentuk, dapat
dideskripsikan atau tingkat dari ekspresi karakter. Hasil interaksi antara gen
dan lingkungan.
Fiber/serat : Sel yang panjang, sempit dan kedua ujungnya tidak berperforasi.
Genotipe : Sifat individu yang dikendalikan susunan genetik tertentu.
Klon : Populasi yang terdiri atas sel-sel atau individu yang identik genetiknya.
Seperti populasi yang diperoleh melalui pembelahan mitosis atau reproduksi
aseksual.
Kualitas kayu: ukuran ketepatan penggunaan kayu atau kesempurnaan setiap
bahan kayu untuk keperluan yang diinginkan
Microtubule : salah satu filament protein cytoskeletons hampir semua sel
eukariota, silia, flagella, badan basal, sentriola dan gelendong mitosis dan
meosisnya. Setiap mikrotubule terdiri atas sebuah silinder berongga,
berdiameter sekitar 25 nm, yang terdiri atas 13 protofilamen protein tubulin.
Setiap protofilamen terdiri atas molekul tubulin globular yang terpolarisasi
pada kedua ujungnya dengan laju yang tidak sama. Peran mikrotubule
mencakup memandu gerakan organel dan kromosom dalam sel,
menyebabkan memanjangnya sel dengan perpanjangan dirinya dan terlibat
dalam gerakan flagella serta silia.
Mikrofibril : Kumpulan beberapa elemen fibril (Ø 3.5 nm) yang berikatan satu
sama lain. Mikrofibril memiliki Ø 10-30 nm.
xxvii

Mikrofibril angle (MFA) :
dengan sumbu batang.

Sudut yang terbentuk antara mikrofibril selulosa

Monoklinik : Struktur selulosa dengan refleksi a = 7.78 A°, b = 8.20 A°, c = 10.38
A° dan γ = 96.50°.
Ortet: Tanaman induk dimana klon diperoleh.
Panjang kristalit : Hasil pengukuran dengan menggunakan alat X-ray pada refleksi
004 dengan 2θ = 34.4. Perhitungan menggunakan Scherrer formula dengan
nilai K = 1.
Preferred orientation : Tingkat keteraturan pensejajaran rantai selulosa pada
daerah kristalin.
Ramet : Individu anggota sebuah klon
Refleksi : Pola difraksi yang didistribusikan kembali di dalam ruang dengan cara
dipantulkan intensitas gelombang sebagai akibat adanya sampel kayu yang
menyebabkan variasi baik dalam amplitudo maupun dalam fasenya.
Repeatabilitas : Sifat yang permanen yang diturunkan oleh induknya karena
berasal dari klon.
Struktur nano : Pengamatan yang dilakukan dengan bantuan mikroskop elektron
dan indirect methods seperti X-ray dengan ukuran nanometer, contohnya
struktur dalam dari dinding sel dan susunan fibril.
Tebal kristalit : Hasil pengukuran dengan menggunakan alat X-ray pada refleksi
200 dengan 2θ = 22.4. Perhitungan menggunakan Scherrer formula dengan
nilai K = 0.9.
Tilosis : Struktur seperti gelembung atau seperti kantong yang berasal dari
protoplasma sel parenkim yang masuk ke dalam sel pembuluh melalui
noktah. Terbentuk di dalam sel pembuluh pada proses perubahan kayu gubal
menjadi kayu teras.
Transmisi : Pola difraksi yang didistribusikan kembali di dalam ruang dengan cara
diteruskan intensitas gelombang sebagai akibat adanya sampel kayu yang
menyebabkan variasi baik dalam amplitudo maupun dalam fasenya.
Uji klon: Perbandingan dan evaluasi sejumlah klon melalui uji berulang. Uji
seperti ini dapat memperkirakan genotipe yang diharapkan, tapi tidak perlu
mengetahui perilaku perkawinannya.

