Pengaruh Perawatan Infus Dan Lama Penggunaan Infus Terhadap Kejadian Plebitis Di RSUD Kanjuruhan Malang
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Pengaruh Perawatan Infus Dan Lama Penggunaan Infus Terhadap Kejadian Plebitis Di RSUD Kanjuruhan Malang
SKRIPSI
Disusun Oleh:
PUGUH PANEGAK DINATA NIM. 08060121
Proposal ini Telah Disetujui Tanggal Oktober 2013
Pembimbing I, Pembimbing II,
Tri Lestari Handayani, M.Kep, Sp. Mat Titik Agustiyaningsih, S.Kep, Ns
NIP. UMM.112.9311.0304 NIP. UMM 112.050.104.15
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
Nurul Aini, M.Kep NIP.UMM.112.0501.0419
(2)
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Puguh Panegak Dinata
Nim : 08060121
Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES UMM
Judul Skripsi : Pengaruh Perawatan Infus dan Lama Penggunaan Infus Terhadap Kejadian Plebitis Di RSUD Kanjuruhan Malang
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini bnar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi perbuatan tersebut.
Malang, 21 Oktober 2013 Yang Membuat Pernyataan,
Puguh Panegak Dinata NIM. 08060121
(3)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbingannya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian phlebitis pada pasien di RSUD “Kanjuruan” Kepanjen Kabupaten Malang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
Bersamaan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan tulus kepada :
1. Tri Lestari Handayani, M.Kep., Sp.Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Nurul Aini, MKep, Ns selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Tri Lestari Handayani, M.Kep., Sp.Mat selaku pembimbing I sekaligus penguji I yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingannya dalam penyusunan penelitian ini.
4. Titik Agustiyaningsih, S.Kep, Ns selaku pembimbing II sekaligus penguji II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingannya dalam penyusunan penelitian ini.
5. Drs. Atok Miftachul Hudha, M.Pd selaku penguji III dalam skripsi ini. Terimakasih atas saran yang telah diberikan guna menambah pengatahuan saya dalam penyelesaian penelitian ini.
6. Nur Aini,S.kep,.Ners selaku penguji IV dalam skripsi ini. Terimakasih atas masukan-masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Direktur RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
8. Perawat-perawat yang bekerja di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang yang telah membantu dalam pencarian responden dalam penelitian ini. 9. Pasien rawat inap yang terpasang infus yang telah mau menjadi responden saya
(4)
xi
10. Ayah, Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan serta nasehatnya selama menempuh pendidikan ini.
11. Semua dosen PSIK UMM yang telah memberikan ilmu, pendidikan serta bimbingan kepada saya selama menjadi mahasiswa di PSIK UMM.
12. Temen-temen yang telah memberikan motivasi kepada saya dalam penyelesaian penelitian ini.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah saya perbuat. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah-langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Amin.
Malang, 21 Oktober 2013
Penulis
PUGUH PANEGAK DINATA NIM. 08060121
(5)
xiv DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
LEMBAR PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR ... x
ABSTRAK ... xii
ABSTRAC ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Keaslian Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Terapi Infus ... 7
2.1.1 Definisi Terapi Infus ... 7
2.1.2 Tujuan Utama Pemberian Terapi Infus ... 7
2.1.3 Keuntungan dan Kerugian ... 7
2.1.4 Lokasi Pemasangan Terapi Infus ... 8
2.1.5 Jenis Cairan Infus ... 9
2.1.6 Standar Operasional Prosedur Pemasangan Terapi Infus ... 11
2.1.7 Perawatan Infus ... 12
2.1.8 Rotasi Tempat Penusukan ... 14
2.1.9 Komplikasi Pemasangan Terapi Infus ... 14
2.1.10 Pencegahan Komplikasi Pemasangan Terapi Infus ... 16
2.1.11 Lama Hari Pemasangan Infus ... 16
2.2 Konsep Plebitis ... 17
2.2.1 Definisi Plebitis ... 17
2.2.2 Etiologi Plebitis ... 18
2.2.3 Skala Plebitis... 20
2.2.4 Mencegah dan Mengatasi Plebitis ... 20
