Karakteristik Biopelet Dari Campuran Serbuk Kayu Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan

KARAKTERISTIK BIOPELET DARI CAMPURAN SERBUK
KAYU SENGON DENGAN ARANG SEKAM PADI SEBAGAI
BAHAN BAKAR ALTERNATIF TERBARUKAN

ADI WINATA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biopelet
Dari Campuran Serbuk Kayu Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan
Bakar Alternatif Terbarukan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013

Adi Winata
NIM E24090013

ABSTRAK
ADI WINATA. berjudul Karakteristik Biopelet Dari Campuran Serbuk Kayu
Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan.
Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan DWI SETYANINGSIH
Biopelet merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan bahan
bakar pengganti batu bara, minyak, dan gas. Komposisi campuran bahan baku
serbuk kayu sengon dan arang sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20%, dan 100% serbuk kayu
sengon. Pengujian biopelet yang dilakukan meliputi: kadar air, kerapatan, zat
mudah menguap, kadar abu, dan nilai kalor yang mengacu pada standar
komersial. Hasil penelitian menunjukkan Penambahan arang sekam padi dalam
biopelet serbuk sengon dan arang sekam padi dapat menurunkan kadar air,
meningkatkan kadar abu dan meningkatkan nilai kalor. Meskipun terjadi

peningkatan nilai kalor, namun penambahan arang sekam padi menyebabkan
kadar abu yang tidak sesuai dengan standar mutu. Produk biopelet yang
mempunyai kualitas terbaik yaitu pada 100% serbuk sengon yang nilai kerapatan,
kadar air, nilai kalor memenuhi standar mutu tetapi pada kadar abu hanya
memenuhi standar mutu Prancis (ITEBE).
Kata kunci: biopelet, kayu sengon, sekam padi, komposisi bahan baku

ABSTRACT
ADI WINATA. Biopellet Characteristics of the Mixture of Albisia Sawdust and
Rice Husk Charcoal As Alternative Renewable Resources. Supervised by DEDE
HERMAWAN and DWI SETYANINGSIH
Biopellet is one of the alternative fuels which could substitute fossil fuel.
The production of biopellet could be made from natural resources based
lignocelluloses materials such as albisia sawdust and rice husk charcoal. The
objective of this research was to analyze the characteristics of biopellet obtained
of the mixture albisia sawdust and rice husk. The compositions of a mixture in this
research are as follows 20% : 80%, 40% : 60%, 60% : 40%, 80% : 20%, as well as
100% of albisia sawdust. The test of biopellet included moisture content, density,
volatile matters, ash substances, fixed carbon, calorie value and firmness which
was based on commercial standard. The result of this research showed that the

addition of rice husk charcoal into biopellet derived from albisia sawdust could
not only decrease moisture content, but also that addition could increase ash
percentages and calorie value. Although there was increasing calorie value, the
addition of rice husk charcoal generated the inappropriateness of quality standard
for ash percentages. The best quality of biopellet was composed with 100 %
albisia sawdust which moisture content, density and calorie value were in
accordance with French quality standard (ITEBE).
Key words: Biopellet, albisia sawdust, rice husk, quality standard

KARAKTERISTIK BIOPELET DARI CAMPURAN SERBUK
KAYU SENGON DENGAN ARANG SEKAM PADI SEBAGAI
BAHAN BAKAR ALTERNATIF TERBARUKAN

ADI WINATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Karakteristik Biopelet Dari Campuran Serbuk Kayu
Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar
Alternatif Terbarukan
: Adi Winata
: E24090013

Disetujui oleh


Dr Ir Dede Hermawan, MSc
Pembimbing 1

Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

: Karakteristik BiopeJet Dari Campuran Serbuk Kayu
Sengon Dengan Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar
Al temati f Terbarukan
: Adi Winata
: E24090013

Judul Skripsi


Nama
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Dede Hennawan, MSc
Pembimbing 1

Dr Ir

Diketahui oleh

MSc

N j@ G セ@

Tanggal Lulus :

.