xxviii

RINGKASAN
ANDI DETTI YUNIANTI. Karakteristik Struktur Nano Dinding Sel dan
Kaitannya dengan Sifat-sifat Kayu (Studi Kasus Kayu Jati Klon Umur 7 Tahun).
Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI, ISKANDAR Z. SIREGAR, dan GUSTAN
PARI.
Percepatan pertumbuhan tanaman jati untuk menghasilkan daur yang lebih
pendek terus dilakukan. Salah satu diantaranya adalah mengembangkan jati klon.
Melalui perhutanan klon, diharapkan mampu menghasilkan kayu dengan kualitas
yang sama seperti induknya.
Penelitian kualitas kayu jati telah banyak dilakukan khususnya pada
tingkatan makroskopis dan mikroskopis. Penelitian skala nano belum banyak
dilakukan bahkan sampai saat ini belum ada penelitian skala nano yang mengkaji
jati klon andalan Perum Perhutani pada jarak tanam dan diameter yang berbeda.
Sebagaimana kita ketahui, pengaturan jarak tanam dengan beberapa asal klon
dapat memberikan respon yang berbeda, sehingga akan terjadi variasi
pertumbuhan dalam hal ini pertambahan diameter dan tinggi pohon. Kajian
kualitas kayu jati klon ditinjau dari struktur nano perlu dilakukan untuk melihat
hubungan antara variasi diameter, klon dan jarak tanam dengan kekuatan dan
keawetan kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon Madiun memiliki pertumbuhan
diameter dan tinggi lebih besar dengan variabilitas pertumbuhan yang sempit
dibandingkan klon Cepu, dimana jarak tanam yang terbaik adalah 2 m x 6 m.
Pertumbuhan dan sifat-sifat kayu lebih banyak dipengaruhi oleh klon pada jarak
tanam 2 m x 6 m, dibandingkan jarak tanam 3 m x 3 m. Pada jarak tanam yang
lebar dan kurang seimbang, sifat-sifat yang berasal dari pohon induk cenderung
muncul. Hal ini dapat dilihat dari nilai Clonal Repeatabilitas (CR) terhadap tinggi
pohon (88.42%), kondisi tajuk (90.48%), kerapatan kayu (79.24%), BJ kayu
(83.68%), diameter serat (94.42%), panjang pembuluh (97.19%) dan diameter
pembuluh (82.76%) pada jarak tanam 2 m x 6 m. Informasi ini dapat menjadi
bahan pertimbangan, pola penanaman tanaman jati klon.
Kualitas kayu jati klon dipengaruhi oleh asal klon dan perlakuan jarak
tanam, tetapi tidak konsisten dipengaruhi oleh variasi diameter batang. Hal ini
menunjukkan bahwa karakter adaptif (fenotipe) tidak dapat menentukan kualitas
kayu. Karakteristik kualitas kayu dari klon Cepu dan Madiun antara lain adalah:
kekuatan masuk dalam Kelas Kuat III dan IV, keawetan Kelas Awet III dan IV,
sel serat dan pembuluh pendek sampai sedang, dinding serat tipis sampai tebal,
MFA berkisar 20.78 °- 23.18 °, dan MOE berkisar 81767-81784 kg cm-2.
Karakteristik struktur nano dinding sel kayu jati klon Cepu adalah kristalit
selulosanya lebar dan pendek, dengan preffered orientation serta derajat
kristalinitas yang lebih besar dibandingkan klon Madiun.
Beberapa penelitian telah memberikan gambaran tentang berkurangnya
kekuatan kayu dari tanaman klon dibandingkan tanaman jati tua. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keragaman sifat kekuatan kayu dalam hal ini kekakuan
(MOE) dipengaruhi oleh derajat kristalinitas (68.60%), kerapatan kayu (68.50%),
lebar kristalit (65.90%) dan MFA (43.20%). Perubahan akibat pemberian beban di
bawah batas proposi terjadi pada tingkatan makroskopis, mikroskopis dan
xxix

