Desain bentuk kemasan primer Telur Ayam Buras dan pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi

DESAINBENTUK KEMASAN PRIMER TELUR AYAM BURAS DAN
PENGARUHNYA TERHADAP MUTU EKSTERNAL DAN INTERNAL
SELAMA TRANSPORTASI

HAMI WAHYU

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul desainbentuk kemasan
primer telur ayam burasdan pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal
selama transportasi adalah benar karya saya denganarahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsiini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Hami Wahyu
NIM F14120135

ABSTRAK
HAMI WAHYU. Desainbentuk kemasan primer Telur Ayam Burasdan
pengaruhnya terhadap mutu eksternal dan internal selama transportasi. Dibimbing
oleh LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.
Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi yang
dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral
dalam jumlah cukup. Kerusakan mekanis dan penurunan mutu Telur Ayam Buras
(TAB) selama pengangkutan dan penyimpanan dapat disebabkan olehgetaran,
gesekan serta goncangan karena tumpukan dalam kemasan. Kerusakan mekanis
dan penurunan mutu telur dapat dikurangi dengan kemasan yang mampu
mereduksi guncangan/getaran dan mencegah terjadinya benturan antartelur, maka
didesainlah kemasan dengan tiga bentuk yaitu bentuk A, B, dan C.Kualitas
telurdiamati pada hari ke-0 sebelum dan sesudahsimulasi hingga hari ke7penyimpanan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap telur.
Penyimpanan telur dilakukan pada suhu ruang. Parameter yang diukur adalah

kerusakan mekanis, susut bobot, diameter kantung udara, nilai Haugh Unit, dan
indeks kuning telur. Berdasarkan parameter-parameter yang diukur, telur
mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Berdasarkan metode
evaluasi indeks pembobotan (weight property indices) terhadap keseluruhan hasil
pengukuran parameter mutu telur, desain kemasan primer B merupakan kemasan
terbaik dalam mempertahankan mutu TAB.
Kata kunci:desain, kemasan, kualitas, simulasi, telur ayam buras

ABSTRACT
HAMI WAHYU. Primary packaging shape design of “buras” eggschicken and the
influence of quality of internal and external during transport. Supervised by
LILIK PUJANTORO EKO NUGROHO.
Egg is the perfect food, because it contains nutrients needed for living things
such as proteins, fats, vitamins and minerals in enough quantities. Mechanical
damage and a decrease in the quality of “buras” eggs chicken during the transport
and storage may be caused by vibration, friction and shocks because stack in the
pack.Mechanical damage and a decrease in the quality of eggs can be reduced
with packaging that is able to reduce shocks/vibration and prevent the occurrence
of impact of eggs and other eggs, then designed packaging with three shape A, B,
and C.The quality of eggs was observed on day 0 before and after the simulation

until the 7th day of storage is to know the influence of the type of packaging
towards the egg.Egg storage is done at room temperature. Parameters measured is
mechanical damage, weight loss, the diameter of air space, the value of the Haugh
Unit, and index of egg yolk.Based on the parameters measured, the qualities of
eggs decreased after simulation and during storage.Based on the evaluation
method of weight property indices toward whole results measurement
parametersof the eggs quality, the primary packaging design B is the best
packaging in maintaining the quality TAB.
Keywords:design, eggs free-range chicken, packaging, quality, simulation

DESAINBENTUK KEMASAN PRIMER TELUR AYAM BURASDAN
PENGARUHNYA TERHADAP MUTU EKSTERNAL DAN INTERNAL
SELAMA TRANSPORTASI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2016 ini ialah
kemasan, dengan judul Desain Bentuk Kemasan Primer Telur Ayam Burasdan
Pengaruhnya Terhadap Mutu Eksternal dan Internal Selama Transportasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lilik Pujantoro Eko
Nugrohoselaku pembimbingatas arahan dan pengajarannya hingga karya ilmiah
iniselesai. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada dosen penguji yang turut
memberikan saran dan pengarahan untuk tugas akhir, ini yaitu Dr Nanik Purwanti,
STP MSc, dan Dr. Muhamad Yulianto, ST, MT. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada orang tua tersayang Ahmad Suriani serta seluruh
keluarga atas kasih sayang,dukungan serta doa yang tak pernah putus sampai
sekarang.Di samping itu terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak

Sulyaden, Bapak Abas dan Bapak Ahmad selaku teknisi yang membantu selama
pengukuran dan pengambilan data di laboratorium.Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016
Hami Wahyu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Telur Ayam Buras (TAB)

3

Komposisi Fisik Telur Ayam

3

Bentuk dan Berat Telur

4

Candling/Peneropongan


4

Perubahan Fisik pada Telur

5

Kualitas Telur

6

Proses Perancangan

8

Pengemasan Telur

9

Simulasi Transportasi Hasil Pertanian
METODE


10
11

Waktu dan Tempat

11

Bahan

11

Alat

11

Metode Penelitian

11


HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Perencanaan Desain

15

Pengembangan Desain

15

Hasil Desain Kemasan Primer

17

Perubahan Kualitas Internal TAB Setelah Simulasi Transportasi

19


Perubahan Kualitas Eksternal TAB Setelah Simulasi Transportasi

26

Pemilihan Desain Kemasan Terbaik

30

SIMPULAN DAN SARAN

30

Simpulan

30

Saran

31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
Data produksi Telur Ayam Buras (TAB)
Persyaratan tingkatan kualitas telur
Uji tingkat kerusakan mekanis
Data pengukuran kuat tekan maksimum telur ayam ras
Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute
Keadaan fisik TAB sebelum simulasi transportasi
Parameter yang diukur pada TAB yang dilakukan perlakuan simulasi
transportasi
8 Nilai Haugh unit TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama
penyimpanan pascasimulasi
9 Nilai indeks kuning TAB sebelum simulasi, pascasimulasi, dan selama
penyimpanan pascasimulasi
10 Persentase
peningkatan
susut
bobot
TAB
sebelum
simulasi,pascasimulasi, dan selama penyimpanan pascasimulasi
11 Perubahan ukuran diameter kantung udara TAB
12 Penentuan indeks sifat berbobot ( )

