Development of Infrared Sensor Based Data Acquistion System for Predicting Soil Nitrogen Content as a Reference to Determine Fertilizing Dosage

PENGEMBANGAN SISTEM AKUISISI DATA KADAR NITROGEN
TANAH BERBASIS SENSOR INFRA MERAH SEBAGAI
PEDOMAN PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN

ABDUL RONI ANGKAT

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Sistem Akuisisi Data
Kadar Nitrogen Tanah Berbasis Sensor Infra Merah sebagai Pedoman Penentuan Dosis
Pemupukan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2012


Abdul Roni Angkat
NRP F151100091

ABSTRACT
ABDUL RONI ANGKAT. Development of Infrared Sensor Based Data Acquistion
System for Predicting Soil Nitrogen Content as a Reference to Determine Fertilizing
Dosage. Supervised by I WAYAN ASTIKA and LENNY SAULIA.
Site specific nitrogen fertilizing needs an accurate map of soil nitrogen content.
The use of sensors operated upon the soil is a promising method since the accurate soil
sampling methods are costly and time consuming. The objectives of this research are to
determine the relation between soil nitrogen level and near infrared spectrum using
artificial neural network (ANN) and to develop soil nitrogen content data acquisition
system for static dan dynamic measurement. The results showed that the 1506 nm
wavelength can be used to estimate the soil nitrogen content. Furthermore it was found
that static measurement showed a better correlation (R2= 0.6286) than the dynamic
measurement (R2=0.3111). Combined with the developed ATMega32 microcontroller
based display recorder, the precision of N content measurement achieved 0.12% wb
with 0.1% wb noise.
Keywords :


NIR, soil nitrogen level, data acquisition, artificial neural network,
precision farming

i

RINGKASAN
ABDUL RONI ANGKAT. Pengembangan Sistem Akuisisi Data Kadar Nitrogen Tanah
Berbasis Sensor Infra Merah sebagai Pedoman Penentuan Dosis Pemupukan.
Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA dan LENNY SAULIA.
Penerapan precision farming untuk pemupukan berpotensi meningkatkan hasil
panen dan mengurangi input pupuk. Pengurangan input pupuk tidak hanya mengurangi
biaya produksi tetapi juga mengurangi pengaruh buruk terhadap lingkungan seperti
berkurangnya limpasan kandungan nitrat ke dalam air tanah sebagai kibat penggunaan
pupuk nitrogen yang berlebihan. Pemupukan yang spesifik lokasi membutuhkan peta
status unsur hara tanah. Pada saat ini data tersebut tidak selalu tersedia untuk semua
lahan, dan kalaupun ada jarang di-update. Datanya biasanya di-update dalam interval
waktu tertentu. Selain itu data yang tersedia masih bersifat umum dan mencakup luasan
yang besar, sementara precision farming memerlukan informasi yang lebih spesifik.
Oleh karena itu dibutuhkan peta unsur hara tanah spesifik lokasi yang dapat dibuat
secara cepat sebelum pelaksanaan pemupukan. Hal ini disebabkan oleh sifat unsur

nitrogen yang cepat berubah sebagai akibat dari penguapan sebesar 4-60%, pencucian
sebesar 3-35%, aliran permukaan sebesar 12-25% dan erosi sebesar 11% (Antoe, 2010).
Pengujian tanah secara konvensional memerlukan biaya analisa tanah yang
relatif mahal dan waktu yang lama, di samping keterediaan laboratorium uji tanah yang
sangat terbatas.

Hal ini menyebabkan rekomendasi pupuk untuk tanaman bersifat

umum dan seragam untuk seluruh Indonesia (Subiksa et al. 2007).
Pemanfaatan sensor infra merah dapat dijadikan alternatif untuk mengukur kadar
nitrogen tanah secara cepat, karena gelombang infra merah dapat beresonansi dengan
ikatan –CH-, -OH- dan –NH- (Luck 1974 dalam Buning-Pfaue 2003).
Salah satu metode yang dapat dijadikan alternatif untuk menduga kandungan
unsur hara nitrogen tanah secara cepat menggunakan Near Infrared Spectroscopy
(NIRS). NIRS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan analisa kimia secara
tradisional karena dilakukan secara nondestruktif, dapat melakukan analisa sampel
hingga kedalaman 2-5 milimeter, dapat mendeteksi berbagai komponen dengan satu
data spektra, dan dapat menentukan sifat fisik dan kimia bahan. Kelebihan lain dari
ii


NIRS adalah tidak memerlukan banyak perlakuan terhadap sampel dan tanpa
menghasilkan limbah yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu diperlukan
suatu penelitian untuk mengembangkan sistem akuisisi data kadar nitrogen tanah
berbasis sensor infra merah yang dapat dioperasikan secara portable maupun mobile.
Penelitian ini bertujuan untuk membangun hubungan antara komposisi kadar
nitrogen tanah dengan spektra Near Infrared (NIR) menggunakan jaringan saraf tiruan
(JST). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk membuat sistem akuisisi kadar
nitrogen tanah yang nantinya dapat dioperasikan secara portable maupun mobile.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Penelitian tahap pertama
merupakan proses pembuktian kemampuan NIR dalam memprediksi kadar nitrogen
tanah melalui proses kalibrasi dan validasi menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST).
Sampel tanah yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm sebanyak 66
sampel dibagi dua dan dikemas ke dalam plastik A dan plastik B yang tertutup rapat.
Sampel dari kelompok A dibawa ke laboratorium tanah untuk mengukur kadar N tanah.
Sedangkan sampel dari kelompok B akan dianalisis menggunakan NIRS.
Penelitian tahap kedua merupakan proses pembuatan sistem akuisisi data kadar
nitrogen tanah yang terdiri dari sensor infra merah dan peraga/perekam berdasarkan
analisa spektra NIR tanah untuk menentukan satu panjang gelombang yang mempunyai
bobot yang berat dalam penentuan kadar nitrogen tanah. Proses analisa spektra NIR
tanah menghasilkan panjang gelombang infra merah 1506 nm yang memiliki resonansi

yang baik terhadap unsur N dalam tanah. Selanjutnya spektra dari 25 buah sampel tanah
dalam polibag yang mempunyai kadar nitrogen yang berbeda diambil menggunakan
seperangkat alat pemancar sinar infra merah pada panjang gelombang 1506 nm yang
dilengkapi dengan photodetektor yang mempunyai kisaran gelombang 800-1800 nm.
Hasil