. 0 EC 2013

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan anugerahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini
berjudul “Karakteristik Biopelet Dari Campuran Serbuk Kayu Sengon Dengan
Arang Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan”. Penulisan
skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 hingga September 2013.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Dede Hermawan, MSc dan Dr Ir Dwi Setyaningsih, MSi yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai
akhir penulisan.
2. Orangtua tersayang yang selalu memberikan doa dan semangat.
3. RINJANI GROUP, Syahrul, Ega, Ari, Dea, Adit, Taufik, Andi, Azam,
Rekan satu bimbingan, Edo, Lased an Herlin atas segala bantuan dan
motivasinya.
4. Anita Rosalina atas dukungan dan motivasi serta kasih sayangnya.

5. Rekan-rekan FAHUTAN khususnya THH 46 atas segala bantuan dan
motivasinya.
Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2013

Adi Winata

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Sengon

Karbonisasi
Sekam Padi
Densifikasi
Biopelet
METODE PENELITIAN
Alat
Bahan
Prosedur Penelitian
Pengujian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Kadar air
Zat Mudah Menguap
Kadar abu
Karbon Terikat
Nilai Kalor
Keteguhan Tekan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5

5
5
6
7
8
8
9
10
11
12
13
14
15
15
15
1
18
24

DAFTAR TABEL
1 Standar biopelet pada beberapa Negara
2 Perbandingan Standar mutu kerapatan di beberapa negara
3 Perbandingan Standar mutu kadar air di beberapa negara
4 Perbandingan Standar mutu kadar abu di beberapa negara
5 Perbandingan Standar mutu nilai kalor di beberapa negara

5
8
10
11
13

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai Kerapatan biopelet pada berbagai persentase arang
2 Nilai kadar air biopelet pada berbagai persentase arang
3 Nilai Zat terbang biopelet pada berbagai persentase arang
4 Kadar abu biopelet pada berbagai persentase arang
5 Nilai Karbon terikat biopelet pada berbagai persentase arang
6 Nilai Kalor biopelet pada berbagai persentase arang
7 Keteguhan tekan biopelet pada berbagai persentase arang

8
9
10
11
12
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis data sidik ragam Kerapatan terhadap campuran biopelet
2 Analisis data sidik ragam Kadar air terhadap campuran biopelet
3 Analisis data sidik ragam Zat mudah menguap terhadap campuran biopelet
4 Analisis data sidik ragam Kadar abu terhadap campuran biopelet
5 Analisis data sidik ragam Karbon terikat terhadap campuran biopelet
6 Analisis data sidik ragam Nilai kalor terhadap campuran biopelet
7 Analisis data sidik ragam Keteguhan tekan terhadap campuran biopelet

18
18
19
20
21
21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang berdampak besar
terhadap perekonomian dunia. Permintaan energi yang meningkat disebabkan oleh
faktor pertumbuhan populasi penduduk, tingginya biaya eksplorasi, meningkatnya harga
minyak dunia dan sulitnya mencari sumber cadangan minyak. Faktor tersebut
mengakibatkan pemerintah setiap negara untuk segera memproduksi energi alternatif
yang terbaharukan dan ramah lingkungan termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, perlu
adanya upaya untuk mencari bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia
dengan mudah.
Sumber energi alternatif yang banyak diteliti dan dikembangkan saat ini adalah
energi biomassa yang ketersediaannya melimpah, mudah diperoleh, dan dapat
diperbaharui secara cepat. Pada umumnya, biomassa yang digunakan sebagai bahan
bakar adalah biomassa yang memiliki nilai ekonomis rendah atau merupakan hasil
ekstraksi produk primer (El Bassam dan Maegaard 2004). Indonesia memiliki potensi
energi biomassa sebesar 50 000 MW yang bersumber dari berbagai biomassa limbah
pertanian, seperti: produk samping kelapa sawit, penggilingan padi, plywood, pabrik
gula, kakao, dan limbah pertanian lainnya (Prihandana dan Hendroko 2007).
Sekam padi merupakan salah satu biomassa limbah pertanian yang ketersediaanya
melimpah di Indonesia. Menurut BPS (2013), produksi padi pada tahun 2012 mencapai
69.05 juta ton gabah kering giling. Proses penggilingan padi menghasilkan 55% biji
utuh, 15% beras patah, 20% sekam, dan 10% bekatul (Haryadi 2003 dalam Prihandana
dan Hendroko 2007). Dengan demikian, setiap tahunnya terdapat sebanyak 13.20 juta
ton sekam padi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif. Selain sekam
padi, kayu dapat dibuat menjadi pelet yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan
bakar alternatif.
Pelet kayu merupakan salah satu sumber energi alternatif dan ketersediaan bahan
bakunya sangat mudah ditemukan. Bahan baku pelet kayu berupa limbah eksploitasi
seperti sisa penebangan, cabang dan ranting, limbah industri perkayuan seperti sisa
potongan, serbuk gergaji dan kulit kayu, limbah pertanian seperti jerami dan sekam
(Woodpellets 2000). Sejak dekade 90-an pellet kayu dijadikan bahan bakar alternatif di
sebagian besar Negara Uni Eropa dan Amerika karena terjadi krisis minyak dunia. Pelet
kayu merupakan produk yang dibuat dari bahan biomassa tanaman yang kemudian
mengalami proses pengempaan. Pelet kayu merupakan solusi alternatif pengganti
minyak karena memiliki harga yang cukup terjangkau oleh masayarakat Uni Eropa dan
Amerika. Tingginya permintaan pelet kayu terkait adanya kebijakan dari negara-negara
di dunia untuk mengurangi efek pemanasan global dan pemanfaatan energi alternatif
(Leaver 2008).
Bahan baku pelet kayu merupakan hasil dari limbah industri kayu di Indonesia
yaitu limbah industry penggergajian kayu sebanyak 50%, kayu lapis 70%, dan
pemanenan 70% dari rendemen yang dihasilkan setiap produksi. Saat ini Indonesia baru
mampu menghasilkan pelet kayu sebanyak 40 000 ton/tahun, sedangkan produksi dunia
telah menembus angka 10 juta ton. Jumlah ini belum cukup memenuhi kebutuhan dunia
pada tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 12.7 juta ton. Peluang mengembangkan
bahan bakar ini sangat terbuka luas karena limbah hasil hutan kita sangat besar, baik

