Perkawinan : Kewarisan : Wasiat : Hibah : Wakaf : Zakat : Infaq : Komposisi Gugatan.

Pasal 11 : MA Berwenang menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah ayat 2.b UU terhadap UU. Pasal 19 : Sidang Pemeriksaan Pengadilanadalah terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan lain. Pasal 28 : Hakim wajib Menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Pasal 20 : Semua peraturan Peradilan hanya sah dan mempunyai kekuatan Hukum apabila di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 37 : Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan Hukum.

B. Kekuasan Peradilan Umum dan Khusus.

1. Kekuasan Peradilan Umum UU No.21986 UU No. 82004

- Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh PengadilanTinggi Pasal 3 UU No. 21986. - PengadilanNegeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama Pasal 50 UU No. 21986. - PengadilanTinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perfata di tingkat banding Pasal 51 1 dan mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara PN dan daerah hukumannya Pasal 51 2 UU No.21986.

2. Kekuasaan PengadilanAgama UU No. 71989 Jo, UU No.32006

Pasal 49 UU No.32006 : - PengadilanAgama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :

a. Perkawinan :

Perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang Perkawinan yang berlaku dan dilakukan menurut syari’ah Penjelasan UU No. 3 Tahun 2006 Pasal 49.

b. Kewarisan :

Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan Pengadilanatas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

c. Wasiat :

Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga badan Hukum, yang berlaku setelah yang member tersebut meningal dunia.

d. Hibah :

Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan Hukum kepada orang lain atas badan Hukum untuk dimiliki.

e. Wakaf :

Wakaf adalah perbuatan seorang atau sekelompok orang wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

f. Zakat :

Zakat adalahharta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan Hukum yang memiliki oleh orang islam sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.

g. Infaq :

Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan risky karuania atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dank arena Allah S.W.T. h. Shodagoh dan i. Ekonomi Syari’ah. - PengadilanTinggi Agama Kewenangannya diatur dalam Pasal 51 ayat 1 dan 2 UU No. 71989.

C. Kekuasaan PengadilanTUN UU No. 51986 UU No. 92004

- Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 47 UU no. 51986 Sengketa TUN. - Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 51 UU no. 51986

D. Kekuasaan Peradilan Militer.

- UU No. 31 Tahun 1997

E. Kekuasaan MA UU No. 141985 Jo. UU No.52004

- MA Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan : 1. Permohonan Kasasi. 2. Sengketa tetang kewenangan mengadili. 3. Permohonan meninjauh kembali putusan Pengadilanyang yelah memperoleh kekuatan Hukum tetap Pasal 28 UU No.141985 - MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan datau penetapa Pengadilandari semua lingkungan peradilan karena : 1. Tidak berwenang dan melampaui batas wewenang. 2. Salah menerapkan atau melanggar Hukum yang berlaku. 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan Pasal 30 ayat 1 UU No. 52004.

F. Kompetensi Kewenangan Mengadili

Hukum Acara Perdata mengenal dua macam kewenangan yaitu : 1. Kewenangan Mutlak Absolut. 2. Kewenangan Relative NISBI Pasal 133 HIR, Pasal 159 RBg, Pasasl 136 HIR ataun 162 RBg, menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antar Pengadilanyang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat, azasnya adalah yang berwenang adalah PengadilanNegeri tempat tinggal tergugat, azas ini dengan bahasa latin dikenal “Actor Sequitoir Forum Rei”. Terhadap azas diatas terdapat beberapa pengecualian, misalnya yang terdapat dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg. 1. P.N. tenpat kediaman Tergugat, bila tempat tingal tergugat tidak diketahui. 2. Jika tergugat 2 orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah satu tergugat, terserah pilih Penggugat. 3. Akan tetapi dalam ad. 2 diatas, bila pihak tergugat ada 2 orang, yang seorang berhutang, dan yang lainnya penjaminnya, maka gugatan harus di P.N tempat tinggal yang berhutang. 4. Bila tempat tingal dan tempat kediaman, tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan kepada P.N tempat tinggal penggugat atau dari salah seorang dari Penggugat. 5. Dalam ad.4 gugatan mengenai barang tetap, dapat juga diajukan melalui P.N dimana barang tetap itu terletak, hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 99 8 RV dan Pasal 142 5 RBg. Dalam hal gugat menyangkut barang tetap gugat diajukan di P.N di mana barang tersebut terletak. 6. Bila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugatan diajukan sesuai dengan akta, bila penggugat mau, ia dapat mengajukan gugat di tempat tinggal tergugat. Pengecualian lain misalnya yang terdapat : 1. Pasal 21 BW, jika Tergugat tidak cakap, maka gugatan diajukan di P.N tempat tinggal orang tua, wali atau Pengampu, Pasal 20 BW, Jika tergugat PNS gugatan diajukan di P.N dimana ia bekerja atau dinas. Pasal 22 BW, gugatan terhadap buruh yang tinggal di rumah majikan, maka gugatan di ajukan di mana majikannya tinggal. 2. Pasal 99 ayat 15 RV, Gugatan kepailitan diajukan di P.N yang menyatakan tergugat pailit. 3. Pasal 99 ayat 14 RV, Gugatan Vrijwaring Penjaminan Gugatan Interfensi di ajukan di P.N yang sedang memeriksa gugatan asal. 4. Pasal 38 ayat 1 dan 2 PP No. 91975 : Gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan di Pengadilantempat berlangsungnya perkawinan itu. 5. Pasal 20 ayat 2 dan 3 Pp No. 91975 : Gugatan perceraian diajukan di P.N tempat tinggal penggugat, bila tergugat diam di liar negeri. Pasal 17 BW : - Setiap orang dianggap punya tempat tinggalnya dimana ia menempatkan pusat kediamannya. - Dalam hal tak ada tempat, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal. Pasal 118 ayat 1 HIR : Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama, masuk kekuasaan P.N, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang di tandatangani oleh Penguggat atau oleh wakilnya menurut P{asal 123, kepada Ketua P.N didaerah Hukum siapa yang tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggalnya sebetulnya. Pasal 66 2 UU No.71989 : - Pengajuan cerai talaq diajukan ke Pengadilan tempat kediaman termohon, Pasal 73 1 UU No.71989. Pasal 73 1 UU No.71989 : - Gugatan Perceraian cerai gugat diajukan kepada Pengadilan tempat kediaman tempat penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan kediamannya bersama tanpa ijin tergugat.