1
2
3
4
5
6
7

1
8
14
17
18
20
21
21
23
24
26
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Ayam buras/ayam kampung (sumber: youngmuhajir.wordpress.com)
Struktur telur
Perbandingan antara (a) Telur segar dan (b) yang disimpan
Jenis-jenis flute
Tipe kemasan RSC (A), HTC (B), dan FTC (C)
Penyusunan telur dalam kemasan sekunder (a) Tampak atas, (b)
Tampak samping & (c) Tampak depan
Penyusunan kemasan di atas meja simulator
Diagram alir metode penelitian
Desain kemasan primer A
Desain kemasan primer B
Desain kemasan primer C
Kemasan sekunder
Kemasan primer yang didesain dan dibuat (a) kemasan A, (b) kemasan
B, (c) kemasan C dan (d) kemasan kontrol
Penyusunan TAB dalam kemasan (tampak atas) (a) kemasan A, (b)
kemasan B, (c) kemasan C, dan (d) kontrol
Perubahan nilai Haugh unit TAB
Perubahan nilai indeks kuning TAB
Peningkatan berkurangnya bobot TAB
Perubahan ukuran diameter kantung udara pada TAB
Diagram kerja gaya bebas pada simulasi sistem transportasi TAB
Tingkat kerusakan mekanis TAB pascasimulasi transportasi pada
berbagai jenis kemasan
Posisi TAB setelah simulasi transportasi pada kemasan primer A

3
3
4
10
10
12
13
14
16
16
17
18
18
19
21
23
24
26
27
28
28

22 Kerusakan mekanis yang terjadi pada TAB pascasimulasi transportasi

(a) retak (b) pecah
23 Keadaan kebersihan kerabang TAB pascasimulasi

28
29

DAFTAR LAMPIRAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
Cara pengukuran tinggi putih telur, tinggi dan diameter kuning telur,
dan diameter kantung telur
3 Kemasan dilihat dari luar setelah TAB dikemas dengan kemasan primer
dan sekunder
4 Gambar teknik desain kemasan primer TAB
5 Konversi angkutan truk berdasarkan data lembaga uji kontruksi BPPT
1986
6 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nilai Haugh unit sebelum
simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan
7 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nillai Indeks kuning telur
sebelum simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan
8 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk nillai susut bobot telur sesudah
simulasi transportasi dan selama penyimpanan
9 Tabel deskriptif dan tabel anova untuk diameter kantung udara sebelum
simulasi transportasi, sesudah, dan selama penyimpanan
10 Data hasil pengukuran pada H0 sebelum dan sesudah simulasi, H+3,
H+5, dan H+7 selama penyimpanan
11 Contoh perhitungan nilai Haugh unit, indeks kuning telur, dan susut
bobot
12 Pemilihan desain kemasan primer yang optimum dengan metode
evaluasi indeks pembobotan (weight property indices)

1
2

33
34
35
36
38
42
46
50
54
58
63
64

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi yang
dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral
dalam jumlah cukup (Deptan 2010). Telur mengandung protein bermutu tinggi
karena mengandung susunan asam amino esensial lengkap sehingga telur
dijadikan patokan dalam menentukan mutu protein berbagai bahan pangan.
Produksi telur ayam buras dari tahun 2009-2015 cenderung menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2009 secara nasional produksi telur mencapai 160,921
ton. Kemudian pada tahun 2015 meningkat mencapai 191,765ton (Badan Pusat
Statistik 2015). Adapun data produksi telur ayam buras di Indonesia dari tahun
2009-2015 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1Data produksi Telur Ayam Buras (TAB)
Tahun
2009
2010
Produktivitas
160,921 175,528
(ton)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

2011
187,558

2012

2013

2014

2015

197,083

194,620

184,636

191,765

Produksi telur ayam buras pada mulanya dilakukan oleh peternak yang
hanya memelihara beberapa ekor. Rantai pemasaran telur ayam buras diawali
dengan mengumpulkan telur dari para peternak yang terpencar-pencar. Jalur
distribusi telur ayam buras memiliki rantai pemasaran yang panjang sehingga
akan sangat mempengaruhi perubahan mutu komoditas pada saat sampai ditujuan
karena sifat yang mudah rusak dan kualitas cepat berubah. Ada empat tahap utama
jalur transportasi produk ini, yaitu (1) produsen atau peternak, (2) pengumpul atau
pemasuk, (3) pengecer atau supermarket, (4) konsumen atau eksportir (Dirjen
Peternakan 2009).
Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan telur ayam buras selama
pengangkutan atau transportasi, antara lain : kerusakan fisiologis, kerusakan fisik
akibatpengangkutan dan pembongkaran yang kurang hati-hati, penggunaan
wadahpengangkutan yang kurang memadai dan terjadinya keterlambatan
jalurpengangkutan. Kerusakan mekanis selama pengangkutan dapat disebabkan
olehgetaran, gesekan serta goncangan karena tumpukan dalam kemasan. Telur
akanmengalami perubahan setelah dikeluarkan dari tubuh induk dan
saatpengangkutan.
Telur memiliki sifat mudah pecah dan kualitas cepat menurun setelahkeluar
dariinduknya. Kurang lebih dari 5 - 7 hari terjadi penurunan kualitas yangditandai
adanya pembesaran rongga udara. Pembesaran rongga udaramenyebabkan poripori kulit semakin membesar sehingga akan memudahkankeluarnya uap air dari
albumen dan kehilangan gas CO2 serta masuknya mikrobayang dapat
menyebabkan terjadinya busuk.
Agusta (2012) menyatakan, selain dari kawasan Bogor suplai telur ayam
buras banyak berasal dari wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk sampai ke
Bogor telur akan mengalami transportasi yang cukup jauh. Telur ayam buras
tersebut didistribusikan menggunakan mobil bak terbuka (pick up). Saat ini, jenis
kemasan yang digunakan untuk distribusi yang dijumpai di pasar-pasar induk