molekular. Pada tingkatan makroskopis hubungan tersebut akibat adanya
perbedaan kayu awal dan kayu akhir, sel jari-jari, serat dan atau sel pembuluh.
Pada tingkatan mikroskopis karena adanya perbedaan MFA pada lapisan S1, S2
dan S3 di dinding sel yaitu terjadi pemutusan ikatan hidrogen antar mikrofibril,
sedangkan pada tingkatan molekuler karena adanya ikatan hidrogen dengan
polimer selulosa. Pemutusan ikatan hidrogen ini menyebabkan perubahan jarak
antar elemen fibril sehingga lebar kristalit dan derajat kristalinitas berubah.
Secara umum, keawetan alami kayu jati yang berasal dari klon mengalami
penurunan dibandingkan yang berasal dari tanaman jati tua. Sehingga dibutuhkan
upaya untuk meningkatkan keawetan melalui pemberian bahan pengawet yang
mampu bertahan dan berpenetrasi sampai ke dinding sel. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah elemen boron dalam kayu jati awetan berkisar 3-4%
(relatif) setelah diawetkan dengan boron 3%. Pemberian senyawa tambahan pada
bahan pengawet boron seperti natrium diphospat, natrium fluoride dan natrium
metabisulfite mampu meningkatkan dan mempertahankan keberadaan boron di
dalam kayu. Bahan pengawet Natrium Boron Diphospor (BND) mengakibatkan
boron meningkat menjadi 8,44% relatif, Natrium Boron Flouride (BNF)
mengakibatkan boron meningkat menjadi 8.97% relatif, sedangkan Natrium
Boron Metabisulfite (BNM) mengakibatkan boron meningkat menjadi 8.61%
relatif.
Secara fisik bahan pengawet masuk ke daerah kristalin melalui kisi kristal
karena memiliki struktur yang sama dengan volume yang lebih kecil
dibandingkan struktur selulosa. Selanjutnya, ikatan kimia terjadi antara kayu dan
bahan pengawet, sehingga boron mampu bertahan dalam kayu.
Keberadaan bahan pengawet di dinding sel dapat dideteksi dengan
menganalisis perubahan dimensi kristalin. Posisi struktur monoclinic BND adalah
hkl 200 dengan volume 554.85 Aο, BNF adalah hkl 101 dengan volume 334.50
Aο, sementara BNM memiliki struktur orthorhombic, posisi hkl 002 dan 004
dengan volume 772.08 Aο. Posisi struktur monoclinic selulosa adalah hkl 002
dengan volume 668.34 Aο.
Bahan pengawet BND memiliki bentuk struktur yang sama dengan selulosa
tetapi ukurannya lebih kecil pada posisi 200 sehingga mampu masuk dan
menambah lebar daerah kristalin. Masuknya BND ke daerah kristalin
mengakibatkan derajat kristalinitas menurun karena adanya perubahan ikatan
antara polimer selulosa yang digantikan oleh bahan pengawet. Fenomena ini juga
terjadi pada bahan pengawet BNF, tetapi pada posisi 004. Walaupun berada pada
daerah amorf (101), BNF dapat masuk ke daerah kristalin dengan cara interkalasi
karena memiliki sifat yang lebih kristal dibandingkan bahan pengawet lainnya.
Bahan pengawet BNM memiliki bentuk struktur yang berbeda dengan selulosa
dimana ukurannya lebih besar pada posisi 200 dan 004. Diasumsikan bahan
pengawet BNM, berikatan hanya di permukaan kristalin selulosa (panjang dan
lebar) pada posisi 200 dan 004 sehingga derajat kristalinitas bertambah.
Kemampuan bertahannya boron di dalam kayu diuji dengan pencucian
selama 24 jam menunjukkan bahwa boron tetap berada di dalam kayu walaupun
tidak menyebar secara merata. Setelah pencucian keberadaan boron di dalam kayu
awetan dengan natrium boron diphospat adalah 1095.306 ppm, natrium boron
fluoride adalah 1011.609 ppm dan natrium boron metabisulfite adalah 1150.072
ppm.