III. SURAT KUASA KHUSUS

A. Kuasa Pada Umumnya

1. Pengertian Kuasa Secara Umum. Pasal 1792 KUH Perdata sebagai berikut :

Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Dalam perjanjian kuasa terdapat dua pihak, yaitu : - Pemberi Kuasa Latsgever instrucilon mandate. - Penerima Kuasa Kuasa yang diberi perintah atau mandate melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.

2. Sifat Perjanjian Kuasa. Pasal 1792 dan 1793 1 BW terdapat beberapa sifat pokok, yaitu :

a. Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa. b. Pemberi kuasa bersifay konsensual.

c. Berkarakter garansi – kontrak Pasal 1806 BW.

3. Berakhirnya Kuasa – Pasal 1813 BW.

a. Pemberi kuasa mnarik kembali secara sepihak diatur lebih lanjut dalam Pasal 1814 BW dan 1819 BW. b. Salah satu pihak meninggal dunia Pasal 1813 BW. c. Penerima kuasa terlepas kuasa. Pasal 1817 BW member hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepaskan kuasa yang diterimanya dengan syarat : - Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kapada pemberi kuasa. - Pelepasan hak tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.

4. Dapat Disepakati Kuasa Mutlak.

Dalam lalu lintas pergaulan Hukum telah memperkenalkan dan membenarkan pemberian kuasa mutlak, perjanjian kuasa seperti ini diberi judul “Kuasa Multak” yang memuat klausul : - Pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang memberikan kepada penerima kuasa. - Meninggalnya pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberi kuasa. Diperbolehkannya membuat persetujuan Kuasa mutlak bertitik tolak dari prinsip kebebasan berkontrak Pasal 1338, sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 1337 BW.

B. Macam-macam Surat Kuasa

1. Kuasa umum diatur Pasal 1795 BW, menurut Pasal ini, kuasa umum bertujuan memberikan kuasa kepada seorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuas, yaitu : - Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan mandate. - Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan pemberi kuasa atas harta kekayaannya. - Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa. 2. Kuasa Istimewa Pasal 1796 BH mengatur perihal pemberi kuasa istimewa, selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa tersebut sah menurut Hukum sebagai kuasa Hukum istimewa. a. Bersifat limitative. b. Harus berbentuk akta otentik. 3. Kuasa Perantara. Pasal 1792 BW dan Pasal 62 KUHD yang dikenal dengan agen perdagangan atau makelar, disebut juga broker atau perwakilan dagang. 4. Kuasa Khusus Pasal 123 HIR Pasal 147 RBg serta SEMA No.011971. Pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg dan SEMA No.011971, mengatur berbagai hal yang terkait dengan Surat Kuasa Khusus tersebut misalnya : - Surat kuasa khusus dapat dibuat secara dibawah tangan atau secara otentik. - Surat kuasa khusus harus menyebutkan identitas pemberi dan penerima kuasa. - Harus menyebutkan nomer perkara, bila sudah ada. - Pengadilan mana dan dimana. - Perihal apa dan untuk apa surat kuasa diberikan. - Bila ada rekonvensi dalam surat kuasa harus sudah menyebut dengan tegas. - Harus menyebut subyek dan obyek. - Harus bermaterai secukupnya. - Dll.