2

adalah kemasan peti kayu yang dilapisi kertas koran, jerami, atau sekam padi.
Selain itu molded paper pulp juga telah umum digunakan oleh para distributor
telur. Selain murah, bahan kemasan tersebut mudah diperoleh mereka. Peti kayu
dan molded paper adalahkemasan yang dapat digunakan berulang kali, sehingga
menguntungkan bagi para distributor telur. Selain kedua kemasan diatas terdapat
kemasan lain yang juga bisa digunakan berulang kali, yaitu kemasan kardus
karton. Kemasan kardus dapat digunakan sebagai kemasan primer dan kemasan
sekunder. Keuntungan menggunakan kemasan kardus sebagai kemasan primer
adalah kemampuan kardus yang mudah dibentuk.
Perumusan Masalah
Telur Ayam Buras (TAB) merupakan hasil pertanian/peternakan yang
memiliki nilai jual yang tinggi, hal ini terjadi karena TAB sangat jarang petani
yang memproduksinya. Pengemasan dan transportasi TAB sangat penting untuk
diperhatikan yang mana resiko terjadinya kerusakan mekanis dan rusaknya mutu
telur pada keadaan ini hingga sampai ke meja konsumen tinggi. Telur ayam buras
akan mengalami kerusakan mekanis saat transportasi akibat benturan yang terjadi
antartelur dalam kemasan serta antara telur dengan kemasan. Selain kerusakan
mekanis, penurunan mutu telur juga akan terjadi akibat transportasi yaitu turunnya
nilai Haugh unit, indeks kuning telur, dan susut bobot. Hal ini terjadi akibat
terjadinya gunjangan/getaran yang berlebih terhadap telur tersebut. Oleh karena
itu, untuk mencegah kerusakan mekanis dan penurunan mutu telur diperlukan
kemasan yang mampu mereduksi guncangan/getaran dan mencegah terjadinya
benturan antartelur, sehingga dapat melindungi telur pada proses distribusi hingga
berada di meja konsumen.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendesain bentuk kemasan primer telur ayam buras dengan bahan
kardus/karton.
2. Mengidentifikasi perubahan mutu telur ayam buras (kerusakan mekanis,
susut bobot, Haugh unit, indeks kuning telur, dan kantung udara) sebagai
dampak dari perbedaan bentuk kemasan sebelum dan sesudah simulasi
transportasi dan selama penyimpanan.
3. Menentukan jenis kemasan yang paling optimum untuk telur agar kerusakan
fisik serta penurunan mutu selama transportasi dan selama penyimpanan
dapat dihindari.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mendesain bentuk kemasan primer, prototyping
dan pengujian untuk telur ayam buras dengan bahan karton (kardus). Desain
bentuk kemasan primer yang dibuat adalah bentuk yang dapat mengurangi getaran
(vertikal atau horisontal) dan telur akan dikemas dengan penyusunan (tidak bulk),
sehingga dapat menghindari benturan antar telur-telur.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Telur Ayam Buras (TAB)
Telur ayam kampung adalah telur yang dihasilkan oleh ayam
kampung.Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah
dikenal luas dimasyarakat dikenal dengan istilah ayam buras (ayam bukan ras)dan
telah tersebar diseluruh pelosok nusantara. Ayam lokal Indonesia merupakan hasil
domestikasi ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus
varius). Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah
Sumatera (Gallus gallus gallus), dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus
javanicus). Hasil domestikasi ini secara umum disebut ayam buras. Ayam-ayam
buras yang sekarang ini telah tersebar di berbagai wilayah Indonesia telah menjadi
ayam-ayam buras dengan morfologi yang beraneka ragam (Mansjoer 1985).
Ayam buras dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1Ayam buras/ayam kampung (sumber: youngmuhajir.wordpress.com)
Komposisi Fisik Telur Ayam
Struktur telur terdiri atas sel hidup yang dikelilingi oleh kuning telursebagai
cadangan makanan terbesar. Kedua komponen tersebut dikelilingi olehputih telur
yang mempunyai kandungan air tinggi, bersifat elastis dan dapatmempertahankan
goncangan yang mungkin terjadi pada telur. Komponen dalamtersebut dilindungi
oleh kulit telur yang berfungsi untuk mengurangi kerusakanfisik maupun biologis.
Adanya kulit ini memungkinkan dilakukan pernapasan danpertukaran gas dari
dalam dan luar kulit. Persentase berat putih telur adalah 57%,kuning telur 32%
dan kulit 11% (Romanoff dan Romanoff 1963). Struktur telur diperlihatkan pada
Gambar 2.

Gambar 2Struktur telur

4

Kuning telur merupakan bagian yang penting pada telur karena mengandung
zat-zat bernilai gizi tinggi berfungsi menunjang kehidupan embrio (Syarief et
al1989). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dandibungkus oleh suatu
lapisan tipis yang disebut dengan membran vitelline. Stadelman dan Cotterill
(1977) menyatakan bahwa kuning telur mempunyaikandungan bahan padat
sebesar 50%, tetapi persentase ini akan turun selamapenyimpanan karena migrasi
air dari bagian putih telur. Bahan padat tersebutterdiri dari lemak dan protein.
Protein kuning telur yang berikatan dengan lemakdisebut lipoprotein dan yang
berikatan dengan fosfor disebut dengan posfoprotein.Pada Gambar3,
menunjukkan perbedaan telur segar yang masih barudengan telur yang sudah
disimpan. Bagian putih telur yang masih segar terdiri daribeberapa lapisan yang
berbeda kekentalannya. Sedangkan telur yang sudah mengalami penyimpanan
cairan putih telur hanya terdiri satu lapis saja. Perbedaanini disebabkan oleh
kandungan ovomucin yang berbeda pada telur yang utuh.

(a)

(b)

Gambar 3Perbandingan antara (a) Telur segar dan (b) yang disimpan
Bentuk dan Berat Telur
Bentuk telur yang sempurna sering disebut lonjong dan bulat telur. Namun
sering dijumpai pula kelainan bentuk telur yang disebabkan adanya kelainandalam
proses pembentukan kulit telur karena adanya kondisi abnormal padabagian
isthimus atau uterus (Card 1972). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) besar
telur dipengaruhi oleh umur unggas. Semakin tua umur unggas maka semakin
besar telur yang dihasilkan hingga umur tertentu, kemudian menurun dengan
bertambahnya umur unggas tersebut. Dikatakan juga bahwa kekurangan protein,
kalsium, vitamin D, dan garam besi menyebabkan turunnya berat telur. Dalam
kegiatan pengkelasan, telur diklasifikasikan kedalam beberapa kelas ukuran
berdasarkan berat (gram) setiap butirnya. Dalam SNI (Standar Nasional
Indonesia) 3926-2008, tentang telur ayam konsumsi, kelas ukuran telur terdiri dari
kecil (bobot telur < 50 g), sedang (50 g ≤ bobot telur ≤ 60 g), dan besar (bobot
telur > 60 g).
Candling/Peneropongan
Candling merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui
keadaan isi telur tanpa harus memecahkannya. Candling mungkin dilakukan
karena sifat dari telur yang mampu meneruskan cahaya, serta adanya perbedaan
karakter dari masing-masing komponen telur dalam mentransmisikan cahaya.