xxx

xxxi

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan bahan baku untuk industri kehutanan saat ini belum
mencukupi, sehingga mendorong para silvikulturis mencari cara untuk
mempercepat pertumbuhan pohon terutama jenis-jenis yang laju pertumbuhannya
lambat namun diketahui memiliki sifat dan karakteristik yang baik. Salah satu
jenis yang pertumbuhannya dipercepat adalah jati (Tectona grandis) karena
kayunya awet, kuat dan memiliki corak (kesan dekoratif) yang indah sehingga
banyak diminati meski harganya tinggi. Upaya untuk membangun bank klon jati
merupakan program utama perhutananan klonal saat ini (Rimbawanto &
Suharyanto 2005). Jati-jati hasil klon sudah banyak dikembangkan mulai dari klon
asal luar negeri seperti Thailand hingga lokal khususnya Jawa, Muna dan
Lampung.
Menurut Leksono (2009); Rimbawanto (2003), percepatan pertumbuhan
secara generatif, tanaman jati yang dihasilkan memiliki sifat yang lebih baik
dibandingkan sifat induknya meski terbatas pada sifat-sifat yang dikendalikan
oleh gen tunggal seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit. Menurut Zobel &
Talbert (1984), pertumbuhan pohon tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan atau faktor genetik saja tetapi juga oleh interaksi keduanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahfudz et al. (2006) dan Wijayanto (2007)
menyimpulkan bahwa jati dengan klon yang sama menghasilkan pertumbuhan
diameter dan tinggi pohon yang bervariasi meski ditanam pada lokasi yang sama.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa variabilitas kedua parameter pertumbuhan
tersebut juga dipengaruhi oleh umur tanaman dan jarak tanam.
Parameter kualitas kayu yang sering dipakai hingga saat ini adalah
kerapatan dan berat jenis (BJ) kayu. Hubungan antara percepatan pertumbuhan
dengan kerapatan atau BJ kayu masih terus diperdebatkan. Menurut para peneliti
seperti DeBell et al. (2002); Koga & Zhang (2002); Bowyer et al. (2003);
Okuyama et al. (2003), kerapatan kayu tidak dipengaruhi oleh percepatan
pertumbuhan atau umur, sedangkan Zobel & van Buijtenen (1989); Lei et al.

2

(1997) menyatakan hal yang sebaliknya dimana kecepatan pertumbuhan
mempengaruhi nilai kerapatan dan BJ kayu pada umur tanaman yang sama.
Variasi nilai kerapatan kayu sangat dipengaruhi oleh tipe, proporsi dan
dimensi sel serta kerapatan dinding sel. Menurut Saranpää (2003), pertumbuhan
pohon terkait dengan pembentukan lapisan-lapisan penyusun dinding sel, dimana
tiap lapisan memiliki kerapatan yang berbeda. Kerapatan dinding sel akan
meningkat pada saat kandungan selulosa dan derajat kristalinitas selulosa
meningkat.
Kerapatan dinding sel berkonstribusi pada nilai kerapatan dan BJ kayu
secara keseluruhan. Kerapatan dinding sel juga mempengaruhi sifat mekanis kayu
terutama kekakuan. Menurut Armstrong (2005), kekuatan kayu dipengaruhi oleh
sudut mikrofibril (microfibril angle/MFA) dan tebal dinding sel.

Bahkan

disebutkan pula bahwa MFA dan porsi daerah kristalin selulosa merupakan faktor
utama yang mempengaruhi sifat fisik kayu (khususnya kerapatan dan kembang
susut), sifat mekanis kayu (terutama keteguhan tarik/tensile strength dan
kekakuan/stiffness), dan kandungan kimiawi kayu (Stuart & Evans (1994);
Butterfield (2003); Peura et al. (2008)). MFA dan daerah kristalin selulosa
merupakan struktur nano dinding sel. Kedua parameter tersebut perlu dikaji secara
mendalam terutama kaitannya dengan penggunaan kayu yang dihasilkan oleh
pohon-pohon yang dipercepat pertumbuhannya.
Struktur nano dinding sel adalah struktur penyusun dinding sel yang baru
dapat diamati dengan jelas menggunakan bantuan mikroskop elektron atau dengan
indirect tools lainnya seperti X-ray diffraktometer karena ukurannya yang sangat
kecil (skala nanometer). Yang termasuk dalam struktur nano dinding sel adalah
struktur fibril penyusun dinding sel serat (Booker & Sell 1998). Pengetahuan
tentang karakteristik struktur nano dinding sel dari perlakuan silvikultur di
lapangan sangat diperlukan untuk memanipulasi pertumbuhan agar dapat
menghasilkan tumbuhan dengan kekuatan dinding sel sekaligus sifat mekanis
yang superior. Penelitian tentang pengaruh pengaturan jarak tanam, variasi
diameter rata-rata dan asal klon terhadap karakteristik struktur nano dinding sel
kayu jati belum banyak dikaji. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
informasi terkait dengan hal tersebut.