2

dari limbah industri perkayuan maupun dari limbah eksploitasi (Yayasan Energi
Nasional 2009 dalam Rahman 2011).
Berdasarkan uraian akan dilakukan penelitian pembuatan biopelet dengan
menggunakan bahan baku campuran dari kayu sengon dan arang sekam. Pencampuran
bahan sengon dan arang sekam dilakukan karena sengon memiliki nilai kalor 4557 kkal
kg-1 (Sanusi 2011) dan arang sekam memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu 4630.5 kkal
kg-1 (Rahman 2011). Penelitian biopelet ini dapat meningkatkan rendemen dan nilai
kalor pembakaran biopelet yang dihasilkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membandingkan karakteristik
biopelet yang terbuat dari campuran serbuk kayu sengon dan arang sekam padi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan produk biopelet berbasis
teknologi yang memiliki nilai kalori tinggi sehingga lebih baik dalam penggunaannya
sebagai bahan bakar. Selain itu juga memberikan alternatif dalam memilih bahan bahan
bakar selain minyak, batu bara dan gas.
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Sengon
Kayu sengon merupakan kayu dalam kelas awet IV – V dan kelas kuat IV – V
yang memiliki berat jenis 0.33, lignin 26.8%, selulosa 49.4%, zat ekstraktif 3.4%,
pentosan 15.6%, abu 0.6%, dan silika 0.2% ( Martawijaya 1989 ). Kayu sengon dapat
digunakan untuk bahan bangunan rumah, kayu gergajian, kayu lapis, papan partikel,
kayu bakar. Pohon sengon banyak ditanam di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 50 juta
batang, sedang di luar Pulau Jawa jumlahnya sekitar 9.8 juta batang. Secara keseluruhan
jenis pohon sengon menempati urutan ke-2 setelah jati. Di Pulau Jawa, pohon sengon
banyak terkonsentrasi di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah pohon sengon keseluruhan yang
ditanam di hutan rakyat adalah sebesar 59.8 juta batang dan dari jumlah tersebut pohon
sengon yang siap ditebang sebanyak 24.6 juta batang atau potensi produksinya sebesar
6.2 juta m3 (asumsi per pohon/batang mempunyai volume 0.25 m3) (Sukadaryati 2006).
Awalnya selain sebagai pohon peneduh di perkebunan-perkebunan teh, kayu sengon
dikenal sebagai kayu energi/kayu bakar yang cukup potensial. Karena masih sering
dimanfaatkan sebagai kayu bakar, beberapa anggota masyarakat masih menyebut
sengon dengan nama kayu api. Sebagai kayu energi sengon mempunyai nilai kalori
yang cukup tinggi yaitu 4663.5-4916.6 kkal kg-1. Tingginya nilai kalori sengon
menyebabkan sisa-sisa potongan kayu sengon dimanfaatkan sebagai bahan bakar
pembangkit uap dan pembangkit listrik di industri-industri kayu lapis ( Aprilia 2011 ).
Menurut Kliwon dan Iskandar (1995) meneliti uji coba pembuatan kayu lapis
dari kayu sengon mengemukakan bahwa, dari log kayu sengon sebanyak 10 m 3 dapat
dihasilkan venir basah sebanyak 3.63 m3 dan 2.96 m3 kayu lapis sengon. Dengan
demikian rendemen venir kayu sengon adalah 36.60% dan rendemen kayu lapis
29.60%. Limbah yang dihasilkan sekitar 70 % yang tidak terpakai dan terbuang. Untuk
menangani permasalahan tersebut dengan mengelola limbah kayu lapis menjadi sebuah
produk bermanfaat seperti papan partikel, bahan bakar, pupuk, arang dan barang yang
bernilai ekonomis dimasyarakat. Selain industri kayu lapis terdapat industri gergajian

