Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet Terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT
KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP
KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET
(SEBUTRET)

Oleh
TANTRI MARTINI
F34102097

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT
KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP
KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET
(SEBUTRET)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
TANTRI MARTINI
F34102097

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN
JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT
KELAPA BERKARET (SEBUTRET)


SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
TANTRI MARTINI
F34102097

Dilahirkan pada tangggal 22 Maret 1984
Di Bogor

Tanggal Kelulusan : 4 April 2007

Menyetujui,
Bogor, April 2007


Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS

Ir. Maurits Sinurat

Pembimbing I

Pembimbing II

TANTRI MARTINI. F34102097. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut
Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret
(Sebutret). Dibawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Maurits Sinurat. 2007.
RINGKASAN
Serat sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan
buah kelapa. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata 15,5 milyar butir per
tahun, serat sabut kelapa yang dapat diperoleh sekitar 1,8 juta ton (Allorerung et
al., 2005). Pemanfaatan serat sabut kelapa belum dilakukan secara optimal. Salah
satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang memiliki nilai tambah tinggi
yaitu serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Sebutret merupakan produk hasil
perpaduan dari serat sabut kelapa dan karet lateks. Sebutret dapat digunakan untuk
pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya jok dan kasur.

Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting dan karet lateks. Serat
keriting diperoleh melalui pengeritingan serat sabut kelapa. Karet lateks berfungsi
mengikat dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan
lebih berpegas. Proses pengeritingan meliputi pemintalan serat, pengeringan, dan
penguraian pintalan serat. Pintalan serat yang akan dikeringkan dapat diolah
dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air
mendidih (cara III). Serat keriting yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan
memiliki geometri atau bentuk yang berbeda, dan jumlah karet yang bervariasi
untuk mengikat dan membalut serat-serat mengakibatkan mutu sebutret tidak
konsisten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara pengeritingan
serat sabut kelapa dan jumlah karet yang ditambahkan terhadap sifat atau mutu
produk sebutret. Penelitian terdiri dari dua tahap. Pada penelitian tahap I
dilakukan uji coba pengeritingan serat dengan proses kering (cara I), proses basah
(cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Sedangkan pada
penelitian tahap II dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut
serat keriting, yaitu 50 gram, 60 gram, dan 70 gram.
Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran bulk density untuk serat
keriting serta pengujian sifat fisik untuk sebutret yang meliputi bobot jenis kamba,
pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%. Hasil pengukuran bulk density

menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan mempengaruhi nilai bulk density.
Nilai bulk density serat keriting adalah 5,72 kg/m3-6,38 kg/m3 pada cara I, 6,10
kg/m3-6,45 kg/m3 pada cara II, dan 6,24 kg/m3-6,86 kg/m3 pada cara III. Analisis
ragam menunjukkan ketiga cara pengeritingan tidak menghasilkan nilai bulk
density yang berbeda nyata (α=0,05).
Hasil pengujian sifat fisik sampel sebutret pada penelitian tahap I
menunjukkan bahwa variasi bulk density yang dihasilkan ketiga cara
pengeritingan mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan
tegangan pampat 50%. Bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara I adalah
19,50 kg/m3, bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara II adalah 21,61
kg/m3, sedangkan bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara III adalah 22,32
kg/m3. Nilai pampatan tetap 50% yang dihasilkan cara pengeritingan I, II dan III
masing-masing adalah 24,68%, 30,03%, dan 33,26%. Sedangkan nilai tegangan
pampat 50% yaitu 9,32 g/cm2 pada cara I, 12,40 g/cm2 pada cara II, dan 13,17

g/cm2 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan
tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba dan
tegangan pampat 50%, dan memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
pampatan tetap 50%. Berdasarkan penilaian mutu dan juga pertimbangan faktor
ekonomi atau tambahan perlengkapan yang digunakan pada ketiga cara

pengeritingan, maka cara II ditetapkan sebagai cara pengeritingan terbaik, dan
menjadi acuan atau pedoman untuk penelitian tahap II.
Hasil penelitian tahap II menunjukkan variasi jumlah karet
mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap dan tegangan pampat. Nilai
bobot jenis kamba sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masingmasing adalah adalah 22,35 kg/m3, 24,46 kg/m3, dan 28,35 kg/m3. Bobot jenis
kamba sampel Sebutret 40 (penelitian tahap I) adalah 21,61 kg/m3. Nilai pampatan
tetap 50% sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah
28,83 kg/m3, 25%, dan 18,33%. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 40
adalah 30,03%. Sedangkan nilai tegangan pampat sampel Sebutret 50, Sebutret
60, dan Sebutret 70 adalah 14,65 g/cm2, 18,16 g/cm2, dan 23,41 g/cm2. Nilai
tegangan pampat sampel Sebutret 40 adalah 12,40 g/cm2. Analisis ragam
menunjukkan bahwa jumlah karet sebanyak 50 gram, 60 gram, dan 70 gram
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba, pampatan
tetap 50% dan tegangan pampat 50%.
Cara pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet dapat
mempengaruhi karakteristik sebutret. Cara pengeritingan II dan jumlah karet 70
gram menghasilkan karakteristik sebutret yang paling baik.