2.3 Pengaruh Perawatan Infus Dan Lama Penggunaan Infus Terhadap Kejadian Plebitis ... 23
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konseptual ... 26
3.2 Hipotesis ... 28
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 29
(6)
xv
4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 31
4.3.1 Populasi Penelitian ... 31
4.3.2 Sampel Penelitian ... 32
4.3.3 Teknik Sampling ... 32
4.4 Identifikasi variabel ... 32
4.4.1 Variabel Independen ... 33
4.4.2 Variabel Dependen ... 33
4.5 Definisi Operasional ... 33
4.6 Tempat Penelitian ... 34
4.7 Waktu Penelitian ... 34
4.8 Bahan da Intrumen Penelitian ... 35
4.8.1 Bahan dan Instrumen Intervensi ... 35
4.8.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 35
4.8.3 Alat Ukur ... 35
4.9 Prosedur Penelitian ... 35
4.10 Teknik Pengolahan dan Annalisa Data ... 36
4.10.1 Pre Analisa ... 36
4.10.2 Analisa Data Penelitian ... 37
4.11 Etika Penelitian ... 39
4.11.1 Lembar Persetujuan Penelitian ... 39
4.11.2 Tanpa Nama ... 39
4.11.3 Kerahasian ... 40
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ... 41
5.1.1 Data Umum ... 41
5.1.2 Data Khusus ... 44
5.2 Analisa Data ... 45
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden ... 49
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 54
6.3 Implikasi Keperawatan ... 55
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 56
7.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
(7)
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skala Plebitis ... 20
Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 34
Tabel 5.1 Lama masuk rumah sakit ... 41
Tabel 5.2 Dekreftif karakteristik lama masuk rumah sakit ... 42
Tabel 5.3 Distribusi umur responden ... 42
Tabel 5.4 Karakteristik Umur Responden ... 43
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 43
Tabel 5.6 Tabel silang perawatan infus ... 46
Tabel 5.7 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Perawatan Infus terhadap Kejadian Plebitis .... 46
Tabel 5.8 Tabel silang pengaruh lama penggunaan infus ... 47
Tabel 5.9 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Lama Penggunaan Infus terhadap Kejadian Plebitis ... 48
(8)
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... 27
Gambar 4.1 Disain Penelitian ... 29
Gambar 4.2 Kerangka Kerja ... 31
Gambar 5.1 Deskriptif Pearawatan Infus ... 44
Gambar 5.2 Deskriptif Lama Penggunaan Infus ... 44
(9)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Pemohonan Studi Pendahuluan dan Penelitian ... 62
Lampiran 2 Surat Keterangan KESBAMPOL ... 63
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian di RSUD Kanjuruhan Malang ... 64
Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 65
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 66
Lampiran 6 Lembar kuesioner Pengaruh Perawatan infuse dan lama penggunaan infuse terhadap kejadian phlebitis di RSUD Kanjuruhan ... 67
Lampiran 7 Lembar Observasi Pengaruh Perawatan infuse dan lama penggunaan infuse terhadap kejadian phlebitis di RSUD Kanjuruhan ... 68
Lampiran 8 Lembar perawatan infuse dan lama penggunaan infuse ... 71
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian ... 75
Lampiran 10 Lembar acc skripsi ... 78
(10)
59
DAFTAR PUSTAKA
Alan R Tumbelaka, Sri Rezeki S Hadinegoro. 2008. Difteria, tetanus, pertusis. Dalam I.G.N. Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri Rezeki S Hadinegoro, Cissy B. Kartasasmita, Ismoedijanto, Soedjatmiko: Pedomanimunisasi di indonesia. Edisiketiga. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Alimul Hidayat, Aziz. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta . Salemba Medika
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Babb, JR. Liffe, AJ. 1995. Pocket Reference to Hospital Acquired infection Science
Press limited, Cleveland Street, London. Available from: http://klikharry.wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/.
Bakta, IM. (2007). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth D, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Yasmin Asin, SKp., Agung Waluyo, SKp., Terjemahan. Jakarta: EGC.