5

Candling dilakukan menggunakan sumber transmisi cahaya dan telur diposisikan
sebelum transmisi cahaya tersebut. Lingkungan pengamatan selama candling
dibuat gelap agar hasil candling dapat diamati dengan mudah. Telur akan
berwarna kuning hingga merah tergantung warna kerabang ketika di bawah
transmisi cahaya. Pada candling
dapat diamati ukuran kantung udara,
kenampakan warna, dan pergerakan kuning telur. Selain itu, adanya kerusakan
fisik, benda asing, perkembangan embrio, dan cacat pada bagian dalam telur juga
dapat diamati. Candling sangat baik untuk mendeksi keretakan kerabang yang
tidak bisa dideteksi secara kasat mata(Romanoff dan Romanoff 1963).
Perubahan Fisik pada Telur
Perubahan fisik pada telur selama transportasi dan penyimpanan dapat
dikurangi dengan penanganan yang baik, namun tidak dapat dicegah secara
keseluruhan. Perubahan yang dapat dengan mudah diamati adalah adanya
kerusakan eksternal pada kerabang, seperti pecah atau retak akibat guncangan
yang terjadi selama transportasi. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama
penyimpanan, seperti: penurunan berat telur, pembesaran diameter kantung udara,
penambahan ukuran kuning telur, penurunan tinggi putih telur, dan kenaikan pH
sebagai akibat kehilangan gas CO2juga dapat diamati langsung (Buckle et al.
1985).
Perubahan fisik karena transportasi biasanya disebabkan oleh benturan yang
terjadi antartelur dalam kemasan serta antara telur dengan kemasan. Selain itu,
kondisi jalan dan kendaraan yang digunakan selama transportasi juga sangat
mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi. Seperti yang telah disebutkan pada
paragraf sebelumnya, kerusakan yang terjadi biasanya berupa tergores, retak, atau
pecah. Luka gores sangat berpengaruh pada perubahan kualitas telur selama
penyimpanan. Adanya goresan pada kerabang sangat memungkinkan terlukanya
pori-pori sehingga mikroba masuk ke dalam telur dengan mudah. Sedangkan
untuk perubahan fisik pada isi telur lebih disebabkan oleh aktivitas udara dan air
di lingkungan penyimpanan telur maupun yang berada di dalam isi telur.
Pergerakan udara disekeliling telur yang lebih cepat dan jumlah pori-pori
kerabang lebih banyak , serta suhu lingkungan yang tinggi, dapat menyebabkan
penurunan berat yang lebih besar (Fardiaz dan Soekarto 1972). Perubahan selama
penyimpanan dipengaruhi oleh suhu. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat
menyebabkan perubahan kualitas telur yang tinggi dan penyimpanan yang
semakin lama mengakibatkan ukuran kantung udara meningkat, kuning telur
encer dan membran menjadi lemah, putih telur menjadi lebih encer, kandungan
basa dalam telur meningkat dan timbul bau busuk.
Menurut Lowe (1963) perubahan fisik selama kerusakan telur adalah
(1)putih telur kehilangan kekentalannya, (2) air bergerak dari putih telur ke
kuningtelur sehingga kuning telur menjadi encer, (3) telur tidak disimpan
padakelembaban yang lebih tinggi maka rongga udara semakin besar
ukurannya.Kondisi rongga udara yang terus membesar seiring terjadinya
penguapanair dari telur selama penyimpanan.

6

Kualitas Telur
Kualitas telur merupakan kumpulan ciri-ciri telur yang mempengaruhiselera
konsumen (Stadelman dan Cotteril 1973). Romanoff dan Romanoff
(1963)mendefinisikan kualitas sebagai ciri atau sifat yang sama dari suatu produk
yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan mempengaruhi
penerimaankonsumen. United States Departement of Agriculture (USDA 1964)
menyatakan bahwa kualitas adalah karakteristik yang ada pada suatu produk yang
menggambarkan tingkat keunggulan produk tersebut. Karakteristik tersebut
merupakan karakteristik yang diinginkan dan disukai oleh konsumen, sehingga
para konsumen mau berkorban untuk mendapatkan produk tersebut.
1. Faktor kualitas pada telur
Faktor kualitas dibagi menjadi dua faktor yaitu eksterior yang
meliputiwarna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang telur dan faktor
interior meliputi keadaan putih telur yaitu kekentalan, bentuk kuning telur yaitu
tidak adanoda pada putih maupun pada kuning telur (USDA 1964).Menurut Sirait
(1986),faktor kualitas yang dapat memberikan petunjuk terhadap kesegaran telur
adalahsusut berat telur, keadaan diameter rongga udara, keadaan putih dan kuning
telur,bentuk dan warna kuning telur serta tingkat kebersihan kerabang.
a. Faktor kualitas eksternal
Faktor kualitas eksternal terlihat nyata pada pengamatan telur secara
langsung dari bagian luar dan merupakan poin pertama dalam penilaian
kualitas telur. Faktor kualitas eksternal pada telur antara lain adalah: bentuk
dan tekstur kerabang, kekuatan kerabang, dan kebersihan kerabang.
b. Faktor kualitas internal
Pengamatan faktor kualitas internal dilakukan dengan memecah dan
mengeluarkan isi telur. Adapun faktor-faktor yang diukur dalam hal ini
adalah: keadaan kantung udara (kedalaman/diameter kantung udara),
keadaan putih telur (kekentalan, kadar air, pH, kebersihan, adanya blood
spot atau meet spot), serta keadaan kuning telur (indeks kuning telur, warna,
adanya blood spot atau meet spot).
Nilai Haugh unituntuk telur yang baru ditelurkan nilainya 100,
sedangkan telur dengan mutu terbaik nilainya diatas 72. Telur busuk
nilainya dibawah 50 (Buckel et al. 1985). Penentuan kualitas telur
berdasarkan Haugh unitmenurut standar United States Departement of
Agriculture (USDA), adalah sebagai berikut:
1) Nilai Haugh unitkurang dari 31 digolongkan kualitas IV
2) Nilai Haugh unit31-60 digolongkan kualitas III
3) Nilai Haugh unit60-72 digolongkan kualitas II
4) Nilai Haugh unitlebih dari 72 digolongkan kualitas I
Indeks kuning telurmerupakan suatu prosedur yang dirancang untuk
menyatakan kondisi dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan
matematika yang terukur. Pengukuran dengan membandingkan tinggi
kuning telur dan lebar ppkuning telur yang baru dipecahkan diatas meja
datar (Romanoff dan Romanoff 1963).Selain diameterkantung udara dan
nilai HU, banyak kriteria penentuan kualitas telur lainnya, yaitu susut bobot
telur, kondisi kuning telur, dan kondisi putih telur. Tabel 2 menunjukkan

