Subkategori Kesal Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi bilang C3

4.3.3.1 Subkategori Kesal Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi bilang C3 Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air kecil di celana Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB. Penutur berusaha menegur MT2 Huu bodoh, raiso ngitung C13 Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur dari membeli sesuatu di toko, mereka terdengar bercakap-cakap Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB. Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari warung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sambil melontarkan kata-kata ejekan Wujud ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan C3 dan C13, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan tersebut dilihat dari cara penutur ketika menyampaikan tuturannya. Pada tuturan C3, penutur berbicara kepada mitra tutur 2 dengan keras, bahkan disampaikan langsung di hadapan tamu yang berkunjung. Hal itu menunjukkan kadar kesantunan dari tuturan penutur masih sangat rendah. Terlebih, ketika penutur juga menunjukkan sikap yang kurang santun, seperti menunjuk ke arah mitra tutur 2 dan menatap mitra tuturnya dengan mata terbelalak. Begitu juga dengan tuturan C13 yang disampaikan dengan keras di hadapan beberapa orang, bahkan penutur tidak segan untuk memegang kepala mitra tuturnya. Tuturan penutur juga terdengar sangat menyepelekan kemampuan mitra tutur. Cara inilah yang mengakibatkan tuturan menjadi tidak santun. Tuturan C3 dan C13 memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi, padahal penutur berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh karena itu, penggunaan intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi pada tuturan C3 dan C13 dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan. Jika ditinjau dari unsur tekanan, tuturan C3 dan C13 disampaikan dengan tekanan keras. Bagian yang ditekankan yaitu pada frasa besok lagi bilang C3 dan bodoh C13. Tekanan dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya, meskipun kenyataannya tekanan pada tuturan C3 dan C13 memicu terjadinya komunikasi yang kurang baik antara penutur dengan mitra tutur. Selanjutnya, mengenai nada tutur. Aspek nada dalam bertutur lisan memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang Pranowo, 2009:77. Pada tuturan C3, penutur berbicara dengan nada sedang. Meskipun berbicara dengan nada sedang, tuturan penutur dipersepsi tidak santun karena terdengar melecehkan mitra tuturnya. Begitu juga dengan tuturan C13 yang bernada tinggi karena suasana hati penutur sedang kesal akibat ketidakmampuan mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan Pranowo, 2009:77 jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa menakutkan. Tuturan C3 termasuk dalam bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu punya, ga, bisa, ngomong, dan bilang, sedangkan tuturan C13 termasuk dalam bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu frasa raiso ngitung yang artinya tidak dapat menghitung. Jadi, pada tuturan C13 penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi dengan bahasa Jawa. Selanjutnya adalah kata fatis. Pada tuturan C3, kata fatis yang ditemukan adalah hayoo, kok, dan to, sedangkan pada tuturan C13 ditemukan pemakaian kata fatis huu yang menyiratkan kekesalan penutur terhadap mitra tuturnya. Pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik, salah satunya ditinjau dari aspek penutur dan lawan tutur. Tuturan C3 terjadi antara penutur perempuan, berusia 40 tahun, MT1 adalah seorang tamu, dan MT 2 laki- laki berusia 2 tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Begitu juga dengan tuturan C13 yang terjadi antara penutur dan mitra tutur perempuan yang duduk di bangku SD. Penutur berusia 7 tahun dan mitra tutur berusia 5 tahun. Penutur adalah kakak dari mitra tutur. Meskipun penutur berusia lebih tua dari mitra tuturnya, bukan berarti penutur dapat berbicara sekenanya. Terlebih di hadapan tamu yang berkunjung atau di hadapan beberapa orang lainnya, hendaknya tuturan dapat disampaikan dengan lebih halus. Aspek berikutnya yaitu tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Tuturan C3 terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air kecil di celana Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB. Lain halnya dengan tuturan C13 yang terjadi di teras rumah sepulangnya penutur dan mitra tutur dari warung Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB. Tempat dan waktu terjadinya tuturan juga mempengaruhi santun tidaknya tuturan tersebut. Ketika penutur berbicara di tempat tertutup yang tidak diketahui orang lain, mungkin tidak akan menjadi masalah. Berbeda dengan kedua tuturan di atas yang disampaikan di hadapan beberapa orang. Hal itu tentu mengakibatkan mitra tuturnya merasa dilecehkan, sehingga tuturan penutur dipersepsi sebagai ketidaksantunan. Aspek berikutnya yaitu konteks tuturan. Tuturan C3 terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air kecil di celana Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB. Penutur berusaha menegur MT 2 sebagai bentuk kekesalannya. Selanjutnya, tuturan C13 terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur dari warung. Penutur dan mitra tutur terdengar bercakap-cakap. Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari warung tadi, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sembari melontarkan kata-kata yang terdengar sangat menyepelekan kemampuan mitra tutur. Berdasarkan kedua konteks di atas, dapat diketahui bahwa penutur mengungkapkan kekesalannya dengan menyampaikan tuturan secara sengaja untuk melecehkan muka mitra tuturnya di hadapan orang lain. Hal itu tentu dipersepsi sebagai ketidaksantunan. Lebih lanjut lagi pada aspek tujuan penutur. Penutur menyampaikan tuturannya pada tuturan C3 dengan tujuan mengungkapkan kekesalannya kepada MT2 yang buang air kecil di celana, sedangkan tuturan C13 dengan tujuan yang sama yaitu mengungkapkan kekesalan akibat ketidakmampuan dalam menghitung. Dengan melihat tujuan penutur, kedua tuturan tersebut termasuk dalam subkategori kesal. Aspek selanjutnya adalah tuturan sebagai produk tindak verbal. Tindak verbal dalam tuturan C3 dan C13 adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi pada tuturan C3 yaitu mitra tutur diam saja dan terlihat sangat menyesal, sedangkan pada tuturan C13 penutur merasa dilecehkan sehingga memberikan jawaban sebagai upaya pembelaan diri. Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur. Meskipun tuturan C3 termasuk dalam subkategori kesal, maksud dari tuturan penutur sebenarnya hanya ingin menakut-nakuti mitra tuturnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Lain halnya dengan tuturan C13 yang menyiratkan maksud sama dengan subkategori ini yakni mengungkapkan kekesalan penutur terhadap mitra tuturnya.

4.3.3.2 Subkategori Mengejek