TANTRI MARTINI. F34102097. The Influence of Curling Method of Coir
Fibre and Amount of Rubber to the Characteristic of Rubberized Coir. Supervised

by Liesbetini Hartoto and Maurits Sinurat. 2007.
SUMMARY
Coir fibre is one of by product from coconut production. From national
coconut production the average was 15.5 billion every year, the amount of coir
fibre that can be obtained was 1.8 million tons. Utilization of coir fibre is not done
yet optimally. One of the product from utilization of coir fibre that has high added
value is rubberized coir. Rubberized coir is a combination result of coir fibre and
latex rubber. Rubberized coir can be used as pad of material needed elasticity such
as chair pad and mattress. The raw material for production rubberized coir are
curled fibre and latex rubber. The curled fibre was obtained with curling coir
fibre. Latex rubber has function to bind and bandage curled fibres, so that the
product will be more elastic. Curling fibre process consists of twisting fibre,
drying, and scaterring twisted fibre. Twisted fibre which will be dried can be
proceed with dry process (method I), wet process (method II), and heated by
steam (method III). Curled fibre obtained from the three methods have different
form or geometry, and variant amount of rubber to bind and bandage the curled
fibre causes inconsistent quality of rubberized coir.
The objective of this research was to examine the influence of curling
method of coir fibre and amount of rubber that bind and bandage fibre to character
or quality of ruberrized coir. This research consisted of two phases, at research I

curling fibre trial was conducted with dry process (method I), wet process
(method II), and heated by steam (method III). While at research II varying
amount of rubber that binded and bandaged curly fiber, that were 50, 60, and 70
gram was conducted.
The conducted examination was measurement of bulk density for curled
fibre and physical properties examination for rubberized coir, consisted of density,
compression set of 50%, and compressive strength of 50%. The result of bulk
density measurement showed that the three methods influenced value of bulk
density. The value of bulk density of curled fibre in the range of 5.72-6.38 kg/m3
at the method I, 6.10-6.45 kg/m3 at the method II, and 6.24-6.86 kg/m3 at the
method III. Analysis of variance showed the three methods do not result
significant difference (α=0,05).
Result of investigation on physical properties of the samples product at
research I showed that various bulk density of curled fibre obtained from the three
methods influenced density, compression set of 50%, and compressive strength of
50%. Density of sample obtained from method I was 19.50 kg/m3, density of
sample obtained from method II was 21.61 kg/m3, and density of sample obtained
from method III was 22.32 kg/m3. Value of 50% compression set of sample
obtained from method I, II and III were 24.68%, 30.03%, and 33.26%
respectively. While the value of 50% compressive strength of sample was 9.32

g/cm2 at the method I, 12.40 g/cm2 at the method II, and 13.17 g/cm2 at the
method III. Analysis of variance showed the three methods did not give
significant influence (α=0,05) to density and compressive strength and give
significant influence to compression set. According to the evaluate quality and

consideration of economic factor or added equipment that used on the third of
method, hence method II was decided as the best method, and became the
refference or guidence for the research II.
Result of research II showed that variation in the amount of rubber
influenced density, compression set, and compressive strength. Density of sample
Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 22.35 kg/m3, 24.46 kg/m3 at, and
28.35 kg/m3 respectively. Density of Sebutret 40 at research I was 21.61 kg/m3.
Value of 50% compression set of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret
70 were 28.83%, 25%, and 18.33% respectively. Value of 50% compression set at
Sebutret 40 was 30.03%. Value of 50% compressive strength of sample Sebutret
50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 14.65 g/cm2, 18.16 g/cm2, and 23.41 g/cm2
respectively. Value of 50% compressive strength of Sebutret 40 at research I was
12.40 g/cm2. Analysis of variance showed the amount of rubber 50 gram, 60
gram, and 70 gram affected significanly (α=0,05) to density, 50% of compression
set, and 50% of compressive strength.

Curling method of coir fibre and amount of rubber can influence the
characteristic of rubberized coir. Curling method II and amount of rubber 70 gram
produced the best character of rubberized coir.

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan
judul “PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA
DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT
KELAPA BERKARET (SEBUTRET)” adalah karya asli saya sendiri, dengan
arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya.

Bogor, April 2007
yang membuat pernyataan

Tantri Martini
NRP : F34102097

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984.
Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari
pasangan bapak Djadjang dan ibu Siti Rokoyah. Pada tahun
1990 penulis memulai pendidikan di TK Permata Bogor dan
selesai pada tahun 1991. Kemudian penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Negeri Bogor Baru Bogor pada tahun 1996. Penulis
melanjutkan pendidikan ke SLTP PGRI 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999.
Kemudian penulis menempuh pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada
tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat dengan judul
“Proses Produksi dan Pengemasan Susu Pasteurisasi di Milk Treatment Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (MT KPBS) Pangalengan, Bandung”. Pada bulan
Juli 2006 penulis melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul
“Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap
Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)” di Balai Penelitian
Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Akhirnya pada bulan April 2007 penulis
dinyatakan lulus dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2007

Penulis

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta beserta keluarga
yang telah banyak memberikan kasih sayang, dorongan dan bantuan baik secara
materi maupun spiritual, Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Ir.
Maurits Sinurat selaku pembimbing II yang telah membimbing dan membantu
penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, dan Ir. Sugiarto,
Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian
Teknologi Karet (BPTK) Bogor yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian di BPTK Bogor, seluruh staf dan karyawan BPTK Bogor yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian, serta seluruh
rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
skripsi. Semoga segala bantuan yang diterima penulis mendapat balasan dari
Allah SWT.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
segala bentuk saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, April 2007

Penulis

i

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT
KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP
KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET
(SEBUTRET)

Oleh
TANTRI MARTINI
F34102097

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT
KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP
KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET
(SEBUTRET)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
TANTRI MARTINI
F34102097

2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN
JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT
KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
TANTRI MARTINI
F34102097

Dilahirkan pada tangggal 22 Maret 1984
Di Bogor

Tanggal Kelulusan : 4 April 2007

Menyetujui,
Bogor, April 2007

Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS

Ir. Maurits Sinurat

Pembimbing I

Pembimbing II

TANTRI MARTINI. F34102097. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut
Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret
(Sebutret). Dibawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Maurits Sinurat. 2007.
RINGKASAN
Serat sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan
buah kelapa. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata 15,5 milyar butir per
tahun, serat sabut kelapa yang dapat diperoleh sekitar 1,8 juta ton (Allorerung et
al., 2005). Pemanfaatan serat sabut kelapa belum dilakukan secara optimal. Salah
satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang memiliki nilai tambah tinggi
yaitu serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Sebutret merupakan produk hasil
perpaduan dari serat sabut kelapa dan karet lateks. Sebutret dapat digunakan untuk
pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya jok dan kasur.
Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting dan karet lateks. Serat
keriting diperoleh melalui pengeritingan serat sabut kelapa. Karet lateks berfungsi
mengikat dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan
lebih berpegas. Proses pengeritingan meliputi pemintalan serat, pengeringan, dan
penguraian pintalan serat. Pintalan serat yang akan dikeringkan dapat diolah
dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air
mendidih (cara III). Serat keriting yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan
memiliki geometri atau bentuk yang berbeda, dan jumlah karet yang bervariasi
untuk mengikat dan membalut serat-serat mengakibatkan mutu sebutret tidak
konsisten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara pengeritingan
serat sabut kelapa dan jumlah karet yang ditambahkan terhadap sifat atau mutu
produk sebutret. Penelitian terdiri dari dua tahap. Pada penelitian tahap I
dilakukan uji coba pengeritingan serat dengan proses kering (cara I), proses basah
(cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Sedangkan pada
penelitian tahap II dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut
serat keriting, yaitu 50 gram, 60 gram, dan 70 gram.
Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran bulk density untuk serat
keriting serta pengujian sifat fisik untuk sebutret yang meliputi bobot jenis kamba,
pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%. Hasil pengukuran bulk density
menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan mempengaruhi nilai bulk density.
Nilai bulk density serat keriting adalah 5,72 kg/m3-6,38 kg/m3 pada cara I, 6,10
kg/m3-6,45 kg/m3 pada cara II, dan 6,24 kg/m3-6,86 kg/m3 pada cara III. Analisis
ragam menunjukkan ketiga cara pengeritingan tidak menghasilkan nilai bulk
density yang berbeda nyata (α=0,05).
Hasil pengujian sifat fisik sampel sebutret pada penelitian tahap I
menunjukkan bahwa variasi bulk density yang dihasilkan ketiga cara
pengeritingan mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan
tegangan pampat 50%. Bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara I adalah
19,50 kg/m3, bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara II adalah 21,61
kg/m3, sedangkan bobot jenis kamba sampel yang dihasilkan cara III adalah 22,32
kg/m3. Nilai pampatan tetap 50% yang dihasilkan cara pengeritingan I, II dan III
masing-masing adalah 24,68%, 30,03%, dan 33,26%. Sedangkan nilai tegangan
pampat 50% yaitu 9,32 g/cm2 pada cara I, 12,40 g/cm2 pada cara II, dan 13,17

g/cm2 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan
tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba dan
tegangan pampat 50%, dan memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap
pampatan tetap 50%. Berdasarkan penilaian mutu dan juga pertimbangan faktor
ekonomi atau tambahan perlengkapan yang digunakan pada ketiga cara
pengeritingan, maka cara II ditetapkan sebagai cara pengeritingan terbaik, dan
menjadi acuan atau pedoman untuk penelitian tahap II.
Hasil penelitian tahap II menunjukkan variasi jumlah karet
mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap dan tegangan pampat. Nilai
bobot jenis kamba sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masingmasing adalah adalah 22,35 kg/m3, 24,46 kg/m3, dan 28,35 kg/m3. Bobot jenis
kamba sampel Sebutret 40 (penelitian tahap I) adalah 21,61 kg/m3. Nilai pampatan
tetap 50% sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah
28,83 kg/m3, 25%, dan 18,33%. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 40
adalah 30,03%. Sedangkan nilai tegangan pampat sampel Sebutret 50, Sebutret
60, dan Sebutret 70 adalah 14,65 g/cm2, 18,16 g/cm2, dan 23,41 g/cm2. Nilai
tegangan pampat sampel Sebutret 40 adalah 12,40 g/cm2. Analisis ragam
menunjukkan bahwa jumlah karet sebanyak 50 gram, 60 gram, dan 70 gram
memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba, pampatan
tetap 50% dan tegangan pampat 50%.
Cara pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet dapat
mempengaruhi karakteristik sebutret. Cara pengeritingan II dan jumlah karet 70
gram menghasilkan karakteristik sebutret yang paling baik.

TANTRI MARTINI. F34102097. The Influence of Curling Method of Coir
Fibre and Amount of Rubber to the Characteristic of Rubberized Coir. Supervised
by Liesbetini Hartoto and Maurits Sinurat. 2007.
SUMMARY
Coir fibre is one of by product from coconut production. From national
coconut production the average was 15.5 billion every year, the amount of coir
fibre that can be obtained was 1.8 million tons. Utilization of coir fibre is not done
yet optimally. One of the product from utilization of coir fibre that has high added
value is rubberized coir. Rubberized coir is a combination result of coir fibre and
latex rubber. Rubberized coir can be used as pad of material needed elasticity such
as chair pad and mattress. The raw material for production rubberized coir are
curled fibre and latex rubber. The curled fibre was obtained with curling coir
fibre. Latex rubber has function to bind and bandage curled fibres, so that the
product will be more elastic. Curling fibre process consists of twisting fibre,
drying, and scaterring twisted fibre. Twisted fibre which will be dried can be
proceed with dry process (method I), wet process (method II), and heated by
steam (method III). Curled fibre obtained from the three methods have different
form or geometry, and variant amount of rubber to bind and bandage the curled
fibre causes inconsistent quality of rubberized coir.
The objective of this research was to examine the influence of curling
method of coir fibre and amount of rubber that bind and bandage fibre to character
or quality of ruberrized coir. This research consisted of two phases, at research I
curling fibre trial was conducted with dry process (method I), wet process
(method II), and heated by steam (method III). While at research II varying
amount of rubber that binded and bandaged curly fiber, that were 50, 60, and 70
gram was conducted.
The conducted examination was measurement of bulk density for curled
fibre and physical properties examination for rubberized coir, consisted of density,
compression set of 50%, and compressive strength of 50%. The result of bulk
density measurement showed that the three methods influenced value of bulk
density. The value of bulk density of curled fibre in the range of 5.72-6.38 kg/m3
at the method I, 6.10-6.45 kg/m3 at the method II, and 6.24-6.86 kg/m3 at the
method III. Analysis of variance showed the three methods do not result
significant difference (α=0,05).
Result of investigation on physical properties of the samples product at
research I showed that various bulk density of curled fibre obtained from the three
methods influenced density, compression set of 50%, and compressive strength of
50%. Density of sample obtained from method I was 19.50 kg/m3, density of
sample obtained from method II was 21.61 kg/m3, and density of sample obtained
from method III was 22.32 kg/m3. Value of 50% compression set of sample
obtained from method I, II and III were 24.68%, 30.03%, and 33.26%
respectively. While the value of 50% compressive strength of sample was 9.32
g/cm2 at the method I, 12.40 g/cm2 at the method II, and 13.17 g/cm2 at the
method III. Analysis of variance showed the three methods did not give
significant influence (α=0,05) to density and compressive strength and give
significant influence to compression set. According to the evaluate quality and

consideration of economic factor or added equipment that used on the third of
method, hence method II was decided as the best method, and became the
refference or guidence for the research II.
Result of research II showed that variation in the amount of rubber
influenced density, compression set, and compressive strength. Density of sample
Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 22.35 kg/m3, 24.46 kg/m3 at, and
28.35 kg/m3 respectively. Density of Sebutret 40 at research I was 21.61 kg/m3.
Value of 50% compression set of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret
70 were 28.83%, 25%, and 18.33% respectively. Value of 50% compression set at
Sebutret 40 was 30.03%. Value of 50% compressive strength of sample Sebutret
50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 14.65 g/cm2, 18.16 g/cm2, and 23.41 g/cm2
respectively. Value of 50% compressive strength of Sebutret 40 at research I was
12.40 g/cm2. Analysis of variance showed the amount of rubber 50 gram, 60
gram, and 70 gram affected significanly (α=0,05) to density, 50% of compression
set, and 50% of compressive strength.
Curling method of coir fibre and amount of rubber can influence the
characteristic of rubberized coir. Curling method II and amount of rubber 70 gram
produced the best character of rubberized coir.

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan
judul “PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA
DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT
KELAPA BERKARET (SEBUTRET)” adalah karya asli saya sendiri, dengan
arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya.

Bogor, April 2007
yang membuat pernyataan

Tantri Martini
NRP : F34102097

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984.
Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari
pasangan bapak Djadjang dan ibu Siti Rokoyah. Pada tahun
1990 penulis memulai pendidikan di TK Permata Bogor dan
selesai pada tahun 1991. Kemudian penulis menyelesaikan
pendidikan dasar di SD Negeri Bogor Baru Bogor pada tahun 1996. Penulis
melanjutkan pendidikan ke SLTP PGRI 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999.
Kemudian penulis menempuh pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada
tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat dengan judul
“Proses Produksi dan Pengemasan Susu Pasteurisasi di Milk Treatment Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (MT KPBS) Pangalengan, Bandung”. Pada bulan
Juli 2006 penulis melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul
“Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap
Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)” di Balai Penelitian
Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Akhirnya pada bulan April 2007 penulis
dinyatakan lulus dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2007

Penulis

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta beserta keluarga
yang telah banyak memberikan kasih sayang, dorongan dan bantuan baik secara
materi maupun spiritual, Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Ir.
Maurits Sinurat selaku pembimbing II yang telah membimbing dan membantu
penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, dan Ir. Sugiarto,
Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk
kesempurnaan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian
Teknologi Karet (BPTK) Bogor yang telah memberikan izin untuk melaksanakan
penelitian di BPTK Bogor, seluruh staf dan karyawan BPTK Bogor yang telah
memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian, serta seluruh
rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
skripsi. Semoga segala bantuan yang diterima penulis mendapat balasan dari
Allah SWT.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
segala bentuk saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, April 2007

Penulis

i

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................

i

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ii

DAFTAR TABEL ............................................................. ............................

iv

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

vi

PENDAHULUAN .................................................................................

1

A. LATAR BELAKANG .....................................................................

1

B. TUJUAN ..........................................................................................

3

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

4

A. SABUT DAN SERAT SABUT KELAPA .......................................

4

B. SERAT KERITING SABUT KELAPA ..........................................

6

C. LATEKS PEKAT .............................................................................

7

D. KOMPON LATEKS .........................................................................

9

E. SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) .................

12

III. METODOLOGI ....................................................................................

16

I.

A. BAHAN .............................................................................................. 16
B. ALAT ...............................................................................................

16

C. METODE PENELITIAN .................................................................

17

1. Pembuatan Kompon Lateks ......................................................

17

2. Penelitian Tahap I .....................................................................

19

a. Pengeritingan Serat ..............................................................

19

b. Pembuatan Sampel Sebutret .................................................

21

c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret ............................................

23

d. Penentuan Cara Pengeritingan Serat Terbaik .......................

24

ii

3. Penelitian Tahap II ....................................................................

27

a. Pengeritingan Serat ..............................................................

27

b. Pembuatan Sampel Sebutret .................................................

27

c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret ............................................

27

D. RANCANGAN PERCOBAAN ......................................................

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

30

A. PENELITIAN TAHAP I .................................................................

30

1. Karakteristik Pengeringan Pintalan Serat....................................

30

2. Bulk Density Serat Keriting ........................................................

32

3. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret .................................................

35

a. Bobot Jenis Kamba .................................................................

36

b. Pampatan Tetap 50% ............................................................

38

c. Tegangan Pampat 50% ..........................................................

40

4. Penentuan Cara Pengeritingan Serat Terbaik .............................

41

B. PENELITIAN TAHAP II .................................................................

42

1. Bobot Jenis Kamba ....................................................................

43

2. Pampatan Tetap 50% ................................................................

44

3. Tegangan Pampat 50% ..............................................................

45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

47

A. KESIMPULAN ...............................................................................

47

B. SARAN ............................................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

50

LAMPIRAN ...................................................................................................

53

iii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Luas lahan perkebunan kelapa nasional ..............................................

1

Tabel 2. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut ....

4

Tabel 3. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ..................................

5

Tabel 4. Standar mutu lateks pekat (ASTM 1997) ............................................

8

Tabel 5. Formula pembuatan bahan dispersi 50% ............................................ 18
Tabel 6. Formula kompon lateks untuk sebutret ............................................... 18
Tabel 7. Perbandingan cara pengeritingan serat ............................................... 41

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Mekanisme reaksi vulkanisasi......................................................... 10
Gambar 2. Diagram alir pembuatan sebutret secara umum ............................. 13
Gambar 3. Sebutret ........................................................................................... 15
Gambar 4. Pintalan serat (tambang) ................................................................ 19
Gambar 5. Diagram alir penelitian tahap I ....................................................... 26
Gambar 6. Diagram alir penelitian tahap II ..................................................... 28
Gambar 7. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada
cara pengeritingan I ......................................................................... 30
Gambar 8. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada
cara pengeritingan II ....................................................................... 31
Gambar 9. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada
cara pengeritingan III ...................................................................... 32
Gambar 10. Grafik perbedaan bulk density serat keriting karena perbedaan
cara pengeritingan serat dan suhu pengeringan ............................. 33
Gambar 11. Serat keriting hasil penguraian pintalan serat ................................ 35
Gambar 12. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap bobot jenis
sebutret ........................................................................................... 36
Gambar 13. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap pampatan tetap
50% sebutret ................................................................................... 38
Gambar 14. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap tegangan pampat
50% sebutret ................................................................................... 40
Gambar 15. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap bobot jenis sebutret .......... 43
Gambar 16. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap pampatan tetap 50%
sebutret ........................................................................................... 44
Gambar 17. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap tegangan pampat 50%
sebutret ........................................................................................... 46

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran

1. Produk turunan dari pengolahan sabut kelapa ......................... 53

Lampiran

2. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan
I suhu 60, 80 dan 100°C .......................................................... 54

Lampiran

3. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan
II suhu 60 °C ............................................................................ 55

Lampiran

4. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan
II suhu 80 °C ........................................................................... 56

Lampiran

5. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan
II suhu 100 °C ......................................................................... 57

Lampiran

6. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan
III suhu 60, 80 dan 100 °C ..................................................... 58

Lampiran

7. Uji sifat fisik sebutret ............................................................... 59

Lampiran

8 a. Bulk density serat keriting ......................................................

60

Lampiran

8 b. Perbandingan bentuk atau geometri serat keriting ................. 60

Lampiran

9 a. Bobot bahan pada sampel produk penelitian tahap I .............. 61

Lampiran

9 b. Bobot bahan pada sampel produk penelitian tahap II ............. 61

Lampiran 10 a. Sifat fisik sampel sebutret (penelitian tahap I) ....................... 62
Lampiran 10 b. Sifat fisik sampel sebutret (penelitian tahap II) ...................... 62
Lampiran 10 c. Analisis ragam suhu pengeringan pintalan serat ...................... 62
Lampiran 11 a. Analisis ragam bulk density serat keriting ............................... 63
Lampiran 11 b. Analisis ragam bobot jenis sebutret (penelitian tahap I) ........ 63
Lampiran 11 c. Analisis ragam pampatan tetap 50% sebutret
(penelitian tahap I) .................................................................... 63
Lampiran 12 a. Uji lanjut Duncan pampatan tetap 50% sebutret
(penelitian tahap I) .................................................................. 64
Lampiran 12 b. Analisis ragam tegangan pampat 50% sebutret
(penelitian tahap I) .................................................................. 64
Lampiran 13 a. Analisis ragam bobot jenis sebutret (penelitian tahap II) ....... 65
Lampiran 13 b. Uji lanjut Duncan bobot jenis sebutret (penelitian tahap II) .. 65

vi

Lampiran 14 a. Analisis ragam pampatan tetap 50% sebutret
(penelitian tahap II) ................................................................... 66
Lampiran 14 b. Uji lanjut Duncan pampatan tetap 50% sebutret
(penelitian tahap II) ................................................................. 66
Lampiran 15 a. Analisis ragam tegangan pampat 50% sebutret
(penelitian tahap II) ................................................................ 67
Lampiran 15 b. Uji lanjut Duncan tegangan pampat 50% sebutret
(penelitian tahap II) ................................................................ 67
Lampiran 16 a. Alat pendispersi bahan kimia .................................................. 68
Lampiran 16 b. Alat pemintal serat sabut kelapa ............................................ 68
Lampiran 17 a. Cetakan sampel sebutret ........................................................ 69
Lampiran 17 b. Alat penyemprot kompon lateks ............................................ 69
Lampiran 17 c. Oven vulkanisasi .................................................................... 69
Lampiran 18 a. Jok kursi sebutret ................................................................... 70
Lampiran 18 b. Kasur sebutret ........................................................................ 70

vii

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kelapa dan karet merupakan komoditas yang memberikan kontribusi
besar dalam perekonomian nasional. Luas areal perkebunan karet tahun 2005
mencapai lebih dari 3,2 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
85 persen diantaranya merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7
persen perkebunan besar negara serta 8 persen perkebunan besar milik swasta.
Produksi karet nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2,2 juta ton.
Nilai ekspor karet pada tahun 2006 mencapai US$ 4,2 milyar (Anwar, 2006).
Kelapa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia
karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Luas areal perkebunan
kelapa Indonesia yaitu 3,74 juta hektar merupakan yang terluas di dunia, 98
persen diantaranya merupakan perkebunan rakyat (Allorerung et al., 2005).
Luas lahan perkebunan kelapa di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas lahan perkebunan kelapa nasional menurut status pengusahaan
(ha)
Tahun
Perkebunan rakyat

2001

2002

2003

2004

2005

3.818.946 3.806.032 3.785.343 3.759.736 3.786.063

Perkebunan negara

11.661

9.764

5.838

5.452

5.462

Perkebunan swasta

121.023

123.766

121.949

106.893

106.893

Total

3.951.630 3.939.562 3.913.130 3.872.081 3.898.418

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2006)
Sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan
buah kelapa yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sabut kelapa dapat
diolah lebih lanjut menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Produk
turunan dari pengolahan sabut kelapa ditunjukkan pada Lampiran 1. Hasil
samping utama pengolahan sabut kelapa adalah serat sabut kelapa. Serat sabut
kelapa bersifat kuat, tahan lama, tidak mudah lapuk, ringan, elastis dan
mampu menyerap panas (Lay dan Pasang, 2003). Serat sabut kelapa
mempunyai karakteristik material yang ramah lingkungan, sehingga dampak

2

pencemaran limbah terhadap lingkungan sangat rendah (Purba, 1999). Potensi
ketersediaan serat sabut kelapa untuk dikonversi menjadi produk komersial
cukup besar. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata sebanyak 15,5
milyar butir/tahun, dapat diperoleh serat sabut kelapa sekitar 1,8 juta ton.
Konversi serat sabut kelapa yang prospektif antara lain menjadi jok mobil
mewah, springbed, dan geotextile (Allorerung et al., 2005).
Salah satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang dianggap
memiliki nilai ekonomi tinggi yaitu sebutret. Sebutret merupakan bahan
berpegas yang dapat digunakan untuk pelapis (pad) bahan-bahan yang
memerlukan kepegasan, misalnya kasur dan jok. Sebutret lebih ringan dan
berpegas jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), karena terdiri dari
karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki rongga yang besar, bersifat
sejuk dan dingin, tahan terhadap air dan bakteri, bebas dari segala macam kutu
dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk, dan pemakaiannya tidak berisik
(Sinurat, 2003).
Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting (bergelombang)
dan karet lateks. Serat keriting diperoleh melalui pengeritingan serat kelapa.
Penggunaan serat keriting dalam pembuatan sebutret bertujuan untuk
meningkatkan ketinggian lentur produk, produk yang dihasilkan mempunyai
rongga udara dengan sifat kepegasan yang lebih baik dari bahan serat alami
(Sinurat, 2001).
Pembuatan serat keriting di BPTK Bogor dilakukan dengan
pemintalan serat, pengeringan, pemeraman, dan penguraian pintalan serat.
Terdapat tiga cara untuk memperoleh serat keriting, yaitu dengan mengurai
pintalan serat yang mengalami proses pengeritingan cara kering, pengeritingan
cara basah, dan pengeritingan dengan pemanasan oleh uap air mendidih. Pada
proses kering, serat dipintal dalam kondisi alaminya (kering), pada proses
basah, serat yang akan dipintal terlebih dahulu dibasahi dengan sedikit air, dan
pada pemanasan dengan uap air mendidih, serat yang telah dipintal dilalukan
dengan uap panas. Perlakuan penambahan air dan pemanasan dengan uap air
mendidih bertujuan agar serat menjadi lemas dan mengikuti bentuk spiral atau
sinusoidal (Sinurat, 2001). Diperkirakan bahwa geometri serat keriting yang

3
dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan tersebut berbeda dan berpengaruh
terhadap mutu produk.
Pintalan serat yang diproses dengan cara kering, cara basah, dan
pemanasan dengan uap air mendidih dikeringkan hingga mencapai kadar air
keseimbangan. Pengeringan bertujuan agar serat menjadi berbentuk sinusiodal
dan plastis atau tidak mudah kembali ke bentuk semula. Pada proses
pengeringan dilakukan variasi suhu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
karakteristik serat keriting yang dihasilkan. Setelah proses pengeringan
pintalan serat didinginan dan diperam pada suhu ruangan.
Karet lateks berfungsi mengikat persinggungan dan membalut seratserat keriting, sehingga produk yang dihasilkan lebih berpegas. Jumlah karet
yang membalut serat keriting yaitu 50 persen dari bobot produk (sebutret).
Optimasi penggunaan jumlah karet yang mengikat dan membalut serat
keriting perlu dilakukan agar produk sebutret yang dihasilkan memiliki
kepegasan dan kemampuan menahan beban yang lebih baik sesuai
penggunaannya. Pada penelitian ini dilakukan uji coba penambahan jumlah
karet yang mengikat dan membalut serat keriting untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap sifat atau mutu produk sebutret.
Pengeritingan serat dipengaruhi oleh cara pengeritingan dan suhu
pengeringan pintalan serat. Uji coba ketiga cara pengeritingan serat yaitu
proses kering, proses basah, dan pemanasan oleh uap air mendidih dengan
variasi suhu pengeringan serta penambahan jumlah karet perlu dilakukan
untuk dapat mengetahui karakteristik produk sebutret yang dihasilkan, serta
diharapkan dapat menjadi acuan untuk menentukan cara pengeritingan serat
dan jenis mutu dalam proses produksi sebutret.

B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh produk
serat sabut kelapa berkaret (sebutret) yang memiliki sifat dan mutu yang baik.
Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mengetahui pengaruh cara
pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet yang mengikat dan
membalut serat terhadap karakteristik sebutret yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SABUT DAN SERAT SABUT KELAPA
Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa,
yaitu 35 persen dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa adalah bagian
terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut
kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri dari lapisan terluar (exocarpium) dan
lapisan dalam (endocarpium). Menurut United Coconut Association of The
Philippines (UCAP), dari satu buah kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg
sabut. Sabut mengandung 30 persen serat (Suhardiyono, 1988).
Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu
serat dengan serat lainnya (Anonim, 2005). Pengolahan lanjut sabut kelapa
dalam rangka diversifikasi produk, adalah dengan mengadakan pemisahan
serat sesuai dengan penggunaannya. Pemisahan serat sabut kelapa dapat
dilakukan secara mekanis maupun biologis (perendaman dalam air tawar
maupun air laut). Dari serat kelapa dapat diperoleh 12 persen bristle fibre dan
18 persen mattress fibre (Barlina et al., 1990). Serat bristle dan serat mattress
terkadang sering dicampur dan dipintal serta dilakukan proses pengeritingan
menjadi tali berpilin satu, yang disebut dengan curled coir fibre, bahan ini
sering digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan serat berkaret
(Aprianita dan Sudibyo, 1985). Hasil pengolahan sabut kelapa menurut
Djatmiko et al., (1990) ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut
Komposisi
1. Bristle fibre
2. Mattress fibre
3. Coir fibre
a. Epicarp
b. Fibrous dust
(serat yang sangat pendek)
c. Pith (gabus)
Jumlah
Sumber: Djatmiko et al., (1990)

Bobot (kg)
62,6
38,2

Rendemen (%)
27,5
16,8

42,6
6,2

18,7
2,7

78,2
227,8

34,3
100,0

5
Serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-350 mm, bahkan ada
yang mencapai 400 mm. Diameter serat sabut kelapa sekitar 0,1-1,5 mm
(Djatmiko et aI., 1990). Serat sabut kelapa sangat elastis dan tahan terhadap
pembusukan (Awang, 1991). Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa
Komponen

Sabut (%)
Air
26,00
Pektin
14,25
Hemiselulosa
8,50
Lignin
29,23
Selulosa
21,07
Sumber : Joseph dan Kindangen (1993)

Serat sabut (%)
5,25
3,00
0,25
45,84
43,44

Menurut Ketaren dan Djatmiko (1985), terdapat tiga tipe serat kelapa,
yaitu mat/yarn fibre, bristle fibre dan mattress fibre. Yarn fibre adalah seratserat panjang dan halus, cocok digunakan untuk bahan tikar atau tali. Bristle
fibre merupakan serat kasar dan sering digunakan untuk pembuatan sapu atau
sikat. Mattress fibre, yaitu serat pendek, biasa digunakan untuk bahan pengisi
kasur.
Mutu serat sabut kelapa ditentukan oleh warna, persentase kotoran,
kadar air, dan proporsi berat antara serat panjang dan serat pendek. Serat sabut
kelapa yang bermutu tinggi berwarna cerah cemerlang dengan persentase
berat kotoran tidak lebih dari 2 persen dan tidak mengandung komponen
asing. Yarn fibre diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu hard twist, yaitu
serat yang diperoleh dari olahan mesin dan soft twist, yaitu serat yang
diperoleh dari olahan tangan. Mutu serat bristle didasarkan atas warna dan
panjang serat. Mutu yang baik warnanya cerah dan mempunyai panjang serat
maksimum 12 inci (31,08 cm). Mutu serat mattress didasarkan atas warna,
panjang serat, elastisitas, dan kebersihan. Serat mattress yang bermutu baik
berwarna keemasan, sedangkan yang bermutu rendah berwarna suram dan
tidak bercahaya (Palungkun, 1999).

6
B. SERAT KERITING SABUT KELAPA
Pengertian serat keriting dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret
(sebutret) yaitu serat alami dari sabut kelapa yang diubah bentuknya menjadi
s