7

persyaratan tingkatan kualitas telur berdasarkan beberapa bagian telur yang
dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (2008).

8

Tabel 2Persyaratan tingkatan kualitas telur
No.
1

2

Kualitas AA
utuh

Kualitas Telur
Kualitas A
utuh

normal
halus

normal
Halus

Abnormal
sedikit kasar

kurang dari 0.5
cm
diam ditempat

0.5-0.9 cm

1cm atau lebih

bebas bergerak

bebas bergerak
dan dapat
terbentuk
gelembung udara

bebas dari
noda, darah,
daging dan
benda asing
lainnya
kental

bebas dari darah,
daging dan benda
asing lainnya

c. indeks
Kuning telur
a. bentuk
b. posisi

0.134-0.175

0.092-0.133

boleh ada sedikit
noda dan darah
tetapi tidak boleh
ada benda asing
lainnya
encer, kuning
telur belum
tercampur dengan
putih telur
0.050-0.091

bulat
ditengah

Pipih
agak ke pinggir

c.bayangan
batas-batas
d. kebersihan

tidak jelas

agak pipih
sedikit bergeser
dari
tengah
agak jelas

bersih

Bersih

e. indeks

0.458-0.521

0.394-0.457

ada sedikit bercak
darah
0.330-0.393

Bagian Telur
Kerabang
a. keutuhan
b. bentuk
c. kehalusan
Kantung
udara
a. kedalaman
b. kebebasan
bergerak

3

Putih telur
a. keadaan

b. kekentalan

4

sedikit encer

Kualitas B
utuh

Jelas

Sumber : SNI 3926:2008 (Badan Standardisasi Nasional 2008)

ProsesPerancangan
Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang rekayasawan
(insinyur) dan melibatkan kegiatan kreatif. Ciri utama perancangan menurut
Mangunwidjaja dan Suryani (2000) adalah berawal dari masalah yang umum,
luas, tidak terdefinisikan dan diupayakan menjadi pernyataan atau masalah yang
jelas. Fakta dan keterangan yang mendukung diperlukan dan dipilih berdasarkan
arti pentingnya. Berdasarkan keterangan yang dihimpun selanjutnya diciptakan
masalah yang lebih khusus. Masalah khusus inilah yang ditindak lanjuti secara
rekayasa.
Perancangan kemasan secara umum dapat dilakukan sesuai dengan tahapan
perancangan mesin. Khandani (2005) menyebutkan terdapat beberapa tahap dalam

9

proses perancangan mesin, yaitu:mendefinisikan masalah, mengumpulkan
informasi, membuat alternatif solusi, menganalisis dan memilih alternatif solusi,
desain secara mendetail, pembuatan prototipe dan pengujian, serta penggandaan
skala dari prototipe yang dihasilkan pada tahap ini dibutuhkan untuk
menghasilkan skala yang sebenarnya.
Pengemasan Telur
Secara alami telur telah memiliki kemasan, yaitu kerabang. Meskipun
kerabang cukup kuat telur tetap merupakan produk yang bersifat rapuh, sehingga
membutuhkan penanganan yang baik. Proses distribusi meliputi kegiatan
pengemasan, penanganan,penggudangan, dan pengangkutan. Selama proses
tersebut, kemasan dan produkyang dikemas menghadapi berbagai resiko,
diantarannya resiko lingkungan(environmental hazards) akibat suhu dan
kelembaban, resiko fisik(physical hazards) karena gesekan, dampak tekanan,
distorsi, dan resiko lainseperti masuknya organisme, kontaminasi dan pencucian
(Syarief et al. 1989). Menurut Seydim dan Dawson(1999) fungsi utama kemasan
dalam distribusi adalah mencegah telur mengalami kerusakan, terutama pada
bagian kerabang. Pengemasan telur juga memungkinkan untuk melindungi
kualitas bagian dalam telur dengan membatasi pertukaran gas melalui kerabang
dan membran kerabang. Dewasa ini untuk mengemas hasil pertanian sering
digunakan kemasan kertas yang berjenis karton bergelombang (Corrugated
box).Karton gelombang ialah karton yang terbuat dari satu atau beberapa lapisan
medium bergelombang (flutting medium) dengan kertas lainer sebagai penyekat
dan pelapisnya. Keduanya kemudian direkatkan didalam mesin corrugator, yaitu
mesin penggelombang kertas. Kualitas karton gelombang ditentukan oleh jumlah
gramatur kertas pelapis, ketahanan retak (bursting strength) dan ketahanan tekan
tepi (edge crush resistance). Kemasan ini memiliki beberapa kelebihan yaitu:
mempunyai bobot yang lebih ringan, permukaan yang halus, sifat meredam yang
baik, mudah dicetak atau diberi label,mudah dirakit atau dibongkar dalam
penyimpanan, dan mudah didaur ulang dan digunakan kembali.Kekurangan dari
kemasan ini ialah kekuatannya akan berkurang pada kondisi udara yang lembab
(Peleg 1985).
Penggunaan corrugated box ditentukan oleh berat bahan, sifat bahan (self
stacking atau tidak), fragile atau tidak, menggunakan inner karton atau tidak.
Berdasarkan dimensi alur dan bagian karton yang datar, serta jumlah alur untuk
satuan panjang tertentu maka terdapat berbagai jenis karton yang dalam istilah
perdagangan disebut flute. Setiap flute mempunyai ketahanan terhadap getaran,
tekanan, kerapuhan, tumpukan dan daya jatuh yang berbda-beda. Arah peletakan
alur dapat horizontal atau vertikal, sehingga dikenal flute A horizontal atau flute A
vertikal, flute B horizontal atau flute B vertikal dan seterusnya ditunjukkan oleh
Gambar4.