pengukuran

pantulan

gelombang

yang

diterima

photodetektor

dibaca


menggunakan osiloskop dalam satuan voltase. Nilai tegangan dari 25 sampel tanah akan
diplotkan pada sumbu y, sedangkan kadar nitrogen tanah hasil uji laboratorium akan
diplotkan ke sumbu x untuk memperoleh suatu persamaan regresi linear. Sistem akuisisi
data tersebut dirancang dalam suatu bentuk hardware alat pengukur kadar nitrogen
tanah yang portabel untuk dibawa ke lapangan sehingga dapat diletakkan atau dipasang
pada implemen yang sedang berjalan atau melakukan pekerjaan. Alat pengukur kadar
nitrogen tanah tersebut menggunakan mikrokontroler ATmega 32 dengan rangkaian
iii

pembangkit tegangan sebagai pengganti sensor infra merah yang mengalami penguatan
32 kali. Semua rangkaian pada alat pengukur kadar nitrogen tanah menggunakan
sumber tegangan 5 V.
Hasil penelitian menunjukkan pola spektra absorban NIR pada semua sampel
tanah sama, memiliki 3 puncak pada panjang gelombang 1400 – 1450 nm, 1900 – 1950
nm dan 2200 – 2250 nm yang menunjukkan keberadaan ikatan O-H, O-H dan N-H
kombinasi. Model kalibrasi dan validasi terbaik spektra absorban NIR tanah pada
arsitektur 11-2-1 dengan iterasi 5000 kali dengan nilai r model kalibrasi dan validasi
sebesar 0.9595 dan 0.888, Nilai R2 kalibrasi dan validasi sebesar 0.9208 dan 0.7892,
Selisih nilai RMSEC dan RMSEP sebesar 0.019 dan nilai CV sebesar 26.3%. Panjang
gelombang spesifik yang dapat digunakan untuk menduga kadar nitrogen tanah pada

panjang gelombang 1506 nm.
Pengukuran kadar ditrogen tanah dilakukan pada kondisi statis dan dinamis.
Pada pengukuran statis sampel tanah dalam keadaan diam, sedangkan pada pengukuran
dinamis sampel tanah digerakkan dengan kecepatan 0.1 m/s2. Nilai R2 pada posisi
sampel tanah kondisi statis sebesar 0.6286 menunjukkan hubungan yang cukup kuat
antara kadar nitrogen tanah dengan tegangan reflektan yang dihasilkan dengan
persamaan regresi linear y = -1.2785x + 151.63. Sedangkan pada kondisi sampel
dinamis nilai R2 sebesar 0.3111 menunjukkan hubungan yang tidak kuat antara kadar
nitrogen tanah dengan tegangan reflektan yang dihasilkan dengan persamaan regresi
linear y = -1.1881x + 151.26. Sehingga sistem akuisisi data kadar nitrogen ini tidak
cocok untuk pengukuran dinamis. Pembuatan sistem akuisisi data kadar nitrogen tanah
dalam suatu perangkat software dan hardware menggunakan mikrokontroler ATmega
32 dengan sumber tegangan 5 V dan bilangan biner 10 bit yang memiliki penguatan
maksimal sebesar 32. Tingkat ketelitian pengukuran kadar nitrogen mencapai 0.12 %
berat dengan noise sebesar ±0.1 %berat.
Kata Kunci : NIR, kadar nitrogen tanah, sistem akuisisi data, jaringan saraf tiruan,
pertanian presisi

iv


® Hak Cipta

milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

PENGEMBANGAN SISTEM AKUISISI DATA KADAR NITROGEN
TANAH BERBASIS SENSOR INFRA MERAH SEBAGAI
PEDOMAN PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN

ABDUL RONI ANGKAT


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Radite P.A. Setiawan, M.Agr

vii

Judul tesis

: Pengembangan Sistem Akuisisi Data Kadar Nitrogen Tanah Berbasis
Sensor Infra Merah sebagai Pedoman Penentuan Dosis Pemupukan


Nama

: Abdul Roni Angkat

NRP

: F151100091

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si

Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 21 Nopember 2012

Tanggal Lulus :
viii

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini Pengembangan Sistem Akuisisi Data
Kadar Nitrogen Tanah Berbasis Sensor Infra Merah sebagai Pedoman Penentuan Dosis
Pemupukan.
Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr. Lenny Saulia, S.TP, M.Si
selaku komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, dan saran kepada
penulis, serta Dr. Ir. Radite P.A. Setiawan, M.Agr selaku penguji luar komisi
pembimbing dan Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku ketua program studi Teknik Mesin
Pertanian dan Pangan yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan tesis
ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kementerian
Pertanian yang memberikan beasiswa kepada penulis selama menjalani pendidikan S2
di IPB. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada IMHERE B.2.C IPB
yang telah membantu biaya penelitian, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Bambang sebagai ketua
LIPI atas fasilitas yang diberikan selama melakukan penelitian di LIPI, rekan-rekan
peneliti di LIPI, Pak Prabowo, Pak Hendra, Mas Sidiq, Mb Vina dan Pak Imam atas
saran dan bantuannya selama melakukan penelitan di LIPI. Selain itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sulyaden di lab. TPPHP, rekan-rekan
seperjuangan di TMP 2010, Pandu Gunawan, Cecep Saepul Rahman, Ahmad Thoriq,
Lilis Sucahyo, Jhoni Firdaus, Irriwad Putri, Ismi Mahmudah Edris, Annisa Nur
Ichniarsyah yang selalu memberikan semangat dan inspirasi, serta rekan-rekan
seperjuangan di TPP 2010, TMP 2009, TMP 2011, TEP 2010.
Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada istriku
tercinta Lusi Lestari dan anakku tersayang Abdul Fattah Ramadhan Angkat sebagai
sumber inspirasi dan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ayahanda Jasman Angkat, Ibunda Juniarita, adik-adikku Hendra Mulyadi Angkat, Dani
i