IV. GUGATAN DAN PERMOHONAN

A. Gugatan Kontentiosa Gugatan Perdata Gugatan Gugat.

1. Pengertian

Gugatan Kontentiosa adalah gugatan perdata yang mengandung sengketa diatara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan kepada pengadilan dengan posisi para pihak : - Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat. - Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian disebut dan berkedudukan sebagai tergugat. - Permasalahan Hukum yang diajukan ke Pengadilan mengandung sengketa. - Sengketa terjadi diantara para pihak. - Berarti gugatan perdata bersifat partai.

2. Bentuk Gugatan.

a. Bentuk lisan Pasal 120 HIR Pasal RBg. Syarat formil gugatan lisan : bila penggugat tidak bisa membaca dan menulisan. Cara pengajuan gugatan lisan : - Diajukan dengan lisan - Kepada Ketua PN dan - Menjelaskan dan menerangkan isi dan maksud gugatan. Fungsi Ketua PN - Ketua PN wajib memberikan layanan. - Pelayanan yang harus diberikan Ketua PN. - Mencatat dan menyuruh catatan gugatan yang disampaikan penggugat. - Merumuskan sebaik mungkin gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai dengan yang diterangkan oleh penggugat. Sehubungan dengan ini Ketua PN pperlu diperhatikan putusan MA tentang ini yang menegaskan “adalah tugas Hakim Pengadilan Negeri untuk menyempurnakan gugatan tulisan tersebut dengan jalan melengkapinya dengan petitum, sehingga dapat mencapai apa sebetulnya yang dimaksud dengan opeh Penggugat. b. Bentuk Tulisan. Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalan bentuk tertulis. Pasal 118 ayat 1 HIR, Pasal 142 RBg dan yang berhak dan berwenang membuat dan mengajukan gugatan perdata adalah : - Penggugat sendiri Pasal 118 ayat 1 HIR - Kuasa wakil Pasal 123 ayat 1 HIR

3. Formulasi Surat Gugatan

a. Ditujukan kepada Ketua PN sesuai dengan kopetensi relative. b. Diberi tanggal c. Ditandatangani oleh penggugat atau kuasa. d. Identitas para pihak. - Nama lengkap. - Alamat tempat tinggal - Penyebutan identitas lain tidak imperative. e. Alamat tempat tinggal. Mengenai perumusan Posita gugatan muncul 2 teori yaitu : 1 Substcntierings Theorie : dalil dugagatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa Hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus dijelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa Hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa Hukum tersebut. 2 Teori Individualisasi individualisering theorie : peristiwa atau kejadian Hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan Hukum yang menjadi dasar tuntutan, namun tidak perlu di kemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan Hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses permeriksaan sidang pengadilan. Unsur Fundamentum Petendi Posita Gugatan : 1 Posita berdasarkan fakta. 2 Posita berdasarkan Hukum. f. Petitum Gugatan : hal-hal yang diminta agar diputuskan oleh hakim. Bentuk Petitum sebagai berikut : 1 Bentuk tunggal Petitum yang hanya menyantumkan mohon keadilan atau ex-acquo mohon keadilan - Tidak memenuhi syarat formil dan meteriil Petitum. - Akibat hukumnya, gugatan dianggap mengandtng cacat formil, sehingga gugatan harus dinyatakan tidak diterima. 2 Bentuk Alternatif

4. Tata Cara Pemeriksaan Gugatan Kontentiosa. a. Sistem Pemeriksaan Secara Contradictoir

1. Dihadiri oleh kedua belah pihak secara in person atau kuasa. 2. Proses pemeriksaan berlangsung secara optegnspraak proses pemeriksaan perkara berlangsung dengan saling sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik-duplik maupun konklusi.

b. Asas Pemeriksaan.

1. Mempertahankan tata Hukum perdata. Hakim berperan dan bertugas untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. 2. Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak. 3. Tugas hakim menemukan kebenaran formil. 4. Persidangan terbuka untuk umum. 5. Aiudi Alterem Partem Pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang. 6. Asas Imparsialitas Mengandung pengertian luas yaitu : - Tidak memihak. - Bersikap jujur dan adil. - Tidak bersikap diskriminatif.

5. Pengecualian Terhadap Acara pemeriksaan Contradictoir

a. Dalam proses Verstek. b. Gugatan gugur.

6. Pencabutan Gugatan Pasal 271-272 RV

a. HIR dan RBg. Tidak mengatur pencabutan gugatan. b. Pencabutan gugatan merupakan hak penggugat 1. Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung. 2. Atas persetujuan tergugat apabila pemeriksaan telah berlangsung. c. Cara pencabutan 1. Yang berhak melakukan pencabutan adalah penggugat sendiri secara pribadi atau kuasanya. 2. Pencabutan gugatan yang belum diperiksa dilakukan dengan surat. 3. Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang.