10

Gambar 4Jenis-jenis flute
Kotak karton gelombang mempunyai beberapa variasi yang umum
digunakan yaitu : RSC (Regular Slotted Container), HTC (Half Telescopic
Container), dan FTC (Full Telescopic Container). FTC dan RSC banyak
digunakan di Indonesia sebagai kemasan distribusi produk hortikultura dan tipe
RSC lebih banyak digunakan dalam kemasan industri karena lebih hemat dalam
penggunaan bahan. Ketiga tipe kemasan dapat dilihat pada Gambar5 berikut :

Gambar 5Tipe kemasan RSC (A), HTC (B), dan FTC (C)
Simulasi Transportasi Hasil Pertanian
Transportasi merupakan faktor penunjang yang sangat penting
dalamditribusi telur dari produsen ke konsumen, oleh sebab itu penanganan
selamapengangkutan ini sangat penting. Getaran atau gerakan yang terjadi
dapatmenyebabkan telur retak atau pecah dan dapat juga menyebabkan
disintegrasikomponen fisik (Romanoff dan Romanoff 1963).Menurut
Purwadaria(1992)goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik dijalan raya
maupun direl kreta api dapat mengakibatkan memar, susut bobot dan
memperpendek umursimpan. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan
tetapi daya redamnya tergantung jenis kemasan serta tebal bahan kemasan,
susunan komoditas dalamkemasan dan susunan kemasan di dalam alat
pengangkutan.Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata
memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini
menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan ketika ditransportasikan.
Besarnya goncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui.
Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan
akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi.

11

Purwadaria (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat
mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan yang sebenarnya.
Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar
kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya
amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah
dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi
pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah
guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah
guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan
karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Soedibyo 1992).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian inidilaksanakan di Laboratorium Siswadhi Soepardjo dan
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor pada bulan April 2016 –September
2016.
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah telur ayam buras umur satu hari 260
butir ukuran kecil (27.54g -46.18 g) dari petani di Gadog, Ciawi. Telur disortasi
berdasarkan kerusakan pada kerabang seperti pecah, tergores dan berlubang.
Bahan pembuatan kemasan yaitu, karton (kardus), koran bekas, dan eggs tray
(molded paper pulp).
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meja simulator, timbangan
analitik (ACIS Ad-2100H), jangka sorong (Triple brand dan XPtool), candler,
stopwatch, dan kaca (20 x 30 x 0.5 cm). Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran
1.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan empat tahapan, yaitu : desain, prototyping,
pengujian dan pengamatan.
Tahapan desain, prototyping dan pengujian
1.

Tahapan desain
a. Mengumpulkan informasi tentang telur ayam buras, yaitu : dimensi dan
kekuatan tekan kerabang telur.
b. Mendesain bentuk kemasan primer TAB berdasarkan data primer yaitu
dimensi telur dan sekunder yaitu data kekuatan tekan maksimum telur yang

12

2.
a.

b.
3.
a.

b.

c.

d.

telah diperoleh. Bentuk kemasan primer yang didesain menjadi tiga bentuk,
yaitu kemasan primer A, kemasan primer B, dan kemasan primer C.
Tahapanprototyping
Membuat pola pada bahan kardus berdasarkan desain yang dibuat,
kemudian dilakukan proses cutting dan pengguntingan bahan berdasarkan
pola yang telah digambar.
Perakitan kemasan kardus yang telah dibentuk berdasarkan desain yang
telah dirancang.
Tahapan pengujian
Telur yang telah diambil dari produsen terlebih dahulu dilakukan candling
untuk mengetahui kualitas awal dari telur sehingga dapat dilakukan sortasi
awal. Telur yang retak, terdapat blood spot, maupun meet spot dipisahkan
dari telur-telur yang lain.
Telur yang digunakan dalam penelitian ini, sebelumnya dibersihkan dari
kotoran-kotoran yang masih menempel menggunakan lap kering. Kemudian
masing-masing telur ditimbang agar diketahui bobot awalnya dan diukur
parameternya sebelum simulasi transportasi.
Kemudian telur diletakkan pada kemasan primer dan kemudian disusun
kedalam kemasan sekunder menjadi tiga layer dapat dilihat pada Gambar 6.
Masing-masing kemasan sekunder berisi sebanyak ±60 butir, dengan ±20
butir setiap kemasan primernya.
Setiap kemasan telur disusun dan ditempatkan di atas meja simulator dan
digetarkan selama 4.38 jam, cara penyusunan dapat dilihat pada Gambar 7.
Pergetaran dilakukan pada arah vertikal dengan frekuensi 3.33 Hz dan
amplitudo 3.95.

Gambar 6Penyusunan telur dalam kemasan sekunder (a) Tampak atas, (b) Tampak
samping& (c) Tampak depan

13

Gambar 7Penyusunan kemasan di atas meja simulator
e. Setelah dilakukan penggetaran menggunakan meja simulator, selanjutnya
dilakukan pengamatan sebagai berikut:
(1) Mutu eksternal telur dengan penghitungan jumlah telur yang rusak dan
jumlah telur yang utuh. Kerabang yang pecah, retak, maupun tergores
termasuk dalam kategori telur yang rusak.
(2) Pengamatan mutu internal telur (diameter kantung udara, susut bobot,
Haugh unit, dan indeks kuning telur). Cara pengamatan tinggi putih
telur, tinggi dandiameter kuning telur, dan diameter kantung udara
terlampir pada Lampiran 2.
Pengamatan dilakukan pada hari sebelum simulasi, pascasimulasi, hari
ketiga pascasimulasi, hari kelima pascasimulasi, dan hari ketujuh
pascasimulasi.Pengamatan pada H0 sebelum, H0 sesudah simulasi, H+3, H+5,
dan H+7 diharapkan mampu memperlihatkan perubahan mutu eksternal maupun
mutu internal TAB. Diagram alir prosedur penelitian yang telah dilakukan dapat
dilihat pada Gambar 8.
Pengamatan
1.
Haugh unit
Bobot telur harus ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan
digital, kemudian telur dipecah dan isinya dituangkan di atas meja kaca yang
datar. Tinggi putih telur diukur menggunakan jangka sorong. Menurut Suryadani
(2008) nilai Haugh unitditentukan berdasarkan persamaan berikut:
HU = 100 log (H + 7.57 - 1.7 W0.37)
dimana:

HU
H
W

= Haugh unit
= tinggi putih telur kental (mm)
= massa telur (gram)

2.