3

kayu mempunyai limbah yang cukup besar. Menurut PPLH (2007), penanganan limbah
selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak
negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu
jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai
tambah dengan teknologi terapan dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah
disosialisasikan kepada masyarakat.
Karbonisasi
Karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa menggunakan alat pirolisis
dengan oksigen terbatas (Compete 2009). Hilangnya oksigen dalam proses karbonisasi
menyebabkan komponen zat terbang saja yang dapat terlepas dari bahan, sedangkan
karbon akan tetap tinggal di dalam bahan. Karbonisasi sekam padi bertujuan untuk
mengurangi kadar zat terbang penyebab asap dan meningkatkan nilai kalor pembakaran
(Liliana 2010). Tujuan lain dari proses karbonisasi sekam padi adalah langkah pertama
untuk permudahan penanganan sekam padi menjadi bahan bakar, penyimpanan, serta
mengurangi asap pembakaran. Reaksi pada proses karbonisasi adalah reaksi eksoterm,
yaitu jumlah panas yang dikeluarkan lebih besar daripada yang diperlukan. Reaksi
utama terjadi pada suhu 150-300 ºC dimana terjadi kehilangan banyak kandungan air
dari dalam bahan, sehingga dihasilkan arang. Semakin lambat proses karbonisasi, maka
kualitas arang yang dihasilkan akan semakin baik (Abdullah et all. 1998).
Material yang dihasilkan dari proses karbonisasi berupa arang. Arang
merupakan sisa proses karbonisasi bahan yang mengandung karbon pada kondisi
terkendali di dalam ruangan tertutup (Masturin 2002). Sudrajat dan Soleh (1994) dalam
Triono (2006) menambahkan bahwa arang memiliki bentuk padat dan berpori, dimana
sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter, dan senyawa organik lain,
seperti: abu, air, nitrogen, dan sulfur.
Dalam penelitian Liliana (2010) menunjukkan bahwa hasil proses karbonisasi
bungkil jarak pagar, suhu karbonisasi berbanding terbalik dengan rendemen arang yang
dihasilkan. Semakin tinggi suhu karbonisasi, maka rendemen arang yang dihasilkan
semakin kecil dan begitu pula sebaliknya. Suhu karbonisasi berbanding lurus dengan
nilai kalori pembakaran. Semakin tinggi suhu karbonisasi, nilai kalori yang dihasilkan
akan semakin tinggi pula.
Sekam padi
Sekam padi merupakan salah satu by product yang dihasilkan pada proses
penggilingan padi. Rendemen produk yang diperoleh pada proses penggilingan padi,
antara lain: 55% biji utuh, 15% beras patah, 20% sekam, dan 10% dedak halus (Haryadi
2003 dalam Prihandana dan Hendroko 2007). Berdasarkan angka ramalan (ARAM) III,
produksi padi tahun 2013 diperkirakan sebesar 69.05 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), naik 1.58 juta ton (2.46%) dibandingkan produksi tahun 2009. Kenaikan
produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234.54 ribu hektar
(1.82 %) dan produktivitas sebesar 0.31 kuintal/hektar (0.62 %). Berdasarkan rendemen
produk yang diperoleh pada proses penggilingan padi, maka pada tahun 2013 dihasilkan
37.98 juta ton beras utuh, 10.36 juta ton beras patah, 13.81 juta ton sekam, dan 6.9 juta
ton bekatul. Perkembangan produksi padi tahun 2010 sebesar 66.47 ton, 2011
menhasilkan 65.76 ton, dan hingga 2012 produksi padi mencapai 69.06 ton (BPS 2013).
Peningkatan produksi padi dari tahun ke tahun menyebabkan terjadinya
peningkatan limbah sekam padi yang dihasilkan. Saat ini, sekam padi hanya