3

Masalah lain dari kayu jati yang dihasilkan oleh pohon-pohon yang
dipercepat pertumbuhannya adalah berkurangnya keawetan alami kayu tersebut
(Sumarni et al. 2005) karena kandungan tektokinon yang sangat rendah akibat
proses pembentukan bagian kayu teras yang belum sempurna. Sebagaimana
diketahui bahwa tektokinon inilah yang membuat kayu jati memiliki keawetan
alami yang tinggi.
Upaya meningkatkan keawetan kayu telah banyak dilakukan dengan
berbagai metode. Salah satunya melalui proses pengawetan kayu. Terkait dengan
proses pengawetan yang dilakukan khususnya terhadap kayu jati klon, keberadaan
bahan pengawet di dinding sel dan ikatan yang terjadi belum pernah dikaji dengan
tuntas. Oleh karena itu, penelitian ini juga diarahkan untuk mengamati keberadaan
bahan pengawet di dinding sel penyusun kayu jati melalui pendekatan struktur dan
dimensi kristalin selulosa.
Perumusan Masalah
Program pemuliaan tanaman jati telah dimulai oleh Perum Perhutani sejak
tahun 1981 dengan menetapkan areal produksi benih dan kebun benih semai,
pemilihan pohon plus, melakukan uji provenans, uji keturunan, uji klon, serta
pembangunan kebun benih klon dan bank klon (Wibowo 2005). Beberapa lokasi
termasuk Cepu dan Madiun merupakan daerah pembangunan uji klon. Klon
terbaik dari Cepu dan Madiun selanjutnya dibuat kebun pangkas. Pembuatan
kebun pangkas yang berasal dari bud grafting dan stek pucuk dilakukan di
beberapa daerah termasuk di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
Siregar et al. (2008) menelusuri sifat tanaman dengan menggunakan
random amplified polymorphic DNA (RAPD) untuk mengetahui pengaruh metode
perkembangbiakan tanaman (biji, cabutan dan stek) terhadap variasi genetik.
Hasilnya menunjukkan bahwa keragaman genetik pada stek adalah yang terendah
karena stek bersumber dari sedikit ortet. Klon yang berasal dari satu ortet
diharapkan

memiliki

variasi

pertumbuhan

yang

sempit

sehingga

akan

menghasilkan kayu dengan kualitas yang sama seperti induknya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan jati klon masih
menghasilkan variasi yang lebar. Hasil penelitian Mahfudz et al. (2006)

4

memperlihatkan bahwa tanaman jati klon Cepu umur 22 bulan memiliki tinggi
dan diameter yang bervariasi antara 2.22 m sampai 4.07 m dan antara 2.29 cm
sampai 4.36 cm. Penelitian Wijayanto (2007) memperlihatkan bahwa tanaman jati
klon Cepu dan Madiun umur 47 bulan memiliki tinggi dan diameter yang
bervariasi antara 5.54 m sampai 9.63 m dan antara 5.31 cm sampai 10.06 cm.
Adanya variasi tinggi dan diameter tersebut mengindikasikan bahwa kualitas kayu
yang dihasilkan kemungkinan akan berbeda. Apakah kualitas kayu yang
dihasilkan akan lebih jelek atau lebih baik masih merupakan pertanyaan. Jika
kualitas kayunya lebih baik atau sama, ini menandakan bahwa faktor fenotipe
tidak mempengaruhi kualitas kayu, demikian pula sebaliknya.
Kayu jati umur 20 tahun memiliki porsi kayu juvenil 80-100%, berbeda
dengan kayu jati umur 60 tahun yang porsi kayu juvenilnya hanya 60-75% (Bhat
2003). Variasi nilai kerapatan dan BJ kayu pada bagian kayu juvenil tersebut
sangat lebar (Kokutse et al. 2003; Okuyama et al. 2003), dan mengakibatkan
kekuatan kayu secara keseluruhan menjadi berkurang. Hal ini menandakan bahwa
semakin tinggi porsi kayu juvenil, semakin rendah pula kekuatan kayunya. Itulah
sebabnya, sangat penting bagi silvikulturis untuk meminimalkan porsi kayu
juvenil.
Selain memiliki porsi kayu juvenil yang tinggi, keawetan alami kayu-kayu
dari pohon yang pertumbuhannya dipercepat menjadi lebih rendah. Terhadap
kayu-kayu yang demikian diperlukan perlakuan pengawetan sebelum kayu
digunakan. Metode pengawetan yang efektif diharapkan mampu memasukkan
bahan pengawet ke dalam kayu dan berpenetrasi sampai ke dinding sel. Karena
struktur selulosa berbentuk monoclinic, maka bahan pengawet dengan struktur
yang sama dengan ukuran yang lebih kecil diharapkan dapat dengan mudah
masuk dan berikatan dengan selulosa. Adanya perubahan pada dimensi kristalin
membuktikan bahwa bahan pengawet telah masuk ke dalam dinding sel penyusun
kayu.
Penelitian tentang kualitas kayu jati pada tingkat makroskopis dan
mikroskopis telah banyak dilakukan. Pengamatan skala nano perlu dilakukan
untuk melihat hubungan antara variasi pertumbuhan dalam hal ini rata-rata
diameter batang, klon dan jarak tanam dengan kekuatan dan keawetan kayu.