Indeks kuning telur
Telur dipecah kemudian isinya dituangkan di atas meja kaca, selanjutnya
tinggi kuning telur dan diameter kuning telur diukur dengan jangka sorong. Indeks
kuning telur ditentukan berdasarkan persamaan berikut:
Indeks Kuning Telur = D a

r

T gg
g

r

g

r

rpa a g+ rp

/

14

Gambar 8Diagram alir metode penelitian
3.

Susut bobot
Susut bobot diukur menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
pengukuran hingga 0.1 gram. Susut bobot telur diperoleh dari selisih berat awal
telur dengan berat akhir telur sesuai dengan umur penyimpanan.
Susut bobot (%) =

�−��




%

14

dimana: W
Wa

= bobot awal bahan (gram)
= bobot akhir bahan (gram)

4.

Tingkat kerusakan mekanis
Uji tingkat kerusakan mekanis dilakukan secara visual pada bagian luar telur
setelah telur ayam buras dilakukan simulasi transportasi diatas meja getar. Kriteria
rusak didasarkan pada terdapatnya luka gores pada kerabang, retak, hingga pecah.
Lembar pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3Uji tingkat kerusakan mekanis
Penggetaran

4.38 jam

Keterangan:

Jumlahtidak
Jumlah
rusak
rusak
(butir)
(butir)
KA
....
....
KB
....
....
KC
....
....
Kontrol
....
....
KA
=desain kemasan primer 1
KB
= desain kemasan primer 2
KC
= desain kemasan primer 3
Kontrol
= kemasan primer molded paper pulp
Jenis
kemasan

Total sampel di
dalam satu
kemasan (butir)
....
....
....
....

Persamaan yang digunakan untuk menghitung persentase kerusakan
mekanis pada telur tersebut adalah:

5.

Diameter kantung udara
Pengamatan mutu telur berdasarkan kantung udara dapat dilihat dengan cara
peneropongan sederhana menggunakan lampu 60 watt melalui tabung silinder
dengan posisi bagian yang tumpul berada diatas, pengukuran diameter kantung
udara menggunakan jangka sorong.
6.
Rancanganpercobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor
pertama yang digunakan adalah perlakuan jenis kemasan terdiri dari 4 taraf yaitu :
A
= Kemasan A
B
= Kemasan B
C
= Kemasan C
Kontrol
= Kemasan molded paper pulp
Faktor kedua yang digunakan adalah lama simpan yang ter diri atas 5 taraf
yaitu :
H0sb
= Lama simpan hari ke-0 sebelum simulasi
H0ss
= Lama simpan hari ke-0 sesudah simulasi
H+3
= Lama simpan hari ke-3 sesudah simulasi
H+5
= Lama simpan hari ke-5 sesudah simulasi
H+7
= Lama simpan hari ke-7 sesudah simulasi
Data yang diperoleh dianalisamenggunakan tabel sidik ragam (Annova)
untuk mengetahui pengaruh dan interaksi serta menggunakan uji lanjut Duncan
pada taraf kepercayaan 95% (α=0.05).

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perencanaan Desain
Identifikasi Masalah
Transportasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses
pendistribusian TAB. Selama transportasi, banyak hal yang mempengaruhi
perubahan kualitas TAB, perubahan kualitas yang terlihat langsung adalah
perubahan fisik dari produk. Kerusakan yang terjadi berupa kerusakan mekanis
yang disebabkan oleh getaran yang terjadi selama transportasi. Getaran yang
terjadi selama transportasi menyebabkan telur retak atau pecah.
Telur Ayam Buras (TAB) merupakan produk biologis yang didistribusikan
selain untuk dikonsumsi, juga didistribusikan untuk budidaya (ditetaskan).
Penanganan khusus selama transportasi sangat diperlukan agar gaya-gaya mekanis
yang dialami TAB selama transportasi tidak menurunkan kualitas eksternal
maupun internalnya. Konsumen dapat menerima TAB dengan kualitas terbaik
apabila dalam pendistribusiannya dilakukan dengan baik.Pendistribusikan TAB
dari farm menuju rumah pengemasan dalam jumlah besar masih menggunakan
cara yang sederhana, yaitu dengan kotak karton, peti kayu, dan molded paper
(eggs tray).
Pengembangan Desain
Rancangan Fungsional
1. Kemasan primer yang didesain mampu mereduksi getaran vertikal maupun
horisontal saat TAB didistribusikan.
2. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari kerusakan
mekanis saat transportasi.
3. Kemasan primer yang didesain mampu melindungi TAB dari penurunan mutu
setelah transportasi dan penyimpanan.
Rancangan Struktural
1. Kemasan primer A
Kemasan primer A didesain dengan bentuk dimana kemasan diberi lubang
yang bagian tengahnya dihilangkan dengan diameter 4.2 cm. Fungsi lubang
pada kemasan adalah untuk menjaga agar telur tidak bergerak ketika
dilakukan simulasi transportasi. Desain kemasan primer A dapat dilihat pada
Gambar 9.

16

Gambar 9 Desain kemasan primer A
2. Kemasan primer B
Kemasan primer B memiliki bentuk yang hampir sama dengan kemasan
primer A, namun memiliki perbedaan pada lubang yang dibentuk pada
kemasan. Lubang pada kemasan primer B bagian tengahnya tidak
dihilangkan, namun dibelah menjadi delapan bagian. Hal ini bertujuan agar
TAB menjadi lebih tercengkram dengan baik pada kemasan, sehingga
mengurangi pergerakan telur pada saat transportasi. Desain kemasan primer B
dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Desain kemasan primer B
3. Kemasan primer C
Kemasan primer C didesain dengan bentuk yang lebih kokoh dari yang
lainnya, yaitu seluruh TAB berada di dalam kemasan primer C. TAB
dicengkram dengan ½ dari tinggi keseluruhannya, sehingga TAB menjadi
lebih terjaga kualitasnya di dalam kemasan C. Desain kemasan primer C
dapat dilihat pada Gambar 11.