Campbell, J. B. Reece, L. G dan Mitchell. 2004. Biologi. Edisi kelima. Jilid 3. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Campbell, L. (1998). IV-related plebitis, complications and length of hospital stay:2. British Journal of Nursing.
Darmadi, (2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya, Salemba Medika, Jakarta
Darmawan Iyan, 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. (Online) dari http://[email protected]. Diakses pada tanggal 20 September 2009. Depkes RI, 2005. Intrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah
Sakit. Jakarta
Edward Tanujaya, 2011. Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis II. Jakarta. Salemba Medika
Gardner, David, G., Shoback, Dolores, 2007. Greenspan basic and clinical Endocrinology (8 thed). New York: McGraw Hill Medical. pp. 193-201.
Gould, Dinah dan Christine Brooker. 2003. Mikrobiologi Terapan Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Hadaway, L.C. (2001). You Role in Preventing Complications of Peripheral I.V Therapy. Springhouse Corporation.
Hanskin, Lonsway, Hendrick & Perdue, (2001). Infusion Therapy in ClinicalPractice. The Infusion Nurse Society (2nd Ed).Philadelpia: WB Sounders.
(11)
60
Hidayat, A. Azis Alimul. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat,A.A.A.(2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Hindley, G. (2004). Infection control in peripheral cannulae. Nursing Standard, 18
(027), 37-40.
INS. (2006).Setting the Standard for Infusion Care. (online) Dari http://www.ins1.org. Di akses pada tanggal 2 Mei 2011
Karadag, A., and Gorgula, S. (2000). Devising an intravenous fluid therapy protocol and coplience of nurses with the protocol.Journal of intravenous nursing, 23 (4). 232-238 Kartono, 2004. Sakir Harus Diinfus. Koran Kesehatan Republika.
Krzywda dan Edmiston (2002) Central Venous Catheter Infections, Journal of Infusion Nursing 25 (1), 29-35
La Rocca Joanne C, Otto Shirley E. 1998. Terapi Intravena. Jakarta : EGC.
Lakatta EG, Levy D. (2008). Arterial and cardiac aging: major shareholders in cardiovascular disease enterprises: part i: aging arteries: a •set upŽ for vascular disease. Circulation Maryam. Siti (2008). Konsep Keperawatan Gerontik. EGC: Jakarta
Najjar SS, Scuteri A, Lakatta EG (2008). Arterial aging: is it an immutable cardiovascular risk factor? Hypertensioan. Multimedia Information and Learning. 46:454-62 Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta Notoatmodjo.(2005). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Oishi, L.A. (2001). The necessity of routinely replacing peripheral intravenous catheters in hospitalized children : A review of literature. Journal of IV Nursing, 24 (3), 174 - 179. Perry dan potter, 2005. Keterampilan dan prosedur dasar, Jakarta, EGC.
Perry&Potter. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.Jakarta EGC.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2008) Nursing research: generating and assessing evidence for nursing practice Eighth Edition.Lippincott Williams &Wilkins. Philadelphia, Pa. Potter & Perry. (2000). Pocket guide to basic skills and procedure, alih bahasa monica ester,
Jakarta : EGC
(12)
61
RatnaAryani, 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Timur. Trans Info Media
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .Edisi 8.Volume 1.EGC. Jakarta
Starkey, Chad (2009), Therapeutik modalities, 4 rd, Philadelpia: Davis company. Sugiono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D. Bandung: Alfabeta.
Wahyuni, N.S., &Nurhidayat, S. (2008). Efektifitas pemberian kompres terhadap penurunan nyeri phlebitis akibat pemasangan intravena line.Fenomena, 5(2).
Weinstein, S.M., 2001. TerapiIntravena. Edisi 2. Jakarta: EGC.
World Health Organization. (2004) The global burden of disease: Update. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data; 2008.
(13)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau terapi intravena (Wahyuni & Nurhidayat, 2008). Terapi infus adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui infus (Hinley, 2004).