5

Parameter ini belum banyak dikaji bahkan sampai saat ini belum ada penelitian
skala nano yang mengkaji klon andalan Perum Perhutani dengan perlakuan jarak
tanam dan variasi diameter batang.
Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab terkait dengan aspek penelitian ini,
diantaranya:
1. Apakah variasi yang lebar dari pertumbuhan dipengaruhi oleh asal usul klon
dan jarak tanam yang berbeda ?
2. Bagaimana kualitas kayu terutama struktur nano dinding sel akibat variasi
rata-rata diameter batang, klon dan jarak tanam ?
3. Bagaimana hubungan antara kekuatan kayu dalam hal ini modulus of
elasticity (MOE) dengan struktur nano dinding sel ?
4. Apakah struktur dan perubahan dimensi kristalin dapat dijadikan acuan bagi
keberadaan bahan pengawet di dinding sel ?
Untuk menjawab keempat pertanyaan tersebut, dilakukanlah serangkaian
penelitian dengan problem tree analysis sebagaimana Gambar 1.

6

7

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas kayu jati dari
diameter, klon dan jarak tanam yang berbeda, sedangkan secara khusus, bertujuan
untuk:
1.

Mengkaji pengaruh faktor genetik dan lingkungan terhadap variasi
pertumbuhan pohon jati klon Cepu dan Madiun yang ditanam di Gunung
Kidul serta kepastian identitas genotipenya.

2.

Menganalisis pengaruh variasi diameter batang, klon dan jarak tanam
terhadap kualitas kayu khususnya struktur nano. Variasi diameter batang
yang dimaksud adalah diameter terbesar, sedang dan terkecil, variasi klon
adalah perbedaan asal klon yaitu Cepu dan Madiun, sedangkan variasi jarak
tanam adalah 3 m x 3 m dan 2 m x 6 m.

3.

Mengetahui sampai sejauh mana MOE dipengaruhi oleh struktur nano
dinding sel (MFA, dimensi kristalin, derajat kristalinitas dan preferred
orientation/PO).

4.

Menganalisis keberadaan bahan pengawet di dinding sel melalui pendekatan
struktur dan dimensi kristalin.
Secara skematik penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan,

dengan alir pelaksanaan penelitian seperti pada Gambar 2.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan informasi dasar
tentang kualitas kayu yang berguna bagi para silvikulturis dalam kaitannya dengan
asal klon dan jarak tanam. Pengetahuan struktur nano dinding sel terutama
hubungannya

dengan

kualitas

kayu

akan

memperkaya

wawasan

dan

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang anatomi kayu.
Hipotesis
Hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah:
1.

Karakter adaptif (fenotipe) secara signifikan tidak menentukan kualitas
kayu.

8

2.

Variasi rata-rata diameter batang, klon dan jarak tanam akan mempengaruhi
karakteristik struktur nano dinding sel.

3.

Kristalin selulosa membuat kayu menjadi lebih kaku (tidak mudah patah).

4.