4

dimanfaatkan untuk pembakaran dan pembuatan batu bata dalam jumlah yang sangat
kecil. Aktivitas lain pemanfaatan sekam padi adalah pembuatan arang sekam untuk
media tanaman dan arang aktif untuk pembuatan adsorben (Suyitno 2009)
Densifikasi
Densifikasi adalah salah satu cara untuk memperbaiki sifat fisik suatu bahan
yang bertujuan untuk memadatkan dan meningkatkan kerapatan, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi nilai bahan yang digunakan (Abdullah et al. 1998). Proses
densifikasi dilakukan pada bahan berbentuk curah atau memiliki sifat fisik yang tidak
beraturan. Terdapat tiga tipe proses densifikasi, antara lain : extruding, briquetting, dan
pelleting. Proses extruding, bahan dimampatkan menggunakan sebuah ulir (screw) atau
piston yang melewati dies sehingga menghasilkan produk yang kompak dan padat.
Proses briquetting menghasilkan produk berbentuk seperti tabung dengan ukuran
diameter dan tinggi yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Proses pelleting terjadi
karena adanya aliran bahan dari roll yang berputar disertai dengan tekanan menuju
lubang-lubang dies pencetak biopelet. Peletisasi merupakan proses pengeringan dan
pembentukan biomassa dengan menggunakan tekanan tinggi untuk menghasilkan
biomassa padat berbentuk silinder dengan diameter maksimum 25 mm. Proses peletisasi
bertujuan untuk menghasilkan bahan bakar biomassa dengan volume yang secara
signifikan lebih kecil dan densitas energi lebih tinggi, sehingga lebih efisien untuk
proses penyimpanan, transportasi, dan konversi ke dalam bentuk energi listrik atau
energi kimia lainnya (AEAT 2003).
Bahan baku pelet dipanaskan dan ditekan secara friksi melalui lubang yang
terdapat pada die. Selanjutnya material yang telah mengalami densifikasi keluar melalui
die dalam bentuk seragam dan dipotong menggunakan pisau sesuai dengan ukuran
panjang yang diinginkan. Pada umumnya, pelet yang dihasilkan mempunyai diameter 515 mm dan panjang kurang dari 30 mm.
Proses densifikasi dalam pembuatan pelet mempunyai beberapa keunggulan, di
antaranya: meningkatkan nilai kalor total per satuan volume, memudahkan transportasi
dan penyimpanan produk akhir, mempunyai keseragaman bentuk dan kualitas, serta
mampu mensubstitusi kayu hutan sehingga mengurangi kegiatan penebangan hutan. Di
sisi lain, densifikasi juga mempunyai beberapa aspek kelemahan, seperti tingginya biaya
investasi dan kebutuhan energi yang dibutuhkan, serta adanya karakteristik pembakaran
yang tidak diinginkan, seperti sulit menyala dan menimbulkan asap.
Biopelet
Biopelet adalah bahan bakar biomassa berbentuk pelet yang memiliki
keseragaman ukuran, bentuk, kelembapan, densitas, dan kandungan energi
(Abelloncleanenergy 2009). Pada proses pembuatan biopelet, biomassa diumpankan ke
dalam pellet mill yang memiliki dies dengan ukuran diameter 6-8 mm dan panjang 1012 mm (Mani et al. 2006). Fantozzi dan Buratti (2009) menyatakan bahwa terdapat 6
tahapan proses pembuatan biopelet, yaitu: perlakuan pendahuluan bahan baku (pretreatment), pengeringan (drying), pengecilan ukuran (size reduction), pencetakan
biopelet (pelletization), pendinginan (cooling), dan silage. Residu hutan, sisa
penggergajian, sisa tanaman pertanian, dan energy crops dapat didensifikasi menjadi
pelet. Proses peletisasi dapat meningkatkan kerapatan spesifik biomassa lebih dari 1000
kg/m3 (Lehtikangas 2001 dan Mani et al. 2004).