Pemasangan infus merupakan salah satu prosedur invasive dengan memasukkan jarum steril kedalam jaringan tubuh untuk mendapatkan akses vena guna memulai dan mempertahankan terapi cairan intravena, indikasi infus ini dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, pasien sebelum transfusi darah, pasien pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut, pasien yang memerlukan pengobatan dengan infus. Teknil steril harus dipertahankan karena klien beresiko terhadap infeksi mana kala jarum suntik menusuk kulit (Perry & Potter, 2000: 539)
Karena begitu banyaknya pasien yang dilakukan terapi infus, maka perawat mempunyai tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi, salah satu komplikasi yang paling banyak terjadi akibat pemasangan infus adalah plebitis. Untuk meminimalkan resiko plebitis, perawat perlu menyadari dan mengenali lebih jauh tentang plebitis dan faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis (Hindley, 2004).
(14)
2
Plebitis sangat sering dialami oleh pasien, hasil studi atau penelitian di beberapa rumah sakit menunjukkan komplikasi pemasangan infus yang paling banyak adalah plebitis misalnya penelitian di RSUD Tugurejo Semarang pada bulan juli 2006 terdapat kejadian plebitis 27,6% dari jumlah responden 87 pasien, lokasi pemasangan infus sebagian besar terpasang di vena metacarpal sebesar 51 orang 58,6% dan di vena radialis atau daerah sefalika hanya sebesar 36 orang 41,4%.
Berdasarkan data yang di peroleh dari RSUD Kanjuruhan Malang. Insiden infeksi nosokomial di RSUD Kanjuruhan Malang pada bulan Januari 2012 – Pebuari 2013 pasien pada IRNA Airlangga dengan kejadian plebitis sebesar 10,2% (11 dari 108 pasien), pasien di IRNA Diponegoro dengan kejadian plebitis sebesar 9,2% (9 dari 98 pasien), dan di IRNA Imam Bonjol dengan kejadian plebitis sebesar 21,4%(30 dari 140 pasien). Untuk perawatan infus di rumah sakit umum daerah Kanjuruhan Malang masih belum menggunakan SOP dengan baik sehingga mengakibatkan komplikasi yang paling banyak akibat pemasangan infus adalah plebitis.
Plebitis merupakan suatu inflamasi pada pembuluh darah. Hal ini didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih tanda dan gejala ; nyeri, kemerahan, bengkak, panas dan vena terlihat lebih jelas (Karadag dan Gorgulu, 2000). Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis ini termasuk : tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran kateter (Oishi, 2001).
Untuk menangani pencegahan angka kejadian plebitis kita bisa melakukan teknik sterilisasi di rumah sakit. Ini sangat berpengaruh dengan tingkat kejadian plebitis misalnya kurang sterilnya pada saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang sedang dirawat, misalnya pada saat pemasangan infus. Apabila ada saat
(15)
3
melakukan pemasangan infus alat-alat yang akan digunakan tidak menggunakan teknik sterilisasi akan mengakibatkan plebitis seperti pembengkakan, kemerahan, nyeri disepanjang vena. Hal ini sangat merugikan bagi pasien karena infus yang seharusnya dilepas setelah 72 jam kini harus dilepas sebelum waktunya karena disebabkan oleh alat-alat bantu yang digunakan untuk memasang infus tidak menggunakan teknik sterilisasi (Klikharry, 2006).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana “’Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di
RSUD Kanjuruhan Malang”,
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi perawatan infus pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
b. Mengidentifikasi lama penggunaan infus pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
(16)
4
c. Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
d. Menganalisis pengaruh perawatan infus terhadap plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
e. Menganalisis pengaruh lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Rumah Sakit
1. Sebagai salah satu alat evaluasi pencapaian tindakan pencegahan infeksi melalui perawatan infus dan lama penggunaan infus (plebitis) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Sebagai masukan kepada rumah sakit untuk mengambil keputusan baru di dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
1.4.2 Bagi Perawat
Sebagai bahan meningkatkan tingkat pengetahuan perawat tentang pentingnya perawatan infus dan lama penggunaan infus dan motivasi kerja pada perawat rumah sakit
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
1. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sumber pustaka tentang plebitis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan medical
(17)
5
bedah yang berkaitan dengan pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhdap kejadian plebitis
1.4.4 Bagi Peneliti
Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta peneliti dapat mencari sinergi antar teori dan kenyataan di lapangan tentang pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian terkait yang dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu :
1. Batticaca, 2001, Kajian Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya plebitis Di IRNA I RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap di ruang Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kesimpulan penelitian: faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian plebitis adalah perawatan kulit, jangka waktu penggantian kateter, lokasi insersi kanula dan frekuensi penggantian penutup kanula.