7. Komulasi Gugatan Penggabungan Gugatan.

1. Pengertian Kumulasi gugatan adalah penggabungan lebih dari satu tuntutan hukuk kedalam satu gugatan. 2. Tujuan penggabungan Gugatan. a. Mewujudkan peradilan sederhana. b. Menghindari putusan yang saling bertentangan. 3. Syarat Penggabungan. a. Terdapat hubungan erat. b. Terdapat hubungan Hukum. 4. Bentuk Penggabungan. a. Kumulasi subyektif b. Kumulasi Obyektif 5. Pengabungan yang tidak dibenarkan : a. Pemilik obyek gugatan berbeda. b. Gugatan yang digabungkan tunduk pada Hukum acara yang berbeda. c. Gugatan tunduk pada kompetensi absolute yang berbeda. d. Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan kovensi. 6. Penggabungan gugatan cerai dengan pembagian harta bersama diataur dalam Pasal 86 1 UU No.71989, dalam hal ini diperkenankan. A, B, dan C menggugat DEF dalam hal warisan juga ternyata DEF punya hutang bersama pada A, B, dan C dalam hal ini, komulasi gugat diperkenankan. Penggugat A bertindak sebagai wali dan anaknya yang belum dewasa menggugat B, kemudian digabungkan dengan gugatan mengenai utang pribadi B kepada A, dalam hal ini komulasi gugat tidak diperkenankan. 8. Perubahan Gugatan. a. HIR tidak mengatur, sehingga Hakim leluasa menentukan. Sebagai patokan dapat dipergunakan ketentuan bahwa perubahan atau penambahan gugat diperkenankan asalkan kepentingan penggugat terutama tergugat jangan sampai dirugikan. b. MA dalam putusannya tanggal 6 Maret 1971 No. 209 KSIP1970 menentukan bahwa suatu perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan asas-asas Hukum secara perdata, asalkan tidak merubah atau menyimpang dari kejadian meteriil walaupun tidak ada tuntutan subsidair untuk peradilan yang adil, terutama dalam yurisprudensi Indonesia, penerbit I, II, III, IV.1972 hal. 470 MA RI. c. Perubahan gugatan dilarang dilarang apabila berdasar atas keadaan Hukum yang sama domohon pelaksanaan suatu hak yang lain. Misalnya : 1. Semula dimohon ganti rugi berdasar ingkar janji gugat dirubah, berdasar ingkar janji agar tergugat dipaksa untuk memenuhi janjinya. 2. Semula dasar gugatan perceraian adalah peryizinahan, kemudian dirubah dasar gugatan menjadi keretakan yang tidak dapat diperbaiki. d. Penggugat berhak merubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh merubah atau menambah pokok gugatannya pasal 127 RV. e. Yurisprudensi No. 1043 KSIP1971, Perubahan surat gugatan diperbolehkan asal tidak mengakibatkan perubahan Posita dan tergugat tidak dirugikan haknya membela diri.

B. Gugatan Rekonvensi

1. Pengertian Gugatan Rekonvensi.

Pasal 132 ayat 1 HIR hanya memberikan pengertian singkat. Maknanya menurut pasal ini adalah sebagai berikut : - Rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya, dan - Gugagatan Rekonvensi itu, diajukan tergugat kepada PN, pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat; Contoh : A menggugat B untuk menyerahkan tanah yang telah dibelinya dari B sesuai dengan transaksi jual beli yang dibuat di PPAT. Terhadap gugatan itu Pasal 032 ayat 1 HIR member hak kepada B mengajukan gugatan rekonvensi terhadap A untuk melunasi pembayaran yang masih tersisa ditambah ganti rugi bunga atas perbuatan Wanprestasi yang dilakukannya.

2. Komposisi Para Pihak Dihubungkan Dengan Gugatan Rekonvensi.

Dalam keadaan normal, komposisi para pihak dalam gugatan biasa terdiri dari : - Pengugat sebagai pihak yang berinisiatif mengajukan gugatan. - Tergugat sebagai pihak yang ditarik dan di dudukan sebagai orang digugat. - Gugatan hanya tunggal derdiri dari gugatan yang diajukan penggugat saja. - Oleh karena itu dasar dan landasan pemeriksaan perkara, di sidang pengadilan sepenuhnya bertitik tolak dari gugatan penggugat tersebut.

a. Komposisi Gugatan.

Dengan adanya gugatan rekonvensi, komposisi gugatan menjadi : 1. Gugatan penggugat disebut gugatan rekonvensi yang bermaksa sebagai gugatan asal yang ditunjukan penggugat kepada tergugat. 2. Gugatan tergugat disebut gugatan rekonvensi yang bermakna gugatan balik yang ditujukan tergugat kepada tergugat.

b. Komposisi Para Pihak.