Bayu Angkat, Puri Ayu Ardaiyah Angkat atas doa dan motivasi kepada penulis untuk
mengapai cita-cita.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2012
Abdul Roni Angkat

ii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 27 Juli 1978 sebagai
anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Jasman Angkat dan Juniarita.
Penulis lulus dari SMUN 3 Medan pada tahun 1997 lalu melanjutkan pendidikan S1
tahun 1997 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan selesai tahun 2001. Tahun 2001 sampai dengan
tahun 2004 penulis bekerja di PT Horiguchi Engineering Indonesia di Karawang
Internasional Industrial City (KIIC) sebagai Personel General Affair. Melalui test CPNS
Kementerian Pertanian pada Tahun 2004, penulis diterima sebagai PNS di Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), Kementerian Pertanian.
Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Departemen Teknik Mesin
dan Biosistem Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui program beasiswa dari Kementerian Pertanian.

iii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… i
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. iv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….. vi
PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 1
Latar Belakang ……………………………………………………………… 1
Perumusan Masalah ………………………………………………………… 3
Tujuan Penelitian ……………………………..…………………..………… 3
Manfaat Penelitian ………………………………………………………….. 3
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………... 4
Defenisi Tanah ……………………………………………………………… 4
Unsur Hara Tanaman ……………………………………………………….. 5
Precision Farming …………………………………………………………... 6
Near Infrared (NIR)………………….………………………………………. 8
Jaringan Saraf Tiruan (JST)….……………………………………………….11
Aplikasi Near Infrared untuk Penentuan Kadar Nitrogen Tanah ………..

14

Mikrokontroler …………..….………………………………………………. 16
METODOLOGI PENELITIAN….……………………………………………….. 18
Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………..…… 18
Bahan dan Alat ………………………………………………………….….. 18
Prosedur Penelitian……………………………………………………….…. 19
Penelitian Tahap Pertama ……………………………………………....…… 19
Penelitian Pendahuluan …………………………………………………. 19
Persiapan Sampel …………………………………………..……………. 20
Pengambilan Spektra NIR Tanah ………………………………..…..….. 21
Pengukuran Kadar Nitrogen Tanah………………………………………. 22
Pengembangan Model Jaringan Saraf Tiruan (JST)…………………..…. 23
Analisa Data ……………………………………………….……………. 24
Penelitian Tahap Kedua ……………………………………………………. 25
Analisa Spektra NIR Sampel Tanah………..……………………………. 25
i

Pembuatan Seperangkat Alat Optik Pemancar dan Penerima
Gelombang Infra Merah ……………………………….…….....……. 26
Persiapan Sampel ………………...……………………….……………. 27
Pengambilan Spektra Tanah ……...……………………….…….………. 29
Pengukuran Kadar Nitrogen Tanah …………….………….……………. 29
Kalibrasi Pendugaan Kadar Nitrogen Tanah …………………………… 29
Pembuatan Peraga dan perekam Data Kadar Nitrogen Tanah ………..... 30
Simulasi Pengujian Sistem Akuisisi Data Kadar Nitrogen Tanah ...……. 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….………. 36
Pola Gelombang Spektra NIR Tanah ………………………………..……... 36
Kalibrasi dan Validasi Spektra NIR terhadap Kadar Nitrogen Tanah
Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) …....…………….

38

Deskripsi Data ………………………………………………………..… 38
Segmentasi Data……………………………………………………..….. 39
Analisis Komponen Utama (PCA) ………………………………………. 41
Pengembangan Model JST ……………………………………………... 42
Hasil Kalibrasi dan Validasi Absorban NIR ……………………….…… 42
Analisa Spektra NIR Tanah …………………………………………….….. 44
Deteksi Kadar Nitrogen Tanah Menggunakan Infra Merah
dengan Panjang Gelombang 1506 nm …………………...…………...…. 46
Pembuatan Alat Peraga dan Perekam Data Kadar Nitrogen Tanah.…….….. 48
Hasil Simulasi Pengujian Sistem Akusisi Data Kadar Nitrogen Tanah
Berbasis Sensor Infra Merah ...……………………………………….….. 51
Uji Resolusi ………………………………….……..…………..…..….. 51
Uji Noise ……………………….…………………...…………..…..….. 53
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….. 58
Kesimpulan ……………………………………………………………...….. 58
Saran ……………………………………………………………..………..... 58
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 59
LAMPIRAN …………………………………………………………………..….. 63

ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penggolongan unsur hara tanaman ………………...……………...….… 5
Tabel 2 Hubungan linear antara panjang gelombang dengan total karbon dan
total nitrogen dalam tanah basah ……………………………………….. 15
Tabel 3 Hubungan linear antara panjang gelombang dengan kandungan bahan
organik dan total nitrogen dalam tanah ……………………………….… 16
Tabel 4 Dosis perlakuan pupuk pada sampel tanah …………………………...… 28
Tabel 5 Karakteristik data untuk kalibrasi dan validasi metode JST..…………… 39
Tabel 6 Hasil kalibrasi dan validasi spektra absorban NIR dengan metode JST… 43
Tabel 7 Resolusi alat ukur kadar nitrogen tanah …………………………..…...… 53
Tabel 8 Uji t berpasangan untuk rata-rata kadar nitrogen tanah ………..……….. 56
Tabel 9 Nilai rata-rata kadar nitrogen tanah pada simulasi 1,2 dan 3 …….…...... 57

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Sketsa profil tanah secara umum ………………….……………........

4

Gambar 2 Hubungan antara pH dengan ketersediaan unsur hara tanah ...……...

6

Gambar 3 Siklus proses dalam precision farming……………….………….......... 7
Gambar 4 Struktur jaringan saraf tiruan ………………..……..………………....

11

Gambar 5 Diagram alir prosedur penelitian tahap pertama ………………….…..

20

Gambar 6 Pengambilan sampel tanah secara komposit…………..…………........

21

Gambar 7 NIRFlex N-500 dan spektra suite NIRware 1.2………………….…...

22

Gambar 8 Pengambilan spektra tanah dalam bentuk komposit…………………..

22

Gambar 9 Model jaringan saraf tiruan tiga lapis (backpropagation method)............ 24
Gambar 10 Diagram alir prosedur penelitian tahap kedua ……………................... 26
Gambar 11 Seperangkat alat optik pemancar dan penerima gelombang infra merah. 27
Gambar 12 Persiapan sampel tanah tahap II …………..……………….................

28

Gambar 13 Pengambilan spektra tanah dalam bentuk komposit ……….................