Perbedaan penelitian Batticaca dengan yang akan diteliti peneliti adalah Batticaca mencari faktor penyebab terjadinya plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah. 2. Saryati, 2002, Hubungan Pemilihan Lokasi Insersi Kanula Infus dengan Kejadian
Plebitis pada Pasien Dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dengan menggunakan metode deskriptif non experimental dengan pendekatan
(18)
6
studi kohort. Sampel yang diambil adalah pasien dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang mendapat terapi infus. Kesimpulan penelitian : tidak ada hubungan yang cukup bermakna antara kejadian plebitis dengan lokasi insersi kanula infus.
Perbedaan penelitian Saryati dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Saryati mencari hubungan pemilihan lokasi insersi dengan kejadian plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah.
3. Widiyanto, 2002, Angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus Pada Terapi Intravena Di Bangsal rawat Inap RSUD Purworejo, menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil adalah penderita yang mendapat tindakan pemasangan infus di ruang Cempaka, Bougenvile, Flamboyan, Dahlia, Teratai, melati, IGD, ICU, IBS, dan ruang utama RSUD Purworejo. Kesimpulan penelitian: Insiden plebitis di RSUD Purworejo adalah 18,8%.
Perbedaan penelitian Widiyanto dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Widiyanto mencari angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus pada terapi intravena tanpa melihat perbedaannya dengan waktu dressing infus, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah.
(1)
1 1.1. Latar Belakang
Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau terapi intravena (Wahyuni & Nurhidayat, 2008). Terapi infus adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui infus (Hinley, 2004).
Pemasangan infus merupakan salah satu prosedur invasive dengan memasukkan jarum steril kedalam jaringan tubuh untuk mendapatkan akses vena guna memulai dan mempertahankan terapi cairan intravena, indikasi infus ini dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, pasien sebelum transfusi darah, pasien pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut, pasien yang memerlukan pengobatan dengan infus. Teknil steril harus dipertahankan karena klien beresiko terhadap infeksi mana kala jarum suntik menusuk kulit (Perry & Potter, 2000: 539)
Karena begitu banyaknya pasien yang dilakukan terapi infus, maka perawat mempunyai tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi, salah satu komplikasi yang paling banyak terjadi akibat pemasangan infus adalah plebitis. Untuk meminimalkan resiko plebitis, perawat perlu menyadari dan mengenali lebih jauh tentang plebitis dan faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis (Hindley, 2004).
(2)
Plebitis sangat sering dialami oleh pasien, hasil studi atau penelitian di beberapa rumah sakit menunjukkan komplikasi pemasangan infus yang paling banyak adalah plebitis misalnya penelitian di RSUD Tugurejo Semarang pada bulan juli 2006 terdapat kejadian plebitis 27,6% dari jumlah responden 87 pasien, lokasi pemasangan infus sebagian besar terpasang di vena metacarpal sebesar 51 orang 58,6% dan di vena radialis atau daerah sefalika hanya sebesar 36 orang 41,4%.
Berdasarkan data yang di peroleh dari RSUD Kanjuruhan Malang. Insiden infeksi nosokomial di RSUD Kanjuruhan Malang pada bulan Januari 2012 – Pebuari 2013 pasien pada IRNA Airlangga dengan kejadian plebitis sebesar 10,2% (11 dari 108 pasien), pasien di IRNA Diponegoro dengan kejadian plebitis sebesar 9,2% (9 dari 98 pasien), dan di IRNA Imam Bonjol dengan kejadian plebitis sebesar 21,4%(30 dari 140 pasien). Untuk perawatan infus di rumah sakit umum daerah Kanjuruhan Malang masih belum menggunakan SOP dengan baik sehingga mengakibatkan komplikasi yang paling banyak akibat pemasangan infus adalah plebitis.