5

Penggunaan biopelet telah dikenal luas oleh masyarakat di negara-negara Eropa
dan Amerika. Pada umumnya biopelet digunakan sebagai bahan bakar boiler pada
industri dan pemanas ruangan di musim dingin. Biopelet tersebut mempunyai standar
tertentu seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Standar biopelet pada beberapa Negara
Parameter Unit
Austria(a) Jerman(a) Swedia(a)
Diameter
Mm
4 – 10
4 – 10
6.35 - 7.94
Panjang
Mm
5xd
0.6
Kadar air
%
0.6
a
Standar Jerman (DIN 51371)
1.0 – 1.4
Perancis (ITEBE)b
>1.15
Hasil Penelitian
1.21 – 1.26
Sumber: a)Hahn (2004); b)Douard (2007)
Hill (2006) mengemukakan bahwa karbon pada struktur lignin menjadi terurai,
hal tersebut menyebabkan semakin banyak karbon yang terurai yang akan
mengakibatkan derajat kristalinitas tinggi, sehingga ikatan antar struktur lignin yang
lain semakin erat. Kerapatan biopelet berbanding lurus dengan peningkatan persentase
serbuk kayu sengon. Semakin banyak serbuk sengon yang digunakan maka kadar lignin
semakin banyak yang dapat meningkatkan kerapatan biopelet.

9

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase penambahan arang sekam
padi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerapatan biopelet. Nilai
terendah dimiliki oleh biopelet dengan komposisi 20% serbuk kayu sengon dengan 80%
sedangkan nilai tertinggi pada biopelet campuran 100% serbuk kayu sengon.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai kerapatan biopelet campuran serbuk sengon dan
arang sekam padi (1.21 – 1.26 g cm-3) telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan
oleh Austria (ONORM M 7135), Swedia (SS 18 71 20), Jerman (DIN 51371), dan
Prancis (ITEBE).
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter dalam penentuan kualitas biopelet
yang berpengaruh pada nilai kalor pembakaran, kemudahan menyala, daya pembakaran,
dan jumlah asap yang dihasilkan selama pembakaran (Rahman 2011). Tinggi dan
rendahnya nilai kadar air mempengaruhi nilai kalor. Semakin rendah nilai kadar air
maka akan meningkatkan nilai kalor. Rendahnya nilai kadar air akan memudahkan
proses dalam penyalaan dan menurunkan jumlah asap saat pembakaran. Nilai kadar air
dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan saat pencetakan biopelet. Tinggi tekanan saat
pencetakan biopelet menyebabkan biopelet semakin padat, kerapatan tinggi, halus dan
seragam, sehingga partikel biomassa dapat saling mengisi pori – pori yang kosong serta
menurunkan molekul air yang dapat menempati pori – pori tersebut (Rahman 2011).
Nilai kadar air yang dihasilkan mengalami penurunan dengan peningkatan
penambahan arang sekam padi. Semakin tinggi penambahan arang sekam padi terhadap
biopelet maka kadar air yang dihasilkan semakin menurun. Hal tersebut karena sekam
padi mengalami proses karbonisasi saat dijadikan arang sehingga kadar air menguap
saat karbonisasi yang menyebabkan penurunan kadar air. Karbonisasi merupakan proses
pembakaran yang menguapkan air dan senyawa organik dari suatu bahan sampai
menjadi arang.
(%)
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
0,00

8.54a
10%
3.76b

3.85b

A

B

4.96b

5.16b

C

D

E ( Jenis Biopelet )

Gambar 2 Nilai kadar air biopelet pada berbagai persentase arang
Keterangan :
A
: Sengon 20% + Arang sekam padi 80%
B
: Sengon 40% + Arang sekam padi 60%
C
: Sengon 60% + Arang sekam padi 40%
D
: Sengon 80% + Arang sekam padi 20%
E
: Sengon 100%

10

Tabel 3 Perbandingan Standar mutu kadar air di beberapa negara
Sumber
Kadar air (%)
Standar Austria (ONORM M 7135)a