17

Gambar 11 Desain kemasan primer C
Hasil Desain Kemasan Primer
Desain kemasan primer untuk telur ayam buras dilakukan dengan
mempertimbangkan kekuatan tekan telur dan dimensinya.Untuk data dimensi
TAB dilakukan pengukuran dengan menggunakan lima sampel, kemudian diambil
rataan dari data yang diperoleh. Rataan dimensi TAB yang diperoleh adalah 55
mm untuk tingginya dan 42 mm untuk diameternya. Adapun data kekuatan tekan
telur dilakukan pendekatan dari kekuatan tekan maksimal telur ayam ras. Data
kekuatan tekan maksimal telur ayam ras dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4Data pengukuran kuat tekan maksimum telur ayam ras
Skema pembebanan

Parameter terukur
1
Diameter mayor (mm)
54.40
Diameter minor (mm)
43.50
Kuat tekan maksimum (N/mm2)
0.06
Diameter mayor (mm)
56.20
Diameter minor (mm)
42.80
Kuat tekan maksimum (N/mm2)
0.05
Sumber : Data Praktikum Terpadu Mekanika Dan Bahan Teknik (2014)

2
54.50
43.00
0.07
55.20
44.40
0.05

3
53.60
42.90
0.05
55.35
44.65
0.05

Rataan
54.17
43.13
0.06
55.58
43.95
0.05

Pada penelitian ini, digunakan bahan kemasan kertas karton (kardus) untuk
kemasan primer maupun kemasan sekunder. Kemasan sekunder pada penelitian
ini menggunakan RSC (Regular Slotter Container) karena kotak karton jenis ini
mudah didapatkan dan sudah cukup kuat untuk melindungi kemasan primer A, B,
C dan kontrol. Karena dimensi dipasaran tidak ada yang sesuai dengan dimensi
yang diinginkan, maka kotak karton dibentuk ulang dengan dimensi yaitu 29 cm x
23.5 cm x 18 cm. Kemasan primer pada penelitian ini menggunakan karton jenis
flutesingle wall B, dengan ketebalan 2.90-3.50 mm dan kekuatan tekan tepi 5.207.30 kg/cm2. Pemilihan jenis flute ini karena kekuatan tepi yang cukup besar
dengan ketebalan yang lebih tipis dari jenis yang lainya. Data ketebalan dan
kekuatan tekan tepi masing-masing flute dapat dilihat pada Tabel 5.Kemasan
primer yang didesain dengan tiga bentuk yaitu, kemasan A, Bdan C.Untuk semua
gambar teknik kemasan primer yang lebih jelasdapat dilihat pada Lampiran 4.
Kemasan sekunder dan kemasan primerdalam penelitian inidapat dilihat pada
Gambar 12 dan 13.

18

Gambar 12Kemasan sekunder

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 13Kemasan primer yang didesain dan dibuat (a) kemasan A, (b) kemasan
B, (c) kemasan C dan (d) kemasan kontrol
Kemasan primer ini didesain masing-masing memiliki fungsi untuk menanta
rapi TAB di dalam kemasan sekunder. Bentuk kemasan primer didesain untuk
mencegah TAB saling berbenturan saat transportasi dan untuk mengurangi
getaran yang dialami TAB baik secara vertikal maupun horisontal. Kemasan
primer akan disusun di dalam kemasan sekunder tiga lapis, masing-masing
kemasan didesain dapat menampung 20 butir TAB. Kapasitas TAB yang terdapat
didalam satu kemasan sekunder ± 60 butir. Penyusunan TAB dalam kemasan
primer dan sekunder tampak atas yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat
dilihat pada Gambar 14. Adapun TAB yang terlihat diluar kemasan setelah
dikemas dengan kemasan primer dan kemasan sekunder, dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Tabel 5Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing flute
Jenis flute
Single wall
A
B
C
Double wall
A+B
A+C
Sumber : Peleg (1985)

Ketebalan
(mm)

Kekuatan tekan tepi
(kg/cm2)

4.90-5.50
2.90-3.50
3.90-4.50

6.80-7.60
5.20-7.30
5.40-7.50

7.80-9.00
8.80-10.00

9.00-12.10
9.10-12.30

Kemasan pada Gambar (11d) merupakan kemasan primer kontrol yang
menggunakan kemasan eggs tray dari bahan molded paper pulp. Kemasan dengan
bahan molded paper pulp digunakan sebagai kontrol karena pada umumnya
transportasi untuk pengangkutan TAB menggunakan eggs tray dengan bahan
tersebut. Simulasi transportasi dilakukan di atas meja simulator selama 4.38 jam
dengan amplitudo dan frekuensi rataan masing-masing 3.95 cm dan 3.33 Hz. Hal
ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Agusta (2012) yang juga
melakukan simulasi transportasi untuk TAB. Keadaan tersebut setara dengan

19

perjalanan truk yang diisi sebanyak 80% dari kapasitas maksimumnya dengan
kecepatan 60 km/jam untuk jalan normal di dalam dan luar kota sejauh 298.89
km. Keadaan tersebut juga setara dengan perjalanan truk yang diisi sebanyak 80%
dari kapasitas maksimumnya dengan kecepatan 30 km/jam di jalan buruk aspal
sejauh 281.76 km, dimana perhitungan lebih rinci disajikan pada Lampiran 5.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 14Penyusunan TAB dalam kemasan (tampak atas) (a) kemasan A, (b)
kemasan B, (c) kemasan C, dan (d) kontrol
Perubahan Kualitas Internal TAB Setelah Simulasi Transportasi
Keadaan TAB Sebelum Simulasi Transportasi
Telur ayam buras yang digunakan pada penelitian ini berasal dari induk
ayam dengan varietas yang sama dengan keadaan lingkungan pemeliharaan yang
sama. Telur yang diamati berumur satu hari setelah ditelurkan oleh ayam tersebut.
Keadaan awal TAB secara umum sebelum simulasi transportasi, ditunjukkan pada
Tabel 6.

20

Tabel 6Keadaan fisik TAB sebelum simulasi transportasi
Parameter
Bobot
Haugh unit
Indeks kuning telur
Kantung udara

Satuan
gram
mm

Kisaran
27.54-46.18
76.94-90.13
0.46-0.52