29

Gambar 14 Diagram alir akuisisi data kadar nitrogen tanah ………....................

30

Gambar 15 Skema rangkaian alat ukur kadar nitrogen tanah ………….……......

31

Gambar 16 Skema rangkaian pembangkit tegangan ……….................................... 32
Gambar 17 Skema rangkaian penguat…………………………………….….......... 32
Gambar 18 Konfigurasi penggunaan pin Mikrokontroler ATmega 32……….......... 34
Gambar 19 Pola spektra reflektan NIR tanah ……………………………………..

37

Gambar 20 Pola spektra absorban NIR tanah ………………………………..……

37

Gambar 21 Pola spektra reflektan NIR tanah setelah dinormalisasi………………

38

Gambar 22 Pola spektra absorban NIR tanah setelah dinormalisasi………………

38

Gambar 23 Spektra reflektan setelah segmentasi 8………………………..………. 40
Gambar 24 Spektra absorban setelah segmentasi 8…………………...…..……..… 40
Gambar 25 Kurva variasi kumulatif 11 komponen utama (PC) pada segmen 8…… 41
Gambar 26 Hasil kalibrasi dan validasi absorban NIR arsitektur 11-2-1
Iterasi 5000 kali ………………………………………………………

44

Gambar 27 Lokasi komponen kimia pada spektra NIR tanah …..………………...

45

Gambar 28 Grafik hubungan antara kadar nitrogen tanah dan tegangan
kondisi statis ……………………………………………..…………...
iv

47

Gambar 29 Grafik hubungan antara kadar nitrogen tanah dan tegangan
kondisi dinamis ……………………………….……………..………..

47

Gambar 30 Ilustrasi pantulan cahaya yang mengenai tanah ………………………

48

Gambar 31 Bagian luar alat pengukur kadar nitrogen tanah ……………………… 49
Gambar 32 Bagian dalam alat pengukur kadar nitrogen tanah ……………….....49
Gambar 33 Software Code Vision AVR Evaluation V2.05.0 ………………...….50
Gambar 34 Software Road to Msi Serial Port ………………………………….....

51

Gambar 35 Grafik perubahan tegangan terhadap waktu pada uji resolusi …........... 52
Gambar 36 Grafik perubahan nilai digital terhadap waktu pada uji reolusi …......... 52
Gambar 37 Grafik perubahan kadar nitrogen terhadap waktu pada uji resolusi ...... 52
Gambar 38 Grafik perubahan kadar nitrogen terhadap waktu pada simulasi 1
uji noise .................................................................................................. 54
Gambar 39 Grafik perubahan kadar nitrogen terhadap waktu pada simulasi 2
uji noise .................................................................................................. 54
Gambar 40 Grafik perubahan kadar nitrogen terhadap waktu pada simulasi 3
uji noise .................................................................................................. 55

v

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Spesifikasi alat optik pemancar dan penerima gelombang infra
merah ………………………………………………………..………. 63
Lampiran 2 Spesifikasi mikrokontroler ATmega 32 ………………………….….. 65
Lampiran 3 Hasil analisis komponen utama (PCA) dan spektra absorban……...… 67
Lampiran 4 Set data input JST untuk kalibrasi dan validasi absorban NIR……..... 70
Lampiran 5 Hasil kalibrasi dan validasi model JST arsitektur 11-2-1 iterasi
5000 kali …………………………………………………………..…. 71
Lampiran 6 Hasil Pengukuran spektra tanah menggunakan infra merah dengan
panjang gelombang 1506 nm ………………………………………… 72
Lampiran 7 Hasil simulasi pengujian resolusi alat ukur kadar nitrogen tanah …..… 73
Lampiran 8 Hasil simulasi pengujian noise alat ukur kadar nitrogen tanah ……..… 76

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penerapan precision farming untuk pemupukan berpotensi meningkatkan hasil
panen dan mengurangi input pupuk. Pengurangan input pupuk tidak hanya mengurangi
biaya produksi tetapi juga mengurangi pengaruh buruk terhadap lingkungan seperti
berkurangnya limpasan kandungan nitrat ke dalam air tanah asebagai kibat penggunaan
pupuk nitrogen yang berlebihan. Pemupukan yang spesifik lokasi membutuhkan peta
status unsur hara tanah. Pada saat ini data tersebut tidak selalu tersedia untuk semua
lahan, dan kalaupun ada jarang di-update. Datanya biasanya di-update dalam interval
waktu tertentu. Selain itu data yang tersedia masih bersifat umum dan mencakup luasan
yang besar, sementara precision farming memerlukan informasi yang lebih spesifik.
Oleh karena itu dibutuhkan peta unsur hara tanah spesifik lokasi yang dapat dibuat
secara cepat sebelum pelaksanaan pemupukan. Hal ini disebabkan oleh sifat unsur
nitrogen yang cepat berubah sebagai akibat dari penguapan sebesar 4-60%, pencucian
sebesar 3-35%, aliran permukaan sebesar 12-25% dan erosi sebesar 11% (Antoe, 2010).
Uji tanah merupakan metoda yang akurat untuk menentukan kadar nitrogen
dalam tanah sebagai dasar rekomendasi pemupukan. Perencanaan yang matang,
terencana, dan berkesinambungan dari kegiatan uji tanah akan menghasilkan basis data
yang akurat sebagai dasar dalam menentukan takaran pupuk nitrogen untuk suatu
komoditas yang spesifik dalam rangka precision farming. Penggunaan pupuk nitrogen
sebagai input pertanian dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian semakin
lama semakin tinggi, karena tidak tersedianya pedoman untuk melakukan pemupukan
secara tepat dosis. Kondisi ini membutuhkan alat uji tanah yang dapat mengukur kadar
nitrogen tanah secara cepat, sehingga rekomendasi pemupukan dapat diberikan secara
cepat berdasarkan peta unsur hara nitrogen tanah.
Pengujian tanah secara konvensional memerlukan biaya analisa tanah yang
relatif mahal dan waktu yang lama, di samping keterediaan laboratorium uji tanah yang
sangat terbatas.

Hal ini menyebabkan rekomendasi pupuk untuk tanaman bersifat

umum dan seragam untuk seluruh Indonesia (Subiksa et al. 2007).

1

Pemanfaatan sensor infra merah dapat dijadikan alternatif untuk mengukur
kadar nitrogen tanah secara cepat, karena gelombang infra merah dapat beresonansi
dengan ikatan –CH-, -OH- dan –NH- (Luck 1974 dalam Buning-Pfaue 2003).
Salah satu metode yang dapat dijadikan alternatif untuk menduga kandungan
unsur hara nitrogen tanah secara cepat menggunakan Near Infrared Spectroscopy
(NIRS). NIRS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan analisa kimia secara
tradisional karena dilakukan secara nondestruktif, dapat melakukan analisa sampel
hingga kedalaman 2-5 milimeter, dapat mendeteksi berbagai komponen dengan satu
data spektra (Arnold et al. 2002, dalam McLeod et al. 2009) dan dapat menentukan sifat
fisik dan kimia bahan (Buning-Pfaue, 2003). Kelebihan lain dari NIRS adalah tidak
memerlukan banyak perlakuan terhadap sampel dan tanpa menghasilkan limbah yang
dapat mencemari lingkungan (Buning-Pfeaue, 2003).
Hingga saat ini, penggunaan teknologi NIRS untuk produk pertanian sudah
banyak dilakukan oleh industri dan para peneliti, seperti pendugaan tingkat ketuaan dan
kematangan sawo menggunakan NIRS pada kisaran gelombang 1400-2000 nm (Senduk
2002). Shao et al. (2007) melakukan penentuan kualitas yogurt. Penentuan komposisi
kimia biji jarak pagar (Mardison, 2010).
Khusus dalam penelitian untuk menentukan komposisi kandungan unsur hara
tanah menggunakan NIRS belum ditemukan di Indonesia. Beberapa penelitian
penentuan komposisi kandungan unsur hara tanah menggunakan NIRS dilakukan oleh
peneliti dari luar negeri yang diantaranya penelitian mengenai kebutuhan unsur hara
makro bagi pertumbuhan alfalfa (Moron et al.2004). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Yong et al. (2005), menghasilkan bahwa NIRS dapat memprediksi dengan baik
unsur hara N dengan standar error prediction (SEP) sebesar 3.28. Sejalan dengan
penelitian tersebut Huang et al. (2007) melakukan pendugaan unsur hara N
menggunakan NIR dengan standar error prediction (SEP) sebesar 3.28. Selain itu
penelitian terhadap kandungan unsur hara nitrogen juga dilakukan pada pupuk kandang
yang menghasilkan standar error prediction (SEP) sebesar 0.72 (Chen et al.2009).
Data yang dihasilkan oleh NIRS tidak dalam hubungan yang linear. Sehingga
diperlukan model yang dapat menghubungkan dua set data dalam hubungan yang tidak
linear. Salah satunya dengan menggunakan Jaringan Saraf Tiruan (JST). Namun hingga
saat ini penggunaan JST dalam menjelaskan nilai spektra NIR baik secara kualitatif

2

maupun kuantitatif masih sangat sedikit, bahkan beberapa instrumen NIRS keluaran
terbaru sekalipun masih belum melengkapi instrumennya dengan model JST untuk
pengolahan datanya, walaupun beberapa literatur menyatakan bahwa hubungan antara
nilai reflektan dengan komposisi kimia bahan organik tidak linear.
Perumusan Masalah
Pemupukan nitrogen dengan dosis yang tepat pada tanaman dapat dilakukan
jika diketahui kadar nitrogen tanah secara spesifik lokasi. Pengujian tanah secara
konvensional untuk mengukur kadar nitrogen tanah dilakukan di laboratorium uji tanah.
Pengujian tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal dan waktu yang relatif lama.
Identifikasi kadar nitrogen tanah harus dilakukan secara cepat dan murah,
karena kehilangan kadar nitrogen tanah dapat terjadi setiap saat yang disebabkan
penguapan, erosi, aliran permukaan dan pergiliran tanaman. Penggunaan sensor infra
merah yang dapat beresonansi dengan ikatan nitrogen dalam tanah diperlukan untuk
dapat mengukur kadar nitrogen tanah secara cepat pada kondisi statis dan dinamis.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini mengembangkan sensor berbasis infra
merah untuk akuisisi kadar nitrogen. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah :
1.

membangun hubungan antara komposisi kadar nitrogen tanah dengan spektra Near
Infrared (NIR) menggunakan jaringan saraf tiruan (JST).

2.

membuat sistem akuisisi data kadar nitrogen tanah pada kondisi statis dan dinamis
yang terdiri atas sensor, peraga dan perekam.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk membuat alat

pengukuran kadar nitrogen tanah secara portable maupun mobile (digandengkan pada
alat pengolahan tanah).

3

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Tanah
Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) terletak di
permukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan dipengaruhi oleh
faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (termasuk
kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topografi pada suatu periode
tertentu (Hanafiah, 2005).
Profil irisan tanah merupakan irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas
hingga ke bebatuan induk tanah (regolit), yang biasanya terdiri dari horizon-horizon OA-E-B-C-R. Empat lapisan teratas yang masih dipengaruhi cuaca disebut solum tanah,
horizon O-A disebut lapisan tanah atas dan horizon E-B disebut lapisan tanah bawah
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Sketsa profil tanah secara umum.
Meskipun tanah terdiri dari beberapa horizon, namun bagi tanaman yang
sangat penting adalah horizon O-A (lapisan atas) yang biasanya mempunyai ketebalan
di bawah 30 cm, bahkan bagi tanaman berakar dangkal seperti padi, palawija dan
sayuran yang paling berperan adalah kedalaman di bawah 20 cm. Oleh karena itu,
istilah kesuburan tanah biasanya mengacu kepada ketersediaan hara pada lapisan setebal
ini, yang biasanya disebut sebagai lapisan olah. Namun bagi tanaman perkebunan dan
4

kehutanan (pepohonan) untuk jangka panjang lapisan tanah bawah juga akan menjadi
sumber hara dan air.

Unsur Hara Tanaman
Unsur hara yang diperlukan tanaman yaitu Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen
(O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg),
Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibden (Mo), Boron (B), Klor
(Cl), natrium (Na), Kobal (Co), dan Silikon (Si) (Rosmarkam et al. 2002).
Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua
golongan, yakni unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro diperlukan
tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan unsur hara mikro. Ada
juga unsur hara yang tidak mempunyai fungsi pada tanaman, tetapi kadarnya cukup
tinggi dalam tanaman dan tanaman yang hidup pada suatu tanah tertentu selalu
mengandung unsur hara tersebut, misalnya unsur Al (Aluminium), Ni (Nikel), Se
(selenium), dan F (Fluor). Penggolongan unsur hara tanaman menurut Davidescu (1982)
dalam Rosmarkam et al. (2002) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Penggolongan unsur hara tanaman
Esensial
Golongan
Utama
Kedua

Menaikkan
produksi
Na

Makro

N, P, K
Ca, Mg, S
Fe, Mn, Zn,
Mikro
Mo, Co, Cl
Al, I
B, Cu
Sumber : Davidescu (1982) dalam Rosmarkam (2002)

Non Esensial
Tidak Menaikkan
Produksi
Si, V
Ar, Ba, Be, Bi, Br, Cr, F,
Li, Pb, Rb, Pt, Sr, Se

Menurut Yoshida (1981), tanaman dapat menyerap dan menggunakan berbagai
bentuk N seperti : N-amonium, N-nitrat, N-urea dan N-asam amino. N-amonium adalah
bentuk N yang paling banyak dijumpai dan merupakan bentuk yang stabil pada tanahtanah yang digenangi. Sedangkan N-nitrat paling banyak dijumpai pada lahan-lahan
kering (upland). Meskipun konsentrasi N-nitrat yang relatif rendah bersifat racun bagi
beberapa tanaman pertanian lahan kering, ternyata konsentrasi yang tinggi masih dapat
ditoleransi dan digunakan secara efisien oleh tanaman padi.
Tanaman menyerap P secara besar-besaran dalam bentuk H2PO4- dan HPO42yang terdapat dalam larutan tanah. Pada kondisi pH tanah < 7.22 bentuk H2PO4dominan. Pada kondisi pH 7.22 kedua ion tersebut berada dalam keadaan seimbang, dan
5

pada kondisi pH > 7.22 ion HPO42- dominan. Pada kondisi yang terakhir tersebut
konsentrasi ion sangat ideal dan berarti bagi pertumbuhan tanaman (Tisdale et al.,
1985).
Menurut Tisdale et al., (1985) Kalium diserap dalam bentuk ion K+,
konsentrasinya dalam tanah 4-5 persen. Ion K+ bersifat mobile, yang dapat
ditranslokasikan ke jaringan yang lebih muda dan jaringan meristematik bila terjadi
kekurangan dari jaringan yang tua.
Salah satu parameter yang dapat menduga ketersediaan unsur hara tanah adalah
nilai pH tanah. Hubungan antara ketersediaan unsur hara tanah dengan pH tanah dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Hubungan antara pH dengan ketersediaan unsur hara tanah.

Precision Farming
Precision farming merupakan istilah yang digunakan untuk menjabarkan
tujuan peningkatan dan efisiensi dalam pengelolaan pertanian (Blackmore, 1994).
Definisi lain precision farming adalah pengelolaan setiap masukan produksi tanaman
seperti pupuk, kapur, herbisida, insektisida, bibit, dan lain-lain pada suatu tempat
tertentu untuk mengurangi pemborosan, meningkatkan keuntungan, dan menjaga
kualitas lingkungan (Kuhar, 1997). Precision farming memungkinkan adanya

6

peningkatan produktivitas, sementara biaya produksi menurun dan dampak lingkungan
minimal (NRC 1997, dalam Shibusawa, 2001).
Menurut Blackmore (1994), tiga aspek dalam precision farming adalah: (1)
menemukan apa yang terjadi dalam lahan, (2) memutuskan apa yang dilakukan untuk
itu, dan (3) memberi perlakukan pada area tergantung pada keputusan yang dibuat.
Tanaman dan sifat tanah tidak hanya bervariasi terhadap jarak dan kedalaman,
tetapi juga terhadap waktu. Beberapa sifat tanah adalah sangat stabil, berubah kecil
terhadap waktu, seperti tekstur dan kandungan bahan organik tanah. Sifat-sifat tanah
yang lain, seperti kadar nitrat (NO3-) dan kandungan lengas dapat berfluktuasi dengan
cepat. Precision farming melakukan pengumpulan sampel tanah dan tanaman untuk
mendapatkan informasi tentang bagaimana variasi kondisi di lahan.
Teknologi precision farming dapat digunakan dalam semua aspek siklus
produksi tanaman dari operasi pratanam sampai pemanenan. Teknologi tersebut
sekarang tersedia, atau akan segera ada, untuk memperbaiki pengujian tanah (soil
testing), pengolahan tanah (tillage), penanaman (planting), pemupukan (fertilizing),
pemberantasan gulma (spraying), pemanduan tanaman (crop scouting ), dan pemanenan
(harvesting).
Pelaksanaan

precision

farming

merupakan

suatu

siklus

yang

berkesinambungan dari tahap perencanaan (planning season), tahap pertumbuhan
(growing season), dan tahap pemanenan (harvesting season) seperti disajikan pada
Gambar 3.

Gambar 3 Siklus proses dalam precision farming (Kukar, 1997).

7

Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop
management (SSCM ). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic yield monitoring)
seringkali menjadi tahap pertama dalam mengembangkan SSCM atau program
precision farming. Data hasil tanaman yang presisi dapat digabungkan dengan data
tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan sistem pengelolaan
tanaman secara presisi (precision crop management sistem).
Menurut Wolf dan Wood (1997), komponen teknologi dari precision farming
adalah : (1) global positioning sistem (GPS), (2) yield monitoring, (3) digital soil
fertility mapping, (4) crop scouting, dan (5) variable rate application (VRA).

Near Infrared (NIR)
Infrared merupakan radiasi elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang
gelombang 750-2500 nm, terletak diantara sinar tampak dan gelombang mikro. Infrared
dibedakan menjadi 3 yaitu near infrared, mid infrared, dan far infrared. Near infrared
berada pada kisaran panjang gelombang 750-2600 nm (Murray & Williams 1990). Near
infrared banyak digunakan untuk menentukan kandungan kimia suatu bahan organik,
karena ikatan molekul bahan organik sangat peka pada kisaran panjang gelombang near
infrared tersebut.
Semua bahan organik terdiri dari atom-atom, utamanya karbon, oksigen,
hidrogen, nitrogen, posfor dan sulfur. Atom-atom tersebut terikat secara kovalen dan
elektrovalen untuk membentuk molekul. Ketika molekul-molekul tersebut disinari
dengan sumber energi dari luar, maka molekul-molekul tersebut mengalami perubahan
energi potensial (Murray & Williams 1990). Radiasi elekromagnetik dapat ditampilkan
dalam bentuk frekuensi (v) panjang gelombang ( ) dan jumlah gelombang ( 1), Namun
yang umum digunakan adalah dalam bentuk panjang gelombang dalam satuan
nanometer (nm) dan jumlah gelombang dalam satuan cm-1. Untuk mengkonversi dari
satuan jumlah gelombang ke panjang gelombang dapat menggunakan Persamaan 1 :

 (nm) 

10000000
……………………………………….…………………………. (1)
v1 (cm 1 )

Menurut Hruschka (1990) NIR berada kisaran panjang gelombang 700-3000
nm, tetapi yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi pada kisaran panjang
gelombang 1000-2600 nm.
8

Intensitas yang diserap oleh molekul dapat digambarkan dalam trasmittance
seperti pada Persamaan 2.
T

I
 10  A ………………………………………………………………………… (2)
I0

Menurut Hukum Beer-Lambert, jumlah intensitas yang diserap oleh bahan atau
absorbance (A) dinyatakan dengan Persamaan 3 :
I 
1
log10  0   log10    kcl  A ……………………………………………………... (3)
T 
 I 

dimana k adalah penyerapan molekul, c adalah konsentrasi dari penyerapan molekul,
dan I adalah jarak antara sumber energi penyinaran ke sampel. Dalam NIR
spectroscopy, reflektan analog dengan transmittance (T) (Murray & Williams 1990)
untuk produk cair, intensitas yang diserap dapat dihitung menggunakan Persamaan 4 :
1
A  log10   ………………………………………………………………………… (4)
R

Semua makanan dan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan
terdiri dari unsur yang mengandung kelompok-kelompok dari atom-atom yang diserap
dalam wilayah near infrared. Diantaranya -CH-, -OH-, -NH- dan kelompok lainnya,
kelompok CO, CH dan NH mencerminkan kandungan minyak, kelompok OH pada
panjang gelombang 970, 1190, 1450 dan 1940 nm mencerminkan kandungan air (Luck
1974 dalam Buning-Pfaue 2003) dan CH mencerminkan kandungan asam lemak pada
panjang gelombang 1200, 1400, 1725, 1750, 2300 dan 2340 nm (Cozzolino et al. 2005).
Menurut Hruschka (1990) puncak spektra untuk kadar air terjadi pada panjang
gelombang 1450 nm dan 1940 nm, air sangat kuat dalam menyerap spektra dan pada
panjang gelombang 1940 nm terpisah dari serapan komponen lain sehingga peningkatan
serapan spektra terlihat sangat jelas.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih setup pengukuran NIR
adalah penetrasi radiasi NIR yang dapat masuk ke dalam jaringan bahan, penetrasi ini
biasanya akan semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman bahan yang akan
ditembus. Kedalaman daya tembus dari NIR dipengaruhi oleh panjang gelombang yang
diberikan. Hasil penelitian Lammertyn et al. (2000) yang mengukur daya tembus
cahaya NIR pada berbagai panjang gelombang terhadap buah apel adalah sampai
kedalaman 4 mm pada kisaran panjang gelombang 700-900 nm dan 2-3 nm pada
kisaran panjang gelombang 900-1900 nm.
9

Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran
radiasi NIR pada saat melewati bahan. Partikel berukuran besar tidak dapat
menyebarkan radiasi NIR sebanyak partikel kecil. Semakin banyak radiasi yang diserap
maka semakin tinggi nilai absorban dan panjang gelombang yang diserap juga akan
lebih besar dan kuat.
Sinar yang dipancarkan dari sumber ke bahan organik, hanya sekitar 4% yang
akan dipantulkan kembali ke permukaan luar (regular reflection) dan sisanya sebesar
96% akan masuk ke dalam produk tersebut yang selanjutnya mengalami penyerapan
(absorption), pemantulan (body reflectan), penyebaran (scattering) dan penerusan
cahaya (transmittance) (Mohsenin, 1984).
Setelah dipancarkan radiasi NIR akan diserap oleh semua bahan organik dan
informasi utama yang dapat diekstrak adalah stretching dan bending ikatan kimia C-H
(seperti bahan organik turunan minyak bumi), C-H dan N-H (seperti protein dan asam
amino) yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik. Informasi
tersebut dapat dilihat dari pantulan NIR yang dihasilkan dalam bentuk spektrum
pantulan. Parameter ini dijelaskan oleh panjang gelombang dalam nanometer, amplitudo
dengan tinggi puncak gelombang menjelaskan intensitasnya. Dengan tiga parameter ini
seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat dijelaskan. Setiap bahan organik
mengandung ribuan jenis ikatan C-H, O-H, dan N-H yang mengakibatkan setiap bahan
memiliki spektrum pantulan atau absorbsi yang unik.
Informasi yang terkandung dalam spektra NIR dapat diambil dengan
menggunakan berbagai teknik analisis multi variabel yang disebut juga dengan
kemometrik. Tujuan dari teknik ini adalah untuk membuat model kalibrasi yang mampu
memprediksi karakteristik sampel yang tidak diketahui. Teknik analisis multi variabel
tersebut dibagi ke dalam dua jenis yaitu berdasarkan hubungan linearitas parameter dan
non-linearitas parameter. Multiple Linear Regression (MLR), Principle Componen
Regression (PCR), dan Partial Least Squares Regressioni (PLSR) adalah metode
kalibrasi yang mengandalkan sifat linear antar parameter dugaan dengan parameter
referensi. Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah metode kalibrasi yang dibangun tidak
berdasarkan hubungan linear parameter. Jaringan Saraf Tiruan (JST) telah digunakan
untuk membangun model kalibrasi NIR (Naes et al., 1993 dan Geladi et al., 1996 dalam
Nicolai et al., 2007).

10

Jaringan Saraf Tiruan (JST)
Jaringan Saraf Tiruan (JST) merupakan sebuah struktur komputasi yang
dikembangkan dari proses sistem jaringan saraf biologi di dalam otak manusia. Pada
dasarnya jaringan saraf tiruan terdiri dari beberapa lapisan yaitu sebuah lapisan input,
satu atau lebih lapisan terselubung dan sebuah lapisan output, setiap lapisan terdiri dari
beberapa simpul (node). Simpul merupakan unit komputasi yang paling sederhana
dalam setiap lapisan dan terhubung satu sama lain. Setiap hubungan tersebut
diekspresikan dengan sebuah bilangan yang disebut bobot. Setiap lapisan, node
menerima input dari lapisan sebelumnya dan hasil outputnya akan menjadi input pada
lapisan berikutnya. Simpul dan bobot dalam jaringan saraf tiruan dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 4 Struktur jaringan saraf tiruan.
Aspek non-linear permodelan jaringan saraf tiruan berhubungan erat dengan
fungsi transfer yang diaplikasikan pada kombinasi linear setiap node. Fungsi transfer
yang umum digunakan adalah fungsi sigmoid, linear dan tangen hiperbolik.
Kemampuan dasar jaringan saraf tiruan adalah mempelajari contoh input
dan output yang diberikan dan kemudian belajar beradaptasi dengan lingkungan.

11

Masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan komputasi konvensional dapat
dipecahkan dengan metode jaringan saraf tiruan. Selain itu jaringan saraf tiruan dapat
digunakan untuk memecahkan permasalahan dimana hubungan antar input dan output
belum diketahui dengan jelas, permasalahan seperti ini sering dijumpai pada aplikasi
pertanian.
Jaringan saraf tiruan merupakan teknik komputasi yang efektif untuk berbagai
permasalahan seperti pengenalan contoh (termasuk pengenalan suara dan citra),
klasifikasi, komparasi dua data, optimasi, permodelan dan peramalan pemecahan
permasalahan kombinasional, adaptive control, dan multisensor data fusion.
Keuntungan jaringan saraf tiruan yang tidak didapatkan pada sistem komputasi
konvensional adalah dapat memecahkan permasalahan nonlinear, dapat memperkecil
kesalahan, perhitungan secara paralel dan cepat dan kemampuan generalisasi yang baik.
Cara kerja JST adalah dengan menjumlahkan seluruh masukan setelah diberi
suatu pembobot dan memasukkan hasil penjumlahan ini dalam suatu fungsi aktivasi
yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai yang tidak terbatas menjadi nilai yang
terbatas atau dikenal dengan fungsi pemampat. Untuk mendapatkan kemampuan node
yang lebih tinggi maka dirangkaikan beberapa buah node mengikuti konfigurasi seriparalel membentuk JST. Node-node pada lapisan input tidak melakukan perhitungan
tapi hanya mendistribusikan masukan.
Aturan belajar dalam JST adalah untuk mengubah-ubah faktor bobot yang
terdapat dalam JST tersebut dan merupakan serangkaian algoritma yang dapat
mengadaptasi atau mengubah-ubah faktor bobotnya sehingga diperoleh bobot yang
diinginkan (sesuai target yang diinginkan). Untuk memperoleh nilai bobot yang benar
JST dilatih berdasarkan suatu prosedur yang disebut dengan training set (pelatihan).
Paterson (1995), mengklasifikasikan JST berdasarkan strategi pelatihan atas tiga kelas
yaitu: 1) Pelatihan terawasi yaitu setiap contoh diberi nilai input dan target, nilai output
hasil perhitungan selama proses pelatihan dibandingkan dengan nilai target untuk
menentukan besarnya galat; 2) Pelatihan reinforcement yaitu nilai target tidak diberikan,
hanya diberikan indikasi apakah nilai output JST sudah benar atau salah dan tugas JST
adalah memperbaiki kinerja jaringan; 3) Pelatihan tidak terawasi yaitu, sampel hanya
diberi nilai input tanpa nilai target, sistem harus menemukan dan beradaptasi terhadap
perbedaan dan persamaan dalam nilai input yang diberikan.

12

Dalam pelatihan ini digunakan metode pelatihan terawasi (supervised learning)
dengan penjalaran balik (backpropogation). Algoritma penjalaran balik dapat
diaplikasikan untuk jaringan saraf lapis jamak (multilayer network) yang menggunakan
fungsi aktivasi yang berbeda dan metode pelatihan terawasi. Kelebihan algoritma
penjalaran balik ini dipilih karena dapat mempelajari contoh dan memproses data input
non linier dan merupakan algoritma JST yang paling umum digunakan. Terdapat tiga
tahapan pelatihan dalam backpropagation yaitu: 1) Perhitungan ke depan dengan input
data dari data training, 2) Perhitungan dan penjalaran balik error, 3) Perbaikan
pembobot.
Algoritma pelatihan penjalaran balik (backpropogation) dapat dijelaskan sebagai
berikut (Paterson, 1995) :
1. Inisialisasi pembobot (W)
Pembobot dipilih secara acak dalam kisaran nilai yang terkecil [-n,n] kemudian
setiap tegangan input diberikan kedalam node input JST untuk diproses dan dikirim
ke node di depannya.
2. Tentukan secara acak pasangan input dan target {xp,tp} dan hitung ke arah depan
nilai net input untuk masing-masing unit j dari lapis q menggunakan Persamaan 5.
………………………………………………………… (5)
Input pada lapisan satu diberi indeks dengan superscript 0 sehingga menjadi
(Persamaan 6).
………………………………………………………………………... (6)
Jika telah diperoleh nilai net input untuk masing-masing unit pada lapisan
sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah masukan nilai net input setiap node
input ke dalam fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi digunakan adalah binari sigmoid
sebagai berikut (Persamaan 7) :
…………………………………………………………. (7)
menggunakan nilai OQj computed oleh unit lapisan terakhir dan nilai target yang
berhubungan (tpj) untuk menghitung nilai delta (Persamaan 8).
………………………………………………………. . (8)

13

3. Hitung delta masing-masing lapisan di depan dengan penjalaran balik error
menggunakan Persamaan 9 :
…………………………………………………… (λ)
untuk semua j dari lapisan q = Q, Q-1,……
4. Langkah selanjutnya adalah memperbaharui semua pembobot menggunakan
Persamaan 10 :
….……………………………………………………… (10)
untuk tiap lap