Struktur yang sama dengan selulosa dengan ukuran yang lebih kecil serta
perubahan dimensi kristalin dapat menentukan pola penyebaran bahan
pengawet di dinding sel.
Novelty Penelitian
Novelty dari penelitian ini adalah: a) hubungan antara kualitas kayu jati klon

yang diverifikasi berdasarkan genotipe dengan struktur nano dinding sel, b) MOE
dipengaruhi oleh struktur nano, dan c) deteksi keberadaan bahan pengawet di
dinding sel penyusun kayu melalui pendekatan struktur nano.

9

10

II. TINJAUAN PUSTAKA
Jati (Tectona grandis)
Hutan alam jati yang awalnya berada di India, Myanmar, Laos dan
Thailand, mulai dikenal di Indonesia sekitar 400-600 tahun yang lalu. Sekitar 95%
areal hutan tanaman jati di dunia berada di Asia (India 44%, Indonesia 31%,
Thailand 6%, Myanmar 6%, Bangladesh 3.2% dan Srilangka 1.7%). Menurut
ITTO (2006), produksi log jati sekitar 123 juta m3, dimana Indonesia merupakan
produsen terbesar. Negara pengekspor kayu jati terbesar adalah Myanmar dan
Ivory Coast, sementara China dan Thailand merupakan pengimpor kayu jati
terbesar. Industri kayu jati terbesar berada di Indonesia, India dan Thailand.
Jati merupakan tanaman favorit di Indonesia dan diminati banyak orang
sejak zaman Belanda. Kebutuhan masyarakat maupun industri akan kayu jati
hingga saat ini terus meningkat. Menurut Iskak (2005), kekurangan bahan baku
kayu jati diperkirakan sekitar 2 juta m3 thn-1. Berbagai usaha pun ditempuh untuk
memenuhi kelangkaan tersebut. Salah satunya melalui percepatan pertumbuhan
tanaman jati dengan berbagai metode propagasi.
Daur tanaman jati yang tadinya panjang (60-80 tahun), saat ini telah berubah
menjadi sekitar 20-40 tahun. Perubahan ini perlu dikaji secara ilmiah mengingat
ada korelasi positif antara umur tegakan dengan kualitas kayu secara keseluruhan.
Kayu yang berasal dari pohon-pohon masak tebang umumnya lebih superior
dibandingkan kayu yang berasal dari pohon-pohon muda.
Perbanyakan tanaman jati secara generatif memiliki beberapa kendala yaitu
produksi biji yang kurang, lambat tumbuh dan memiliki variasi genetik yang
tinggi. Oleh karena itu perbanyakan dengan cara vegetatif misalnya dengan stek
pucuk dengan perlakuan silvikultur yang tepat merupakan suatu keharusan karena
dapat memproduksi bibit dalam jumlah yang besar dalam waktu singkat, dan
mewarisi seluruh sifat induknya (Mahfudz et al. 2003).
Tanaman jati yang berasal dari stek pucuk perlu terus dikembangkan dengan
pertimbangan masyarakat dapat melakukan sendiri pembudidayaannya. Stek
pucuk sendiri adalah mengakarkan bagian lain dari batang (khususnya pucuk)
untuk menghasilkan tanaman utuh (Dephut 2004). Keberhasilan stek pucuk sangat

12

ditentukan oleh klon, jenis dan konsentrasi hormon serta rejuvenilitas dari bahan
yang digunakan (Mahfudz et al. 2003). Tanaman jati yang dipercepat dapat
diseleksi melalui perlakuan silvikultur tanpa menurunkan nilai BJ kayunya (Bhat
2003).
Identifikasi genetik tanaman jati telah banyak dilakukan. Rimbawanto &
Suharyanto (2005); Yuskianti (2009) telah melakukan identifikasi genetik
menggunakan penanda sequence characterized amplified region (SCAR),
sedangkan Siregar et al. (2003) menggunakan penanda glutamate oxaloacetate
transaminase (GOT). Penelitian tentang kualitas kayu jati juga telah banyak
dilakukan sebagaimana Tabel 1, namun penelitian sejenis ditinjau dari struktur
nano masih terbatas apalagi terhadap jati-jati klon.
Tabel 1 Kualitas kayu jati yang berasal dari klon
Karakteristik yg Diteliti
Panjang serat (mm