Plebitis merupakan suatu inflamasi pada pembuluh darah. Hal ini didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih tanda dan gejala ; nyeri, kemerahan, bengkak, panas dan vena terlihat lebih jelas (Karadag dan Gorgulu, 2000). Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis ini termasuk : tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran kateter (Oishi, 2001).
Untuk menangani pencegahan angka kejadian plebitis kita bisa melakukan teknik sterilisasi di rumah sakit. Ini sangat berpengaruh dengan tingkat kejadian plebitis misalnya kurang sterilnya pada saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang sedang dirawat, misalnya pada saat pemasangan infus. Apabila ada saat
(3)
melakukan pemasangan infus alat-alat yang akan digunakan tidak menggunakan teknik sterilisasi akan mengakibatkan plebitis seperti pembengkakan, kemerahan, nyeri disepanjang vena. Hal ini sangat merugikan bagi pasien karena infus yang seharusnya dilepas setelah 72 jam kini harus dilepas sebelum waktunya karena disebabkan oleh alat-alat bantu yang digunakan untuk memasang infus tidak menggunakan teknik sterilisasi (Klikharry, 2006).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana “’Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang”,
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi perawatan infus pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
b. Mengidentifikasi lama penggunaan infus pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
(4)
c. Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
d. Menganalisis pengaruh perawatan infus terhadap plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
e. Menganalisis pengaruh lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Rumah Sakit
1. Sebagai salah satu alat evaluasi pencapaian tindakan pencegahan infeksi melalui perawatan infus dan lama penggunaan infus (plebitis) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Sebagai masukan kepada rumah sakit untuk mengambil keputusan baru di dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
1.4.2 Bagi Perawat
Sebagai bahan meningkatkan tingkat pengetahuan perawat tentang pentingnya perawatan infus dan lama penggunaan infus dan motivasi kerja pada perawat rumah sakit
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
1. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sumber pustaka tentang plebitis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan medical
(5)
bedah yang berkaitan dengan pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhdap kejadian plebitis
1.4.4 Bagi Peneliti
Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta peneliti dapat mencari sinergi antar teori dan kenyataan di lapangan tentang pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian terkait yang dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu :
1. Batticaca, 2001, Kajian Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya plebitis Di IRNA I RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap di ruang Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kesimpulan penelitian: faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian plebitis adalah perawatan kulit, jangka waktu penggantian kateter, lokasi insersi kanula dan frekuensi penggantian penutup kanula.
Perbedaan penelitian Batticaca dengan yang akan diteliti peneliti adalah Batticaca mencari faktor penyebab terjadinya plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah. 2. Saryati, 2002, Hubungan Pemilihan Lokasi Insersi Kanula Infus dengan Kejadian
Plebitis pada Pasien Dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dengan menggunakan metode deskriptif non experimental dengan pendekatan
(6)
studi kohort. Sampel yang diambil adalah pasien dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang mendapat terapi infus. Kesimpulan penelitian : tidak ada hubungan yang cukup bermakna antara kejadian plebitis dengan lokasi insersi kanula infus.
Perbedaan penelitian Saryati dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Saryati mencari hubungan pemilihan lokasi insersi dengan kejadian plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah.
3. Widiyanto, 2002, Angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus Pada Terapi Intravena Di Bangsal rawat Inap RSUD Purworejo, menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil adalah penderita yang mendapat tindakan pemasangan infus di ruang Cempaka, Bougenvile, Flamboyan, Dahlia, Teratai, melati, IGD, ICU, IBS, dan ruang utama RSUD Purworejo. Kesimpulan penelitian: Insiden plebitis di RSUD Purworejo adalah 18,8%.
Perbedaan penelitian Widiyanto dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Widiyanto mencari angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus pada terapi intravena tanpa melihat perbedaannya dengan waktu dressing infus, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah.